Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PASIEN DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

DI RUANG NIFAS FLAMBOYAN RSUD UNGARAN

Disusun Oleh :

Sigit Apriliyani

P. 17420113030

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2015

1
POST PARTUM SPONTAN

I. DEFINISI
Masa post partum adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai
saat alat kandungan kembali seperti pra hamil lama post partum yaitu 6-8 minggu,
(Rustam M, 1998 : 115)
Masa Nifas adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai
persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil dan
lamanya masa nifas kurang lebih 6 minggu. (Departemen Kesehatan RI, 1979 : 191),
Masa Nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu,
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : 316).

II. Etiologi
Nyeri perineum sebagai manifestasi dari luka bekas penjahitan yang dirasakan
klien akibat ruptur perineum pada kala pengeluaran, yaitu bagian terdepan dari anak
telah berada di dasar panggul. Ruptur perineum tidak selalu dihindarkan, tetapi dengan
pertolongan yang baik pada waktu lahirnya anak robekan itu dapat dikurangi. Kalau
terjadi robekan perineum, harus diperiksa dimana robekan itu, bagaimana panjangnya,
bagaimana dalamnya dan rata atau tidak. Ruptur perineum harus secepat mungkin
dijahit, sebab jika terlalu lama, luka baru itu akan menjadi luka lama yang mempunyai
potensi untuk terkena infeksi. Dalam menjahitan harus dijaga kerapian dan
kerapatannya, sehingga perineum dapat rata kembali sebelum terjadi robekan. Adanya
cedara jaringan lunak yang direkontruksi dengan benar dengan cara menjahit robekan
perineum mempunyai resiko perdarahan dan infeksi luka. Untuk itu dibutuhkan teknik
perawatan yang benar dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi dan luka jahitan
perineum

III. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi
dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari
kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.

Otot-otot uterus berkontraksi segera saat post partum, pembuluh-pembuluh


darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum
bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
terbentuk semacam cincin.

Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya


trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama

2
endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar
akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa
sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu.

Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu


kehamilan dan pertus setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.

Nifas dibagi dalam tiga periode :


I. Post partum dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri,
berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
II. Post partum intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu.
III. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

PATHWAY

Bagian terdepan anak


berada pada dasar
panggul

Kala pengeluaran

Ruptur perineum

Tingkat I (robek pada Tingkat II (robek Tingkat III (otot yang


bagian luar dan mengenai otot-oto) robek sampai dengan
jaringan kulit) elevator ani)

Cedera jaringan lunak setelah persalinan


Terjadi Perdarahan

Reparasi dengan jahitan perineum


Resiko syok hipovolemik

Cemas Nyeri Resiko terjadinya infeksi

3
IV. MEKANISME PERSALINAN
Gerakan utama pada mekanisme persalinan :
1. Engagement
 Diameter biporiental melewati PAP
 Multipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
 Multipara terjadi permulaan persalinan
 Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP flexi
ringan.
2. Descent
 Turunnya presentase pada inset
 Synclitismens dan asynclitismus.

3. Flexion
Majunya kepala mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau dasar
panggul flexi (dagu lebih mendekati dada).

Keuntungan : Ukuran kepala yang lalui jalan lahir lebih kecil (D. Dob : 9,5 cm)
coklat.

V. PENATALAKSANAAN POST PARTUM


1. Mobilisasi
Karena habis bersalin Ibu harus beristirahat, disesuaikan dengan kondisi klien.
Kemudian miring kanan dan miring kiri untuk mencegah terjadinya trombosit dan
tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, kemudian hari ke-3 jalan-jalan
dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang.

2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori tinggi dari 3000 kalori, sebaiknya
makan-makananyang mengandung protein banyak sayuran-sayuran dan buah-
buahan, serta minum lebih dari 3000 cc.

3. Miksi
Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang waniita
mengalami sulit kencing karena spasime. Muskulus ini selama persalinan dilakukan
kateterisasi.

4. Defokasi
BAB harus dilakukan 3-4 hari persalinan bila masih sulit BAB dan terjadi obstipasi
apa bila keras dapat diberikan obat pencegahan per oral atau rektal.

5. Perawatan payudara
Perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas,
tidak keras, dan kering merangsang pengeluaran ASI sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya.

6. Laktasi

4
Ibu menghadapi masa laktasi sudah sejak dini ibu harus mengetahui terjadinya
perubahan-perubahan pada kelenjar mamae, maka pada waktu post partum ibu
harus bisa meneteki bayinya. Disamping ASI merupakan makanan utama bayi juga
dapat menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayi.

a. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat
adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi

b. Menentukan adanya gangguan kongulasi


Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time
( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time
( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.

b. PENATALAKSANAAN
I. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah
menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.

Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan


Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan
pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan,
kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16)
untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan cepat.

1) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate


2) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
3) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi
cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)

II. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum


Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :

a. Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus
uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina.
Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan
massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa
mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan
kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di

5
belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan
ditekankan pada fornix anterior.

Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian


oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya
adalah ergotamine.

b. Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual
ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi.
Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan
tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian
uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan
kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian
antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila
perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi

c. Trauma jalan lahir


Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah
berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan
lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan
reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai
diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan
setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan
drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya
arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

d. Gangguan pembekuan darah


Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta
dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan
penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan
pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).

e. Terapi pembedahan
1) Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri
ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar-
benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan
menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.

6
Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun
rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.

2) Ligasi arteri
i. Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak
ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.

ii. Ligasi arteri ovarii


Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan

iii. Ligasi arteri iliaca interna


Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus genetalia
dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila
tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah
histerektomi.

3) Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal
dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun
subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal
histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari
segmen bawah rahim, servix,fornix vagina. Referensi pemberian uterotonica :
(8)

1. Pitocin

a. Onset in 3 to 5 minutes

b. Intramuscular : 10-20 units

c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour

2. Ergotamine ( Methergine )

a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour

b. Onset in 2 to 5 minutes

c. Kontraindikasi

1) Hypertensi
2) Pregnancy Induced hypertntion
3) hypersensitivity
3. Prostaglandin ( Hemabate )

a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium

7
b. Onset < 5 minutes

c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg

4. Misoprostol 600 mcg PO or PR

8
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
I. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan,
suku bangsa, status perkawinan, tanggal dan jam MRS, diagnosa medis

II. Keluhan utama


Biasanya klien mengeluh nyeri / ketidaknyamanan pada daerah kemaluannya
setelah melahirkan.
III. Riwayat penyakit sekarang
IV. Riwayat kesehatan lalu
Perlu ditanyakan mengenai kondisi penyakit sebelumnya seperti hipertensi, DM,
Jantung atau keluhan yang lainnya.

V. Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien mengeluh nyeri pada bagian kemaluannya disaat klien bergerak
dan berkurang apabila beristirahat.

VI. Riwayat kesehatan keluarga


Yang perlu ditanyakan adalah penyakit yang sifatnya menurun (hipertensi, DM,
Jantung) dan penyakit menular serta mempunyai riwayat persalinan kembar.

VII. Riwayat kesehatan psikososial


Biasanya pasien dengan masa nifas mengalami kecemasan tentang keadaan
bayinya serta nyeri pada daerah perineum.

VIII. Pola-pola fungsi kesehatan

IX. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan


Karena kecemasannya terhadap jahitan perineum biasanya klien BAK atau
BABnya menjadi sulit dan takut karena jahitannya dapat robek. Oleh karena itu
perlu dilakukan perawatan dan pengetahuan tentang cara vulva hygiene setiap
BAK atau BAB agar dapat terjadi infeksi dan jahitannya dapat kering.

X. Pola nutrisi dan metabolisme


Biasanya klien pada masa nifas mengalami peningkatan nafsu makan dan
penurunan nafsu makan.

XI. Pola eliminasi


Pada penderita post partum sering terjadi adanya perasaan sering atau susah
untuk BAK yang ditimbulkan oleh terjadinya odem dari trigono, yang
menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi. Selain itu
klien takut BAB atau BAK karena jahitannya robek atau nyerinya bertambah.

9
XII. Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena
merasakan nyeri pada perineum.

XIII. Pola aktivitas dan latihan


Biasanya klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan terbatas, misalnya
makan, minum, duduk dan biasanya klien dengan nyeri perineum terjadi
keterbatasan aktivitas.

XIV. Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami nyeri pada perineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri. Pada pola kognitif terjadi pada ibu primipara
yang mengalami kecemasan atas nyeri yang dialaminya.

XV. Pola persepsi dan kensep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehailannya lebih menjelang
persalinan. Dampak psikologisnya adalah terjadinya perubahan konsep diri
yaitu Body Image dan ideal diri.

XVI. Pola reproduksi dan sexual


Terjadi perubahan sexsual atau disfungsi sexual yaitu perubahan dalam
hubungan sexual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

XVII. Pola hubungan dan peran


Dalam hubungan peran biasanya mengalami sedikit gangguan karena masa nifas
adalah masa dimana ibu harus istirahat dan melakukan aktivitas terbatas.

XVIII. Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien dengan masa nifas tidak dapat melakukan ibadah, tetapi klien hanya bisa
berdoa karena klien masih dalam keadaan bedrest dan belum bersih

B. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Pada klien dengan nyeri perineum biasanya tidak terdapat kelainan pada kepala

2. Lochea
Lochea rubra warna merah kehitaman

3. Vulva
Vulva bersih dan biasanya tidak ada masalah

4. Vagina
Dari vagina dapat dilihat ada tidaknya perdarahan, jumlah perdarahan dan ada /
tidaknya fluor albus

10
5. Uterus
Biasanya uterus lama kelamaan akan mengecil dan biasanya apabila ibu baru
post partum tinggi uterus adalah 1 jari bawah pusat

6. Perineum
Terdapat perobekan alami atau akibat episiotomi sehingga ini dapat
menyebabkan nyeri

7. Cervix
Biasanya ibu nifas, keadaan cervixnya menganga seperti corong berwarna
merah kehitaman, konsistensi lunak dan biasanya ada perobekan

8. Payudara
Biasanya ibu nifas, payudaranya tegang dan membesar, puting susu menonjol,
dan ini sebelumnya harus mendapatkan perawatan payudara agar tidak terjadi
infeksi, lecet dan bendungan ASI

II. Analisa Data


Data yang terkumpul selanjutnya dikelompokkan, meliputi data subyektif dan
obyektif untuk menentukan masalah data yang telah dikelompokkan dan ditentukan
masalah keperawatannya kemudian ditentukan penyebabnya serta dirumuskan kedalam
diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990)

III. Diagnosa keperawatan


Adalah suatu pernyantaan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat
diatasi dengan tindakan keperawatan yang ditetapkan berdasarkan analisa dan
intervensi.

Diagnosa yang muncul pada klien dengan nifas adalah :

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya luka post partum,
peregangan perineum, luka episiotomy. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubung
dengan personal hygiene kurang. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien tentang menyusui. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan Perdarahan.

IV. Rencana keperawatan


Perencanaan merupakan tahap kedua dalam menyusun rencana keperawatan yang
dilaksanakan setelah mengumpulkan data, menganalisa data dan menetapkan diagnosa
keperawatan serta menentukan pendekatan yang digunakan untuk memecahkan
masalah atau mengurangi masalahnya.

11
Diagnosa keperawatan 1 :

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya luka post partum,
peregangan perineum, luka episiotomi

Tujuan : Nyeri berkurang / menghilang

Kriteria hasil : - Klien mampu beradaptasi dengan nyeri

- TTV dalam batas normal

- Wajah klien tidak menyeringai kesakitan

- Klien tidak memegangi daerah yang sakit

- Skala nyeri O

Rencana tindakan :

1. Lakukan pendekatan secara terapeutik pada pasien dan keluarga


R/ : Diharapkan klien dan keluarga kooperatif dalam setiap tindakan yang akan
dilakukan

2. Kaji tingkatan sekala nyeri klien


R/ : Untuk mengetahui tingkat ambang nyeri dengan mempermudah dalam
memberikan asuhan keperawatan.

3. Berikan posisi yang nyaman pada pasien sesuai dengan keinginan ibu.
R/ : Dengan memberikan posisi yang nyaman, nyeri klien berkurang dan klien
dapat beristirahat.

4. Ajarkan pada klien teknik relaksasi dengan nafas dalam


R/ : Nafas dalam dapat membuat otot-otot abdomen rilex sehingga nyeri
berkurang

5. Observasi TTV setiap 2 jam


R/ : Untuk mengetahui kondisi dan keadaan pasien

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik


R/ : Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.

12
Diagnosa keperawatan 2 :

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan personal hygiene kurang

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : - Bebas tanda-tanda infeksi (REEDA)

- TTV dalam batas normal

- Tidak adanya PUS pada perineum

- Luka jahit pada perineum baik dan tidak perdarahan

Rencana tindakan :

Observasi TTV

R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda adanya infeksi

Lakukan vulva Hygiene tiap selesai BAK dan BAB

R/ : Meminimalkan terjadinya infeksi.

Berikan penjelasan pada klien tentang cara melakukan vulva hygiene dengan benar

R/ : Melatih personal hygiene

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Antibiotik

R/ : Mencegah terjadinya infeksi.

  
Diagnosa Keperawatan 3 :

Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan Perdarahan


Tujuan : Tidak terjadi pendarahan berlebih

Kriteria hasil : - Terjadi kontraksi uterus setelah kelahiran plasenta

- TTV dalam batas normal (120/80)

- Darah yang keluar tidak lebih dari 500 ml

Rencana tindakan :

Observasi TTV

13
SUMBER PUSTAKA

1. Abdul bari saifuddin,, 2002 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta

2. Hacher/moore, 2001, Esensial obstetric dan ginekologi, hypokrates , jakarta

3. Abdul bari saifuddin,, 2001 , Buku acuan nasional  pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta

4. Manuaba,Ida Bagus Gede, 1998, Ilmu kebidanan,penyakit kandungan dan keluarga


berencana, EGC, Jakarta

5. Marlyn Doenges,dkk, 2001,Rencana perawatan Maternal/Bayi, EGC , Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai