Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA POST PARTUM SECTIO CAESAREA(SC)


DI BANGSAL TERATAI 1 RSUD KARANGANYAR
Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan maternitas
Pembimbing akademik: Siti Nur Solikah, S.Kep.Ns.M.Kes
Pembimbing klinik: Suyanti, Amd.Keb

DISUSUN OLEH:
NIKE OKTAVIA
21.1.062

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK INSAN HUSADA
2023
A. PENGERTIAN POST PARTUM
Masa post partum adalah fase dimana bagi ibu untuk mengembalikan alat reproduksi semula
sebelum hamil dalam waktu 1 bulan (Sridani et al., 2019). Post partum adalah fase dimana alat-alat
reproduksi wanita kembali dalam keadaan semula sebelum hamil yang di tandai dengan kelahiran
plasenta dan membran sebagai tanda berakhirnya periode intrapartum (Mardiawati, 2017). Postpartum
mengacu pada masa setelah melahirkan, yang berlangsung sejak melahirkan sampai tubuh ibu
kembali ke keadaan sebelum hamil. Selama masa ini, ibu mungkin mengalami perubahan fisik dan
emosional, dan memerlukan perhatian medis untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraannya.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama masa nifa yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012). Jadi
postpartum atau masa nifas (puerperium) adalah masa dimana kondisi pemulihan sesudah persalinan
selesai hingga kembali ke kondisi sebelum hamil yang terjadi kurang lebih 6-8 minggu.
Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat dengan tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan.
Setelah itu, ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
tromboemboli, hari kedua ibu diperbolehkan duduk. Pada hari ke tiga ibu dianjurkan berjalan-jalan
dan pada hari keempat atau hari kelima diperbolehkan pulang. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya
mengandung protein, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Mochtar, 2013).

B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori menghubungkan dengan
faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi
(Hafifah, 2011).
1. Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot -otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone
turun.
2. Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
4. Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

C. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena ketidakseimbangan
ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia
berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup
plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia
lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar
dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea. (Sari, 2016).
D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
Persalinan dengan Sectio Caesarea, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu : perawatan post operasi dan perawatan post partum. Manifestasi klinis Sectio
Caesarea menurut Doengoes (2011) antara lain :
a) Nyeri akibat ada luka pembedahan
b) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d) Aliran lochea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lochea tidak banyak)
e) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
f) Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi
baru
g) Biasanya terpasang kateter urinarius
h) Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i) Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j) Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k) Pada kelahiran secara SC (Sectio Caesarea) tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
dengan prosedur
l) Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dngn tindakan sectio caesarea menurut
Mochtar 2011 adalah :
1) Hitung darah lengkap
2) Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb
3) Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa
4) Pelvimetri : menentukan CPD
5) Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II
6) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin
7) Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin
8) Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin
9) Terhadap gerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal
10) Penentuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas uterus

G. PENATALAKSANAAN
1. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca
persalian. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya
trombosis dan tromboembloli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan dan
hari ke 4 sampai sudah diperbolehkan pulang.
2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makanmakanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan
3. Miksi
Hendaknya kencing akan dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila kandung kemih panuh dan
sulit tenang, sebaiknya dilakukan katerisasi. Dengan melakukan mobilisasi secepatnya tak
jarang kesulitan miksi dapat diatasi.
4. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca persalinan. Bila terjadi opstipasi dan
timbul koprostase hingga skibala tertimbun di rectum, mungkin terjadi febris. Lakukan klisma
atau berikan laksan per oral atatupun per rektal. Dengan melakukan mobilisasi sedini
mungkin tidak jarang kesulitan defekasi dapat diatasi.
5. Perawatan payudara
a) Dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai
persiapan untuk menyusui bayi.
b) Jika puting rata sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting susu. Ibu harus tetap menyusui
agar puting selalu sering tertarik.
6. Puting lecet
Puting lecet dapat disebabkan cara menyusui atau perawatan payudara tidak benar dan infeksi
monilia. Penatalaksanaan dengan tekhnik menyusui yang benar, puting harus kering saat
menyusui, puting diberi lanolin. Monilia diterapi dengan menyusui pada payudara yang tidak
lecet. Bila lecetnya luas menyusuinya ditunda 24 jam sampai 48 jam air susu ibu dikeluarkan
dengan atau pompa.
7. Payudara bengkak
Payudara bengkak disebabkan pengeluaran air susu yang tidak lancar karena bayi tidak cukup
sering menyusui atau terlalu cepat disapih. Penatalaksanaan dengan menyusui lebih sering
dan kompres hangat.
Susu dikeluarkan dengan pompa dan pemberian analgesic.
8. Mastitis
Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang biasanya terjadi beberapa minggu setelah
melahirkan. Penatalaksanaan dengan kompres hangat atau dingin, pemberian antibiotik dan
analgesic, menyusui tidak dihentikan.
9. Abses payudara
Pada payudara dengan abses air susu ibu dipompa, abses dinsisi, diberikan antibiotik dan
analgesic
10. Laktasi
Umumnya produksi air susu ibu berlansung betul pada hari kedua dan ketiga pasca
persalinan. Pada hari pertama air susu mengandung kolostrum yang merupakan cairan kuning
lebih kental daripada susu, mengandung banyak protein dan globulin (Hafifah, 2011).

H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
a) Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat antonia uteri, retensio
plaseta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan involusio uteri.
b) Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam. Penyebab perdarahan
sekunder adalah sub involusio uteri, retensio sisa plasenta, infeksi postpartum.
Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina serviks, forniks
dan rahim. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera
diatasi. Robekan jalan lahir atau ruptur perineum sekitar klitoris dan uretra dapat
menimbulkan perdarahan hebat dan mungkin sangat sulit untuk diperbaiki. Episiotomi dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar,
episitomi luas, ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau ada penundaan antara
persalinan dan perbaikan episitomi.
2. Infeksi
Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia setelah persalinan, ditandai
dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38?C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi postpartum mencakup semua peradangan
yang disebabkan oleh masuk kuman-kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu
persalinan dan postpartum. Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak steril,
luka robekan jalan lahir, perdarahan, pre-eklamsia, dan kebersihan daerah perineum yang kurang
terjaga. Infeksi masa postpartum dapat terjadi karena beberapa faktor pemungkin, antara lain
pengetahuan yang kurang, gizi, pendidikan, dan usia.
a) Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh
setiap manusia. Pengalaman yang didapat dapat berasal dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman yang didapat dari orang lain.
b) Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan ibu karena ibu yang
mempunyai latar belakangpendidikan lebih rendah akan sulit untuk menerima masukan dari
pihak lain.
c) Usia
Usia berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang terjadi pada orang tua sering
tidak sebaik pada orang yang muda. Hal ini disebabkan suplai darah yang kurang baik, status
nutrisi yang kurang atau adanya penyakit penyerta seperti diabetes melitus. Sehingga
penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada usia tua.
d) Gizi
Proses fisiologiapenyembuhan luka perineum bergantung pada tersedianya protein, vitamin
(terutama vitamin A dan C), dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein
yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin
C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. vitami A dapat mengurangi efek negatif steroid pada
penyembuhan luka (Siska S, 2019)
I. KONSEP ASUHAN KEPEAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Anamnese adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa mencakup identitas
pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan yang
rendah biasanya akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kehamilan, ibu dengan
pekerjaan yang beresiko lebih rentan dilakukannya sectio caesarea, status perkawinan dengan
sudah lamanya pernikahan dan ibu sudah pernah mengalami post date maka akan berpotensi
untuk mengalami post date kembali, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat. Identitas penanggung jawab : nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama gangguan kenyamanan (nyeri) disebabkan oleh trauma pembedahan atau
setelah pembedahan (Retno, 2013).
3) Riwayatmenstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna darah,
dismenorea, dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran
dari persalinan atau HPHT (Jofan, 2015).
4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a) Kehamilan
mengetahui berapa umur kehamilan berdasarkan HPHT karena mempengaruhi berapa lama
usia kehamilan, bagaimana letak janin dan berapa tinggi fundus uteri, bagaimana keadaan
janin, jika terjadi kegawatan pada janin maka secepatnya akan dilakukan sectio caesarea
(Prawihardjo, 2009).
b) Persalinan Untuk mengetahui proses persalinan spontan atau buatan, jika klien pernah
mengaami persalinan secara sectio caesarea maka kelahiran selanjutnya baisanya akan
secara sectio caesarea juga, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak perdarahan, waktu
persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat persalinan
post date sebelumnya (Prawihardjo, 2009).
c) Nifas
Untuk mengetahui perdarahan yang terus berlangsung pada nifas, jenis lochea, TFU setinggi
pusat atau 2 jari dibawah pusat (Tinggi Fundus Uteri), teraba keras atau lunak, kontraksi
uterus kuat, bagaimana keadaan klien setelah dilakukanya post sectio caesarea, adanya nyeri
tekan pada luka bekas operasi (Anna, 2013).
5) Riwayat penyakit sekarang
Menurut Nurbaeti (2015) riwayat penyakit sekarang meliputi:
a. Provocative : adanya indikasi sectio caesarea, menyebabkan klien
dilakukan operasi sectio caesarea hakiatnya terjadi trauma pembedahan
diskontunitas jaringan menimbulkan nyeri.
b. Quality : nyeri dirasakan klien setelah efek anastesi secara perlahan hilang, nyeri akan
timbul jika efek pemberian analgetika berakhir (4jam setelah pemberian) dan akan hilang
saat analgetika diberikan. Qualitas nyeri bersifat subyektif tergantung bagaimana klien
mempersiapkan nyeri tersebut.
c. Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat pada abdomen.
Insisi pada section caesarea klasik di midline abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada
sectio caesarea transprovunda didaerah supra simpisis pubis dengan luka insisi melintang.
Area penyebaran nyeri dirasakan sampai bokong dan terkadang adanya after pain (nyeri
alihan) yang dirasakan klien sampai ke pinggang.
d. Severity Scale : Keparahan atau intensitas nyeri berkisar antara dari nyeri ringan (1-3),
nyeri sedang (4-6) sampai nyeri berat (7-10).
e. Timing : nyeri dirasakan setelah 6 - 12 jam post sectio caesarea, dan 1- 3 hari setalah sectio
caesarea.
6) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah atau tidaknya mengalami penyakit menular seperti TBC dan penyakit
keturunan seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma dan penyakit kelamin
atau abortus.

A. PENGERTIAN SC

Sectio caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan, dimana janin


dilahirkan melalui suatu insisi atau pembedahan pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
janin dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram (Nuryani,2021). Sectio caesarea (SC) adalah
suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut (Satria, 2020).
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu
bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada
komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani,
2012). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500
gram (Solehati, 2015).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sectio
Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang tujuannya untuk mengeluarkan janin didalam rahim
melalui insisi pada dinding dan rahim perut ibu dengan syarat rahim harus dalam keadaan utuh dan
bobot janin diatas 500 gram.
Sectio caesarea
merupakan suatu tindakan pengeluaran janin dan plasentamelalui tindakan insisi pada dinding perut
dan dinding rahim dalam keadaanutuh (Ratnawati, 2016).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuatsayatan pada dinding uterus
melalui dinding perut (Hartanti, 2014).

B. ETIOLOGI
Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas
indikasi sebagai berikut :
1. Indikasi yang berasal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik
Disproportion (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
ketidak seimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah,
komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan yang
disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan
sebagainya)
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin seperti bayi yang terlalu
besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan
pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta
previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi, dan bayi kembar (multiple pregnancy.
C. PATOFISIOLOGI
Kelainan/hambatan pada proses persalinan yang dapat menyebabkan bayi tidak dapat lahir
secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
sefalopelvik, ruptur uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamasi, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan
yaitu Sectiocaesarea (Prawirohardjo, 2010).
Proses operasi sebelumnya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah hambatan mobilitas fisik. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri (Prawirohardjo,
2010).
Proses pembedahan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan masalah nyeri dan
terdapat luka post operasi, yang mana bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
resiko infeksi (Prawirohardjo, 2010).

D. PATWAYS
E. MANIFESTASI KLINIS

Persalinan dengan Sectio Caesarea, memerlukan perawatan yang lebih


komprehensif yaitu : perawatan post operasi dan perawatan post partum. Manifestasi klinis Sectio
Caesarea menurut Doengoes (2011) antara lain :
a) Nyeri akibat ada luka pembedahan
b) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d) Aliran lochea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lochea tidak banyak)
e) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
f) Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi
baru
g) Biasanya terpasang kateter urinarius
h) Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i) Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j) Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k) Pada kelahiran secara SC (Sectio Caesarea) tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
dengan prosedur
l) Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dngn tindakan sectio caesarea menurut
Mochtar 2011 adalah :
a) Hitung darah lengkap
b) Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb
c) Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa
d) Pelvimetri : menentukan CPD
e) Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II
f) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan pertumbuhan,
kedudukan, dan presentasi janin
g) Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin
h) Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin
i) Terhadap gerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal
j) Penentuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas
uterus

G. PENATALAKSANAAN
Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut :
a. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri
untuk memastikan bahwa uterusberkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga
dibutuhkan karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan intravena
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan hematokrit kurang
dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat
mentoleransi kehilangan darah sampai 2.000 ml.
b. Ruang Perawatan
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Pemberian obat-obatan analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3
jam untuk menghilangkan nyeri
3. Terapi cairan dan diet pemberian cairan intravena
4. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
5. Ambulasi
6. Perawatan luka
7. Pemeriksaan laboratorium
8. Menyusui
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat dilakukannya tindakan sectiocaesarea menurut (Khasanah, 2014)
antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Infeksi luka insisi
2) Perdarahan
3) Luka kandung kemih
b. Komplikasi pada Janin
1) Kematian perinatal
2) Hipoksia janin
I. KONSEP ASKEP
2. Pengkajian
1) Identitas
Anamnese adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa mencakup identitas
pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan yang
rendah biasanya akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kehamilan, ibu dengan
pekerjaan yang beresiko lebih rentan dilakukannya sectio caesarea, status perkawinan dengan
sudah lamanya pernikahan dan ibu sudah pernah mengalami post date maka akan berpotensi
untuk mengalami post date kembali, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat. Identitas penanggung jawab : nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama gangguan kenyamanan (nyeri) disebabkan oleh trauma pembedahan atau
setelah pembedahan (Retno, 2013).
3) Riwayatmenstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna darah,
dismenorea, dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran
dari persalinan atau HPHT (Jofan, 2015).
4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a. Kehamilan
mengetahui berapa umur kehamilan berdasarkan HPHT karena mempengaruhi berapa
lama usia kehamilan, bagaimana letak janin dan berapa tinggi fundus uteri,
bagaimana keadaan janin, jika terjadi kegawatan pada janin maka secepatnya akan
dilakukan sectio caesarea (Prawihardjo, 2009).
b. Persalinan Untuk mengetahui proses persalinan spontan atau buatan, jika klien pernah
mengaami persalinan secara sectio caesarea maka kelahiran selanjutnya baisanya akan
secara sectio caesarea juga, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak perdarahan, waktu
persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat
persalinan post date sebelumnya (Prawihardjo, 2009).
c. Nifas
Untuk mengetahui perdarahan yang terus berlangsung pada nifas, jenis lochea, TFU setinggi
pusat atau 2 jari dibawah pusat (Tinggi Fundus Uteri), teraba keras atau lunak, kontraksi
uterus kuat, bagaimana keadaan klien setelah dilakukanya post sectio caesarea, adanya nyeri
tekan pada luka bekas operasi (Anna, 2013).
5) Riwayat penyakit sekarang
Menurut Nurbaeti (2015) riwayat penyakit sekarang meliputi:
a. Provocative : adanya indikasi sectio caesarea, menyebabkan klien
dilakukan operasi sectio caesarea hakiatnya terjadi trauma pembedahan
diskontunitas jaringan menimbulkan nyeri.
b. Quality : nyeri dirasakan klien setelah efek anastesi secara perlahan hilang, nyeri akan
timbul jika efek pemberian analgetika berakhir (4jam setelah pemberian) dan akan
hilang saat analgetika diberikan. Qualitas nyeri bersifat subyektif tergantung bagaimana
klien mempersiapkan nyeri tersebut.
c. Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat pada abdomen.
Insisi pada section caesarea klasik di midline abdomen antara pusat dan simpisis pubis,
pada sectio caesarea transprovunda didaerah supra simpisis pubis dengan luka insisi
melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai bokong dan terkadang adanya after
pain (nyeri alihan) yang dirasakan klien sampai ke pinggang.
d. Severity Scale : Keparahan atau intensitas nyeri berkisar antara dari nyeri ringan (1-3),
nyeri sedang (4-6) sampai nyeri berat (7-10).
e. Timing : nyeri dirasakan setelah 6 - 12 jam post sectio caesarea, dan 1- 3 hari setalah
sectio caesarea.
6) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah atau tidaknya mengalami penyakit menular seperti TBC dan penyakit
keturunan seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma dan penyakit kelamin
atau abortus.

2.DIANGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahan tubuh yang tidak adekuat (D.0142)

3. INTERVENSI
A.Pengertian plasenta previa
Pengertian Plasenta PreviaPlasenta previa merupakan plasenta yang berimplementasi pada
segmenbawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteriinternum
(OUI). Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahanantepartum. Perdarahan
antepartum merupakan perdarahan pervaginam yang terjadipada kehamilan diatas 28 minggu. Sampai
saat ini penyebab plasenta previa belumdiketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
diduga kuat menimbulkankelainan ini, yaitu multiparitas dan cacat rahim, riwayat bedah sesar, usia
35 tahunatau lebih, ibu hamil yang merokok, riwayat kuretase, riwayat kehamilan ganda danriwayat
miomektomi (Manuaba, 2014).
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawahrahim dan menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Gejalaperdarahan awal plasenta previa pada
umumnya hanya berupa perdarahan bercakatau perdarahan ringan dan umumnya akan berhenti
secara spontan. Jumlahperdarahan yang terjadi sangat tergantung dari jenis plasenta
previa.Perdarahan dapat terjadi pada saat uterus merenggang dan tumbuh, tidak terasanyeri dan
terlihat sebagai pengeluaran darah yang segar. Sering kali ditemukanmalpresentasi bagian presentasi
janin. Terdapat risiko perdarahan pascapartumyang lebih lanjut saat kekuatan retraksi segmen bawah
uteri buruk setelah terjadiplasenta previa. (Prawirohardjo, 2010; Medforth, 2012).
Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian /seluruh
ostium uteri internum (implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding
belakang rahim atau di daerah fundus uteri) (Yuni Kusmiyati dkk, 2017, Perawatan Ihu Hamil,
hal. 158-159
Menurut Cunningham (2015), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah
sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan sat pembentukan
segmen bawah rahim.

B.Etiologi
plasenta previa belum diketahui pasti namun meningkat pada grandemulti para, primigravida tua,
bekas secsio sesarea, bekas operasi dan leiomiomauteri. (Norma, dkk. 2013)Menurut Sofian (2012),
penyebab plasenta previa yaitu :a. Endometrium yang inferiorb. Chorion leave yang persesitenc.
Korpus luteum yang bereaksi lambatStrassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah
vaskularisasi yangkurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan
Brownmenekankan bahwa faktor terpenting ialah vili korealis persisten pada desiduakapsularis.
EpidimiologiPlasenta previa banyak ditemukan pada ibu dengan kehamilan berisiko sepertipada
ibu dengan paritas tinggi, dan usia diatas 30 tahun, uterus yang cacat serta ibudengan kehamilan
ganda. Pada beberapa rumah sakit, insiden plasenta previaberkisar 1,7 % sampai dengan 2,9%.
Insiden di negara maju lebih rendah yaknisekitar 0,3-0,6 % dari seluruh persalinan atau kurang dari
1% yang disebabkanberkurangnya jumlah ibu dengan paritas tinggi atau risiko tinggi. Kejadian
plasentaprevia. Peningkatan penggunaan ultrasonografi dapat meningkatkan deteksi diniplasenta
previa. Kejadian plasenta previa adalah 1 dari 200 persalinan(Prawirohardjo 2010; Quennan,
2012).
plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande
multipara, primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin,dan leiora uteri.
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa ahli
penyebab plasenta previa yaitu :
a.Plasenta previa merupakan implementasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh
endometrium di funds uteri belum siap menerima implanmtasi, endometrium yang tipis sehingga
diberpulakan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin dan
vili korealis pada chorion leave yang persisten.
b.Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti namun meningkat pada grande multi parn,
primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas operasi dan leiomioma uteri. (norma, kk. 2018).

Menurut Sofian (2017), penyebab plasenta previa yaitu:


a.Endometrium yang inferior
b.Chorion leave yang persesiten
C.Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurng pada desidua yang
menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Brown menekankan bahwa
faktor terpenting ialah vili korealis persisten pada desidua kapsularis

C .Patofisiologi
Perdarahan antepartum disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi
pada trimester ketiga karena pada saat itu segmen bawah rahim lebih mengalami
perubahan karena berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.
Menurut manuaba (2014), implementasi plasenta disegmen bawah rahim
disebabkan:
a.Endomentriumdi fundus uteri belum siap menerima implantasi
b.Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi ke janin.
c.Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul yang persisten.
Menurut Davood (2008), sebuah penyebab utama pada perdarahan trimester
tiga yaitu plasenta previa yang memiliki tanda khas dengan pendarahan tanpa rasa sakit. perdarahan
diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan
segmen bawah rahim (SBR) pada trimester tiga. Dengan bertambah tuanya
kehamilan, segmen bawah rahim (SBR) lebih melebar lagi dan serviks mulai
membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim (SBR), pelebaran
segmen bawah rahim (SBR) dan pembukaan serviks tidak dapat dikuti oleh
plasenta yang melekat disitu tapa diikuti tapa terlepasnya sebagian plasenta dari
dining uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya bewarna merah segar,berlainan
dengan darah yang disebabkanoleh solusio plasenta yang bewarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uteri yang robek karena terlepasnya plasenta dari dining uterus atau karena
robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim (BR) untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan itu,sebagaimana serabut tot uterus menghentikan perdarahan pada kala tiga dengan
plasenta yang letanya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
D. Pathways

C.KLARIFIKASI
Menurut desnoo (2019), berdasarkan pembukaan 4-5 cm:
1. Plasenta previa sentralis (totalis)
Bila pemtukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta previa lateralis
Bila pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan di tutupi oleh plasenta ,di bagi menjadi 3:
a. Palenta previa lateral is postenor
Bila sebagian menutupi ostium bagian belakang.
b. Plasenta previa lateralis anterior
Bila menutupi ostium bagian depan
c. Pasenta previa marginalis

Bila sebagian keeil atau pinggir ostium yang di tutupi plasenta.


Menurut browne:
1.Tingkat 1 : lateral plasenta previa.
Pinggir bawah plasenta berinsisi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke
pingir pembukaan.
2. Tingkat 2 : marginal plasenta previa.
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
3. Tingkat 3 : complete plasenta previa.
Plasenta menutupi ostium waktu tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir
lengkap.
4. Tingkat 4 central plasenta previa.
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
Plasenta menutupi ostium waktu tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir
lengkap.

Menurut penulis buku-buku amerika serikat:


1.Plasenta pre via totalis: scluruh ostium di tutupi plasenta.
2.Plasenta previa partialis :sebagian di tutupi plasenta
3.Plasenta letak rendah (low lying plasenta)
Tepi plasenta berada di 3-4 cm diatas pingir pembukaan pada pemeriksaan dalam tidak di teraba.
Teraba.

E. Manisfestasi klinis
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan biasanya terjadi pada
akhir trimester II hingga trimester Ill atau sebelum persalinan,
perdarahan uterus keluar tappa disertai rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya
sodikit Kemudian berhenti sendiri, namun perdarahan berulang tanpa sebab yang jelas akan timbul
kembali. Pada plasenta letak rendah, pendarahan baru terjadi pada saat mula persalinan, bisa sedikit
sampal banyak minp dengan solusio plasenta. Perdarahan berat disebabkan segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim sehingga dapat menyebabkan perdarahan berlangsung
hingga pasca persalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan
serviks dan seamen hawah mhm nada plasenta previa lebih ranah dan mudah
mengalami robckan. Robskan lebih mudahs terjadi pada upaya pengeluaran
plasenia dengan tangan misalnya pada retensio plasenia sebagai komplkasi
plasenta akreta (Prawirohardjo, 2010).

F. Pemeriksaan penunjang
1)Pemeriksaan radio-isotop
Plasento grafi jaringan lunak (soft tissue plasenthografy). Untuk mencoba melokalisir
plasenta
2)Sitografi
Kepala ditekan kebawah kearah pintu atas panggul. Bila jarak kepala dan kandung kemih
berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa (memasukan 40cc
larutan NaCL 12,5% dengan kandung kemih kosong).
Plasentografi indirek
Menghitung jarak antara kepala-simfisis dan kepala promotorium (ibu dalam posisi berdiri
atau duduk setengah berdiri).
Arteriografi
Dengan memasukan zat kontras kedalam rongga amnion dan akan jelas terlihat didaerah menutupi
sebagian atau seluruh segmen ostium uteri internum.
Faktor predisposisi plasenta previa menurut Jordan (2014) yang merupakan faktor risiko plasenta
previa adalah usia ibu > 35 tahun, Multiparitas, ibu dengan riwayat bedah cesar, infertilitas buatan,
perokok, Alpha Feloprotein (AFP), ibu dengan kehamilan kembar, Jarak kehamilan yang terlalu dekat
serta riwayat ibu dengan kuretase.
Manuaba (2012) menambahkan bahwa mioma uteri dan malnutrisi merupakan juga merupakan faktor
risiko plasenta previa. Faktor risiko plasenta previa menurut Mochtar dalam Norma (2013)
adalah:
1.Usia ibu > 35 tahun
2.Paritas banyak
3.Endometrium cacat oleh karena bekas cesar atau bekas kuretase
4.Jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun
5.Mioma uteri
6.Polip endometrium
7.Kehamilan kembar
8.Ibu yang merokok
9.Riwayat plasenta previa sebelumnya
10.Adanya luka jaringan parut sehingga dapat menyebabkan hipoplasia
endometrium sedangkan faktor lainnya adalah reaksi korpus luteum
melambat.

G. Penatalaksanaan
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa
melakukan pemeriksaan dalam melalui kenalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non
invasive. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
2) Belum ada tanda-tanda in partu
3) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
4) Janin masih hidup.
a. Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis.
b. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kahamilan profil
biofisik, letak dan pesentasi janin.
c. Berikan tokolitik bila ada kontrksi :
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
Nifedipin 3x20 mg/hari-
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal pematangan paru janin-
d. Uji pematngan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis.
e. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium
internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai
rumah sakit lebih dari 2jam) Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu
masih lama, pasien dapat
f. Terapi Aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus
segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan
persalinan dengan plasenta previa :
1) sxSeksio sesarea-
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap dilakukan.
2) Melahirkan pervaginam-
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
-Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan >3
cm srta presentasi kepala.
-Versi braxton hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta denan
bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih
hidup.
-Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai
perdarahan berhenti. Tindakna ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali
menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif.

H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang bila terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa menurut manuaba
(2014), yaitu :
1. Komplikasi pada ibu
a. Dapat terjadi anemi bahkan syok
b. Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmenbrillang rapuh
c. Infeksi pada perdarahan yang banyak
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan letak janin
b. Prematuritas, morbiditas dan mortalitas yang tinggi
c. Asfiksia intauterine sampai dengan kematian

I.Konsep askep
1. Pengkajian
1) Identitas
Anamnese adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu. Anamnesa mencakup identitas
pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan yang
rendah biasanya akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kehamilan, ibu dengan
pekerjaan yang beresiko lebih rentan dilakukannya sectio caesarea, status perkawinan dengan
sudah lamanya pernikahan dan ibu sudah pernah mengalami post date maka akan berpotensi
untuk mengalami post date kembali, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat. Identitas penanggung jawab : nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama gangguan kenyamanan (nyeri) disebabkan oleh trauma pembedahan atau
setelah pembedahan (Retno, 2013).
3) Riwayatmenstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna darah,
dismenorea, dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran
dari persalinan atau HPHT (Jofan, 2015).
4) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a. Kehamilan
mengetahui berapa umur kehamilan berdasarkan HPHT karena mempengaruhi berapa
lama usia kehamilan, bagaimana letak janin dan berapa tinggi fundus uteri,
bagaimana keadaan janin, jika terjadi kegawatan pada janin maka secepatnya akan
dilakukan sectio caesarea (Prawihardjo, 2009).
b. Persalinan Untuk mengetahui proses persalinan spontan atau buatan, jika klien pernah
mengaami persalinan secara sectio caesarea maka kelahiran selanjutnya baisanya akan
secara sectio caesarea juga, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak perdarahan, waktu
persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat
persalinan post date sebelumnya (Prawihardjo, 2009).
c. Nifas
Untuk mengetahui perdarahan yang terus berlangsung pada nifas, jenis lochea, TFU
setinggi pusat atau 2 jari dibawah pusat (Tinggi Fundus Uteri), teraba keras atau
lunak, kontraksi uterus kuat, bagaimana keadaan klien setelah dilakukanya post sectio
caesarea, adanya nyeri tekan pada luka bekas operasi (Anna, 2013).
5) Riwayat penyakit sekarang
Menurut Nurbaeti (2015) riwayat penyakit sekarang meliputi:
a. Provocative : adanya indikasi sectio caesarea, menyebabkan klien
dilakukan operasi sectio caesarea hakiatnya terjadi trauma pembedahan
diskontunitas jaringan menimbulkan nyeri.
b. Quality : nyeri dirasakan klien setelah efek anastesi secara perlahan hilang, nyeri akan
timbul jika efek pemberian analgetika berakhir (4jam setelah pemberian) dan akan
hilang saat analgetika diberikan. Qualitas nyeri bersifat subyektif tergantung bagaimana
klien mempersiapkan nyeri tersebut.
c. Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat pada abdomen.
Insisi pada section caesarea klasik di midline abdomen antara pusat dan simpisis pubis,
pada sectio caesarea transprovunda didaerah supra simpisis pubis dengan luka insisi
melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai bokong dan terkadang adanya after
pain (nyeri alihan) yang dirasakan klien sampai ke pinggang.
d. Severity Scale : Keparahan atau intensitas nyeri berkisar antara dari nyeri ringan (1-3),
nyeri sedang (4-6) sampai nyeri berat (7-10).
e. Timing : nyeri dirasakan setelah 6 - 12 jam post sectio caesarea, dan 1- 3 hari setalah
sectio caesarea.
6) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah atau tidaknya mengalami penyakit menular seperti TBC dan penyakit keturunan
seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, asma dan penyakit kelamin atau
abortus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik (D.0077)


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan agen nyeri (D.0054)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa tujuan intervensi
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi(l.06171)
fisik berhubungan tindakan keperawatan Observasi:
dengan agen nyeri selama 3x24 jam 1. Identifikasi ada nyeri atau keluhan
diharapkan mobilitas fisik lainya
fisik meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil: melakukan ambulasi
1. Pengerakan 3. Monitor frekuensi dan tekanan
ekstermitas meningkat darah sebelum melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot Terapeutik:
meningkat 1. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik,
3. Nyeri menurun jika perlu
4. Gerakan terbatas Edukasi:
menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I. B. G.Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan, Jakarta: EGC. 2012.
Winkjosastro, H. Dkk . Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2019.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada ibu nifas.
Jogjakarta: Andi offsetOktarina, Mika. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan
Dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: CV Budi Utama Doengoes, M.E. (2010). Rencana Asuhan
Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Manuaba.
(2019). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga. Berencana (Edisi 2). Jakarta : EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Ratnawati, Agustina Dwi.
2016. Analisis Asuhan Keperawatan Pemberian Teknik Relaksasi Benson Pada Ibu Post Sectio
Caesarea Dengan Masalah Nyeri Akut Di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Prof. Margono Soekarjo Purwokerto. KaryaIlmiah Akhir Ners. Diakses tanggal 11 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai