Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESARIA


DI RUANG B3 OBSTETRI RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG

Disusun Oleh
Novie Meirdhania
P.17420112104

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2014
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

POST PARTUM SECTIO CAESARIA

I. KONSEP DASAR SECTIO CAESARIA

A. Pengertian

Section Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin

dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu

histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

Section Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Amru

Sofian, 2012)

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram

(Sarwono, 2009)

B. Etiologi

1. Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai

kelainan letak ada , disproporsi sefalo pelvic (disproporsi

janin/panggul) , ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk ,

terdapat kesempitan panggul , plasenta previa terutama pada


primigravida , solusio plasenta tingkat I –II , komplikasi kehamilan

yaitu preeklamsia-eklamsia , atas permintaan , kehamilan yang disertai

penyakit (jantung , DM) , gangguan perjalanan persalinan (kista

ovarium , mioma uteri dan sebagainya).

2. Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress / gawat janin , mal presentasi dan mal posisi kedudukan

janin , prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil , kegagalan

persalinan vakum atau forceps ekstrasi.

C. Klasifikasi

1. Abdomen (SC Abdominalis)

a)      Sectio Caesarea Transperitonealis

     Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang

pada corpus uteri yang mempunyai kelebihan

m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan

komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias

diperpanjang proksimal  atau distal . Sedangkan kekurangan

dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra

abdominal  karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk

persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri

spontan.

b)      Sectio caesarea profunda

Dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan

penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan


reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan

rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki

kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan

sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan

pada kandung kemih.

c)      Sectio caesarea ekstraperitonealis

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum

parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum

abdominalis.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan

apabila :

a)      Sayatan memanjang (longitudinal)

b)      Sayatan melintang (tranversal)

c)      Sayatan huruf T (T Insisian)

3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan :

a)      Mengeluarkan janin lebih memanjang

b)      Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

c)      Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal


Kekurangan :

a)      Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak

ada reperitonial yang baik.

b)      Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri

spontan.

c)      Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena

luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir

kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya

baru terjadi dalam persalinan.

d)     Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan

supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas

hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2

tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka

sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor

sebelum menutup luka rahim.

4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah rahim kira-kira 10cm

Kelebihan :

a)      Penjahitan luka lebih mudah

b)      Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik


c)      Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan

isi uterus ke rongga perineum

d)     Perdarahan kurang

e)     Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri

spontan lebih kecil

Kekurangan :

a)     Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga

dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan

perdarahan yang banyak.

b)      Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

D. Patofisiologi

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di

atas 5000 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi

dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,

distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk

janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan

SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif

berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek

fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan

ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris

bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang

mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa

bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak

pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-

kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan

mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi

ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah

banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang

tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang

menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan

menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan

terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian

diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat

dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan

yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga

menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu

dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga

berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)


E. Indikasi
Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun janin, dengan pertimbangan hal-hal
yang perlu tindakan SC
Proses persalinan normal lama/kegagalan proses persalinan normal
(dystasia) :
 Fetal distress
 His lemah/melemah
 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
 Bayi besar (BBL ≥ 4,2 kg)
 Plasenta previa
 Kelainan letak
 Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan anatar ukuran kepala
dan panggul)
 Rupture uteri mengancam
 Hydrocephalus
 Primi muda atau tua
 Partus dengan komplikasi
 Panggul sempit
 Problem plasenta

F. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :

1.      Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa

nifas dibagi menjadi:

a.       Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

b.     Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan

dehidrasi dan perut sedikit kembung


c.       Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

2.  Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat

pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena

atonia uteri.

3.      Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,

embolisme paru yang sangat jarang terjadi.

4.      Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada

kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

G. Pemeriksaan Penunjang

1.      Elektroensefalogram ( EEG )

Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2.      Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3.      Magneti resonance imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan

gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak

yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

4.      Pemindaian positron emission tomography ( PET )

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu

menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam

otak.

