Anda di halaman 1dari 25

BAB I

Tinjauan Teori
Post Partum Dengan Sectio Caesarea Indikasi PROM dan Persalinan Premature
1.1 Post Partum/ Masa Nifas
A. Definisi
Periode postpartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak,2004). Serupa dengan (Hadijono, 2008) berpendapat masa nifas atau
puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu
B. Klasifikasi
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
1. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan
2. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara
menyeluruh dengan lama 6-8 minggu
3. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu
yang diperlukan untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan
ataupun tahunan.
C. Gejala Klinis (Fisiologi Nifas)
Pada masa puerperium atau nifas tampak perubahan dari alat-alat/organ
reproduksi yaitu :
1. Sistem Reproduksi
a) Uterus
Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan
pengecilan ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus uteri
(TFU) post partum menurut masa involusi :
Tabel 1. TFU menurut masa involusi
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 1

INVOLUSI

TFU

BERAT UTERUS

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

Placenta
lahir

2 cm di bawah umbilicus dengan


bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis

1000 gram

1 minggu

Pertengahan antara umbilikus dan


simfisis pubis

500 gram

2 minggu

Tidak teraba di atas simfisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50-60 gram
(Bobak, 2004:493)

b) Vagina dan Perineum


Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal
dari kavum uteri dan vagina. Macam -macam lochia :
1) Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
terjadi selama 2 hari pasca persalinan
2) Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, terjadi hari ke 3-7 pasca persalinan
3) Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning.
Terjadi hari ke 7-14 hari pasca persalinan
4) Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan
2. Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon
laktogen (prolaktin) terhadap kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai
di akhir masa kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum dimana kolostrum
mengandung lebih banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih
sedikit. Produksi ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena
menetek merupakan suatu rangsangan terhadap peningkatan produksi ASI.
Makin sering menetek, maka ASI akan makin banyak diproduksi.
3. Sistem Pencernaan
a) Nafsu Makan
Setelah benar-benar pulih analgesia, anesthesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 2

makanan dua kali dari jumlah biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan
yang sering ditemukan.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
ansthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
c) Defekasi
Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defeksi karena nyeri yang
dirasakannya diperineum akibat episiotomi, laserasi, hemorid. Kebiasan
buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali
normal.
4. Sistem Perkemihan
a) Uretra dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali diserti daerah-daerah
kecil hemoragi.
5. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara,abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya.
D. Perubahan Psikologis Post Partum
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase
berikut ini:
1. Fase taking ini yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus
pertahatian ibu terutama pada diri sendiri. Pengalamanselama proses
persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung ibu
menjadi pasif terhadap lingkungan.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 3

2. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
malahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya
sehingga timbul percaya diri.
3. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat
menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat. Ada kalanya
ibu mengalami perasaa sedih yang berkaitan dengan bayinya keadaan ini
disebut baby blues.
Jika keadaan seperti diatas terjadi, disarankan untuk
a.

minta bantuan suami atau keluarga yang lain, jika membutuhkan istirahat
untuk menghilangkan kelelahan;

b.

memberitahu suami mengenai apa yang sedang seorang ibu rasakan serta
meminta dukungan dan pertolongannya;

c.

membuang rasa cemas dan kekhawatiranya akan kemampuan merawat


bayi karena semakin sering merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan
percaya diri;

d.

mencari hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri.

E. Komplikasi
1. Pembengkakan payudara
2. Mastitis (peradangan pada payudara)
3. Endometritis (peradangan pada endometrium)
4. Post partum blues
5. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan
pada jaringan terinfeksi atau pengeluran cairan berbau dari jalan lahir selam
persalinan atau sesudah persalinan.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 4

2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring
kanan kiri
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
1.2 Sectio caesarea
A. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru S, 2012 dalam
Amin HN, 2013).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998)
B. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea
1. Sectio caesarea abdomen
Sectio caerarea transperitonealis
2. Sectio caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) Sayatan memanjang longitudinal menurut Kronig
b) Sayatan melintang ( transversal) menurut Kerr
c) Sayatan huruf T ( T-Incision)
3. Sectio caesarea Klasik (Corporal)
Dilkaukan dengan mebuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira
sepanjang 10 cm, tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki
banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang yang
memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan
4.Sectio caesarea Ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim (low servikal transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm
C. Etiologi

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 5

Menurut Amin Huda Nurarif, 2013 bahwa penyebab atau indikasi dilakukan
Sectio caesarea antara lain :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida denga kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvic (disproporsi janin/panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan ( kista, ovarium, mioma uteri, dan sebagainya)
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi.
D. Komplikasi
1. Pada ibu infeksi puerperal (Nifas)
a)

Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

b)

Sedang : Kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
kembung

c)

Berat : Pertonitis, sepsis, ileus paralitik


Perdarahan
Luka kandung kemih
Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang

2. Pada Janin
a)

Hipoksia akibat sindrom hipotensi

b)

Depresi respirasi karena anastesi

E. Penatalaksanaan Medis
Pada pasien yang sudah dilakukan operasi biasanya diberikan obat
antibiotik, analgesik dan anti inflamasi
Berikan anti kembung
Luka operasi biasanya dibersihkan dan diganti 1x setiap hari.
Pertimbangan yang perlu dilakukan menurunkan morbilitas dan mortalitas
bayi pasca sectio caesarea adalah:
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 6

Waktu anestesi dan persalinan bayi sedapat mungkin dan yang paling
singkat
Sejak insisi dinding perut sampai persalinan sebaiknya dalam waktu 2 menit
1.3 Premature Rupture of the Membrane (PROM)/Ketuban Pecah Dini
A. Definisi
PROM adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sarwono
Prawirohardjo, 2005)
B. Prinsip Dasar
1. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung
2. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan
dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma
sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu.
3. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
4. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. (Sarwono Prawirohardjo, 2005)
C. Etiologi
Penyebab dari PROM tidak/belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan,
kecuali usaha menekan infeksi.
1.
2.
3.
4.

Persalinan prematur
Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
Malposisi atau malpresentasi janin
Faktor yang mengabitkan kerusakan serviks
a) Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi
terapeutik, LEEP, dan sebagainya
b) Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama

kelahiran sebelumnya
c) Inkompeteni serviks
5. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 7

6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu


a) Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
b) Penambahan berat badan sebelum kehamilan
7. Merokok selama kehamilan
8. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari
pada ibu muda
9. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini. (Geri Morgan, 2009)
D. Patogenesis
Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut :
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis
terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.
5. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu
dini.
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban benar sudah
pecah atau belum, apalagi bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau
kecil. Cara menentukannya adalah :
a) Memeriksa cairan yang berisi mekonium, verniks kaseosa, rambut lanugo
atau bila telah terinfeksi berbau
b) Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servikalis dan apakah ada bagian yang sudah pecah
c) busa negative : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejateraan Gunakan kertas lakmus (litmus)
Bila menjadi biru (basa) = air ketuban
Bila menjadi merah (asam) = air kemih (urin)
d) Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM pH adalah basa (air ketuban)
e) Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
f) Aborization dan sitologi air ketuban
E. Pengaruh PROM
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine terlebih dahulu terjadi (
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 8

amniotomi, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi, akan


meninggikan mortallitas dan morbiditas perinatal.
2. Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal,
apalagi bila terlalu sering periksa dalam. Selain itu juga daapt dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis dan septicemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena berbaring di tempat tidur, partus akan
menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejal
infeksi.
F. Pimpinan persalinan
Ada beberapa macam pendapat mengenai penatalaksanaan dan pimpinan
persalinan dalam menghadapi PROM :
1) Bila anak belum viable ( kurang dari 36 minggu ), penderita dianjurkan untuk
beristirahat di tempat tidur dan berikan obat-obat antibiotik profilaksis,
spasmolitika dan roboransia dengan tujuan untuk mengundur waktu sampai
anak viable.
2) Bila anak sudah viable ( lebih dari 36 minggu ) lakukan induksi partus 6-12
jam setelah lag phase dan berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus
tertentu dimanaa induksi partus dengan PGE2 dan atau drips sintosinon
gagal, maka lakukan tindakan operatif.
Jadi pada PROM penyelesaian persalinan bisa :
a)
b)
c)
d)
e)

Partus spontan
Ekstraksi vakum
Ekstraksi forsep
Embriotomi bila anak sudah meninggal
Seksiosesarea bila ada indikasi obstetrik

G.Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko
infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD premature
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 9

korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat
terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm. Hipoplasia
paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm. Kejadiannya
mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 23 minggu.
a.
b.
c.
d.

Infeksi intrauterine
Tali pusat menumbung
Prematuritas
Distosia (Sujiyatini, 2009)

H. Penanganan
1. Konservatif
a. Rawat di RS
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritomisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <>
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi ,
berikam tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi interauterin ).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingiomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametaon IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, induksi dengan oksitosin,
bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 g intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan
diakhiri :
Bila skor pelvic <>
Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 10

1.4 Partus Prematur


A. Definisi
Partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu,
berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram. (Mochtar, 1998)
Partus prematurus adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir antara 500 sampai 2499 gram (Sastrawinata,
2003).
B. Etiologi
Menurut Rompas (2004), beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor
a. Kehamilan multiple
b Hidramnion
c. Anomali uterus serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu
d. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu
e. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
f. Riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm
g. Riwayat operasi konisasi
h. iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor
a. Penyakit yang disertai demam
b. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
c. Riwayat pielonefritis
d. Merokok lebih dari 10 batang perhar
e. Riwayat abortus pada trimester II
f. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
C. Menifestasi Klinis
1 Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3-5 menit sekali selama 45 detik
dalam waktu minimal 2 jam.
2 Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien
melakukan aktivitas.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 11

3
4
5
6

Usia kehamilan antara 20 36 minggu.


Ketuban pecah prematur
Taksiran berat janin sesuai usia kehamilan antara 20 37 minggu.
Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pad persalinan preterm.
(Mansjoer Arif, 2001)

D. Tanda & Gejala Partus Prematur


1 Sakit kram seperti menstruasi dapat membingungkan dengan sakit lingkar
ligamen
2 Sakit punggung, berbeda dengan yang dalami oleh wanita hamil.
3 Tekanan atau sakit suprapubik, dapat membingungkan dengan infeksi saluran
kencing.
4 Sensasi tekanan atau berat pelvik
5 Diarrhea
6

Kontraksi uterus yang tidak normal (sakit atau tidak) terasa lebih sering dari
pada setiap 10 menit untuk 1 jam atau lebih dan tidak sembuh dengan
berbaring.

7 Pecah membran prematur


(Menurut Rustam Mochtar, 1998)
E. Dampak
1. Pada Ibu
menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga
kesehatan saat kehamilan
2. Pada Bayi
a.Imaturitas organ vital
b.Berat badan lahir rendah
c. Adaptasi terhadap rangsangan belum sempurna
d. Asfiksia
F. Pencegahan
1. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur
2. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan
kehamilan dan persalinan preterm.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 12

3. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian


KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera
melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga
secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.
4. Meningkatakan keadaan sosial-ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan
(Ida Bagus Manuaba, 1998)

BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea
Asuhan keperawatan pada klien post sectio caesarea menggunakan metode
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keseluruhan tahap ini
merupakan pengintegrasian ketrampilan, intelektual, hubungan pribadi dan teknik
seorang perawat.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 13

2.1 Pengkajian
Menurut Doenges (2001), pengkajian pada klien post sectio caesarea meliputi :
a. Pengkajian data dasar primer
Tinjau ulang catatan pranatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk
kelahiran caesarea.
b. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
c. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, sampai ketakutan,
marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan atau
salah terima dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
d. Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang : urine jernih pucat, bising usus tidak ada,
amar, atau jelas.
e.
f.

Makanan atau cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.

g. Nyeri atau ketidaknyamanan : mungkin mengeluh ketidak nyamanan dari


berbagai kondisi misalnya trauma pembedahan, nyeri penyerta, distensi
kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
h. Pernapasan : bunyi paru jelas dan vesikuler.
i.

Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.
Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan.

j.

Seksualitas: Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus, aliran lochea


sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak.

k.

Pemeriksaan diagnostik
1)

Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht), mengkaji


perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan
darah pada pembedahan.

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 14

2)

Urinalisis; kultur urine, darah, vaginal dan lochea : pemeriksaan


tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.

2.2 Diagnosa keperawatan


Menurut Doenges (2001) diagnosa keperawatan pada klien dengan post sectio
caesarea adalah :
a. Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangn
transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi
pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi,
kebanggan diri negatif).
b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek hormonal,
distensi kandung kemih.abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada konsep diri,
transmisi/kontak inter personal, kebutuhan tak terpenuhi.
d. Harga diri rendah (situsaional) berhubungan dengan merasa gagal dalam
peristiwa kehidupan.
e. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi regulasi (hipotensi
dan eklamsi), efek-efek anestesi, tromboemboli, profil darah abnormal, trauma
jaringan.
f.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak,


penurunan Hb, prosedur infasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah
ketuban lama, malnutrisi.

g.

Konstipasi berhubungan dnegan penuruan tonus otot (kelebihan analgesik atau


anestesi, efek-efek progesteron, dehidrasi,diare, nyeri perianal/reptal).

h. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis periode pemulihan


perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenali sumber-sumber.
i.

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis, efek-efek


hormonal, efek-efek anestesi.

j.

Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek anestesi, penurunan


kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 15

2.3. Perencanaan
Perencanaan untuk masing-masing diagnosa keperawatan menurut Doenges
(2001), adalah sebagai berikut:
a.

Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangn


transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi
pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi,
kebanggan diri negatif).

Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan situasi


Intervensi :
1)

Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi,


tergantung pada kondisi bayi. Bantu sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi,
terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama
lain yang memulai proses kedekatan dan proses pengenalan.

2)

Berikan kesempatan pada ayah untuk menyentuh, menggendong bayi.


Rasional : memudahkan kedekatan di antara ayah dan bayi

3)

Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaanperasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayinya.
Rasional : Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua
bayi dapat mempunyai efek yang negatif.

4)

Anjurkan dan bantu dalam menyusui anaknya.


Rasional : kontak awal mempunyai efek yang positif.

5)

Berikan informasi tentang keamanan dan kondisi bayi sesuai kebutuhan.


Rasional : Membantu pasangan untuk memproses pengenalan awal

b.

Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek hormonal,


distensi kandung kemih/abdomen.

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang, pasien dapat menunjukkan atau


menggunakan perilaku untuk menguangi rasa nyeri.
Intervensi :
1)

Kaji dan tentukan lokasi, karakteristik nyeri, intensitas nyeri (0-10), serta

faktor pencetus nyeri


Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 16

Rasional : Membantu membedakan karakter nyeri pascaoperasi dengan


terjadinya komplikasi dan memilih intervensi
2)

Perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis, gerakan

melindungi atau terbatas


Rasional : Klien mungkin tidak melaporkan ketidaknyamanan secara langsung.
3)

Ajarkan dan anjurkan penggunaan teknik pernafasan dalam, distraksi dan

relaksasi.
Rasional : Merilekskan otot-otot dan mengalihkan perhatian dan sensasi nyeri,
menurunkan ketidaknyamanan.
4)

Gunakan prosedur pembebatan pada perut dengan tepat.

Rasional : Pembebatan pada area insisi dapat mengurangi ketidaknyamanan


karena gerakan otot perut.
5)

Anjurkan menghindari makanan atau cairan pembentuk gas (mis : kacang-

kacangan, kol, minuman terlalu dingin atau terlalu panas atau penggunan
sedotan untuk minum.
Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meingkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi gas yang pada hari ketiga
setelah kelahiran sectio caesarea.
6)

Berikan perubahan posisi / tindakan kenyamanan (pemberian posisi,

masase)
Rasional : Tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan
emosional klien.
7)

Berikan terapi obat sesuai program dokter / kolaborasiuntuk pemberian

obat analgetik
Rasional : Analgetik bersifat menghilangkan atau mengurangi nyeri.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada konsep diri,
transmisi/kontak inter personal, kebutuhan tak terpenuhi.
Tujuan : Kesadaranakan perasaan ansietas, klien rileks dapat
mengindentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan
ansietas.
Intervensi :
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 17

1) Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber masalah.


Rasional : Kelahiran sectio caesarea mungkin dipandang sebagai suatu
kegagalan dalam hidup oleh klien.
2) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien / bayi.
Rasional : Kurang informasi atau kesalahpahaman dapat mengakibatkan
tingkat ansietas.
3) Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping.
Rasional : Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran
baru, mengurangi perasaan ansietas.
d. Harga diri rendah (situasional) berhubungan dengan merasa gagal dalam
peristiwa kehidupan.
Tujuan : Mendiskusikan masalah tentang peras dan persepsi terhadap
pengalaman kelahiran dari klien atau pasangan, mengekspresikan
harapan diri yang positif.
Intervensi :
1) Tentukan respon yang emosional klien atau pasangan terhadap
kelahiran sectio caesarea.
Rasional : Menentukan apabila pasangan mengalami reaksi emosi
negatif.
2)

Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antenatal.


Rasional : Respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu
berbagi pengalaman kelahiran.

e. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi regulasi (hipotensi


dan eklamsi), efek-efek anestesi, tromboemboli, profil darah abnormal, trauma
jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi cidera jaringan, tidak terjadi tanda-tanda infeksi, tidak
terjadi komplikasi.
Intervensi :
1) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan.
Rasional : Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan terjadinya
hipertensi.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 18

2) Anjurkan ambulasi dini dan latihan.


Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari ektermitas
bawah, menurunkan resiko pembentukan trombosit.
3) Inspeksi insisi secara teratur, perhatikan tanda perlambatan atau
perubahan (misalnya : kurang penyatuan).
Rasional : Penegangan berlebihan, pemisahan jaringan, dan
kemungkinan perdarahan.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak,
penurunan Hb, prosedur infasif atau peningkatan pemajanan lingkungan,
pecah ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan
resiko/meningkatkan penyembuhan, tidak terjadi infeksi,
menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda
awal penyembuhan.
Intervensi :
1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan tepat dan
pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen
terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : Membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi
2) Tinjau ulang Hb/AL pranatal, perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan klien ada infeksi pascaoperasi
Rasional : Anemia pranatal meningkatkan resiko infeksi, leukositosis
merupakan tanda adanya infeksi.
3) Inspeksi sekitar tusukan jarum infus IV terhadap tanda eritema atau nyeri
tekan.
Rasional : Membantu mengidentifikasi adanya tanda-tanda infeksi.
4) Rasional : Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat dan tanda-tanda
infeksi.
Rasional : Balutan steril menutupi luka pada kelahiran sectio caesarea
membantu melindungi luka dari kontaminasi, rembesan dapat

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 19

menandakan hematoma, gangguan penyatuan jahitan atau


dehisensi luka.
5) Lakukan perawatan luka tusukan jarum infus dan lakukan perawatan luka
operasi secara aseptik den sesuai indikasi.
Rasional: Perawatan luka memungkinkan insisi mengering dan
meningkatkan penyembuhan.
6) Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi, catat tanda-tanda
menggigil, anoreksia atau malaise.
Rasional : Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
7) Berikan perawatan perineal dan penggantian pengalas kering.
Rasional : Membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri.
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah dan menurunkan kemungkinan terjadi infeksi.
g. Konstipasi berhubungan dengan penuruan tonus otot (kelebihan analgesik
atau anestesi, efek progesteron, dehidrasi,diare, nyeri perianal/rectal).
Tujuan :

Bising usus aktif dan keluarnya flatus, mendapatkan kembali pola


eliminasi niasanya / optimal dalam 4 hari pascaportum

Intervensi :
1) Auskultasi terhadap adanya bising usus.
Rasional : Mnentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral dan
kemungkinan terjadinya komplikasi.
2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau
kemungkinan ileus paralitik.
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat (6-8 gelas/hari) bila masukan oral
sudah diberikan, banyak makanan berserat tinggi.
Rasional : Makanan berserat tinggi dapat merangsang eliminasi dan
mencegah komplikasi.
4) Berikan pelunak faeces.
Rasional : Merangsang peristaltik usus.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 20

h. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis periode pemulihan


perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenali sumber-sumber.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan individu. Dapat melakukan aktivitas sesuai prosedur
dengan benar dan dapat menjelaskan alasan untuk tindakan.
Intervensi :
1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien / pasangan
dalam menidentifikasi kebutuhan.
Rasional : Periode pascapartum klien dapat menjadi pengalaman positif
bila kesempatan penyuluhan diberikan.
2) Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format.
Rasional : Membantu menjamin kelengkapan informasi.
3) Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi dapat mengurangi
konsentrasi dalam penerimaan penyuluhan.
4) Berikan informasi yang berhubungan dnegan perubahan fisiologis dan
psikologis.
Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal dan abnormal.

i. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis, efek


hormonal, efek anestesi.
Tujuan : Mendapatkan pola berkemih yang normal setelah pengangkatan
kateter.
Intervensi :
1) Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urine.
Rasional : Oliguri (keluaran urine kurang dari 30 ml/jam) mungkin
disebabkan oleh kehilangan cairan yang berlebihan, ketidakadekuatan
penggantian cairan.
2) Berikan cairan per oral 6-8 gelas/hari.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 21

Rasional : Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal serta membantu


mencegah statis kandung kemih.
3) Palpasi kandung kemih, pantau TFU dan lokasi serta jumlah aliran lochea.
Rasional : Perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan relaksasi
uterus dan aliran lochea
4) Perhatikan tanda dan gekala infeksi saluran kemih, misalnya : warna
urine, bau busuk, sensai terbakar, frekuensi BAK setelah pengengkatan
kateter.
Rasional : Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya
bekteri dan ISK.
5) Lepaskan kateter sesuai indikasi.
Rasional : Secara umum, kateter aman dilepas antara 6-12 jam
pascapartum.
j. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efelk-efek anestesi, penurunan
kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri, mengidentifikasi, menggunakan sumber-sumber
yang tersedia.
Intervensi :
1) Pastikan berat atau durasi nyeri.
Rasional : Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku,
sehingga klien tidak mampu fokus pada aktivitas perawatan
diri sampai kebutuhan fisiknya.
2) Kaji status psikologis klien.
Rasional : Pengalaman nyeri fisik disertai dengan nyeri mental yang
mempengaruhi keinginan klien.
3) Motivasi klien untuk sesegera mungkin melakukan latihan mobilisasi,
kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Mobilisasi sedini mungkin dapat mempengaruhi status
kesehatan klien sehingga klien mampu melakukan
perawatan dirinya secara optimal.
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 22

4) Berikan bantuan perawatan diri mandi/hygene, makan.


Rasional : Memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
2.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tujuan pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan fasilitasi
koping (Nursalam, 2001).
Pelaksanaan asuhan keperawatan klien post sectio saesarea sesuai dengan
rencana keperawatan yang dibuat, keadaan atau kondisi dan fasilitas yang tersedia.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab
perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar prektik keperawatan
(Nursalam, 2001).
1. Independen : Tindakan mendiri perawat adalah kegiatan dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
2. Interdependen : Adalah suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan
tenaga kesehatan lainnya (kolaborasi)
3. Dependen

: Tindakan yang berhubungan dengan rencana tindakan medis.

2.5. Evaluasi
Menurut Nursalam (2001) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah tercapai. Tujuan evaluasi adalah melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan kilen berdasarkan respon klein terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, yaitu :
1.

Evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 23

dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan. Evaluasi ini


terus menerus dilaksanakan sampai tujuan yang ditentukan tercapai.
2.

Evaluasi hasil atau sumatif adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada
akhir tindakan keperawatan secara paripurna.

Hasil evaluasi :
a.

Tujuan tercapai, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar


yang telah ditetapkan.

b.

Tujuan tercapai sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari


standar dan kriteria yang telah ditetapkan.

c.

Tujuan tidak tercapai, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali, dan bahkan timbul masalah baru.

Daftar Pustaka

Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC


Doenges, ME. 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi Pedoman untuk Perencanaan
dan Dokumentasi Perawatan Klien, Ed. Ke-2 Jakarta: EGC.
Hadijono S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 24

Huda AN. 2013. Aplikasi NANDA, NIC, NOC. Yogyakarta: Midiaction Publish
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Manuaba, Ida Bagus Gde.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Morgan G . 2009. Obsteri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta: EGC
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek. Jakarta:
Salemba Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta: FKUI
Sujiyati . 2008. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Numed.

Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) B Universitas Brawijaya Malang

Page 25

Anda mungkin juga menyukai