Anda di halaman 1dari 73

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM

PADA NY.U DENGAN POST SC ELEKTIF


P1A0H0 A/I DISPROPORSI KEPALA PANGGUL
DI RUANG EDELWEIS RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Maternitas

Disusun oleh :
SONIA DESIRIANA PUTRI
22020113210016

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXII


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNDIP
SEMARANG
2013
1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan atau
kekuatan sendiri (Manuaba, 2001). Terdapat dua cara persalinan, yaitu
persalinan lewat vagina, lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami
dan persalinan dengan operasi caesar (Sectio Caesarea), yaitu bayi
dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003).
Sectio Caesarea (SC) merupakan pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau
suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2001).
Menurut Christine (2005) dalam tahun 30 tahun belakangan, peristiwa operasi
caesar meningkat dengan pesat. Di Australia dan Inggris, operasi caesar
sekitar 10 sampai 15%. Di Amerika Serikat, sekitar 16% sampai 20%. Brasil
merupakan salah satu negara dengan tingkat operasi caesar tertinggi di dunia.
Tingkat kelahiran melalui operasi di Brasil saat ini sudah mencapai 44 persen
dimana menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi
caesar di sebuah negara adalah sekitar 5-15%. Di Indonesia persentase operasi
caesar sekitar 5%. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di
rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (www.health.kompas.com).
Berbagai faktor yang dapat menjadi indikasi dilakukan tindakan SC
antara lain faktor ibu dan janin. Salah satu faktor yang berasal dari ibu adalah
Disproporsi Kepala Panggul (DKP). DKP atau Cephalopelvic Disproportion
(CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala
janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar
ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005). Ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dapat menyebabkan ibu

tidak dapat melahirkan secara alami (Kasdu, 2003).


Penatalaksanaan klien post sectio caesarea mempunyai karakteristik
yang berbeda, dimana penatalaksanaannya merupakan kombinasi antara
penatalaksanaan post operasi dan post partum. Uraian di atas membuat penulis
tertarik dalam menyusun dan memberikan asuhan keperawatan post partum
pada klien post sectio caesarea atas indikasi disproporsi kepala panggul di
Ruang Edelweis RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan post partum pada ibu
dengan post sectio caesaria.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada
ibu post partum dengan persalinan section caesarea.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada ibu
postnatal dengan persalinan section caesarea.
c. Mahasiswa mampu membuat rencana

keperawatan

untuk

menyelesaikan masalah keperawatan.


d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan mandiri maupun
kolaborasi dengan tenaga medis lain serta keluarga klien
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang
telah dilakukan.
f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
diberikan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
3

A. POST PARTUM
1. Definisi
Periode postnatal/postpartum atau masa nifas adalah interval 6
minggu antara kelahiran bayi dan kembalinya organ reproduksi ke
keadaan normal sebelum hamil (Rustam,1998). Nifas / puerperium adalah
masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat
reproduksi yang lamanya kurang lebih sekitar 6 minggu (Hanifa,1999).
Masa postnatal dibagi dalam 3 tahap yaitu :
a. Periode immedietelly postnatal / kala IV (dalam 24 jam pertama).
b. Periode early postnatal (minggu pertama).
c. Periode late postnatal (minggu kedua sampai keenam) atau perubahan
bertahap.
Potensial bahaya sering terjadi pada periode immedietelly dan
early postnatal yaitu kejadian perdarahan dan syok hipovolemik. Pada jam
dan hari pertama sesudah persalinan, hampir seluruh sistem tubuh
mengalami perubahan secara drastis. Berat badan akan mengalami
penurunan sebanyak 9-10 kg, yaitu 5,5-6 kg karena fetus dan plasenta,
cairan amnion, dan kehilangan darah saat melahirkan serta 2,5 kg karena
keringat dan diuresis selama seminggu postnatal, sedangkan 1 kg karena
involusio uterus dan pengeluaran lokhea.
2. Adaptasi fisiologi ibu post partum
Adaptasi atau perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post
partum sectio cesaria antara lain:
a. Perubahan pada Korpus Uteri
Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah
kelahiran bayi tersebut disebut involusi. Dalam 12 jam setelah
persalinan fundus uteri berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari
setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 2 jari di bawah pusat
dan uterus tidak berada pada abdomen setelah 10-12 hari post partum.
Peningkatan kontraksi uteri segera setelah persalinan yang merupakan

respon untuk mengurangi volume intra uteri.


Pada uteri terdapat pelepasan plasenta sekeras telapak tangan
regenerasi tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6
minggu post partum. Uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang
disebut lokhea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah
disebut lokhea rubra. Setelah satu minggu lokhea serosa dan setelah
dua minggu cairan berwarna putih disebut lokhea alba.
b. Perubahan pada Serviks
Post sectio caesaria bagian atas serviks sampai segmen
bawah uteri menjadi sedikit oedema, indoserviks menjadi lembut
dan terlihat memar yang memungkinkan terjadinya infeksi.
c. Vagina dan perineum
Post sectio caesaria dinding vagina yang licin secara
berangsur-angsur ukurannya akan kembali normal dalam waktu 6
sampai 8 minggu post portum.
d. Payudara
Bayi yang lahir secara sectio caesaria dengan pembiusan
umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak
mengantuk), missal 4-6 jam setelah operasi selesai. Bayi tetap
disusukan meskipun ibu masih mendapat infus. Bantuan petugas
kesehatan untuk memegang bayi atau menaruh pada posisi yang
nyaman bagi ibu sangat diperlukan sampai ibu dapat duduk dan aktif
kembali. Bila pembiusan spinal bayi dapat diberi ke ibu segera setelah
selesai operasi.
e. Sistem Kardiovaskuler
Post sectio caesaria volume darah cenderung menurun akibat
perdarahan post operasi. Suhu badan meningkat dalam 24 jam
pertama. Pada 6 sampai 8 jam pertama setelah persalinan umumnya
ditemukan bradikardi, keadaan pernafasan berubah akibat dari anastesi.
f. Sistem Urinari
Post sectio caesaria fungsi ginjal akan normal dalam

beberapa

bulan setelah

persalinan

karena

adanya

peregangan

dinding abdomen pada vesika urinaria yang merupakan hasil filtrasi


dari ginjal, sehingga pasien yang terpasang kateter kemungkinan dapat
terjadi infeksi saluran kemih.
g. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin selama masa nifas
yaitu hormon plasenta. Hormon ini menurun dengan cepat setelah
persalinan. Keadaan Humal Placental Lactogen (HPL) merupakan
keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Keadaan esterogen dalam
plasenta menurun sampai 10% dari nilai ketika hamil dalam waktu 3
jam. Setelah persalinan pada hari ke-7 keadaan progesteron dalam
plasma menurun, luteal pertama pada hormon pituitary keadaan
prolaktin pada darah meninggi dengan cepat pada kehamilan mencapai
keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu.
h. Sistem Integumen
Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen
mungkin akan tetap bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan
menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila klien terdapat
linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma) biasanya akan memutih
dan kelamaan akan menghilang.
i. Sistem Gastrointestinal
Post sectio caesaria gangguan nutrisi terjadi setelah terjadi 24
jam post partum sebagai akibat dari pembedahan dengan anastesi
general yang diakibatkan tonus otot-otot saluran pencernaan melemah
sehingga mobilitas makanan akan lebih lama berada dalam saluran
makanan akibat pembesaran rahim.
3. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum
Adaptasi psikologis ibu post partum yaitu:
a. Fase Taking In (Dependent)

Terjadi pada satu sampai dua hari post partum ibu sangat
tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhannya,
termasuk merawat anaknya. Pada klien post operasi sectio caesaria
beberapa hari pertama klien lebih berfokus pada dirinya, timbul rasa
nyeri pada daerah insisi dan gastrointestinal, klien memerlukan bantuan
untuk mengatasi nyeri, timbul rasa kecemasan dan ketakutan
adanya luka, berhati-hati dalam melakukan gerakan.
b. Fase Taking Hold (Dependent-Indendent)
Terjadi pada tiga hari post partum ibu mulai bisa makan,
minum, merawat diri serta bayinya. Pada fase ini waktu yang tepat untuk
penyuluhan. Pada post sectio caesaria klien masih adanya nyeri,
klien masih memerlukan bantuan orang lain, bertindak hati-hati
dalam melakukan gerakan dan klien sudah bisa turun dari tempat
tidur.
c. Fase Leting Go (Independent)
Fase ini ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri
terhadap interaksi antara anggota keluarga, fase ini berlangsung pada
hari terakhir minggu pertama masa post partum.
4. Perawatan Ibu Post Partum
a. Early Ambulation (Mobilisasi Dini)
Early Ambulation adalah kebijakan untuk membimbing penderita
untuk selekas mungkin berjalan. Mobilisasi postnatal memiliki variasi
tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, sembuhnya luka.
b.

Diet/Nutrisi
Selama nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
bermutu dan bergizi, cukup kalori dan protein. Hal ini mempengaruhi
pembentukan air susu dan mempercepat proses penyembuhan ibu.

c.

Miksi
Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya 6 jam
postpartum. Kadang-kadang ibu mengalami sulit kencing karena uretra

ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi. Bila kandung kemih
penuh dan ibu sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi.
d.

Defekasi
Bila 3-4 hari postpartum klien sulit buang air besar dan terjadi
obstipasi, maka dapat dilakukan klisma air sabun atau gliserin.

e.

Perawatan Payudara
Perawatan payudara dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya. Anjurkan ibu untuk selalu membersihkan puting susu dengan
air hangat setaip kali sebelum dan sesudah menyusui.

f.

Discharge Planning
Penyuluhan tentang diet, latihan, pembatasan aktivitas, perawatan
payudara, aktivitas seksual dan kontrasepsi, pengobatan dan tandatanda komplikasi.

B. SECTIO CAESAREA
1. Definisi
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2000).
Menurut Prawiroharjo (2005) sectio caesarea merupakan suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram. Sectio Caesarea merupakan pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Carpenito, 2001).
Tujuan melakukan sectio caesarea adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. SC dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian
bayi pada plasenta previa, SC juga dilakukan untuk kepentingan ibu,

sehingga SC dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.


2. Indikasi Sectio Caesarea
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal

(Kasdu, 2003).Setiap

pada

diameter

panggul yang

mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada


persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan
panggul, yaitu :
1) Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata
vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang
dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran
paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya
jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya
kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses
persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi

persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang


serius bagi ibu maupun janinnya.
2) Kesempitan panggul tengah
Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior
simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di
dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun
definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah
mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter
sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm)
mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.
3) Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai
keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi.
Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan
distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini
sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah.
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu
atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi
sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau
persalinan semakin maju (Jones, 2001).
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi
(Mochtar, 1998).
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

10

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan


di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001). Robeknya
kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan
seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi
sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu,
atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan
mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu
dan janinnya (Kasdu, 2003).
d. Janin Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000
gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari
4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari
4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar,
yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan
lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus
ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin
lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran
berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
e. Kelainan Letak Janin
f. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
g. Faktor hambatan jalan lahir
h. Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini
Kasdu, 2003).

11

3. Kontraindikasi Sectio Caesarea


a. Janin sudah meninggal di dalam uterus
b. Infeksi intra partum
c. Syok / Anemia berat yang belum teratasi
d. Kelainan kongenital berat : hidrosefalus, anensefalus.
e. Janin terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan.
4. Manifestasi klinis
Persalinan dengan Sectio Caesarea, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :
a.
b.
c.
d.

Nyeri akibat ada luka pembedahan


Adanya luka insisi pada bagian abdomen
Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak

banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi
labil/perubahan
emosional
dengan
mengekspresikan
g.
h.
i.
j.
k.

ketidakmampuan menghadapi situasi baru


Biasanya terpasang kateter urinarius
Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang

paham prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
5. Jenis Sectio Caesarea
a. Abdomen (Sectio caesarea Abdominalis)
1) Sectio caesarea Transperitonealis
a) Sectio cesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang
pada korpus uteri sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
-

Mengeluarkan janin lebih cepat

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik


Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
12

Kekurangan:
-

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak


ada retroperitonealisasi yang baik

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri


spontan

b) Sectio caesarea

Ismika atau profunda atau Low Cervical

dengan insisi pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.


Kelebihan :
-

Penjahitan luka lebih mudah

Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk


menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum

Perdarahan kurang

Resiko terjadi ruptura uteri spontan lebih kecil


Kekurangan :

Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga


mengakibatkan perdarahan yang banyak

Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c) Sectio caesarea

Ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka

peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum


abdominal.
b. Vagina (Sectio caesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
1) Sayatan Memanjang (Longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan Melintang (Transversal) menurut Kerr
3) Sayatan Huruf T (T-Incision) (Mochtar, 1998)
6. Jenis anestesi yang digunakan dalam operasi Sectio Caesaria

13

Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran


disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara.
Menurut teknik pemberian anastesi dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Anastesi Umum
Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai rasa sakit
di seluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obatan anastesi. Cara
pemberiannya antara lain adalah:
1) Metode tetes terbuka (open drop methode)
Prinsipnya adalah inhalasi vasopresi cairan anastesi dengan jalan
tetesan, obat-obatan yang dipakai adalah obat untuk anastesi
umum, dibagian obstretri dipakai eter.
2) Metode separuh tertutup (semi closed methode)
Cara ini memakai alat yang disebut inhaler yang tertutup terhadap
udara luar melalui suatu katup (valve), ada 2 jenis tipe semi closed
inhaler yaitu non rebreathing dan rebreathing.
3) Intubasi tracheal (tracheal intubation)
Cara ini sering dipakai pada anastesi seimbang yaitu dengan
memakai campuran beberapa macam gas.
4) Metode tertutup (closed methode)
Dengan cara ini anestetika dan oksigen dapat diatur sebaik-baiknya
melalui suatu sistem antara klien dan alat pemberian dengan dua
sistem yaitu to dan fro, serta circle. Sirkulasi dan pernapasan dapat
diatur bahkan dengan mempergunakan alat-alat yang lengkap, TTV
dari klien dapat dicatat secara langsung dan mudah.
b. Anastesi Regional dan Lokal
Adalah suatu cara untuk mengilangkan rasa sakit pada sebagian dari
tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh. Cara pemberiannya adalah:
1) Anastesi spinal (lumbal)/Epidural
Anastesi spinal, epidural dan lumbal dalam pemberian. Obat dapat
diberikan secara dosis tunggal atau tetesan bersambung. Jarum

14

dimasukkan kira-kira 1 cm di bawah prosesus spinosus L3 menuju


ke arah atas medial sampai pada epidural.
2) Blok sub arakhnoid
Blok sub arachnoid cukup efektif untuk mengendalikan sensasi
nyeri dan relaksasi otot perineum. Blok ini sering digunakan pada
kala II persalinan.
3) Blok kaudal
Blok ini mengenai semua saraf yang dating ke sacrum atau yang
muncul dari foramina sakralis sehingga rasa sakit sewaktu
persalinan ditiadakan.
4) Blok pudendal
Daerah perlaliannya pada perineum saja karena itu harus ditambah
dengan infiltrasi local untuk menghasilkan perlalian yang
sempurna.
5) Infiltrasi Lokal dengan cara vagino-perineal dan abdominal
Infiltrasi local dapat diberikan pada beberapa tempat, menurut
daerah mana yang akan dihilangkan rasa sakitnya. 3 lokasi yang
sering diberikan infiltrasi lokal adalah infiltrasi lokal pada
perineum, infiltrasi para servikal dan infiltrasi dinding perut pada
operasi per abdominal.

6) Blok paraservikal dan uterosakral


Cara ini mengenai daerah lateral uterus dan parametrium sehingga
akan melalaikan hampir semua persarafan ke uterus dan serviks,
tetapi tidak pada ovarium dan perineum.
7. Komplikasi dan efek samping anestesi
Komplikasi dan efek samping dari tindakan pemberian anastesi
adalah:

15

1. Gangguan pernapasan
2. Kerja jantung berhenti
3. Regurgitasi
4. Muntah-muntah
5. Perdarahan
6. Reaksi toksik sistemik
7. Ileus paralitik
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2005), yaitu :
a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.
b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus
tetap berkontraksi dengan kuat.
c. Pemberian analgetik dan antibiotik.
d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.
e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk
24 jam pertama setelah pembedahan.
f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari
tempat tidur dengan bantuan orang lain.
g. Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip)
diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan.
C. DISPORPOSI KEPALA PANGGUL
1. Definisi
Disproporsi kepala panggul atau Cephalopelvic Disproportion
(CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara
kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui
vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul sempit, janin
yang besar ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005).
2. Faktor-Faktor Disproporsi Kepala Panggul
16

a. Faktor panggul ibu


1) Terdapat pangul-panggul sempit yang umumnya disertai peubahan
dalam bentuknya. Menurut klasifikasi yang dianjurkan Munro Kerr
yang diubah sedikit, panggul-pangul yang terakhir dapat
digolongkan sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk karena kelainan perubahan intrauterine:
Panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul
asimilasi.
b) Perubahan bentuk karena penykit pada tulng-tulang panggul
dan/atau sendi panggul: Rakitis, Neoplasma, Fraktur, Atrofi,
karies, nekrosis.
c) Perubahan bentuk karena penyakit kaki: Koksitis, Luksasio
koksa, Atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
d) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: Kifosis,
Skoliosis, Spondilolistesis
2) Berdasarkan pintu masuk panggul
a) Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu

atas

panggul

dianggap

sempit

bila

diameter

anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter


taransversa kurang dari 12 cm. oleh karena pada pangul sempit
kemungkinan besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, menyebabkan serviks uteri kurang mengaami tekanan
kepala sehingga dapat menyebabkan inersia uteri dan
lambatnya pembukaan serviks.
b) Kesempitan panggul tengah
Apabila ukurannya distansia interpinarum kurang dari 9,5 cm
diwaspadai akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan,
ditambah agi bila ukuran diameter sagitalis juga pendek.
c) Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah pangul terdiri atas segitiga depan dan segitiga
belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia
tuberum. Bila distansia tuberum dengan diameter sagitalis
posterior kurangdari 15 cm, maka dapat timbul kemacetan pada

17

kelahiran ukuran normal.


b. Kelainan bentuk janin
1) Pertumbuhan yang berlebihan
Berat neonates normal pada kehamilan aterm berkisar 2500-4000
gram. Yang dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi
4000 gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan
penting. Pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada
postmaturitas dan pada grandemultipara juga dapat mengakibatkan
janin besar. Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit
dilakukan. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar
setelah tidak adanya kemajuan dalam persalinan pada panggul
normal dan his yang kuat. Walaupun panggul ibu luas dan dapat
dilewati janin lebih dari 4000 gram sebaiknya dilakukan persalinan
perabdominal dengan pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Disebut
makrosomia bila lingkar kepala janin 37-40 cm, dan untuk
persalinan pervaginam dilakukan pada janin dengan lingkar kepala
<37 cm.
2) Hidrosefalus
Hidrosefalus dalah penimbunan cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran-pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang
tertimbun di ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi
kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu
besar dan tidak dapat berakomodasi di bagia bawah uterus, maka
sering ditemukan dalam letak sungsang. Pada presentasi kepala,
hidrosefalus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dala teraba
sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan tegang, sedangkan
tulang kepala sanga tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan
rontgenologik menunjukka kepala janin angat besar dengan tulangtulang yang sangat tipis.
c. Mal presentasi kepala

18

Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu


jalan lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang
kepala. Dengan adanya malpresentasi kepala seperti presentasi
puncak kepala, presentasi dahi dan presentasi muka maka dapat
menimbulkan

kemacetan

dalam

persalinan.

Hal

tersebut

dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk PAP karena


diameter kepala pada malpresentasi lebih besar disbanding ukuran
panggul khususnya panjang diameter anteroposterior panggul.
3. Pemeriksaan Disproporsi Kepala Panggul
a. Pelvimetri rontgen, untuk mengukur ukuran panggul
b. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
c. Vaginal toucher
d. Tinggi badan ibu <150 cm.
4. Prognosis
Apabila persalinan dengan disproporsi kepala panggul dibiarkan
berlangsung sendiri tanpa penagambilan tindakan yang tepat, timbul
bahaya bagi ibu dan janin yaitu:
a. Bahaya pada ibu:
1) Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan
infeksi intrapartum.
2) Dengan his yang kuat sedang kemajuan janin dalam jalan lahir
tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uterus (rupture uteri
mengancam) dan bila tidak segera diambil tindakan akan terjadi
rupture uteri.
3) Dengan persalinan tidak maju karena diproporsi kapala panggul,
jalan lahir mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan
tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan
akibat terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat

19

tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula


vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula
rektovaginalis.
b. Bahaya pada janin:
1) Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi bila
ditambah dengan infeksi intrapartum.
2) Dengan adanya disprpoporsi kepala panggul kepala janin dapat
melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage.
Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek
sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut
dilampaui akan terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan
perdarahan intracranial.
3) Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh
simfisis dapat menyebabkan perlukan pada jaringan diatas tulang
kepala janin dan dapat pula menimbulkan fraktur pada os
parietalis.
5. Penanganan
Dua tindakan utama yang dilakukan untuk menangani persalinan dengan
disproporsi kepala panggul, yaitu sectio caesarea dan partus percobaan.
Disamping itu kadang-kadang ada indikasi dilakukan kraniotomia yang
dikerjakan bila pada janin mati.
a. Sectio caesarea
Sectio caesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni
sebelum persalina mulai atau pada awal fase persalinan, dan secara
sekunder yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa
waktu. Sectio caesarea elektif direncanakan lebih dulu dan dalakukan
pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup
berat atau karena terdapat disproporsi kepala panggul yang cukup
nyata. Selain itu, sectio caesarea dilakukan pada kesempitan pangul
ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi

20

seperti primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat


diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mwngalami masa infertilitas
yang lama dan riwayat penyakit jantung. Sectio caesarea sekunder
dilakukan karena partus percobaan dianggap gagal atau karena timbul
indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang
syarat-syarat untuk persalianan per vaginam tidak atau belum
terpenuhi.
b. Partus percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaaan pada hamil
tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul
dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul,
dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan
dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil
keputusan untuk dilakukan persalinan percobaan. Persalinan ini
merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi,
termasuk moulage kepala janin. Pemilihan kasus-kasus untuk
persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Janin harus
berada pada presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari
42 minggu. Mengenai penanganan khusus pada partus percobaan
perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu
dan janin. Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya
bahaya dehidrasi dan asidosis pada ibu.
2) Kualitas dan turunnya kepala janin harus terus diawasi. Kesempitan
panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan
pembukan serviks.
3) Sebelum ketuban pecah, pada umumnya kepala janin tidak dapat
masuk kedalam rongga panggul dengan sempurna. Pemecahan
ketuban secar aktif hanya dapat dilakukan bila his berjalan secara
teratur dan sudah ada pembukaan serviks separuhnya atau lebih.

21

4) Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus


percobaan boleh berlangsung. Apabila his cukup sempurna maka
sebgai indicator berhasil atau tidaknya partus percobaan tersebut
ada hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan berikut:
a) Adakah gangguan pembukaan serviks, misalnya pemanjangan
fase laten; pemanjangan fase aktif.
b) Bagaimana

kemajuan

penurunan

bagian

terendah

janin

(belakang kepala)?
c) Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang
menunjukkan adanya bahaya bagi anak atau ibu (gawat janin,
rupture uteri) Apabila ada salah satu gangguan diatas maka
menandakan bahwa persalinan per vaginam tidak mungkin dan
harus diseleaikan dengan sectio caesarea. Sebaliknya bila
kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancar,
maka persalinan per vaginam bisa dilaksanakan.
D. PENGKAJIAN
Menurut Doenges (2001), data yang biasa ditemukan pada pengkajian
kasus persalinan dengan tindakan sectio caesarea yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
a.

Keadaan Umum. Kaji kondisi ibu secara


umum, apakah ibu merasa kelelahan atau ibu dalam keadaan segar. Hal
ini akan mempengaruhi penerimaan ibu terhadap bayi serta
kemampuan ibu dalam menyusui dan mengasuh bayi.

b.

Jam pertama. Krisis setelah melahirkan,


secara cermat kaji perdarahan dengan melakukan palpasi fundus uteri
dengan sering (interval 15 menit), inspeksi perineum terhadap
perdarahan yang tampak dan evaluasi tanda-tanda vital.

c.

Kaji suhu, nadi, pernafasan dan tekanan


darah setiap 4-8 jam selama hari pertama postpartum. Catat
khususnya :

22

1)

Peningkatan suhu yang bisa


disebabkan dehidrasi, awitan laktasi atau leukositosis

2)

Hipotensi dengan nadi yang


cepat dan lemah (>100x/menit) yang dapat menunjukkan
perdarahan dan syok.

3)

Hipotensi ortostatik karena


penyesuaian kembali kardiovaskuler ke dalam keadaan sebelum
hamil.

4)

Peningkatan tekanan darah.

5)

Nadi

yang

meningkat

menunjukkan adanya perdarahan.


d.

Kepala dan Wajah


1)

Mata
Konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia karena
perdarahan saat persalinan.

2)

Hidung
Tanyakan pada ibu apakah ibu pilek atau riwayat sinusitis. Infeksi
pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.

3)

Telinga
Kaji pendengarannya telinga kanan dan kiri, adakah riwayat otitis
media, kebersihan daun telinga atau lubang telinga.

e.

Mulut dan Gigi


Tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis atau gigi yang
berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi port de entree bagi
mikroorgasme dan bisa beredar secara sistemik.

f.

Leher
Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di bawah telinga dan
pembesaran kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar
menunjukkan adanya infeksi, ditunjang dengan tanda yang lain
seperti hipertermi, nyeri, bengkak.

g.

Payudara

23

1)

Kesan Umum
Peganglah payudara dengan perlahan dan kaji apakah simetris
antara kanan dan kiri, keras, ada nyeri tekan dan hangat. Kaji
apakah terdapat bendungan ASI (breast engorgement) yang
menimbulkan rasa nyeri bagi ibu atau massa, dengan palpasi.
Bahkan dapat ditemukan mastitis dengan tanda-tanda merah,
bengkak, panas, nyeri.

2)

Puting Susu
Kaji apakah ASI atau kolustrum sudah keluar dengan
memencet puting ibu. Kaji juga kebersihan puting. Kaji puting
susu apakah mengalami pecah-pecah, fisura dan perdarahan.

3) Pengkajian Menyusui
Kriteria untuk mengevaluasi cara menyusui adalah hubungan
keterikatan ibu dan bayi, cara menyusu bayi, posisi pada saat
menyusui, let-down, kondisi putting susu, respon bayi dan
respon ibu.
Tabel LATCH Scoring
L
Latch
A
Audible
swallowi
ng
T
Type of
nipple
C
Comfort
(breast/n
iple)
H

0
Too sleepy or
reluctant
No lacth
achieved
None

1
Repeated attempts
Hold nipple in mouth
Stimulate to suck

Inverted

Flat

Engorged,
cracked,
bleeding, large,
blisters or
bruises, severe
discomfort
Full assist (staff

Filling
Reddened/ small
blisters or bruises
Mild/moderate
discomfort

Soft
Tender

Minimal assist (ie:

No assist from staff

A few with stimulation

24

2
Graspe breast
Tongue down
Lips flanged
Rhythmic sucking
Spontaneous and
intermitten < 24 hrs
old
Spontaneous and
frequent >24 hrs old
Everted (after
stimulation)

Hold
(position
ing)

holds infant at
breast)

h.

elevate head of bed,


place pillow support),
Teach one slide,
mother does other,
staff holds and then
mother takes over

Mother able to
position/hold infant

Abdomen
1)

Keadaan
Kaji apakah terdapat striae dan linea alba. Kaji keadaan
abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras
menunjukkan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan
dapat diminimalkan. Abdomen yang lembek menunjukkan
sebaliknya dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.

2)

Diastasis rektus abdominis


Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rectus
abdominis akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi regangan
ini menyerupai celah memanjang dari prosessus xiphoideus ke
umbilicus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya.
Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum
hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk
senam nifas.
Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan
meminta ibu untuk tidur telentang tanpa bantal dan mengangkat
kepala, tidak diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xiphoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan
lebar diastasis.

3)

Fundus uteri
Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah. Tentukan
tinggi fundus uteri (contoh : 1 jari di atas pusat, 2 jari di atas
pusat, dll), posisi fundus, apakah sentral atau lateral. Posisi
lateral biasanya terdorong oleh bladder yang penuh. Kontraksi
juga perlu diperiksa, kontraksi lemah atau perut teraba lunak
25

menunjukkan kontraksi uterus kurang maksimal sehingga


memungkinkan terjadi perdarahan.
Kaji fundus uteri setiap hari yakni kekuatan dan lokasinya,
pastikan bahwa klien mengosongkan kandung kemih sebelum
palpasi dilakukan.
a)

Uterus tidak secara


progresif menurun ukurannya atau kembali ke pelviks
bagian bawah.

b)

Uterus tetap kendur


atau kontraksinya buruk

c)

Sakit pinggang atau


nyeri pelvis yang persisten

d)

Perdarahan

vagina

hebat
4)

Kandung kemih
Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih.
Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukkan urine
yang tertampung banyak dan dalam hal ini dapat mengganggu
involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.
Kaji tingkat distensi kandung kemih secara sering dalam 8 jam
pertama setelah melahirkan, ukur haluaran urin, berkemih
dalam jumlah sedikit dan sering berkemih yang berturut-turut
menandakan adanya gangguan urin.

i.

Perineum
Kaji tanda dan karakter lokhea setiap hari meliputi jumlah,
warna, konsistensi dan bau lokhea ibu postpartum untuk
memberikan indeks essensial pemulihan endometrium. Perubahan
warna lokhea harus sesuai, misal ibu postpartum 7 hari harus
memiliki lokhea yang sudah berwarna merah muda atau keputihan.
Jika ditemukan hasil yang abnormal, misalnya perdarahan segar,
lokhea rubra yang banyak, persisten dan berbau busuk maka ibu

26

mengalami komplikasi postpartum. Segera laporkan karena lokhea


yang berbau busuk menunjukkan adanya infeksi di saluran
reproduksi dan harus segera ditangani.
Inspeksi

perineum,

catat apakah utuh,terdapat

luka

episiotomi, ruptur. Kaji juga adanya tanda-tanda REEDA (Redness


Ekimosisi

Edema

Discharge

Approximation),

nyeri

tekan,

pembengkakan, memar dan hematoma. Kaji daerah anal dari


adanya hemoroid dan fisura. Kebersihan perineum menunjang
proses penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal
untuk ibu hamil dan pasca persalinan.
Kondisi luka
Luka episiotomi harus dikaji apakah terdapat tanda-tanda
infeksi. Kecepatan penyembuhan pada episiotomy tergantung pada
letak dan kedalam insisi. Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum
minggu keenam postpartum. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya pada bagian perawatan perineum, mandi berendam,
penghangatan dengan cahay lampu, dan obat-obatan topical
meningkatkan penyembuhan dan mengurangi ketidaknyamanan
luka episiotomy. Jika ada harus dilaporkan segera mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
j.

Ekstremitas
Kaji sirkulasi perifer, catat adanya varises, edema dan kesimetrisan
ukuran dan bentuk, suhu warna dan rentang gerak sendi. Catat
khususnya tanda tromboflebitis dan tanda homan. Tanda homan
yang positif menunjukkan adanya tromboflebitis sehingga dapat
menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda
homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai
ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu
mengalami nyeri di betis. Jika nyeri maka tanda homan positif dan
ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar
sehingga tromboflebitis bisa diabsorbsi.

27

k.

Kaji status eliminasi fekal dan kembali ke


pola sebelum melahirkan. Lakukan aktivitas sehari-hari.

l.

Evaluasi status nutrisi, meliputi kemampuan


mengunyah, menelan makanan, serta keadekuatan cairan dan diet
untuk mendukung involusio laktasi.

m.

Evaluasi tingkat pengetahuan klien tentang


cara menyusui bayi baru lahir (ASI atau dengan botol susu).

n.

Riwayat kesehatan. Seharusnya berfokus


pada riwayat medis keluarga, riwayat genetik, dan reproduksi.

o.

Kaji adapatasi psikososial


1.

Tanda

dan

gejala

kesedihan

postpartum (postpartum blues), seperti menangis, putus asa,


kehilangan selera makan, konsentrasi buruk, sulit tidur dan
cemas.
2.

Evaluasi integritas bayi baru lahir


dengan keluarganya.

3.

Observasi interaksi ibu baru dan


anggota keluarga lainnya dengan bayi baru lahir.

2. Pemeriksaan Kebutuhan Dasar


a.

Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
b.
Integritas Ego
Klien dapat menunjukan labilitas emosional, dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri.
Eliminasi
Karakter urine, urine jernih, pucat.
d.
Nutrisi/Cairan
1)
Abdomen lunak dengan tidak ada
c.

distensi.
2)

Bising usus tidak ada, samar atau


jelas.

e.

Neurosensori
Kerusakan dan sensasi dibawah tingkat anastesia spinal epidural.
28

f.

Nyeri/Ketidaknyamanan
Klien mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber

misalnya : trauma bedah / insisi, distensi kandung kemih / abdomen.


g.
Pernapasan
Bunyi paru jelas.
h.
Keamanan
i.

Balutan abdomen tampak kering dan utuh.


Seksualitas
1)
Fundus kontraksi kuat dan
terletak di ambilikus.
2)

j.

Aliran lochea sedang dan


bebas bekuan berlebihan.
Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari

setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau


mengisyaratkan hipovolemia.
E. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain (Doenges, 2001) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 10 )
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :
18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d. Wajah tidak tampak meringis
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.

29

b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah


meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
efektif.
c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas
dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan
suara)
f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
a.
b.
c.
d.

Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas


Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
Bantu
klien
untuk
melakukan
tindakan
sesuai
dengan

kemampuan/kondisi klien
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit
dan proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
a.
b.
c.
d.

Berikan perhatian dan perawatan pada kulit


Lakukan latihan gerak secara pasif
Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
Jaga kelembaban kulit

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma


jaringan / luka bekas operasi (SC)
30

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea)
b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi
nadi = 60 -100x/ menit)
c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi :
a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat
waktu pecah ketuban.
b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan
balutan sesuai indikasi
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah
WBC / sel darah putih
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan
h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam
diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :
a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi :
a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan
d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
31

e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,


penyembuhan, dan perawatan post operasi.
f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
Hari/tanggal pengkajian

: Rabu, 30 Oktober 2013 pukul 16.00 WIB

Cara pengkajian

: Observasi, interview, pemeriksaan fisik,


CM, petugas kesehatan

A. IDENTITAS
Nama klien : Ny.U
No. CM

: 567693

Umur

: 26 tahun

Status

: Sudah menikah

Suku

: Jawa
32

Agama

: Islam

Pendidikan : SMP
Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Sapuran Wonosobo

Diagnosa

: Post SC Elektif P1A0H0 a/i DKP (Disproporsi Kepala


Panggul)

Hari/tanggal masuk RS

: Selasa, 29 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB

Hari/tanggal masuk Edelweis : Selasa, 29 Oktober 2013 pukul 09.15 WIB


Penanggung jawab
Nama

: Tn.M

Umur

: 28 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Sapuran Wonosobo

Hubungan dengan klien : Suami

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat persalinan
Klien Ny.U (26 tahun) merasakan kenceng-kenceng sejak jam
07.00 tanggal 29/10/13. Klien mengatakan belum merasakan ketuban
keluar. Klien datang ke IGD pada tanggal 29/10/13, sekitar pukul
08.00. Status kehamilan klien dengan keterangan G1P0A0, hamil 40
minggu. Pengkajian fisik klien didapatkan BB: 42kg, TB: 133cm,
LILA: 22cm.
Hasil pemeriksaan di UGD adalah KU: baik, TD: 110/75
mmHg, HR: 100x/mnt, RR: 20x/mnt, T: 36.5C. Hasil pemeriksaan
palpasi menunjukkan janin tunggal, memanjang, preskep, puka, kepala
teraba, DJJ (+) 140x/mnt, his (-), TFU 33 cm. Pemeriksaan dalam
didapatkan hasil: vulva uretra tenang, dinding vagina licin, serviks
tipis lunak, presentasi 5/5, selaput ketuban (+), air ketuban (-).

33

Pada

tanggal

29/10/13

pukul

10.00

WIB

dilakukan

pemeriksaan penunjang USG dan laboratorium di VK.. Hasil USG


menunjukkan : janin tunggal, memanjang, DJJ (+), air ketuban cukup,
plasenta di fundus gr.III. Hasil lab jam 11.30 WIB menunjukkan hasil
seluruh hasil pemeriksaan hematologi dalam batas normal, kecuali
monosit dengan hasil 8.10% (High).
Pada tanggal 30/10/13 pukul 09.30, klien dibawa ke ruang
Instalasi Bedah Sentral (IBS). Klien dirawat di IBS untuk menjalani
operasi Sectio Caesaria (SC) dengan indikasi Disproporsi Kepala
Panggul (DKP). Persiapan SC yang dilakukan adalah informed
consent kepada keluarga dan pasien, memasang infus dan dower
chateter, huknah, screent, puasa, mempersiapkan WB 1 kolf,
mendaftarkan pasien ke IBS, dan konsul anastesi (anestesi yang
digunakan adalah regional anestesi).
Pada pukul 10.35 WIB janin lahir dengan jenis kelamin lakilaki, BB: 2500gr, TB: 45cm, AS: 7-8. Pada pukul 10.40 WIB plasenta
dilahirkan lengkap dengan berat 500 gr, ukuran: 20 x 20 x 2 cm3,
tidak ada kelainan. Kemudian dilakukan pemasangan KB IUD. Ny.U
dan By.Ny.U dikirim ke Ruang Edelweis pada pukul 11.00 WIB.
Saat dilakukan pengkajian tanggal 30/10/13 pukul 16.00 WIB,
klien dalam keadaan umum: baik, composmentis. TTV : TD : 120/90
mmHg, HR : 72x/mnt, RR : 18x/mnt, Suhu : 37,70C.
2. Riwayat Obstetrikus: klien P1A0H0
a. Riwayat pernikahan
Usia waktu menikah

: 22 tahun

b. Riwayat Menstruasi
Menarche umur 14 tahun, siklus teratur (28 hari) dengan lama 5-6
hari. Klien tidak mengalami dismenorhea. Hari Pertama Haid
Terakhir (HPHT) adalah 23 Januari 2013. Hari Perkiraan Lahir
(HPL) adalah 30 Oktober 2013.

34

c. Riwayat Kehamilan/nifas sebelumnya


Klien mengatakan ini merupakan kehamilan pertama.
d. Riwayat ginekologi
Klien mengatakan tidak mengalami masalah keputihan, secret
berwarna bening, tidak berbau, tidak gatal. Klien belum pernah
melakukan curettage sebelumnya. Klien tidak pernah mengalami
aborsi. Tidak ada riwayat masalah seksual saat kehamilan.
e. Riwayat kehamilan sekarang
Klien mengatakan selama kehamilan ini rutin kontrol ke
bidan.

Klien

mengatakan

selama

kehamilan

mengontrolkan

kehamilannya ke bidan sebanyak 7 kali dan mendapatkan imunisasi


TT sebanyak 1x selama kehamilan ini, merupakan suntikan TT ke-3.
Klien menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal,
hepatitis, hipertensi, dan asma. Klien mengatakan kaki tidak
bengkak/edema selama kehamilan, tidak ada nyeri kepala, mual dan
muntah selama di awal kehamilan, menginjak usia kehamilan 4-5
bulan sudah tidak muntah.
f. Status Obstetrikus
Nifas hari ke-0 P1A0
No.

Persalinan

JK

BB lahir

Tahun
Lahir

Keadaan Bayi
Saat Lahir

1.

SC

2500 gr

2013

Sehat

Usia
Sekaran
g
0 hari

Penolon
g
Bidan

3. Riwayat kesehatan keluarga


Klien mengatakan bahwa di keluarga tidak ada riwayat penyakit
jantung, tekanan darah tinggi dan DM.
4. Rencana perawatan bayi adalah dirawat sendiri.
5. Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi:
a. Breast care: Klien mengatakan belum tahu cara perawatan payudara
(Rencana pendidikan kesehatan dan demonstrasi pada H1)
b. Perineal care: Klien mengatakan akan rutin membersihkan area jalan
lahir terutama ketika ganti pembalut (saat ini dibantu keluarganya).
c. Perawatan tali pusat: Klien mengatakan belum tahu cara perawatan
35

tali pusat
(Rencana pendidikan kesehatan dan demonstrasi pada H1)
d. Nutrisi: Klien mengatakan mengkonsumsi makanan yang bergizi
seperti sayur dan buah-buahan serta tidak melakukan pantangan
terhadap makanan tertentu kecuali yang dilarang oleh agama.
e. Senam nifas: Klien mengatakan belum tahu tentang senam nifas.
(Rencana pendidikan kesehatan pada H1)
f. KB: Klien mengatakan sudah mengetahui jenis-jenis KB.
g. Menyusui: Klien mengatakan akan memberikan ASI kepada
anaknya. ASI klien sudah keluar namun masih sedikit.
6. Riwayat KB: Klien mengatakan belum pernah menggunakan KB.
7. Rencana KB: Klien mengatakan menggunakan KB IUD dan dipasang
setelah operasi SC.

C. KEBUTUHAN DASAR KLIEN


1. Keluhan utama
Nyeri dan lemas
2. Oksigen dan TTV
TD : 120/90 mmHg
RR : 18x/mnt

HR : 72x/mnt
Suhu : 37,70C

3. Nutrisi dan Cairan


a. Nutrisi
Sebelum hospitalisasi (Saat
hamil)
Pengkajian antropometri :
A: BB: 42 kg
TB: 133 cm
Lila: 22 cm
B: Pre op jam 11.30 WIB
tanggal 29 Oktober 2013
Hb : 12,9 gr%
C: Anemis (-)
D: 3x sehari mengkonsumsi
36

Hospitalisasi
H0 (30 Oktober 2013)
Pengkajian antropometri :
A: BB: 38 kg
TB: 133 cm
Lila: 22 cm
B: Post op jam 18.00 WIB
tanggal 30 Oktober 2013
Hb : 11,8 gr%
C: Anemis (+), lemas (+)
D: Klien belum diperbolehkan

Sebelum hospitalisasi (Saat


hamil)
makanan pokok dengan variasi
menu nasi satu piring, lauk
pauk dan sayuran. Cemilan
berupa buah-buhan dan kue.

Hospitalisasi
H0 (30 Oktober 2013)
untuk mengkonsumsi makanan
atau minuman karena belum
flatus, cairan infuse yang masuk
sekitar 300 cc.

b. Cairan
BB setelah melahirkan = 38 kg
IWL = BB x 15 = 38 x 15 = 23,75 cc/jam
24
Tanggal/jam
H0
(30/10/2013)
11.00-16.00
WIB

Input

Balance
cairan
Input
output

Output

a. Infus
RL
300 cc
b. Makan : c. Minum: +
300 cc

a. Urin 150
b. PPV
50
c. IWL 118,75
318,75

cc
cc
cc
cc

-18,75 cc

Saat pengkajian : Klien mengatakan merasa haus dan menanyakan


apakah sudah diperbolehkan minum. Keluarga mengatakan klien
belum makan dan minum setelah operasi hingga sekarang karena
klien belum flatus.
4. Eliminasi
BAK
Sebelum hospitalisasi :
Klien mengatakan mulai usia
9 bulan, lebih sering BAK,
dalam 1 hari + 6-7 kali
Saat hospitalisasi :
Pada tanggal 30 Oktober
2013
klien
masih
menggunakan kateter. Warna
kuning kemerahan. Volume :
120 cc.

BAB
Sebelum hospitalisasi :
Klien mengatakan BAB 1-2 hari
sekali.
Saat hospitalisasi :
Pada saat pengkajian tanggal 30
Oktober 2013 klien belum BAB

5. Aktivitas

37

H0 Hospitalisasi (30/10/13)
Mobilisasi

Masih terbatas. Untuk mengangkat kaki klien masih


merasa kurang kuat, karena masih merasa lemas.
Miring kanan/kiri (-), duduk (-).

Pemenuhan
ADL (Activity
Daily Living).

Belum mampu bathing, toileting,


transferring, continence, (terpasang
catheter).

Indeks KATZ

dressing,
folley

Indeks KATZ klien kategori F yang berarti klien belum mampu


melakukan aktivitas secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain.
6. Istirahat dan tidur
Sebelum hospitalisasi: Klien mengatakan tidak memiliki masalah tidur.
Klien biasanya tidur dari jam 21.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00
WIB

untuk

selanjutnya

beraktivitas

seperti

memasak

dan

membersihkan rumah. Klien terbangun di malam hari karena BAK


sebanyak 2-3 kali. Klien mengatakan puas dengan pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidur karena klien tidur selama 6-8 jam dan
selalu merasa segar saat bangun tidur.
Selama Hospitalisasi:
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan tidur sejak masuk RS.
Kadang klien merasa terganggu tidurnya karena suasana rumah sakit
yang cukup bising namun hal tersebut tidak mengganggu bagi kualitas
tidur klien.
7. Stress dan koping
a. Perubahan psikologi ibu
Klien masih lebih berfokus kepada kondisinya sendiri (fase taking
in) yaitu rasa lemas yang masih dirasakan dan nyeri pada luka post
op SC. Klien mengatakan tidak merasa stress setelah melahirkan,
perasaan cemas hanya muncul sebelum operasi, saat ini ingin segera
memulihkan kondisi agar bisa merawat anaknya.. Klien mengatakan.

38

capek setelah persalinan, namun lebih besar rasa senang karena telah
melahirkan putra pertamanya.
b. Bonding attachment:
Klien mengatakan senang karena telah melahirkan anak yang
pertama dengan sehat dan selamat. Klien tampak dekat dengan bayi
karena dilakukan rawat gabung dan menyusui bayi walau ASI belum
semuanya keluar dengan lancar. Klien juga terlihat membelai bayi
dan mendekap bayinya walaupun posisinya masih hanya bisa dengan
terlentang.
8. Komunikasi
Klien menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia ketika berkomunikasi.
Klien mudah memahami pembicaraan, ekspresi wajah paham dan
kontak mata fokus. Klien dan keluarga terlihat aktif berkomunikasi,
lebih sering menggunakan bahasa Jawa. Keluarga tampak mendekati
klien ketika klien berbicara.
9. Konsep diri
a. Citra tubuh: Klien mengatakan tidak memiliki masalah dengan
tubuhnya dan merasa tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai.
b. Harga diri: Klien mengatakan bahwa perasaanya senang, karena
kelahiran anak pertama yang telah melengkapi kebahagiaan keluarga
kecilnya.
c. Peran: Klien mengatakan akan merawat anaknya sendiri dan siap
membesarkan anaknya.
d. Ideal diri: Klien mengatakan akan merawat anak bersama suami dan
keluarganya.
e. Identitas diri: Klien sadar bahwa dirinya sekarang adalah seorang
ibu. Klien juga menyadari tugasnya sebagai istri dan ibu rumah
tangga.
10. Persepsi, sensori, kognitif

39

Klien mengatakan merasa nyeri pada area jahitan operasi.


Pengkajian nyeri :
a. Provokatif (P)

Klien

mengatakan

nyeri

bertambah jika klien bergerak.


Palliatif (P)

: Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang jika klien


diam/tidak bergerak di tempat tidur.
b. Quality (Q)

Klien

mengatakan

nyeri

terasa seperti diiris/perih.


c. Region (R)

Klien

mengatakan

merasa

nyeri pada perut bekas operasi


d. Scale (S) :

Klien mengatakan nyeri skala 5

(skala 0-10)
e. Time (T) :

Klien

mengatakan

nyeri

terasa

kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung 23 menit


Klien tampak tiduran dengan posisi supinasi di atas tempat tidur. Klien
tampak membatasi gerakan, karena apabila badannya sedikit bergerak,
bekas operasi terasa sakit. Klien menunjukkan ekspresi meringis dan
menahan nyeri ketika bergeser posisi.
11. Personal Hygiene
Sebelum
hospitalisasi
2x sehari
3x/minggu

Mandi
Cuci rambut

Hospitalisasi
Diseka
Belum

12. Beribadah
Klien tidak sholat dahulu setelah melahirkan karena menjalani masa
nifas, akan tetapi klien selalu berdoa dan berdzikir untuk kesehatan dan
keselamatan anak dan keluarganya.
13. Kebutuhan informasi
Klien mendapatkan informasi seputar kehamilan dan persalinan dari
bidan, Puskesmas setempat, dan dari keluarganya.
a. Rencana KB

klien

mengatakan
40

sudah

ber-KB,

klien

menggunakan KB IUD sesaat setelah operasi SC (dibuktikan melalui


laporan operasi pada CM klien).
b. Laktasi

: klien sudah tahu kalau hanya ASI yang diberikan

selama 6 bulan kepada bayi.


c. Perawatan bayi : klien mengatakan belum begitu memahami cara
perawatan bayi baru lahir. Klien terlihat menyusui dengan cukup
benar.
d. Kebutuhan lain : klien belum tahu cara perawatan payudara, klien
tampak bingung ketika ditanya tentang cara merawat payudara.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Bentuk mesochepal, tidak ada lesi, jejas dan tidak ada nyeri tekan.
2. Mata
Simetris, pupil isokor, reflek terhadap cahaya (+/+), sklera tidak
ikterik, konjungtiva anemis.
3. Hidung
Simetris, tidak terdapat penumpukan sekret, tidak ada pengeluaran
sekret dari lubang hidung.
4. Mulut
Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, pucat (-), tidak ada karies
gigi.
5. Telinga
Pendengaran kedua telinga masih baik, tidak mengalami penurunan
pendengaran. Tidak ada pengeluaran cairan dari lubang telinga klien.
6. Leher
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid maupun
limfe, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada deviasi trakea, tidak
ditemukan adanya hiperpigmentasi.
7. Payudara

41

Inspeksi

:Bentuk simetris, bentuk puting susu menonjol keluar,


hiperpigmentasi areola, kolostrum sudah keluar, namun
masih sedikit.

Palpasi

: Breast engorgement (-)

8. Paru paru
Inspeksi

: Ekspansi dada maksimal, retraksi dinding dada (-)

Palpasi

: Traktil fremitus kanan kiri sama.

Perkusi

: Tidak terkaji.

Auskultasi : Vesikuler.
9. Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tak nampak.

Palpasi

: Ictus cordis teraba di Mid clavikula Intercosta ke V

Perkusi

: Tidak terkaji.

Auskultasi : BJ I-II murni.


10. Abdomen
Inspeksi

: Supel, terdapat luka post SC melintang sepanjang 10


cm diantara simfisis dan umbilicus tertutup kassa kering
steril. Kondisi kassa tidak ada rembesan berupa darah
maupun cairan yang lain, verban tampak putih bersih..
Striae gravidarum (-), linea alba (-), tidak ada lesi.

Auskultasi: BU: Palpasi

: Terdapat nyeri tekan, TFU 1 jari di bawah umbilikal,


uterus teraba di medial, keras dengan kontraksi kuat,
tidak teraba distensi kandung kemih.

Perkusi

: Suara timpani

11. Urogenitalia
Inspeksi

Terpasang dower catheter mulai tanggal 29 Oktober 2013.


a. Lokea:
Jumlah

: 50 cc

Warna

: merah segar

42

Jenis

: lokea rubra

Konsistensi

: cair, lendir darah

Bau

: amis, anyir

b. Perineum:
Keadaan

: tidak dijahit, terpasang dower catheter

Tanda

:tidak

ada

tanda-tanda

Redness,

Edema,

Ecchymosis, drainage, approximation (REEDA)


Kebersihan
c. Hemorhoid
12. Ekstremitas
Atas

: bersih
: tidak ada

: baal (-/-), edema (-/-), nyeri (-/-), kesemutan (-/-), varises


(-/-), akral hangat, Capillary refill < 2.

Bawah

: baal (-/-), edema (-/-), nyeri (-/-), kesemutan (-/-), varises


(-/-), tanda homan (-/-), akral hangat, Capillary refill < 2.

13. Integumen
Tanggal/
Warna
Turgor
jam
kulit
30/10/13 Sianosis (-)
Kurang
16.00
elastis
Keterangan : + : ya

Mukosa
bibir
Kering

Capilarry
reffil
< 2 detik

Lain-lain
-

- : tidak
E. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil USG tanggal 29 Oktober 2013 : Hasil USG menunjukkan : janin


tunggal, memanjang, DJJ (+), air ketuban cukup, plasenta di fundus
gr.III.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi tanggal 29 Oktober 2013,


pukul 11.30 WIB (Pre op)

43

Hasil
Hemoglobin
Leukosit
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Masa
perdarahan/BT
Masa
pembekuan/CT
Golongan darah
HbSAg
Gula darah sewaktu

12,9
8,9
2,20
0,20
62,90
26,60
8,10
38
4,1
213
93
31
34
2,00
4,00

Nilai
normal
11,7-15,5
3,6-11,0
2,00-4,00
0-1
50-70
25-40
2-8
35-47
3,80-5,20
150-400
80-100
26-34
32-36
1-3
3-6
-

g/dL
103/UL
%
%
%
%
%
%
6
10 /UL
103/UL
fl
pg
g/dL
menit
menit
-

70-150

mg/dl

O
Negatif
80

Satuan

Interpretas
i

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi tanggal 30 Oktober 2013,


pukul 18.00 WIB

Hemoglobin

Hasil
post op
SC
11.8

Nilai
normal

Satuan

11,7-15,5

F. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi post operasi (30 Oktober 2013)
1. Cefotaxime 2x1 gr
2. Ketorolac 3x30 mg
Terapi oral (30 Oktober 2013 pukul 22.00 WIB)
1. Asam mefenamat 3x500 mg

44

g/dL

Interpretas
i

2. Sulfasferos 1x1 tablet


No.
1.

Nama obat
Cefotaxime

2.

Ketorolac

3.

Oksitosin

Indikasi
Kontraindikasi
Infeksi saluran
Hipersensitifitas
pernafasan bagian
terhadap
bawah, infeksi saluran
Sefalosporin.
kemih & kelamin,
gonore, infeksi kulit &
jaringan lunak, infeksi
dalam perut termasuk
peritonitis (radang
selaput perut), infeksi
tulang & sendi, infeksi
susunan saraf pusat
(meningitis/radang
selaput otak).
Ketorolac
tromethamine
Ulkus peptikum
merupakan
suatu aktif,
penyakit
analgesik non-narkotik. serebrovaskular,
Obat ini merupakan diatesis
obat
anti-inflamasi hemoragik,
nonsteroid
yang sindrom
polip
menunjukkan aktivitas nasal,
antipiretik yang lemah hipovolemia,
dan anti-inflamasi.
gangguan ginjal,
riwayat
asma.
Ospentyfilline,
Probenecid atau
garam
lithium.
Kehamilan,
persalinan,
melahirkan atau
laktasi.

Efek samping
Demam, gatal-gatal,
urtikaria
(biduran/kaligata),
sindroma Steven-Johnson,
syok anafilaksis (jarang).
Trombositopenia,
eosinofilia, leukopenia,
vaginitis, moniliasis.

Induksi
persalinan
yang
umur
kandungannya cukup,
mengendalikan
perdarahan
sesudah
melahirkan,
terapi
tambahan pada aborsi
spontan/aborsi karena
kelainan, merangsang
laktasi pada kasus

Disproporsi
sefalopelvik,
plasenta
previa,
kelainan letak /
presentasi janin,
riwayat
sectio
cesarea
(risiko
ruptura uteri lebih
tinggi).

45

Diare, dispepsia, nyeri


gastrointestinal, nausea.
Sakit kepala, pusing,
mengantuk, berkeringat.

Stimulasi berlebih pd
uterus
Kerja antidiuretik
Mual
Reaksi
hipersensitivitas
Vasokontriksi
pembuluh
darah
umbilikus

No.

Nama obat

4.

Methergin

Indikasi
kegagalan ejeksi ASI.
Penanganan
aktif
stadium ke-3 proses
kelahiran, atonia (tidak
adanya tegangan atau
kekuatan
otot)/perdarahan
rahim,
perdarahan
dalam masa nifas,
subinvolusi
(mengecilnya kembali
rahim
sesudah
persalinan
hampir
seperti bentuk asal),
lokiometra
(pembendungan getah
nifas di dalam rongga
rahim).

Kontraindikasi
Wanita
hamil,
belum
terjadi
penurunan kepala
tetapi persalinan
telah
memasuki
stadium pertama
dan
kedua,
hipertensi berat,
toksemia
hipertensif,
penyakit sumbatan
pembuluh darah,
sepsis
(reaksi
umum
disertai
demam
karena
kegiatan bakteri,
zat-zat
yang
dihasilkan bakteri,
atau
keduaduanya),
hipersensitifitas.

Efek samping
Nyeri perut, gangguan
saluran
pencernaan,
berkeringat, pusing, sakit
kepala, erupsi kulit.
Jarang
:
hipertensi,
bradikardia
atau
takhikardia, nyeri dada,
reaksi vasospastik perifer.
Sangat jarang : reaksi
anafilaktik.

Gangguan fungsi
hati atau ginjal.
5.

Asam
mefenamat

Meredakan
nyeri
ringan sampai sedang
karena sakit kepala,
sakit gigi, disminore
primer, trauma, nyeri
otot, dan pasca operasi.

Ulcerasi saluran
pencernaan,
imflamasi saluran
pencernaan kronik
dan
hipersensitifitas
terhadap
asam
mefenamat.

6.

Sulfasferos

Ibu hamil, balita, anak


usia
sekolah,
dan
wanita
usia
subur
termasuk remaja putri
dan pekerja wanita
dengan
kurangnya
asupan zat besi.

Nyeri
Pasien
yang konstipasi,
kolik.
mengalami
tranfusi
darah
yang
berulang
atau anemia yang
tidak disebabkan
oleh kekurangan
besi,
pasien
dengan
ulcus
46

Mengantuk,
pusing,
cemas,
sakit
kepala,
gangguan penglihatan ,
mual, muntah, kembung,
diare dan ruam kulit

lambung,
diare dan

No.

Nama obat

Indikasi

Kontraindikasi

Efek samping

peptikum,
hemokromatosis,
colitis
ulseratif,
enteritis,
serta
penderita
yang
hipersensitif
terhadap
salah
satu atau kedua
zat aktif.

II. ANALISA DATA

No.
1.

Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri

: P1A1H0

Usia

: 26 tahun

Ruang

: Edelweis

Tanggal/Waktu
30 Oktober 2013
16.00 WIB

Data Fokus
DS :
- Klien mengatakan merasa nyeri
pada area jahitan operasi.
- Pengkajian nyeri :
a. Provokatif (P) :
Klien
mengatakan nyeri bertambah
47

Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan
dengan agens injuri fisik:
insisi jaringan akibat
tindakan SC

No.

Tanggal/Waktu
b.

c.
d.
e.
f.

2.

30 Oktober 2013
18.00 WIB

Data Fokus
jika klien bergerak.
Palliatif (P) : Klien
mengatakan nyeri sedikit
berkurang jika klien diam/tidak
bergerak di tempat tidur.
Quality (Q) :
Klien
mengatakan nyeri terasa seperti
diiris/perih.
Region (R)
:
Klien
mengatakan merasa nyeri pada
perut bekas operasi
Scale (S)
:
Klien
mengatakan nyeri skala 5 (skala
0-10)
Time (T)
:
Klien
mengatakan nyeri terasa
kadang-kadang (hilang timbul)
dan berlangsung 2-3 menit

DO :
- Terdapat luka post SC melintang
sepanjang 10 cm di antara
simfisis pubis dan umbilikus,
tertutup kassa kering steril.
- Klien tampak membatasi gerakan
karena jika badannya sedikit
bergerak, bekas operasi terasa sakit.
- Klien menunjukkan ekspresi
meringis dan menahan nyeri ketika
bergeser posisi.
- TTV :
TD : 120/90 mmHg
HR : 72 x/mnt
RR : 18 x/mnt
T : 37,7C
DS :
- Klien mengatakan merasa lemas
setelah operasi
DO :
- Klien tampak lemas.
- Klien tampak tiduran dengan posisi
supinasi di atas tempat tidur.
- 5 jam post SC.
- Indeks Katz F (klien belum mampu
melakukan aktivitas secara mandiri,
memerlukan bantuan orang lain)
48

Diagnosa Keperawatan

Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan umum post SC

No.

Tanggal/Waktu

Data Fokus
Mobilisasi : mampu menggerakkan
ekstremitas atas dan sedikit
pergerakan ekstremitas bawah
(menggerakkan jari kaki).
- TTV :
TD : 120/90 mmHg
HR : 72 x/mnt
RR : 18 x/mnt
T : 37,7C
DS :
- Klien mengatakan belum tahu cara
perawatan payudara yang baik dan
benar
- Klien mengatakan belum tahu
tentang senam nifas
- Klien mengatakan belum tahu cara
perawatan tali pusat yang baik dan
benar
- Klien mengatakan akan
memberikan ASI pada bayinya
tanpa nutrisi tambahan selama 6
bulan pertama.
- Klien mengatakan akan merawat
bayinya sendiri.

Diagnosa Keperawatan

3.

1 November
2013
16.00 WIB

Kesiapan meningkatkan
pengetahuan: perawatan
payudara, senam nifas, dan
perawatan tali pusat

DO :
- Klien tampak menyusui bayinya
dengan benar.
- Klien belum dapat menjawab
pertanyaan perawat mengenai
perawatan payudara, senam nifas,
dan perawatan tali pusat.

III.PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik: insisi jaringan akibat
tindakan SC
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum post SC
3. Kesiapan meningkatkan pengetahuan: perawatan payudara, senam nifas,
dan perawatan tali pusat

49

IV. RENCANA KEPERAWATAN

NO
1.

Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri

: P1A1H0

Usia

: 26 tahun

Ruang

: Edelweis

DIAGNOSA
TUJUAN DAN
INTERVENSI
KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
Nyeri akut (00132) Setelah
dilakukan 1400 Pain Management
berhubungan
tindakan
keperawatan a. Monitor nyeri (lokasi,
dengan agen injuri selama
3x24
jam
karakteristik, durasi,

50

TTD
Sonia

NO

DIAGNOSA
TUJUAN DAN
KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
fisik: insisi jaringan diharapkan
nyeri
akibat tindakan SC berkurang dengan kriteria
hasil:
a. Klien
melaporkan
nyeri
berkurang
minimal satu tingkat
(dari skala 5 menjadi
4)
b. TD : Diastol : 8090mmHg dan Sistol :
120-130mmHg
HR : 60-100x/mnt
c. Ekspresi wajah klien
rileks.
d. Klien
mampu
mendemonstrasikan
teknik relaksasi nafas
dalam.
e. Klien dapat memilih
posisi nyaman untuk
mengurangi nyeri.

INTERVENSI

b.
c.

d.
e.
f.
g.
h.

i.
j.

frekuensi, kualitas, dan


faktor presipitasi).
Monitor tanda-tanda vital.
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan.
Observasi
ketidaknyamanan melalui
non verbal.
Evaluasi cara klien untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi keefektifan cara
tersebut dalam mengurangi
nyeri.
Libatkan keluarga untuk
membantu memberikan
kenyamanan pada klien.
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan.
Motivasi klien untuk
melakukan ambulasi dini.
Kolaborasi: pemberian
analgesik

6040 Simple Relaxation


Therapy
a. Jelaskan
pada
klien
manfaat dari terapi.
b. Kaji
kemampuan
dan
kondisi klien terhadap
terapi : napas dalam,
pernapasan abdomen, atau
imagery guidance.
c. Berikan lingkungan yang
tenang, suhu ruangan, dan
cahaya yang sesuai.
d. Demonstrasikan
terapi
bersama klien.
e. Instruksikan pada klien
51

TTD

NO

2.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Intoleransi aktivitas
(00085)
berhubungan
dengan kelemahan
umum post SC

TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan kemampuan
aktivitas
dapat
dipertahankan
atau
meningkat dengan kriteria
hasil:
a.Keluarga
membantu
pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
klien
(Bathing,
dressing,
toileting, transfering,
continance, feeding).
b.
Indeks
KATZ
menurun satu tingkat
atau lebih (menjadi F
atau E).

INTERVENSI

untuk rileks agar dapat


merasakan proses relaksasi.
2870 Postanasthesia Care
Sonia
a.
Monitor
status oksigenasi
b. Monitor
kualitas
dan
frekuensi pernapasan
c. Monitor status kesadaran
pasien
d. Monitor tanda-tanda vital
setiap jam
e. Kaji output urin
f. Monitor fungsi neurologis
motorik dan sensoris
g. Berikan stimulasi verbal
dan takstil
h. Monitor
thermoregulasi
klien.
i. Monitor
adanya
efek
samping operasi (mual,
muntah, pusing, rasa pegal
pada punggung)
j. Berikan
dukungan
emosional dan informasi
kepada
pasien
dan
keluarga.
4310 Activity Therapy
a.
Bantu
pasien dan keluarga untuk
menentukan kemampuan
pasien dalam melakukan
aktivitas.
b.
Ajarkan
pasien
dan
keluarga
mengenai aktivitas yang
dianjurkan post operatif
(ambulasi dini/ mobilisasi
bertahap).
c.
Fasilitasi
pasien
dalam
ADL
(ambulasi,
transfer,
perawatan diri) sesuai
kebutuhan pasien.

52

TTD

NO
3.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Kesiapan
meningkatkan
pengetahuan:
perawatan
payudara,
senam
nifas,
dan
perawatan tali pusat
a.
b.
c.
d.

e.

TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam klien
mendapatkan
informasi
yang adekuat mengenai
perawatan payudara dan
tali pusar dengan kriteria
hasil:
Klien
melaporkan
memahami 75% mengenai
perawatan payudara.
Klien
melaporkan
memahami 75% mengenai
senam nifas.
Klien
melaporkan
memahami 75% mengenai
perawatan tali pusar.
Klien
mampu
mendemonstrasikan cara
merawat payudara 75%
benar
Klien mampu melakukan
perawatan tali pusat bayi
75 % benar

INTERVENSI

5510 Health Education


Sonia
a.
Berikan
pendidikan
kesehatan pada klien dan
keluarga
mengenai
perawatan
BBL (ASI
eksklusif, teknik menyusui,
cara memandikan bayi dan
perawatan tali pusat).
b.
Demonstrasikan cara
memandikan bayi dan
merawat tali pusat.
c.
Demonsrasikan teknik
menyusui yang benar.
d.
Berikan
pendidikan
kesehatan
mengenai
perawatan masa nifas,
perawatan payudara, dan
senam nifas.
e.
Demonstrasikan teknik
Breastcare yang benar.
f.
Berikan
penguatan
positif dan pujian terhadap
respon dan kemampuan
klien.
g.
Evaluasi pengetahuan
dan kemampuan pasien
mengenai hal yang telah
diajarkan.

V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri
53

TTD

: P1A1H0

Usia
HARI/
TANGGAL
Rabu, 30
Oktober
2013

WAKTU

: 26 tahun

16.00

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
12

16.05

16.10

Ruang
IMPLEMENTASI

: Edelweis
EVALUASI FORMATIF

Memonitor keadaan S :
umum dan TTV
- Klien mengatakan lemas
- Klien mengatakan nyeri
O:
- KU : baik (Compos Mentis
E4M5V5)
- TTV :
TD : 120/90 mmHg
HR : 72 x/mnt
RR : 18 x/mnt
T : 37,7C
Memonitor nyeri
S:
- Klien mengatakan nyeri area
operasi
P : Klien mengatakan nyeri
bertambah jika klien bergerak.
P : Klien mengatakan nyeri
sedikit berkurang jika klien
diam/tidak bergerak di tempat
tidur.
Q : Klien mengatakan nyeri
terasa seperti diiris/perih.
R : Klien mengatakan merasa
nyeri pada perut bekas operasi
S : Klien mengatakan nyeri skala
5 (skala 0-10)
T : Klien mengatakan nyeri
terasa kadang-kadang (hilang
timbul) dan berlangsung 2-3
menit
O:
- Klien menunjukkan ekspresi
meringis dan menahan nyeri
- Terdapat luka post SC melintang
sepanjang 15 cm di antara
simfisis pubis dan umbilikus,
tertutup kassa kering steril.
Mengajarkan teknik S :
relaksasi napas
- Klien mengatakan akan
dalam
melakukan napas dalam saat
merasa nyeri.
54

18.00

Mengkaji
kemampuan klien
terhadap mobilisasi

18.05

Memotivasi klien
untuk mobilisasi:
tirah baring

18.30

12

Evaluasi

55

O:
- Klien dapat melakukan napas
dalam (100% benar).
S:
- Klien mengatakan merasa lemas
setelah operasi
- Klien mengatakan sudah bisa
menggerakkan tangan dan sedikit
menggerakkan kaki, tubuhnya
masih terasa berat
O:
- KU : lemah
- Klien mampu menggerakkan
ekstremitas atas dan sedikit
pergerakan ekstremitas bawah
(menggerakkan jari kaki)
S:
- Klien mengatakan akan
melakukan miring kanan kiri jika
sudah tidak lemas.
O:
- Klien tampak melakukan
mobilisasi dengan bantuan orang
lain.
A:
- Masalah diagnosa keperawatan
1-2 belum teratasi.
P:
- Lanjutkan intervensi diagnosa 1 :
Motivasi klien untuk
melakukan napas dalam saat
nyeri.
Bantu klien memilih posisi
yang benar untuk
meminimalisir nyeri.
Kolaborasi : analgetik
(ketorolac dan asam
mefenamat)
- Lanjutkan intervensi diagnosa 2 :
Motivasi klien untuk
melakukan tirah baring:
miring kanan kiri
Anjurkan keluarga untuk
mendampingi klien dalam
beraktivitas

Kamis,
31 Oktober
2013

16.00

12

16.05

16.10

16.15

Memonitor keadaan S :
umum dan TTV
- Klien mengatakan masih merasa
lemas
- Klien mengatakan masih merasa
nyeri
O:
- KU : baik (Compos Mentis
E4M6V5)
- TTV :
TD : 110/90 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 37,5C
Memonitor nyeri
S:
- Klien mengatakan masih merasa
nyeri
P : Klien mengatakan nyeri jika
klien terlalu banyak bergerak.
P : Klien mengatakan nyeri
berkurang jika klien diam/tidak
bergerak di tempat tidur.
Q : Klien mengatakan nyeri
terasa seperti diiris/perih.
R : Klien mengatakan merasa
nyeri pada perut bekas operasi
S : Klien mengatakan nyeri skala
4 (skala 0-10)
T : Klien mengatakan nyeri
terasa kadang-kadang (hilang
timbul) dan berlangsung 2-3
menit
O:
- Klien menunjukkan ekspresi
meringis dan menahan nyeri
- Terdapat luka post SC melintang
sepanjang 10 cm di antara
simfisis pubis dan umbilikus,
tertutup kassa kering steril.
Motivasi klien
S:
untuk teknik
- Klien mengatakan melakukan
relaksasi napas
napas dalam saat merasa nyeri
dalam
O:
- Klien kooperatif
Mengkaji
S:
kemampuan klien
- Klien mengatakan masih merasa
terhadap mobilisasi
lemas
56

Jumat,
1 November
2013

16.20

16.30

12

07.00

12

07.05

Klien mengatakan sudah bisa


miring kanan kiri

O:
- KU : lemah
- Klien mampu miring kanan kiri
Motivasi klien
S:
untuk melakukan
- Klien mengatakan akan belajar
mobilisasi: duduk
duduk
O:
- Klien kooperatif
Evaluasi
A:
- Masalah diagnosa keperawatan
1-2 teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi diagnosa 1 :
Motivasi klien untuk
melakukan napas dalam saat
nyeri.
Kolaborasi : analgetik
(ketorolac dan asam
mefenamat)
- Lanjutkan intervensi diagnosa 2 :
Motivasi klien untuk
melakukan tirah baring:
miring kanan kiri
Anjurkan keluarga untuk
mendampingi klien dalam
beraktivitas
Memonitor keadaan S :
umum dan TTV
- Klien mengatakan sudah
membaik
- Klien mengatakan masih sedikit
nyeri
O:
- KU : baik (Compos Mentis
E4M6V5)
- TTV :
TD : 110/70 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 37,5C
Memonitor nyeri
S:
- Klien mengatakan masih sedikit
nyeri
P : Klien mengatakan nyeri jika

57

klien terlalu banyak bergerak.


P : Klien mengatakan nyeri
berkurang jika klien diam/tidak
bergerak di tempat tidur.
Q : Klien mengatakan nyeri
terasa seperti diiris/perih.
R : Klien mengatakan merasa
nyeri pada perut bekas operasi
S : Klien mengatakan nyeri skala
3 (skala 0-10)
T : Klien mengatakan nyeri
terasa kadang-kadang (hilang
timbul) dan berlangsung 1-2
menit

07.10

Motivasi klien
untuk teknik
relaksasi napas
dalam

07.15

Mengkaji
kemampuan klien
terhadap mobilisasi

07.20

Motivasi klien
untuk melakukan
ADL secara
bertahap

07.25

Memberikan
58

O:
- Klien kadang menunjukkan
ekspresi meringis dan menahan
nyeri
- Terdapat luka post SC melintang
sepanjang 15 cm di antara
simfisis pubis dan umbilikus,
tertutup kassa kering steril.
S:
- Klien mengatakan melakukan
napas dalam saat merasa nyeri
O:
- Klien kooperatif
S:
- Klien mengatakan agak sedikit
lemas
- Klien mengatakan sudah bisa
duduk dan jalan.
O:
- KU : baik
- Klien mampu duduk
- Indeks katz : B (klien dapat
melakukan dressing, toiletting,
transferring, continence, dan
feeding secara mandiri)
S:
- Klien mengatakan akan
melakukan aktivitas secara
bertahap
O:
- Klien kooperatif
S:

07.35

07.45

08.00

123

pendidikan
- Klien mengatakan akan
kesehatan mengenai
melakukan perawatan payudara
perawatan payudara
saat di rumah
(breast care)
O:
- Klien tampak antusias saat
diberikan pendidikan kesehatan
mengenai perawatan payudara
Memberikan
S:
pendidikan
- Klien mengatakan akan
kesehatan mengenai
melakukan senam nifas saat di
senam nifas
rumah
O:
- Klien tampak antusias saat
diberikan pendidikan kesehatan
mengenai perawatan payudara
Memberikan
S:
pendidikan
- Klien mengatakan akan
kesehatan mengenai
melakukan perawatan tali pusat
perawatan tali pusat
pada bayinya saat di rumah
O:
- Klien tampak antusias saat
diberikan pendidikan kesehatan
mengenai perawatan tali pusat
Evaluasi

59

A:
- Masalah diagnosa keperawatan
1-2 teratasi
- Masalah diagnosa keperawatan 3
teratasi sebagian
P:
- Pertahankan intervensi diagnosa
1:
Motivasi klien untuk
melakukan napas dalam saat
nyeri.
Kolaborasi : analgetik
(ketorolac dan asam
mefenamat)
- Pertahankan intervensi diagnosa
2:
Motivasi klien untuk
melakukan ADL secara
bertahap
Anjurkan keluarga untuk
mendampingi klien dalam

60

beraktivitas
Lanjutkan intervensi diagnosa 3 :
Motivasi klien untuk
melakukan perawatan
payudara, senam nifas, dan
perawatan tali pusat secara
mandiri

VI. EVALUASI KEPERAWATAN


Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri

: P1A1H0

Usia

: 26 tahun

Ruang

: Edelweis

Tanggal/Wakt
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Sumatif
u
1
November Nyeri akut berhubungan
S:
2013
dengan agens injuri fisik:
- Klien mengatakan masih sedikit nyeri
09.00
insisi jaringan akibat tindakan
P : Klien mengatakan nyeri jika klien terlalu
SC
banyak bergerak.
P : Klien mengatakan nyeri berkurang jika klien
diam/tidak bergerak di tempat tidur.
Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti
diiris/perih.
R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut
bekas operasi
S : Klien mengatakan nyeri skala 3 (skala 0-10)
T : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang
(hilang timbul) dan berlangsung 1-2 menit
O:
- Klien kadang menunjukkan ekspresi meringis dan
menahan nyeri
- Terdapat luka post SC melintang sepanjang 15
cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup
kassa kering steril.
- Ekspresi wajah klien lebih rileks dibandingkan
hari sebelumnya.
A:
- Masalah nyeri akut teratasi.
P:
- Pertahankan intervensi :
Motivasi klien untuk melakukan napas dalam
saat nyeri.
Anjurkan klien untuk tidak melakukan
aktivitas berat.
Kolaborasi : analgetik (ketorolac dan asam
mefenamat)
1
November Intoleransi aktivitas
S:
2013
berhubungan dengan
- Klien mengatakan sudah bisa miring kanan kiri
09.00
kelemahan umum post SC
- Klien mengatakan sudah bisa duduk
O:
- KU : baik (Compos Mentis E4M6V5)

61

Tanggal/Wakt
u

Diagnosa Keperawatan

Evaluasi Sumatif
-

1
November Kesiapan meningkatkan
2013
pengetahuan: perawatan
09.00
payudara, senam nifas, dan
perawatan tali pusat

TTV :
TD : 110/70 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 37,5C
Indeks katz : B (klien dapat melakukan dressing,
toiletting, transferring, continence, dan feeding
secara mandiri)

A:
- Masalah hambatan mobiltas fisik teratasi.
P:
- Pertahankan intervensi :
Pantau KU dan TTV
Motivasi klien untuk melakukan ADL secara
bertahap
Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
dalam beraktivitas
S:
- Klien mengatakan perawatan payudara adalah
pemijatan payudara dengan beberapa teknik
gerakan
- Klien mengatakan merawat tali pusat dengan
membalut tali pusat dengan kassa steril
- Klien mengatakan akan melakukan perawatan
payudara dan perawatan tali pusat secara mandiri
di rumah.
O:
- Klien tampak antusias saat diberikan pendidikan
kesehatan mengenai perawatan payudara dan
perawatan tali pusat
- Klien mampu menjawab pertanyaan tentang
perawatan payudara, 50% benar
- Klien mampu menjawab pertanyaan tentang
perawatan tali pusat, 75% benar
A:
- Masalah kesiapan meningkatkan pengetahuan
teratasi sebagian.
P:
- Lanjutkan intervensi :
Motivasi klien untuk melakukan perawatan
payudara dan perawatan tali pusat secara
mandiri

62

BAB IV
PEMBAHASAN
Ny.U (26 tahun) dengan post section caesaria elektif a/i disproporsi kepala
panggul P1A0H0 di Ruang Edelweis RSUD Setjonegoro Wonosobo pada tanggal
29 Oktober 2013. Adapun analisa perbandingan antara kasus dan teori dimulai
dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi, yaitu
sebagai berikut :
1.

Pengkajian dan Diagnosa Keperawatan


Pengkajian pada klien Ny.U dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2013
pukul 16.00 WIB. Klien adalah post section caesaria elektif a/i disproporsi
kepala panggul P1A0H0. Menurut Prawiroharjo (2005) sectio caesarea
merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio caesaria elektif
merupakan sectio caesaria yang direncanakan bahwa janin akan dilahirkan
secara sectio caesaria dan tidak diharapkan dilahirkan secara pervaginam.
Faktor yang menyebabkan Ny.U harus dilakukan sectio caesaria elektif yaitu
kondisi panggul klien yang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk
dilahirkan secara pervaginam. Hasil pengkajian pada Ny.U menunjukkan
bahwa ada 3 masalah keperawatan, antara lain :
a. Nyeri akut
Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan dan bervariasi pada setiap
individu. Respon nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum dengan
section caesaria merupakan efek samping yang timbul setelah menjalani
operasi tersebut. Nyeri merupakan faktor psikososial yang didapatkan oleh
seseorang dan menghasilkan data baik secara subjektif maupun objektif

63

(Patasik, 2013). Data yang mendukung pengangkatan masalah nyeri


berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif antara lain :
melalui pengkajian PQRST yaitu Provokatif (klien mengatakan nyeri
bertambah jika klien bergerak), Palliative (klien mengatakan nyeri sedikit
berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur), Quality (klien
mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih), Region (klien mengatakan
merasa nyeri pada perut bekas operasi), Scale (klien mengatakan nyeri
skala 5 dari rentang skala 0-10), Time (klien mengatakan nyeri terasa
kadang-kadang atau hilang timbul dan berlangsung 2-3 menit). Data
objektif antara lain : terdapat luka post SC melintang sepanjang 15 cm di
antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril; klien
tampak membatasi gerakan karena jika badannya sedikit bergerak, bekas
operasi terasa sakit; klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan
nyeri ketika bergeser posisi; TTV : TD : 120/90 mmHg, HR : 72 x/mnt,
RR : 18 x/mnt, T : 37,7C.
b. Intoleransi aktivitas
Pada ibu post partum dengan sectio caesaria yang menggunakan regional
anestesi pasca 5 jam operasi, anestesi masih berpengaruh pada tubuh
sehingga menyebabkan lemahnya syaraf-syaraf dan otot-otot dalam tubuh
untuk beraktivitas. Ibu post partum SC 6 jam pasca operasi seharusnya
sudah bisa menggerakkan ekstremitas atas dan bawah, pada ibu post
partum SC 6-10 jam seharusnya sudah bisa miring kanan kiri, dan pada
ibu post partum SC 24 jam seharusnya sudah bisa duduk (Rofiq, 2009).
Data yang mendukung pengangkatan masalah intoleransi aktivitas
berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif antara lain :
klien mengatakan merasa lemas setelah operasi. Data objektif antara lain :
klien tampak lemas; klien tampak tiduran dengan posisi supinasi di atas
tempat tidur; 5 jam post SC; Indeks Katz F (klien belum mampu
melakukan aktivitas secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain);
mobilisasi : mampu menggerakkan ekstremitas atas dan sedikit pergerakan
ekstremitas bawah (menggerakkan jari kaki).

64

c. Kesiapan meningkatkan pengetahuan: perawatan payudara, senam nifas,


dan perawatan tali pusat
Pada ibu post partum mengalami adaptasi psikologi yang meliputi fase
taking in, fase taking out, dan fase letting go. Pada fase taking in, ibu
masih berfokus pada dirinya sendiri, fase ini berlangsung selama 1 sampai
2 hari pasca melahirkan. Pada fase taking out, ibu mulai berfokus pada
dirinya, fase ini berlangsung pada hari ketiga pasca melahirkan
(Prawiroharjo, 2005). Data yang mendukung pengangkatan masalah
kesiapan meningkatkan pengetahuan berdasarkan data subjektif dan data
objektif. Data subjektif antara lain : klien mengatakan belum tahu cara
perawatan payudara yang baik dan benar, klien mengatakan belum tahu
tentang senam nifas, klien mengatakan belum tahu cara perawatan tali
pusat yang baik dan benar, klien mengatakan akan memberikan ASI pada
bayinya tanpa nutrisi tambahan selama 6 bulan pertama, klien mengatakan
akan merawat bayinya sendiri. Data objektif antara lain : klien tampak
menyusui bayinya dengan benar, klien belum dapat menjawab pertanyaan
perawat mengenai perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali
pusat.
2. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang disusun untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul
adalah sebagai berikut :
a. Intervensi diagnosa nyeri akut
1) Pain Management (1400) :
Monitor nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
faktor presipitasi); monitor tanda-tanda vital; kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan; observasi ketidaknyamanan melalui non verbal; evaluasi
cara klien untuk mengurangi nyeri; evaluasi keefektifan cara tersebut
dalam mengurangi nyeri; libatkan keluarga untuk membantu
memberikan kenyamanan pada klien; kontrol lingkungan yang dapat

65

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan


kebisingan; motivasi klien untuk melakukan ambulasi dini; kolaborasi:
pemberian analgesik
2) Simple Relaxation Therapy (6040) :
Jelaskan pada klien manfaat dari terapi; kaji kemampuan dan kondisi
klien terhadap terapi : napas dalam, pernapasan abdomen, atau
imagery guidance; berikan lingkungan yang tenang, suhu ruangan, dan
cahaya yang sesuai; demonstrasikan terapi bersama klien; instruksikan
pada klien untuk rileks agar dapat merasakan proses relaksasi.
b. Intervensi diagnosa intoleransi aktivitas
1) Postanasthesia Care (2870) :
Monitor status oksigenasi; monitor kualitas dan frekuensi pernapasan;
monitor status kesadaran pasien; monitor tanda-tanda vital setiap jam;
kaji output urin; monitor fungsi neurologis motorik dan sensoris;
berikan stimulasi verbal dan takstil; monitor thermoregulasi klien;
monitor adanya efek samping operasi (mual, muntah, pusing, rasa
pegal pada punggung); berikan dukungan emosional dan informasi
kepada pasien dan keluarga.
2) Activity Therapy (4310) :
Bantu pasien dan keluarga untuk menentukan kemampuan pasien
dalam melakukan aktivitas; ajarkan pasien dan keluarga mengenai
aktivitas yang dianjurkan post operatif (ambulasi dini/ mobilisasi
bertahap); fasilitasi pasien dalam ADL (ambulasi, transfer, perawatan
diri) sesuai kebutuhan pasien.
c. Intervensi diagnosa kesiapan meningkatkan pengetahuan
1) Health Education (5510) :
Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai
perawatan BBL (ASI eksklusif, teknik menyusui, cara memandikan
bayi dan perawatan tali pusat); demonstrasikan cara memandikan bayi
dan merawat tali pusat; demonsrasikan teknik menyusui yang benar;
berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan masa nifas,
perawatan payudara, dan senam nifas; demonstrasikan teknik
Breastcare yang benar; berikan penguatan positif dan pujian terhadap

66

respon dan kemampuan klien; evaluasi pengetahuan dan kemampuan


pasien mengenai hal yang telah diajarkan.
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :
a. Implementasi diagnosa nyeri
Simple Relaxation Therapy merupakan terapi relaksasi dalam
menurunkan nyeri yang terdiri dari teknik relaksasi napas dalam, guided
imagery, dan distraksi. Penelitian yang dilakukan oleh Patasik pada tahun
2013 mengungkapkan bahwa teknik relaksasi napas dalam dan guided
imagery yang dikombinasikan terbukti dapat menurunkan nyeri hebat
menjadi nyeri sedang bahkan nyeri ringan pada ibu post partum dengan
section caesaria.
Implementasi yang diberikan berupa teknik relaksasi napas dalam.
Teknik relaksasi napas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan
dimana perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal), dan
bagaimana menghembuskan napas secara perlahan. Tujuan dilakukan
napas dalam adalah mengurangi stres fisik maupun emosional yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Teknik relaksasi
napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme :
1) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan

oleh

peningkatan

prostalglandin

sehingga

terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke


daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
2) Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh
untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
3) Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat karena relaksasi
melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.
Pemberian terapi relaksasi napas dalam merupakan penurunan
skala nyeri melalui terapi non farmakologi. Pemberian terapi ini menjadi
67

lebih efektif dengan kombinasi terapi farmakologi yaitu pemberian injeksi


ketorolac yang diberikan melalui IV dan pemberian obat oral asam
mefenamat yang diberikan setelah fungsi anestesi dalam tubuh klien
menghilang.
b. Implementasi diagnosa intoleransi aktivitas
Regional anestesi merupakan teknik anestesi yang umumnya
digunakan untuk section caesaria. Pada ibu post partum 6 jam pasca
melahirkan, mobilisasi yang seharusnya sudah bisa dilakukan adalah
menggerakkan seluruh ekstremitas atas dan bawah. Pada ibu post partum
6-10 jam pasca melahirkan, mobilisasi yang seharusnya sudah bisa
dilakukan adalah miring kanan kiri. Dan pada ibu post partum 24 jam
pasca melahirkan, mobilisasi yang seharusnya sudah bisa dilakukan adalah
duduk bahkan berjalan (Carpenito, 2000).
Implementasi yang diberikan berupa mobilisasi dini. Pada H0 klien
diberikan tirah baring berupa menggerakkan ekstremitas atas dan bawah.
Pada H1 klien diberikan tirah baring berupa miring kanan kiri. Pada H 2
klien sudah dapat duduk dan berjalan dengan bantuan.
Hal tersebut akan membantu aliran darah ke seluruh tubuh,
sehingga tubuh mampu menghasilkan zat pembakar dan pembangun yang
membantu proses penyembuhan luka dengan mobilisasi miring ke kiri dan
ke kanan sudah dapat di mulai 6-8 jam setelah pasien sadar, dan mobilisasi
duduk setelah 24 jam (Hidayat, 2006). Manfaat lain dari mobilisasi post
SC adalah menurunkan insiden komplikasi pasca operasi seperti
atelaktasis, pneumonia, masalah sirkulasi, serta gangguan gastrointestinal,
dan distensi abdomen (Smeltzer, 2002).
c. Implementasi diagnosa kesiapan meningkatkan pengetahuan
Ibu post partum pada fase taking in dimana ibu masih berfokus
pada dirinya sendiri, tidak memungkinkan untuk diberikan pendidikan
kesehatan baik untuk ibu itu sendiri maupun bayinya. Pemberian
pendidikan kesehatan dirasa lebih efektif ketika ibu post partum sudah
berada pada fase taking out atau fase letting go dimana ibu sudah mulai
berfokus pada bayinya bahkan ibu sudah siap untuk merawat bayinya.
Implementasi yang diberikan berupa pendidikan kesehatan disertai

68

demonstrasi mengenai perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan


tali pusat. Klien diajarkan mengenai perawatan payudara untuk perawatan
masa nifas dan untuk melancarkan produksi ASI. Klien juga diajarkan
untuk melakukan senam nifas yang bertujuan untuk perbaikan fungsi dan
organ tubuh setealh melahirkan. Klien juga diajarkan merawat tali pusat
bayi baru lahir.
Pendidikan kesehatan yang dilakukan merupakan discharge
planning, yaitu proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu
unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen
pelayanan kesehatan umum (Kozier, 2004). Dengan adanya discharge
planning, diharapkan informasi yang diberikan dapat menjadi bekal bagi
ibu dalam kelanjutan perawatan ketika berada di rumah, baik perawatan
pada bayi, maupun perawatan bagi ibu sendiri.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan hasil akhir dari asuhan keperawatan yang
telah diberikan, antara lain :
a. Evaluasi diagnosa nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, didapatkan
hasil PQRST (P : Klien mengatakan nyeri jika klien terlalu banyak
bergerak, P : Klien mengatakan nyeri berkurang jika klien diam/tidak
bergerak di tempat tidur, Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti
diiris/perih, R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi,
S : Klien mengatakan nyeri skala 3 (skala 0-10), T : Klien mengatakan
nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung 1-2 menit).
Masalah nyeri teratasi dan intervensi yang perlu dipertahankan adalah
motivasi klien untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam dan
kolaborasi pemberian analgetik (ketorolac).
b. Evaluasi diagnosa intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, didapatkan
hasil Indeks Katz : B (klien dapat melakukan dressing, toiletting,
transferring, continence, dan feeding secara mandiri). Masalah hambatan
mobilitas fisik teratasi dan intervensi yang perlu dipertahankan adalah
motivasi klien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dan anjurkan
69

keluarga untuk mendampingi klien dalam beraktivitas.


c. Evaluasi diagnosa kesiapan meningkatkan pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, didapatkan
hasil klien mampu menjawab pertanyaan tentang perawatan payudara,
(50% benar), klien mampu menjawab pertanyaan tentang senam nifas
(50% benar), dan klien mampu menjawab pertanyaan tentang perawatan
tali pusat (75% benar). Masalah kesiapan meningkatkan pengetahuan
teratasi sebagian dan intervensi yang perlu dilanjutkan adalah motivasi
klien untuk melakukan perawatan payudara dan perawatan tali pusat
secara mandiri.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.

KESIMPULAN
Persalinan Sectio caesaria dengan anastesi regional a/i letak lintang
merupakan suatu cara melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding
uterus melalui dinding perut bagian depan karena janin tidak dapat dilahirkan
secara manual pervaginam karena letak lintang yang memunculkan
permasalahan-permasalahan keperawatan pada masa post partum.
Masalah keperawatan yang muncul pada ibu post operasi sectio
caesaria memerlukan pengkajian yang mendetail yang didasarkan pada
konsep 14 kebutuhan dasar manusia sehingga bisa diangkat masalah
70

keperawatan pada ibu post sectio caesaria yang meliputi nyeri akut,
perubahan eliminasi urine, perubahan eliminasi alvi, deficit perawatan diri dan
risiko tinggi infeksi. Penetapan masalah keperawatan yang muncul
menjadikan

dasar

untuk

merumuskan

rencana

keperawatan

yang

komprehensif yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien sehingga


proses adaptasi fisiologis dan psikologis klien bisa lebih cepat dan
mempercepat kesembuhan klien.

B.

SARAN
1. Libatkan keluarga dalam perawatan, sehingga keluarga dapat terus
mendampingi serta memberikan dukungan terhadap klien, terutama
dukungan dalam perawatan ibu dan bayi ketika berada di rumah.
2. Discharge planning merupakan hal yang perlu dilakukan pada ibu post
partum, baik primigravida maupun multigravida. Perawat harus mengkaji
secara mendalam tentang kebutuhan informasi yang klien butuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Christina, S dan Kristanti, EE. 2010. Mobilisasi Dini Berhubungan Dengan
Peningkatan Kesembuhan Luka Pada Pasien Post Operasi Sectio
Caesaria. Kediri : STIKES RS Baptis Kediri.
Christine, Henderson, Kathleen, Jones. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan.
Jakarta: EGC.
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. Jakarta
: EGC
Hidayat. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/333-oksitosin.html
http://health.kompas.com.
Kasdu, Dini. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Masalahnya. Jakarta : Puspa
71

Swara.
Kozier, Barbara. 2004. Fundamental of Nursing Seventh Edition. Jakarta: EGC.
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC.
McCLoskey, JC & Bulecheck, GM. 2000. Nursing Interventions Classification
(NIC). Missouri: Mosby, Inc.
Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1. Jakarta : EGC.
Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan, Cetakan ke-4. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Price, SA & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzane C., and Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

72

Pathway

73

Anda mungkin juga menyukai