5.      Uji laboratorium


a.       Fungsi lumbal               : menganalisis cairan serebrovaskuler

b.      Hitung darah lengkap    : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c.       Panel elektrolit

d.      Skrining toksik dari serum dan urin

e.       AGD

f.       Kadar kalsium darah

g.      Kadar natrium darah

h.      Kadar magnesium darah

H. Penatalaksanaan Medis

a.       Pemberian cairan

     Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada

organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,

garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan

tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah

sesuai kebutuhan.

b.      Diet

     Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c.       Mobilisasi
a)      Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

b)      Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi

c)      Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar

d)     Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya.

e)      Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler)

f)       Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien

dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan

kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca

operasi.

d.      Kateterisasi

     Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi

tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

e.       Pemberian obat-obatan

a)      Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda

setiap institusi
b)      Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

1.      Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam

2.      Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

3.      Injeksi        : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam

bila perlu

c)      Obat-obatan lain

   Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita

dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.

f.       Perawatan luka

     Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah

dan berdarah harus dibuka dan diganti

g.      Perawatan rutin

     Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,

tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

h.      Perawatan Payudara

     Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,

biasanya mengurangi rasa nyeri.

II. ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESARIA

A. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat

ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan


persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan

plasenta previa.

a.       Identitas atau biodata klien

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,

status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit

nomor register  , dan diagnosa keperawatan.

b.      Keluhan utama

c.       Riwayat kesehatan

1)      Riwayat kesehatan dahulu:

Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,

hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

2)      Riwayat kesehatan sekarang :

Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang

keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-

tanda persalinan.

3)      Riwayat kesehatan keluarga:

Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,

HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit

tersebut diturunkan kepada klien.

d.      Pola-pola fungsi kesehatan

1)      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Cara ibu untuk mengontrol ataupun tindakan yang ibu lakukan

pertama kali saat mengetahui keadaan yang dialaminya , seperti :


jika ada cairan yang keluar terus menerus ibu akan memeriksakan

ke bidan ataupun dokter , control kehamilan secara rutin , dan

banyak bertanya tentang keadaannya kepada ahli kesehatan.

2)      Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan

karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.

3)      Pola aktifitas

Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas seperti

biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan

tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan

keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

4)      Pola eleminasi

Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering

/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena

terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari

uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut

untuk melakukan BAB.

5)      Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur

karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah

persalinan
6)      Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan

keluarga dan orang lain.

7)      Pola penanggulangan stress

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8)      Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka

janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif

klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat

bayinya

9)      Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-

lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi 

perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri

10)  Pola reproduksi dan sosial

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan

seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya

proses persalinan dan nifas.

e.       Pemeriksaan fisik

1)      Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang

terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan


2)      Leher

Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,

karena adanya proses menerang yang salah

3)      Mata

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,

konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat

(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,

sklera kunuing

4)      Telinga

Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana

kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.

5)      Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-

kadang ditemukan pernapasan cuping hidung

6)      Dada

Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi

areola mamae dan papila mamae

7)      Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih

terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8)      Genitalia

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila

terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak

dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.


9)      Anus

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur

10)  Ekstermitas

Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena

membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit

jantung atau ginjal.

11)  Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah turun,

nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi secret.

2. Konstipasi b.d penurunan peristaltic usus.

3. Nyeri b.d agen injuri.

4. Resiko infeksi b.d invasi bakteri.

5. Defisit perawatan diri b.d kelelahan.

6. Resiko syok hipovolemik b.d kekurangan cairan dan elektrolit.

7. Ketidakfektifan pemberian ASI b.d kurangnya pengetahuan tentang

perawatan payudara.

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Bersihan jalan Setelah diberikan 1. Anjurkan untuk batuk

nafas tidak tindakan keperawatan efektif.


efektif b.d selama …x24 jam 2. Monitor tanda-tanda vital

akumulasi sekret jalan nafas klien jadi terutama frekuensi

efektif, dengan kriteria pernapasan.

hasil : 3. Atur posisi klien dengan

1. tidak mengalami kepala miring tanpa bantal.

aspirasi 4. Pertahankan kelembaban

2. menunjukkan udara inspirasi adekuat.

batuk efektif 5. Berikan oksigen dengan

3. menunjukkan suara nasal kanul (jika

nafas yang bersih diperlukan).

2. Konstipasi b.d Setelah diberikan 1. Kaji pola defekasi klien.

penurunan tindakan keperawatan 2. Auskultasi adanya bising

peristaltic usus selama …x24 jam usus.

tidak terjadi konstipasi 3. Kaji adanya hemoroid.

dengan kriteria hasil 4. Anjurkan ambulasi dini

klien dapat melakukan sesuai toleransi.

kembali kebiasaan 5. Anjurkan untuk makan

defekasi makanan tinggi serat.

6. Berikan laksatif, pelunak

feses, suppositoria atau

enema.

3. Nyeri b.d agen Setelah diberikan 1. Kaji pencetus , intensitas,

injuri tindakan keperawatan kualitas, lokasi dan skala


selama …x24 jam rasa nyeri

nyeri berkurang 2. Monitor tanda-tanda

dengan kriteria hasil : infeksi.

1. menunjukkan 3. Berikan informasi pada

ekspresi wajah klien bahwa rasa nyeri itu

rileks. hal yang wajar.

2. nyeri berkurang 4. Ajarkan pada klien

atau hilang. manajemen nyeri.

5. Berikan klien posisi yang

nyaman.

6. Berikan analgesik.

4. Resiko infeksi Setelah diberikan 1. Cuci tangan sebelum kontak

b.d invasi tindakan keperawatan dengan klien.

bakteri selama …x24 jam 2. Kaji tanda-tanda infeksi.

agar tidak terjadi 3. Monitor tanda-tanda vital.

infeksi dengan kriteria 4. Lakukan perawatan luka

hasil : dengan teknik aseptik.

1. tanda-tanda vital 5. Pantau hasil laboratorium

dalam batas khususnya leukosit.

normal. 6. Berikan antibiotik sesuai

2. tidak terdapat advis.

tanda-tanda

infeksi.
3. leukosit normal.

4. luka operasi

kering.

5. Defisit Setelah diberikan 1. Kaji ketidaknyamanan pada

perawatan diri tindakan keperawatan klien.

b.d kelelahan selama …x24 jam 2. Kaji status psikologi klien.

kebutuhan perawatan 3. Berikan bantuan perawatan

diri pasien terpenuhi sesuai kebutuhan.

dengan kriteria hasil : 4. Libatkan keluarga dalam

Klien dapat perawatan klien.

mendemonstrasikan

teknik-teknik untuk

memenuhi kebutuhan

perawatan diri.

6. Resiko syok Setelah diberikan 1. Tempatkan klien pada

hipovolemik b.d tindakan keperawatan posisi recumben.

kekurangan selama …x24 jam 2. Kaji jenis persalinan dan

cairan dan tidak terjadi syok anestesi.

elektrolit. hipovolemik dengan 3. Kehilangan darah pada

kriteria hasil : persalinan.

1. tanda-tanda vital 4. Catat lokasi dan konsistensi

stabil dalam batas fundus uteri.

normal. 5. Jumlah, warna dan sifat


2. kontraksi uterus aliran lokhea.

kuat. 6. Kaji tanda-tanda vital setiap

15 menit sekali.

7. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Kaji faktor-faktor

pemberian ASI tindakan keperawatan penyebab ketidakefektifan

b.d kurangnya selama …x24 jam ibu menyusui.

pengetahuan dapat menyusui 2. Dorong ibu untuk

tentang bayinya secara efektif mengungkapkan

perawatan dengan criteria hasil : masalahnya secara terbuka.

payudara. ibu membuat 3. Kaji status keadaan ibu dan

keputusan menyusui bayi.

bayinya. 4. Ajarkan perawatan

payudara yang baik.

5. Ajarkan cara menyusui

yang baik.

D. Evaluasi

1. Jalan nafas dapat kembali efektif.

2. Klien tidak mengalami konstipasi

3. Nyeri dapat teratasi.

4. Klien dapat memenuhi kebutuhan dirinya lagi.

5. Infeksi tidak terjadi.

6. Syok hipovolemik tidak terjadi.

7. Bayi ibu dapat terpenuhi nutrisinya.


REFERENSI

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-sc-sectio-

caesaria_28.html, dikutip tanggal 12 Mei 2014 pukul 19.00 WIB

http://restii-piypa0o.blogspot.com/2012/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-

none.html, dikutip tanggal 12 Mei 2014 pukul 19.00 WIB

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:Mediaction

Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri operatif

Obstetri social edisi 3 jilid 1 dan 2. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai