Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM


DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

OLEH :

DESAK PUTU AYU MEKAYANTI


NIM : 209012636

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

PROGRAM STUDI NERS NON REGULER

2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM
DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Sectio Caesaria merupakan tindakan melahirkan bayi melalui insisi
(membuat sayatan) didepan uterus. Sectio Caesaria merupakan metode paling
umum melahirkan bayi, tetapi masih merupakan prosedur operasi besar,
dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar kecuali dalam keadaan darurat
(Hartono 2014).
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu
dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya
dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-
komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal
(Mitayani, 2012).
B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Placenta previa
c. Ruptura uteri mengancam
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Pre-eklampsia, dan Hipertensi.
g. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.
h. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
2. Indikasi Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
3. Gawat Janin
4. Janin Besar 
5. Kontra Indikasi
a. Janin mati
b. Syok, anemia berat
c. Kelainan congenital berat.
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu
yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini,
ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan
sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea. (Sari, 2016)

D. Pathway
Sumber : Nurarif Hardhi
(2015)
E. Klasifikasi
Jenis- jenis dari sectio caesaria seperti :
1. Sectio caesaria transperitonealis profunda
Sectio caesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2. Sectio caesaria klasik atau sectio caesaria korporal
Pada sectio caesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan sectio caesaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio caesaria ekstra peritoneal
Sectio caesaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Sectio caesaria Hysteroctomi
Setelah sectio caesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
F. Manifestasi Klinis
Persalinan dengan sectio caesaria memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis sectio caesaria yaitu :
a. Nyeri akibat luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
f. Emosi labil atau perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapai situasi baru
g. Terpasang kateter urine
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar
i. Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan USG
6. Pemeriksaan elektrolit.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1). Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
2). Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
3). Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4). Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5). Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
f. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
g. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.

2. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian obat-obatan
1).Antibiotik
2).Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu.
b. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A.Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah suatu proses untuk mengupulkan
informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan
tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komperehensif atau
menyeluruh, sistematis, yang logis akan mengarah dan mendukung pada
identifikasi masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan
menggunakan data pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai
diagnosa keperawatan (Ali, 2010), yang meliputi sebagai berikut :
1. Indentitas Ibu
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status pernikahan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya ibu dengan Post Sectio Caesarea mengeluh nyeri pada
daerah luka bekas operasi.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakukannya operasi Sectio
Caesarea misalnya
letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut
rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi
kembar (multiple pregnancy), preeklampsia eklampsia berat, ketuban
pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana tindakan
terhadap pasien.
b. Riwayat Kesehatan Dulu
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat penyakit dahulu adalah penyakit
yang pernah diderita pasien khusunya, penyakit konis, menular, dan
menahun seperti penyakit hipertensi, jantung, DM, TBC, hepatitis dan
penyakit kelamin. Ada tidaknya riwayat operasi umum/ lainnya maupun
operasi kandungan (sectio caesarea, miomektomi, dan sebagainya).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga apakah keluarga pasien memiliki riwayat
penyakit kronis, seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, serta
penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dan penyakit kelamin yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan pada pasien.
4. Riwayat Perkawinan
Hal yang perlu dikaji pada riwayat perkawinan adalah menikah
sejak usia berapa, berapa kali menikah, lama pernikahan, status pernikahan
saat ini.
5. Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan, maupun abortus yang dinyatakan dengan kode GxPxAx
(Gravida, Para, Abortus), berapa kali ibu hamil, penolong persalinan, cara
persalinan, penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat
badan lahir anak jika masih ingat.Riwayat menarche, siklus haid, ada
tidaknya nyeri haid atau gangguan haid lainnya.
6. Riwayat Kontrasepsi
Hal yang dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui
apakah ibu pernah ikut program kontrasepsi, jenis yang dipakai sebelumnya,
apakah ada masalah dalam pemakaian kontrasepsi tersebut, dan setelah
masa nifas apakah akan menggunakan kontrasepsi kembali

7. Pola Kesehatan Fungsional


a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
b. Pola Aktifitas
Pada pasien post Sectio Caesarea aktifitas masih terbatas,
ambulasi dilakukan secara bertahap, setelah 6 jam pertama dapat
dilakukan miring kanan dan kiri. Kemudian ibu dapat diposisikan
setengah duduk atau semi fowler. Selanjutnya ibu dianjurkan untuk
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
c. Pola Eliminasi
Pada pasien post Sectio Caesarea sering terjadi adanya konstipasi
sehingga pasien takut untuk melakukan BAB.
d. Istirahat dan Tidur
Pada pasein post Sectio Caesarea terjadi perubahan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kehadiran bayi dan nyeri yang
dirasakan akibat luka pembedahan.
e. Pola Sensori
Pasien merasakan nyeri pada abdomen akibat luka pembedahan
yang dilakukan.
f. Pola Status Mental
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi
pasien, proses berpikir, kemauan atau motivasi, serta persepsi pasien.
g. Pola Reproduksi dan Sosial
Pada pasien post Sectio Caesarea terjadi disfungsi seksual yaitu
perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak
adekuat karena adanya proses persalinan dan masa nifas.

8. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kebersihan kepala,
apakah ada benjolan atau lesi, dan biasanya pada ibu post partum
terdapat chloasma gravidarum.
b. Mata
Pemeriksaan mata meliputi kesimetrisan dan kelengkapan mata,
kelopak mata, konjungtiva anemis atau tidak, ketajaman penglihatan.
Biasanya ada keadaan dimana konjungtiva anemis karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan.
c. Hidung
Pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum
nasi, kondisi lubang hidung, apakah ada sekret, perdarahan atau tidak,
serta sumbatan jalan yang mengganggu pernafasan.
d. Telinga
Pemeriksaan telinga meliputi bentuk, kesimetrisan, keadaan
lubang telinga, kebersihan, serta ketajaman telinga.
e. Leher
Pemeriksaan leher meliputi kelenjar tiroid, vena jugularis,
biasanya pada pasien post partum terjadi pembesaran kelenjar tiroid
karena adanya proses menerang yang salah.
f. Dada
1).Jantung
Bunyi jantung I dan II regular atau ireguler, tunggal atau tidak,
intensitas kuat atau tidak, apakah ada bunyi tambahan seperti murmur
dan gallop.
2).Paru-Paru
Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak, apakah ada suara
tambahan seperti ronchi dan wheezing. Pergerakan dada simetris,
pernafasan reguler, frekuensi nafas 20x/menit.

3).Payudara
Pemeriksaan meliputi inspeksi warna kemerahan atau tidak, ada
oedema atau tidak, dan pada hari ke-3 postpartum, payudara
membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena
peningkatan prolaktin pada hari I-III), keras dan nyeri, adanya
hiperpigmentasi areola mamae serta penonjolan dari papila mamae.
Ini menandai permukaan sekresi air susu dan apabila aerola mamae
dipijat, keluarlah cairan kolostrum. Pada payudara yang tidak disusui,
engorgement (bengkak) akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah
erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil
pada 1-2 hari. Palpasi yang dilakukan untuk menilai apakah adanya
benjolan, serta mengkaji adanya nyeri tekan.
g. Abdomen
Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk melihat apakah luka bekas
operasi ada tanda-tanda infeksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat
striae dan linea,apakah ada terjadinya Diastasis Rectus Abdominis yaitu
pemisahan otot rectus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi
umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta
akibat perenggangan mekanis dinding abdomen, cara pemeriksaannya
dengan memasukkan kedua jari kita yaitu jari telunjuk dan jari tengah ke
bagian dari diafragma dari perut ibu. Jika jari masuk dua jari berarti
diastasis rectie ibu normal. Jika lebih dari dua jari berarti abnormal.
Auskultasi dilakukan untuk mendengar peristaltik usus yang normalnya
5-35 kali permenit, palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus baik atau
tidak. Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir
kemudian terjadi respons uterus terhadap penurunan volume intra
uterine kelenjar hipofisis yang mengeluarkan hormone oksitosin,
berguna untuk memperkuat dan mengatur kontraksi uterus dan
mengkrompesi pembuluh darah. Pada 1-2 jam pertama intensitas
kontraksi uterus berkurang jumlahnya dan menjadi tidak teratur karena
pemberian oksitosin dan isapan bayi.

h. Genetalia
Pemeriksaan genetalia untuk melihat apakah terdapat hematoma,
oedema, tanda-tanda infeksi, pemeriksaan pada lokhea meliputi warna,
bau, jumlah, dan konsistensinya.
i. Anus
Pada pemeriksaan anus apakah terdapat hemoroid atau tidak.
j. Integumen
Pemeriksaan integumen meliputi warna, turgor, kelembapan,
suhu tubuh, tekstur, hiperpigmentasi. Penurunan melanin umumnya
setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
k. Ekstremitas
Pada pemeriksaan kaki apakah ada: varises, oedema, reflek
patella, nyeri tekan atau panas pada beti. Adanya tanda homan, caranya
dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan di lakukan tekanan
ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis dengan
tindakan tersebut, tanda Homan (+).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar
dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan, tujuan dokumentasi
diagnosa keperawatan untuk meunliskan masalah/problem pasien atau
perubahan status kesehatan pasien. (Ali, 2010). Masalah yang mungkin
muncul, sebagai berikut :
D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, luka post operasi
Sectio Caesarea.
D.0029 Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI
D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terpasang alat
invasif
D.0049 Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal.
D.0122 Kesiapan Peningkatan menjadi orang tua ditandai dengan
mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan peran menjadi orang
tua
D.0142 Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur pembedahan Sectio
Caesarea
D.0023 Hipovelemia berhubungan kehilangan cairan aktif
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi
.
1 2 3

1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :


agen pencedera fisik (luka post ….x24 jam, maka tingkat nyeri menurun
1. Manajemen Nyeri
operasi section caesaria) dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Keluhan nyeri menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. Sikap protektif menurun durasi, frekuensi, kualitas dan
3. Gelisah menurun intensitas nyeri
4. Kesulitan tidur menurun 2) Identifikasi skala nyeri
5. Frekuensi nadi membaik 3) Identifikasi respons nyeri non
verbal
4) Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan
analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/
dingin, terapi bermain)
2) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1) Menjelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Jelaskan monitor nyeri secara
mendiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik
(bila perlu)
2. Pemberian analgetik
a. Observasi
1). Identifikasi karakteristik nyeri
(misalnya pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2). Identifikasi riwayat alergi obat
3). Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (misalnya narkotika,
non-narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4). Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesic
5). Monitor efektifitas analgesic
b. Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal jika perlu
2) Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien
4) Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
c. Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesic sesuai indikasi
2 Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan ….x24 jam, maka status menyusui
1. Konseling Laktasi
ketidakefektifan suplai ASI membaik dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Suplai ASI adekuat 1). Identifikasi keadaan emosional ibu
2. Tetesan atau pancaran ASI meningkat saat akan dilakukan konseling
3. Miksi bayi lebih dari 8 kali/24 jam menyusui
2). Identifikasi keinginan dan tujuan
menyusui
3). Identifikasi permasalahan yang ibu
alami selama proses menyusui
b. Terapeutik
1). Gunakan teknik mendengarkan
aktif (mis. duduk sama tinggi,
dengarkan permasalaahn ibu)
2). Berikan pujian terhadap perilaku
ibu yang benar
c. Edukasi
1). Ajarkan teknik menyusui yang
tepat sesuai kebutuhan ibu
2. Promosi ASI Esklusif
a. Observasi
1). Identifikasi kebutuhan laktasi bagi
ibu pada antenatal, intranatal dan
postnatal
b. Terapeutik
1) Fasilitasi ibu melakukan IMD
(inisiasi menyusui dini)
2) Fasilitasi ibu untuk rawat gabung
atau rooming in
3) Gunakan sendok dan cangkir jika
bayi belum bisa menyusu
4) Dukung ibu menyusui dengan
mendampingi ibu selama kegiatan
menyusui berlangsung
5) Diskusikan dengan keluarga tentang
ASI esklusif
6) Siapkan kelas menyusui pada masa
prenatal minimal 2 kali dan periode
pascapartum minimal 4 kali
c. Edukasi
1). Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
dan bayi
2). Jelaskan pentingnya menyusui di
malam hari untuk mempertahankan
dan meningkatkan produksi ASI
3). Jelaskan tanda-tandi bayi cukup ASI
misalnya BB meningkat, BAK lebi
dari 10 kali/hari, warna urine tidak
pekat
4). Jelaskan manfaat rawat gabung
5). Anjurkan ibu menyusui sesegera
mungkin setelah melahirkan
6). Anjurkan ibu memberikan nutrisi
kepada bayi hanya dengan ASI
7). Anjurkan ibu menyusui sesering
mungkin setelah lahir sesuai
kebutuhan bayi
8). Anjurkan ibu menjaga produksi ASI
dengan memerah, walaupun kondisi
ibu atau bayi terpisah.
3 Defisit pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
dengan kurang terpapar informasi ….x24 jam, maka tingkat pengetahuan
1. Edukasi Kesehatan
membaik dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Perilaku sesuai dengan pengetahuan 1). Identifikasi kesiapan dan
membaik kemampuan menerima informasi
2. Pertanyaan tentang masalah yang 2). Identifikasi faktor-faktor yang
dihadapi menurun dapat meningkatkan dan
3. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat
menurun
b. Terapeutik
1). Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
2). Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
3). Berikan kesempatan untuk
bertanya
c. Edukasi
1). Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2). Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
3). Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
berhubungan dengan nyeri ….x24 jam, maka mobilitas fisik
1. Dukungan Ambulansi
a. Observasi
meningkat dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi adanya nyeri atau
1. Pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik lainnya
2. Kekuatan otot meningkat 2) Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulansi
3. Rentang gerak (ROM) meningkat
3) Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
ambulansi
4) Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulansi
b. Terapeutik
1). Fasilitasi aktivitas ambulansi
dengan alat bantu (mis. Tongkat,
kruk)
2). Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik jika perlu
3). Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulansi
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulansi
2) Anjurkan melakukan ambulansi
dini
3) Ajarkan ambulansi sederhana yang
harus dilakukan (mis berjalan
ditempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai toleransi)
2. Dukungan Mobilisasi
a. Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas ambulansi
dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan
jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
5 Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
motilitas gastrointestinal ….x24 jam, maka eliminasi fekal
1. Manajemen Eliminasi Fekal
membaik dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Keluhan defekasi lama dan sulit 1). Identifikasi masalah usus dan
menurun penggunaan obat pencahar
2). Identifikasi pengobatan yang
2. Mengejan saat defekasi menurun
berefek pada kondisi
3. Konsistensi feses membaik gantrointestinal
3). Monitor buang air besar mis
warna, frekuensi, konsistensi,
volume)
4). Monitor tanda dan gejala diare,
konstipasi, atau impaksi
b. Terapeutik
1). Berikan air hangat setelah makan
2). Jadwalkan waktu defekasi bersama
pasien
3). Sediakan makanan tinggi serat
c. Edukasi
1). Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik
2). Anjurkan mencatat warna ,
frekuensi, konsistensi dan volume
feses
3). Anjurkan pengurangan makanan
yang meningkatkan pembentukan
gas
4). Anjurkan meningkatkan asupan
cairan jika tidak ada kontraindikasi
d. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian obat
supositoria jika perlu
2. Manajemen Konstipasi
a. Observasi
1). Periksa tanda dan gejala konstipasi
2). Periksa pergerakan usus,
karakteristik feses (konsistensi,
bentuk, volume dan warna)
3). Identifikasi faktor resiko
konstipasi (miso bat-obatan, tirah
baring, dan diet rendah serat)
4). Monitor tanda dan gejala rupture
usus dan atau peritonitis
b. Terapeutik
1). Anjurkan diet tinggi serat
2). Lakukan masase abdomen bila
perlu
3). Lakukan evakuasi feses bila perlu
4). Beri enema atau irigasi bila perlu
c. Edukasi
1). Jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan
2). Anjurkan peningkatan asupan
cairan jika tidak ada kontraindikasi
3). Latih buang air besar secara teratur
4). Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
d. Kolaborasi
1). Kolaborasi penggunaan obat
pencahar jika perlu
2). Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
6 Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan intervensi selama SIKI
berhubungan dengan efek ….x24 jam, maka eliminasi urin membaik 1. Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK
tindakan medis dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Sensasi berkemih meningkat 1). Identifikasi kebiasaan BAB/BAK
setiap usia
2. Frekuensi BAK membaik
2). Monitor integritas kulit pasien
3. Karakteristik urin membaik b. Terapeutik
1). Buka pakaian yang diperlukan
untuk memudahkan eliminasi
2). Dukung penggunaan
toilet /commode/ pispot/ urinal
secara konsisten
3). Jaga privasi selama eliminasi
4). Latih BAB/BAK sesuai jadwal
bila perlu
5). Sediakan alat bantu (mis kateter
eksternal, urinal) jika perlu
c. Edukasi
1). Anjurkan BAB/BAK secara rutin
2). Anjurkan ke kamar mandi/ toilet
secara rutin
2. Manajemen Eliminasi Urine
a. Observasi
1). Identifikasi tanda dan gejala
retensi atau inkotinensia urine
2). Identifikasi faktor yang
menyebabkan retensi atau
inkotinensia urin
3). Monitor eliminasi urin
b. Terapeutik
1). Batasi asupan cairan bila perlu
c. Edukasi
1). Ajarkan tanda dan gejala ISK
2). Anjurkan minum yang cukup
7 Gangguan pola tidur berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI
dengan hambatan lingkungan ….x24 jam, maka pola tidur membaik 1. Dukungan Tidur
dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Kesulitan tidur menurun 1). Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2). Identifikasi faktor pengganggu
2. Keluhan sering terjaga menurun
tidur (fisik/psikologis)
3. Keluhan tidak puas tidur menurun 3). Identifikasi makanan dan
minuman yang mengganggu tidur
(mis kopi, teh, alkohol, makan
mendekati waktu tidur, minum
banyak air sebelum tidur)
b. Terapeutik
1). Modifikasi lingkungan (mis
pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
2). Batasi waktu tidur siang jika perlu
3). Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur

c. Edukasi
1). Jelaskan pentingnya tidur selama
sakit
2). Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
3). Ajarkan relaksasi autogenic atau
cara nonfarmakologis lainnya

2. Edukasi Aktivitas/ Istirahat


a. Observasi
1). Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
2) Jadwalkan pemberian pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
3) Berikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya
c. Edukasi
1). Jelaskan pentingnya tidur
melakukan aktivitas atau olahraga
secara rutin
2). Anjurkan cara menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
3). Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
8 Resiko infeksi dibuktikan dengan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI :
efek prosedur pembedahan Sectio ….x24 jam, maka tingkat infeksi menurun
1. Manajemen imunisasi/vaksinasi
Caesarea
a. Observasi
dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi riwayat kesehatan atau
1. Demam menurun riwayat alergi
2. Kemerahan menurun 2) Identifikasi kontraindikasi
pemberian imunisasi (mis reaksi
3. Nyeri menurun
anafilaksis terhadap vaksin
4. Bengkak menurun sebelumnya dan atau sakit parah
5. Kadar sel darah putih membaik dengan atau tanpa demam)
3) Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan kesehatan
b. Terapeutik
1) Fasilitasi ibu melakukan IMD
(inisiasi menyusui dini)
2) Fasilitasi ibu untuk rawat gabung
atau rooming in
3) Gunakan sendok dan cangkir jika
bayi belum bisa menyusu
4) Dukung ibu menyusui dengan
mendampingi ibu selama kegiatan
menyusui berlangsung
5) Diskusikan dengan keluarga tentang
ASI esklusif
6) Siapkan kelas menyusui pada masa
prenatal minimal 2 kali dan periode
pascapartum minimal 4 kali
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi
yang terjadi, jadwal, dan efek
samping
2) Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah ( mis
hepatitis B, BCG, difteri, tetanus
pertussis, H.influenza, polio,
campak, measles, rubella)
3) Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah (mis influenza,
pneumokokus)
4) Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis rabies,
tetanus)
5) Informasikan penundaan, pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
6) Informasi penyedia layanan Pekan
Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis
2. Pencegahan infeksi
a. Observasi
1) Monitor tanda dan gejala local dan
sistemik
b. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area
edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara cuci tangan dengan
benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
d. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian imunisasi jika
perlu
9 Resiko ketidakseimbangan cairan Setelah dilakukan intervensi selama SIKI
dibuktikan dengan prosedur ….x24 jam, maka keseimbangan cairan 1. Manajemen Cairan
pembedahan mayor meningkat dengan kriteria hasil : a. Observasi
1. Tekanan darah membaik 1). Monitor status hidrasi (mis
frekuensi nadi, kekuatan nadi,
2. Dehidrasi menurun
akral, pengisian kapiler,
3. Edema menurun kelembaban mukosa, turgor kulit,
4. Turgor kulit membaik tekanan darah)
2). Monitor berat badan harian
3). Monitor berat badan sebelum dan
sesudah dialysis
4). Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (hematocrit, Na,
K,CI, berat jenis urine, BUN)
5). Monitor status hemodinamik
(MAP, CVP, PAP, PCWP jika
tersedia)
b. Terapeutik
1). Catat intake output dan hitung
balance cairan 24 jam
2). Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
3). Berikan cairan intravena juka perlu

c. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian diuretic jika
perlu
2. Pemantauan Cairan
a. Observasi
1). Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
2). Monitor berat badan
3). Monitor frekuensi nafas
4). Monitor tekanan darah
5). Monitor elastisitas atau turgor kulit
6). Monitor kadar albumin dan protein
total
7). Monitor intake-output cairan
b. Terapeutik
1). Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
2). Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1). Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2). Informasikan hasil pemantauan
jika perlu
D. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Ali, 2010).

E. Evaluasi
Evaluasi dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil
berdasarkan rumusan tujuan terutama kriteria hasil.

Tgl/Jam No Dx Evaluasi Hasil


1 S:
O:
A:
P:
2 S:
O:
A:
P:

3 S:
O:
A:
P:
4 S:
O:
A:
P:
5 S:
O:
A:
P:
6 S:
O:
A:
P:
7 S:
O:
A:
P:
8 S:
O:
A:
P:
9 S:
O:
A:
P:
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2010). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarata : EGC

Hartono. (2014). Pengertian Sectio Caesaria. Jakarta : EGC

Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Soloehati, Tetti. (2015). Konsep Dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan


Maternitas. Bandung : PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai