Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA

OLEH:

I DEWA NYOMAN ALIT YUDI PRAMANA PUTRA


(209012547)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
POST SECTIO CAESAREA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan pembedahan /
operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa
dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang
mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak
memungkinkan.
2. Klasifikasi
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri.
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
 Sayatan memanjang (longitudinal)
 Sayatan melintang (tranversal)
 Sayatan huruf T (T Insisian)

c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
 Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
3. Manifestasi Klinis
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Rupture uteri
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Distosia serviks
g. Pre-eklampsia dan hipertensi
h. Nyeri pada luka operasi
i. Tidak bisa flatus
j. Peningkatan suhu tubuh
k. Perubahan tinggi fundus uteri
l. Adanya lochea
4. Penyebab /Etiologi
Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).

5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
6. Pathway /WOC

Kelaianan atau hambatan selama proses hamil dan proses persalinan misalnya:
plasenta previa,sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalopervis, rupture uteri mengancam, partus lama/ tidak maju, pre
eklamsia, distonia serviks, ,malpersentasi janin
Kurang informasi terhadap pemberian
Sectio caesarea (SC) ASI ekslusif, imunisasi, perawatan diri,
perawatan bayi

Insisi dinding Tindakan anastesi


Post partum nifas
Luka terbuka abdomen
Defisit Pengetahuan
D.0111 Bingung,
Isapan bayi kurang Luka post op SC takut
Terputusnya
Jalan masuknya inkonuitas jaringan,
kuman pembuluh darah, dan
Rangsangan terhadap kelenjar Ansietas D.0080
pituitary kurang saraf – saraf di Penurunan tonus
Kontrksi uterus
sekitar daerah insisi usus
RIsiko Infeksi
D.0142 Atonia aliran darah uterus
Produksi hormone prolactin
sedikit Merangsang pelepasan
mediator nyeri (histamin, Konstipasi
prostaglandin) D.0049
Ketidakcukupan produksi ASI Perdarahan

Nyeri Akut D.0077 Kekurangan volume


Menyusui tidak cairan & elektrolit
Efektif D.0029

Risiko
HipovelemiaD.0034
7. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan tanda – tanda vital
b. Kepala dan leher
1) Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah
2) Memeriksa apakah mata:
a) pucat pada konjungtiva
b) sclera icterus
c. Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah:
1) Kelenjar tiroid tidak membesar
2) Pembuluh limfe
3) Apakah ada pelebaran vena jugularis
d. Payudara
1) Bentuk, ukuran dan payudara simetris
2) Puting payudara menonjol atau masuk ke dalam
3) Tidak adanya kolostrom atau cairan lain
4) Tidak ada peneganan pada payudara
5) Tidak ada massa, kelenjar limfe yang membesar
6) Tidak ada retraksi atau dimpling
e. Abdomen
1) Pemeriksaan bising usus di kempat kuadran (5 – 35x/menit)
2) Pemeriksaan diastasis rektus abdominis
3) Pemeriksaan fundus uteri meliputi konsistensi, kekuatan kontraksi, posisi, tinggi
fundus
4) Pemeriksaan insisi SC: keadaan jahitan/insisi, tidak adanya tanda – tanda infeksi
(kalor, rubor, tumor, dolor, fungsio laesa)
5) Pemeriksaan kandung kemih: tidak ada distensi dan nyeri tekan
6) Linea alba
7) Striae
f. Ekstremitas (tangan dan kaki)
1) Memeriksa apakah tangan dan kaki: edema, pucat pada kuku jari, hangat, adanya
nyeri dan kemerahan
2) Memeriksa dan meraba kaki untuk mengetahui adanya varises
3) Memeriksa refleks patella untuk melihat apakah terjadi gerakan hypo atau hyper
4) Pemeriksaan hormans sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif)
g. Perineum
1) Pemeriksaan perineum :
- REEDA
a) Red: kemerahan
b) Edema: pembengkakan
c) Echymosis: kebiruan
d) Discharge: pengeluaran cairan bernanah
e) Loss of approximation: pergeseran jahitan
2) Pemeriksaan lochea: tipe, jumlah dan bau
a) Lochea rubra (cruenta)
Lochea rubra terdiri dari darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel – sel
desidua, verniks kaeosa, lanugo, dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta
Lochea berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3 – 7 pasca
persalinan
c) Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 – 14 pasca persalinan
d) Lochea alba
Lochea berwarna putih, setelah 2 minggu
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
f) Locheastasis
Pengeluaran lochea tidak lancar

h. Anus
Pemeriksaan adanya haemoroid
7. Pemeriksaan diagnostik / Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan   mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
8. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya
DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah
yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1). Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2). Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3). Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka
dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.
9. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperalis :
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post
operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum
atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang dapat ditemukan meliputi
distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register  , dan diagnosa
keperawatan.
b.  Keluhan utama
c.  Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan
ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti
jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat : karena kurangnya pengetahuan klien tentang
ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
5)Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri

10)  Pola reproduksi dan sosial


Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1)  Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing
4)  Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6)  Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae
dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.
8)  Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan
adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10)  Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11)  Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi,trauma)
dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis,bersikap
protektif,gelisah,frekuensi nadi meningkat,tekanan darah meningkat dan sulit tidur
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal dan agen
efek farmakologis dibuktikan dengan peristaltik usus menurun,pasien mengeluh
pengeluaran feses lama dan sulit,distensi abdomen,kelemahan umum
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan krisis situasional
dibuktikan dengan pasien mengeluh khawatir dengan akibat kondisi yang dihadapi,merasa
bingung ,tampak gelisah,tegang dan sulit tidur,muka tampak pucat
4. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI,
kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan metode menyusui dibuktikan
dengan pasien mengeluh kelelahan,ASI tidak menetes,intake bayi tidak adekuat.
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan
ketidaktahuan menemukan sumber informasi dibuktikan dengan pasien menanyakan
masalah yang dihadapi
6. Risiko Hipovelemia dibuktikan dengan adanya trauma/perdarahan,kekurangan
intake cairan.
7. Risiko infeksi dibuktikan dengan adanya efek prosedur invasif

3. Perencanaan Keperawatan
N Diagnosa Keperawata Tujuan dan Intervensi
o Kriteria Hasil
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Intervensi Utama :
dengan agen pencedera fisik Asuhan Keperawatan a. Manajemen Nyeri (I.08238)
(prosedur operasi,trauma) selama …x …jam, 1) Observasi
dibuktikan dengan pasien diharapkan Tingkat a) Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri, tampak Nyeri (L.08066) karakteristik, durasi,
meringis,bersikap menurun (membaik) frekuansi, kualitas,
protektif,gelisah,frekuensi dengan Kriteria Hasil intensitas nyeri
nadi meningkat,tekanan darah : b) Identifikasi skala nyeri
meningkat dan sulit tidur a. Mengungkapkan c) Identifikasi faktir yang
keluhan nyeri memperberat dan
menurun, meringankan nyeri
membaik d) Identifikasi pengetahuan
b. Meringis dan keyakinan tentang
menurun nyeri
c. Gelisah 2) Terapeutik
menurun a) Berikan teknik
d. Sulit tidur nonfarmakologis pereda
menurun nyeri, misalnya TENS,
e. Frekuensi nadi hypnosis, akupresur, terapi
membaik musik, aroma terapi,
f. Pola nafas kompres, terapi pijat
membaik b) Kontrol lingkungan yang
g. Tekanan darah memperberat tingkat nyeri
membaik c) Fasilitasi istirahat dan tidur
h. Sikap protektif 3) Edukasi
menurun a) Jelaskan penyebab, priode,
dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri
mandiri
d) Ajarkan teknis
nonfarmakologis pereda
nyeri
4) Kolaborasi
a) Olaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi
b. Pemberian Analgesik (I.08243)
1) Observasi
a) Identikasi riwayat alergi
obat
b) Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (oral,
intravena, pacth, narkotik,
nonnarkotik, NSAID)
c) Monitor tanda vital
sebelum dan setelah
pemberian analgetik
d) Monitor efektivitas
analgetika
e) Monitor reaksi alergi yang
sesuai
2) Terapeutik
a) Diskusikan analgetik yang
sesuai dan disukai, bila
perlu
b) Pertimbangkan pengunaan
infus intravena secara
berkesinambungan
c) Tetapkan target efektivitas
analgetika untuk
mengoptimalkan repons
pasien
d) Dokumentasikan respons
pasien
3) Edukasi
a) Edukasi efektivitas obat
dan efek samping yang
mungkin terjadi
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi jenis dan dosis
obat analgetikam sesuai
indikasi
Intervensi Pendukung
a. Edukasi Proses Penyakit (I.12444)
1) Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
2) Terapiutik
a) Sediakan media dan materi
pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kontrak
waktu
c) Berikan kesempatan untuk
bertanya
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab dan
factor risiko penyakit
b) Jelaskan patofisiologi
menculnya keluhan sakit
c) Jelaskan tanda dan gejala
d) Jelaskan kemungkinan
komplikasi
e) Jelaskan teknik pereda
keluhan sakit yang
dirasakan
f) Informasikan kondisi sakit
saat ini
g) Anjurkan untuk
melaporkan tanda dan
gejala sakit yang tidak
biasa
2 Konstipasi berhubungan Setelah diberikan Intervensi Utama :
dengan penurunan motilitas tindakan keperawatan Manajemen Eleminasi Fekal
gastrointestinal dan agen efek selama...x….jam (I.04151)
farmakologis dibuktikan diharapkan 1. Observasi
dengan peristaltik usus Eleminasi fekal a. Identifikasi masalah usus
menurun,pasien mengeluh membaik (L.04033) dan penggunaan obat
pengeluaran feses lama dan dengan kriteria hasil : pencahar
sulit,distensi a. Peristaltik usus b. Monitor buang air besar
abdomen,kelemahan umum membaik (warna,frekuensi,konsisten
b. Distensi si,volume)
abdomen c. Monitor tanda dan gejala
menurun diare,konstipasi.
c. Keluhan 2. Terapeutik
defekasi lama a. Berikan air hangat setelah
dan sulit makan
menurun b. Sediakan makanan tinggi
d. Kram abdomen serat
menurun 3. Edukasi
a. Jelaskan jenis makanan
yang membantu
meningkatkan
keteraturanperistaltik usus
b. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang
mengandung tinggi serat
c. Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
toleransi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat supositoria anal,jika
perlu
3 Risiko Hipovelemia Setelah dilakukan Intervensi Utama :
dibuktikan dengan adanya asuhan keperawatan Manajemen Hipovolemia
trauma/perdarahan,kekurangan selama ....x jam (I.03116)
intake cairan diharapkan Status 1. Observasi
Cairan membaik a. Periksa tanda dan
(L.03028) dengan gejala hipovolemia
kriteria hasil: b. Monitor intake dan
a. Kekuatan nadi output cairan
meningkat 2. Terapeutik
b. Tugor kulit a. Hitung kebutuhan
meningkat cairan
c. Tekanan darah b. Berikan posisi
membaik trendelenburg
d. Kadar Hb dan Ht c. Berikan asupan cairan
membaik oral
e. Pengisian vena 3. Edukasi
meningkat a. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
b. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
cairan Iv
isotonis,koloid,hipotonis
b. Kolaborasi pemberian
produk darah

4 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan Intervensi Utama :


kurang terpapar informasi dan asuhan keperawatan 1. Reduksi Ansietas (I.09314)
krisis situasional dibuktikan selama... x..jam, a. Observasi
dengan pasien mengeluh maka diharapkan 1) Identifikasi saat tingkat
khawatir dengan akibat Tingkat Ansietas ansietas berubah
kondisi yang dihadapi,merasa (L.09093) Menurun 2) Identifikasi kemampuan
bingung ,tampak dengan kriteria hasil: mengambil keputusan
gelisah,tegang dan sulit 1)Verbalisasi 3) Monitor tanda-tanda verbal
dan nonverbal terkait rasa
tidur,muka tampak pucat. kebingungan khawatir yang dirasakan
menurun b. Terapiutik
2)Verbalisasi 1) Ciptakan suasana terapiutik
khawatir akibat untuk menumbuhkan
kondisi yang kepercayaan
dihadapi menurun 2) Temani pasien untuk
3)Perilaku gelisah mengurangi tingkat ansietas
menurun 3) Pahami situasi yang membuat
4)Perilaku tegang kecemasan
menurun 4) Dengar dengan penuh
5) Keluhan pusing perhatian
menurun 5) Gunakan pendekatan yang
6) Anoreksia tenang dan meyakinkan
menurun 6) Tempatkan barang pribadi
7) Frekuensi yang memberikan
pernapasan,nadi,da kenyamanan
rah menurun 7) Motivasi mengidentifikasi
8) Pola tidur situasi yang memicu
membaik kecemasan
8) Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
c. Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2) Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
prognosis, komplikasi , terapi
3) Anjurkan keluarga tetap
bersama pasien
4) Anjurkan mengungkapkan
perasaan
5) Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi obat antiansietas
sesuai indikasi
2. Terapi Relaksasi (I.09326)
a. Observasi
1) Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, gejala lain
yang mengganggu
kemampuan kognitif
2) Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
3) Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
4) monitor terhadap terapi
relaksasi yang diberikan
b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang
tenang, suhu dan pencahayaan
cukup
2) Berikan informasi jelas dan
tertulis tentang teknik
relaksasi yang akan digunakan
3) Gunakan pakaian longgar
4) Gunakan irama lembut, nada
lambat dan berirama
5) Gunakan teknik relaksasi
sebagi penunjang analgetika
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat
teknik relaksasi
2) Jelaskan teknik relaksasi yang
dipilih
3) Anjurkan mengambil posisi
nyaman
4) Anjurkan untuk rileks
semaksimal mungkin
5) Anjurkan sering mengulangi
teknik relaksasi yang digemari
6) Demonstrasikan teknik
relaksasi

5 Risiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan


dengan adanya efek prosedur 1. Manajemen
intervensi selama
invasif imunisasi/vaksinasi( I.1508)
….x…. jam, maka a. Observasi
1) Identifikasi riwayat kesehatan
Tingkat Infeksi
atau riwayat alergi
Menurun 2) Identifikasi kontraindikasi
pemberian imunisasi (mis
(L.14137) dengan
reaksi anafilaksis terhadap
kriteria hasil : vaksin sebelumnya dan atau
sakit parah dengan atau tanpa
1. Demam
demam)
menurun 3) Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan ke pelayanan
2. Kemerahan
kesehatan
menurun b. Terapeutik
1) Fasilitasi ibu melakukan IMD
3. Nyeri menurun
(inisiasi menyusui dini)
4. Bengkak 2) Fasilitasi ibu untuk rawat
gabung atau rooming in
menurun
3) Gunakan sendok dan cangkir
5. Kadar sel darah jika bayi belum bisa menyusu
4) Dukung ibu menyusui dengan
putih membaik
mendampingi ibu selama
kegiatan menyusui berlangsung
5) Diskusikan dengan keluarga
tentang ASI esklusif
6) Siapkan kelas menyusui pada
masa prenatal minimal 2 kali
dan periode pascapartum
minimal 4 kali
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal, dan
efek samping
2) Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah ( mis
hepatitis B, BCG, difteri,
tetanus pertussis, H.influenza,
polio, campak, measles,
rubella)
3) Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah (mis
influenza, pneumokokus)
4) Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis rabies,
tetanus)
5) Informasikan penundaan,
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
6) Informasi penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis
2. Pencegahan infeksi
a. Observasi
1) Monitor tanda dan gejala local
dan sistemik
b. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada
area edema
3) Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2) Ajarkan cara cuci tangan
dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
5) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
d. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
6 Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan Intervensi Utama :
berhubungan dengan intervensi selama
ketidakadekuatan suplai ….x.. jam, maka 1. Konseling Laktasi (I.03093)
ASI,kurang terpapar informasi a. Observasi
Status Menyusui
tentang pentingnya menyusui 1). Identifikasi keadaan
dan metode menyusui Membaik emosional ibu saat akan
dibuktikan dengan pasien (L.03029) dengan dilakukan konseling
mengeluh kelelahan,ASI tidak kriteria hasil : menyusui
menetes,intake bayi tidak 1. Suplai ASI 2). Identifikasi keinginan dan
adekuat. adekuat tujuan menyusui
meningkat 3). Identifikasi permasalahan
yang ibu alami selama proses
2. Tetesan atau
menyusui
pancaran ASI b. Terapeutik
meningkat 1). Gunakan teknik
3. Miksi bayi lebih mendengarkan aktif (mis.
dari 8 kali/24 duduk sama tinggi, dengarkan
jam permasalaahn ibu)
2). Berikan pujian terhadap
perilaku ibu yang benar
c. Edukasi
1). Ajarkan teknik menyusui
yang tepat sesuai kebutuhan
ibu
2. Promosi ASI Esklusif
a. Observasi
1). Identifikasi kebutuhan laktasi
bagi ibu pada antenatal,
intranatal dan postnatal
b. Terapeutik
1) Fasilitasi ibu melakukan IMD
(inisiasi menyusui dini)
2) Fasilitasi ibu untuk rawat
gabung atau rooming in
3) Gunakan sendok dan cangkir
jika bayi belum bisa menyusu
4) Dukung ibu menyusui dengan
mendampingi ibu selama
kegiatan menyusui berlangsung
5) Diskusikan dengan keluarga
tentang ASI esklusif
6) Siapkan kelas menyusui pada
masa prenatal minimal 2 kali
dan periode pascapartum
minimal 4 kali
c. Edukasi
1). Jelaskan manfaat menyusui
bagi ibu dan bayi
2). Jelaskan pentingnya menyusui
di malam hari untuk
mempertahankan dan
meningkatkan produksi ASI
3). Jelaskan tanda-tandi bayi
cukup ASI misalnya BB
meningkat, BAK lebi dari 10
kali/hari, warna urine tidak
pekat
4). Jelaskan manfaat rawat gabung
5). Anjurkan ibu menyusui
sesegera mungkin setelah
melahirkan
6). Anjurkan ibu memberikan
nutrisi kepada bayi hanya
dengan ASI
7). Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin setelah lahir
sesuai kebutuhan bayi
8). Anjurkan ibu menjaga produksi
ASI dengan memerah,
walaupun kondisi ibu atau bayi
terpisah.
7 Defisit pengetahuan Setelah diberikan Intervensi Utama :
berhubungan dengan kurang asuhan keperawatan
terpapar informasi dan selama …x .... jam 1. Edukasi Kesehatan (I.12383)
ketidaktahuan menemukan diharapkan Tingkat
sumber informasi dibuktikan a. Obsevasi
dengan pasien menanyakan Pengetahuan
1. Identifikasi kesiapan dan
masalah yang dihadapi. Membaik (dengan
Kriteria Hasil : kemampuan menerima
informasi
1. Perilaku sesuai
2. Kaji pengetahuan klien
anjuran
tentang penyakitnya
meningkat
b. Terapeutik
2. Mengungkapkan
minat dalam
1. Sediakan media dan materi
belajar
pendidikan kesehatan
3. Menjelaskan
2. Jadwalkan pendidikan
kembali
kesehatan sesuai kesepakatan
tentang penyakit,
3. Berikan kesempatan bertanya
4. Mengenal
kebutuhan
perawatan dan
c. Edukasi
pengobatan tanpa
1. Jelaskan tentang proses
cemas
penyakit (tanda dan gejala),
identifikasi kemungkinan
penyebab.
2. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
3. Tanyakan kembali pengetahuan
klien tentang penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
4. Implementasi

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping

5.Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana


evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan
(Doenges M. E, Moorhous M.F, Geissler A.C, (2010)

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi,trauma)


dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis,bersikap
protektif,gelisah,frekuensi nadi meningkat,tekanan darah meningkat dan sulit tidur
Evaluasi :
1) TTV dalam batas normal
 TD : 100-130 /60- 90 mmHg
 Nadi : 60-100 x/menit
o
 Suhu : 36,5-37,5 C
 RR : 16-20 x/menit
2) Pasien mengatakan nyeri berkurang
3) Skala nyeri berkurang
4) Pasien tampak rileks, ekspresi wajah tenang

b. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal dan agen efek


farmakologis dibuktikan dengan peristaltik usus menurun,pasien mengeluh
pengeluaran feses lama dan sulit,distensi abdomen,kelemahan umum
Evaluasi :

1) Pola eleminasi teratur (tidak adanya konstipasi)


2) Feses lunak dan warna khas feses (tidak bercampur darah dan
lendir)
3) Bau khas feses
4) Tidak ada kesulitan/keluhan BAB

5) Peristaltik usus meningkat

6) Distensi abdomen menurun

c. Risiko Hipovelemia dibuktikan dengan adanya trauma/perdarahan,kekurangan


intake cairan.
Evaluasi :
1) TTV dalam batas normal
 TD : 100-130/60-90 mmHg
 Nadi:60-100 x/menit
o
 Suhu : 36,5-37,5 C

 RR : 16-20 x/menit
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (mukosa bibir lembab, turgor
kulit baik)
3) Kadar Hb dan Ht membaik
4) Pengisian vena meningkat
d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan krisis situasional
dibuktikan dengan pasien mengeluh khawatir dengan akibat kondisi yang
dihadapi,merasa bingung ,tampak gelisah,tegang dan sulit tidur,muka tampak pucat.
Evaluasi:
1). Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2).Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
3). Vital sign dalam batas normal
4). Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan adanya efek prosedur invasif
Evaluasi :
1) Tidak ada tanda infeksi (calor, rubor, dolor, tumor,
fungsiolaesa
2) Luka episiotomi kering dan bersih
3) Bengkak menurun
4) Kadar sel darah putih membaik
5) Nyeri dan kemerahan menurun

f. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI, kurang


terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan metode menyusui dibuktikan
dengan pasien mengeluh kelelahan,ASI tidak menetes,intake bayi tidak adekuat.
Evaluasi:
1) Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat
2) Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat
3) Pancaran ASI meningkat
4)Suplai ASI adekuat
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan
ketidaktahuan menemukan sumber informasi dibuktikan dengan pasien
menanyakan masalah yang dihadapi
Evaluasi :
1) Mampu menjelaskan kembali tentang penyakit
2) Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
3) Klien mampu berperilaku sesuai anjuran
4) Pasien mampu memahami penjelasan yang diberikan
5) Perilaku sesuai dengan pengetahuan
6) Mampu aktif bertanya masalah yang tidak dipahami
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, dkk. (2015) Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta. Bumi Medika.

Dessy, T., dkk. (2009) Perubahan Fisiologi Masa Nifas. Akademi Kebidanan Mamba’ul
‘Ulum Surakarta

Debora, O. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:Salemba Medika.

Doengoes. M. E, Et. Editor Monica, E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines for Planning
and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: Kariasa IM. Jakarta: EGC

Martin, Reeder, G., Koniak. (2014). Keperawatan Maternitas, Volume 2. Jakarta:EGC

Maritalia D, (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.Yogyakarta: 55167

Hacker, Moore. (2005) Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai