Anda di halaman 1dari 19

2.

1 Konsep Dasar Masa Nifas


2.4.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas merupakan periode yang akan dilalui oleh ibu setelah masa
persalanian, yang dimulai dari setelah kelahiran bayi dan plasenta, yakni setelah
berakhirnya kala IV dalam persalinan dan berakhir sampai dengan 6 minggu (42 hari)
yang ditandai dengan berhentinya perdarahan. (Nurul Azizah, 2019)
Masa nifas berasal dari bahasa latin dari kata puer yang artinya bayi, dan paros
artinya melahirkan yang berarti masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan sampai
organ-organ reproduksi kembali seperti sebelum kehamilan. (Desta Ayu Cahya Rosyida,
SST., 2018)
2.4.2 Tahap Masa Nifas
a. Tahapan dalam massa nifas
1) Puerperium dini (immediate puerperium) 0-24 jam postpartum. Masa kepulihan,
yaitu masa ketika ibu lelah diperbolehkan berdiri dan berjala-jalan
2) Puerperium intermedial (early puerperium) 1-7 hari postpartum. Masa kepulihan
menyeluruh organ genatalia. Waktu yang dibutuhkan sekitar 6-8 minggu
3) Remote puerperium (later puerperium) 1-6 minggu postpartum. Waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau
persalinan mengalami komplikasi waktu untuk sehat sempurna ini bisa
berminggu-mingu, bulan atau tahunan bergantung pada kondisi kesehatan dan
gangguan kesehatan lain
b. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
1) Mendukung dan memantau kesehatan fisik ibu dan bayi
2) Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial serta
memberikan semangat pada ibu
3) Membangun kepercayaan diri ibu dalamm menjalankan peran sebagai berikut
4) Memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu termasuk pendidikan dalam
menjalankan peran sebagai orangtua
5) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga
6) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman
serta membantu ibu dalam menyusui bayinya
7) Membuat kebijakan dan perencanaan program kesehatan yang beerkaitan
dengan ibu dan anak serta mampu melakukan kegiatan administrasi
8) Mendeteksi komplikasi dan berbagai kondisi yang memerlukan rujukan, serta
merespon terhadap kebutuhan ibu, terutama pada saat-saat penting, yaitu 6 jam,
6 hari, 2 minggu dan 6 minggu
9) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegahan
pendarahan, mengenali tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekan kebersihan yang aman
10) Melalukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan
diagnosis, membeuat rencana tindakan, serta melaksanakaan rencana tersebut.
Manajemen asuhan tersebut dibuat untuk mempercepat proses, serta mencegah
komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan selama periode nifas
11) Memberikan asuhan secara professional
c. Tahapan pemulihan nifas
Pengawasan masa nifas sangat penting dilakukan secara cermat terhadap
perubahan fisiologis masa nifas dan mengenali tanda-tanda keadaan patologis pada
tiap tahapannya.
Kembalinya system reproduksi pada masa nifas di bagi menjadi tiga tahapan,
yaitu sebagai berikut.
1. Puerperium dini
Beberapa jam setelah persalinan, ibu di anjurkan segera bergerak dan turun dari
tempat tidur. Hal ini bermanfaat mengurangi kompliksi kandung kemih dan
konstipasi
2. Puerperium intermedial
Suatu masa yakni kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi internal
maupun ekternal selama kurang lebih 6-8 minggu.
3. Remote puerperium
Waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna
terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
Retang waktu remote puerperium setiap ibu akan berdeda, bergantung pada berat
ringannya komplikasi yang dialami selama hamil dan persalinan. Waktu sehat
sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulan, bahkan tahunan.
d. Kebijakan program nasional masa nifas
Guna meminimalkan terjadinya komplikasi masa nifas, sekaligus upaya
menurunkan angka kematian ibu pada masa nifas pemerintahan membuat suatu
kebijakan yaitu minimal empat kali selama nifas ada interaksi antara ibu nifas
dengan tenaga kesehatan.
Tujuan dari program nasional masa nifas adalah sebagai berikut.
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya.
3. Mendektesi adanya kompllikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4. Mengalami komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu
nifas maupun bayinya,
Adanya frekuensi kunjungan, waktu, dan tujuan kunjungan tersebut dipaparkan sebagai
berikut.
1. Kunjungan pertama 6-48 jam setelah, persalinan yang bertujuan untuk sebagai
berikut.
a. Mencegah pendarahan masa nifas karena Antonia uteri.
b. Mendeteksi dan perawatan penyebab lain pendarahan serta malakukan rujukan
bila pendarahan berlanjut
c. Memberikan konseling pada ibu dan dan keluarga tentang cara mencegah
pendarahan yang disebabkan atonia uteri.
d. Konseling tentang pemberian asi awal.
e. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
( bounding attachment)
f. Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermia.
g. Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga
ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
2. Kunjungan kedua, 3-7 hari setelah persalinan, yang bertujuan dengan normal,
uterus sebagai berikut.
a. Memastikan proses involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri (TFU)di bawah umbilicus, tidak ada
pendarahan abnormal.
b. Menilai adanya demam, tanda-tanda infeksi, atau pendarahan abnormal
c. Memastikan ibu dapat istirahat yang cukup
d. Memastikan ibu mendapatkan makanan yang bergizi dan cukup cairan
e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda
adanya penyulit
f. Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir
3. Kunjungan ketiga, 8-28 hari setelah persalinan, yang bertujuan Sama dengan
asuhan yang di berikan pada kunjungan enam hari Postpartum .
4. Kunjungan keempat,29-42 minggu setelah persalinan, yang bertujuan untuk,
sebagai berikut.
a. Menanyakan penyulit-penyulit yang di alami ibu selama masa nifas.
b. Memberikan konseling KB secara dini.
(‫ا‬Elly Dwi Wahyuni, SST, 2018)
2.4.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh vital yang terjadi pada organ tubuh vital
yang terjadi segera setelah pengosongan rahim akibat lahirnya janin dan plasenta perlu
dipahami dengan baik agar kondisi patologis dapat segera dikenali dan mendapat
pengelolaan yang semestinya. Perubahan fisik masa nifas dibagi menjadi 2 fase yaitu
masa nifas dini dan masa nifas lanjut (Astuti, 2015: 6).
1. Masa nifas dini
Masa nifas dini berlangsung hingga 24 jam pertama pascasalin. Perubahan paling
dominan pada tubuh ibu bersalin dimulai segera setelah terjadinya evakuasi janin dari
dalam rahim, terutama sistem jantung dan pembuluh darah, pernapasan, dan
perubahan pada uterus.
2. Masa Nifas Lanjut
Masa nifas lanjut berlangsung sesudah 24 jam hingga 42 hari pascasalin. Pada
nifas lambat, terdapat beberapa kondisi patologis yang perlu diwaspadahi seperti
perdarahan karena sisa plasenta, infeksi, dan pre-eklamsia pascasalin. Hal ini dapat
diwaspadahi dengan memperhatikan perubahan dalam sistem organ ibu nifas.
A. Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Pengerutan uterus (involusi uteri)
Pada uterus setelah proses persalinan akan terjadi proses involusi. Proses
involusi merupakan proses kembalinya uterus seperti keadaan sebelum hamil dan
persalinan Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-
otot polos uterus. Perubahan uterus dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan palpasi dengan meraba bagian dari TFU (tinggi fundus uteri)
1) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000gram.
2) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.
3) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan
berat 500gram.
4) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat
350gram.
5) Pada 6 minggu post partum , fundus uteri mengecil (tidak teraba) dengan berat
50 gram. Perubahan ini berhubungan erat.
b. Involusi tempat Implementasi plasenta
Setelah persalinan, tempat implantasi plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat
luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 2-4cm dan pada akhir
nifas 1-2 cm. penyembuhan luka bekas implantasi plasenta khas sekali. Pada
permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang
tersumbat oleh trombus.
c. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan proses persalinan, setelah janin lahir, berangsur-angsur
mengerut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula
wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen,
fascia, dan jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendur.
d. Perubahan pada servik
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan yang terjadi
pada serviks pada masa postpartum adalah dari bentuk serviks yang akan
membuka seperti corong. Bentuk ini disebabkan karena korpus uteri yang sedang
kontraksi, sedangkan serviks uteri tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil.
e. Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut
dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Lokia merupakan ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai
bau yang amis.
(Rosyida et al., 2018)
B. Perubahan sistem kadiovaskuler
a. Sistem jantung dan pembuluh darah
Dalam keadaan nifas normal, kehilangan volume darah di bawah 500 cc
akibat persalinan tidak akan menyebabkan perubahan yang signifikan. Reditribusi
cairan ekstravaskuler, yaitu dari bagian yang mengalami edema selama hamil,
juga berlangsung perlahan sehingga tidak berdampak buruk. Selanjutnya
kelebihan cairan intravaskuler akan dikeluarkan melalui ginjal oleh karena itu ibu
nifas lebih sering miksi dalam minggu pertama masa nifas. Volume darah
intravaskuler biasanya mencapai kondisi normal kesebelum hamil dalam 4
minggu pasca salin
b. Sistem hematologi
Perubahan pada indikator-indikator sistem hematologi masa nifas juga
dipengaruhi kondisi saat hamil dan apa yang terjadi selama kehamilan dan apa
yang terjadi selam persalinan. Perubahan pada hematokrit dan hemoglobin sebagi
akibat hemodilus fisiologis dimasa hamil, maka dalam 72 jam pertama setelah
bayi lahir, proporsi volume plasma yang hilang lebih besar dibandingkan proporsi
sel darah. Peningkatan volume komponen selular darah (hematokrit) umumnya
terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-7 masa nifas, setelah tercapai keseimbangan
cairan tubuh secara umumkadar hematokrit dan hemoglobin sangat bervariasi
dalam msa nifas, hal ini dipengaruhi oleh status hidrasi wanita pada saat itu
c. Sistem pernafasan
Sistem pernafasan biasanya sudah kembali normal pada masa nifas dini.
Jika ditemukan kondisi yang tidak normal seperti keluhan sesak, nafas cepat di
atas 20 kali per menit, maka perlu dilakukan kolaborasi dengan dokter untuk
memastikan penyebabnya
(Mustika et al., 2018)
Kontraksi dan retaraksi otot di uterus akan mengurangi suplai darah ke
uterus lebih jauh dan mencegah terjadinya perdarahan pascasalin lambat.
Perubhan pada uerus juga terjadi pada daerah desidua. Lapisan desidua yang
terlepas hanya sampai stratum spongiosum, maka lapisan ini akan mengalami
iskemia kemudia neokrosis (kematian jaringan). dan dilepaskan dalam
bentuk lochia
d. Perubahan pada dinding abdomendan kontur tulang belakang
Selama hamil, dinding perut regang sedangkan kontur tulang
belakangberubah karena pengaruh gravitasi dari perut yang membesar.
Perenggangan pada abdomen menyebabkan penambahan jaringan kolagen baru
yang membentuk garis-garis merah (striae gravidarum). Setelah persalinan, kulit
yang longgar dan kendur ini butuh waktu berminggu-minggu atau bahkan
berbulan-bulan agar kencang dan garis-garis striae gravidarum menipis
tersamarkan.
e. Sistem berkemih
Sesuai dengan adanya peningkatan sirkulasi darah selama hamil, maka laju
filtrasi glomelurus pada ginjal juga meningkat, sehingga produksi urin meningkat.
Kondisi hiperfiltrasi dibutuhkan hingga beberapa hari pascasalin untuk
mengeluarkan kelebihan cairan intravaskuler akibat reditribusi cairan dari
ekstravakuler ke intravaskuler dalam tubuh ibu. Volume dan frekuensi berkemih
diharapkan kembali dalam keadaan sebelum hamil dalam 2 minggu saja.
Tabel 2.1 Perubahan– perubahan normal pada postpartum
Diameter
Involusi uteri TFU Berat uterus
uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

Pertengahan pusat
7 hari 500 gram 7,5 cm
dan sympisis

14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

2.4.4 Kebutuhan ibu Nifas


1. Nutrisi
a. Mengkonsumsi Vitamin A bentuk kapsul.
b. Makanan yang mengandung karbohidrat yang cukup, protein dan protein hewani.
c. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari, yaitu menganjurkan ibu untuk minum air
hangat kuku setiap kali hendak menyusui.
d. Konsumsi buah kaya vitamin C
e. Konsumsi kaya zat besi,pil zat besi seperti sulfat atau glukonas ferrosus.
f. Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
2. Ambulasi Dini (Early Ambulation)
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing
pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Menurut
penelitian, ambulasi dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomy, dan
tidak memperbesar kemungkinan terjadinya prolapse uteri atau retrofleksi. Ambulasi
dini tidak bolh pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru , demam, dan
keadaan lain yang membutuhkan istirahat.
Keuntungan ambulasi dini :
a). Pasien merasa lebih sehat dan lebih baik
b). Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara
merawat bayinya
c). Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (lebih ekonomis)
3. Eliminasi: BAK dan BAB
Dalam 6 jam pertama post partum , pasien sudah harus dapat buang air kecil.
Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan
kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air
kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Bidan harus dapat
meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin setelah melahirkan akan
mengurangi komplikasi post partum. Berikan dukungan mental pada pasien bahwa ia
pasti mampu menahan sakit pada luka jalan lahir akibat terkena air kencing karena ia
pun sudah berhasil berjuan untuk melahirkannya.
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena
semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya untuk
buang air besar secara lancer. Feses yang tertahan dalam usus semakin lama akan
mngeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus.
Untuk meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat dan
banyak minum air putih.
4. Kebersihan Diri
Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil, biasanya ibu post
partum masih belum cukup kooperatif untuk membersihkan dirinya. Bidan harus
bijaksana dalam memberikan motivasi ini secara mandiri. Pada tahap awal, bidan
dapat mlibatkan keluarga dalam perawatan kebersihan ibu.
Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu post partum,
antara lain :
1) Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
Kulit ibu yang kotor karena keringat atau debu dapat menyebabkan kulit bayi
mengalami alergi melalui sentuhan kulit bayi dengan bayi.
2) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu
mengerti untuk membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, baru kemudian membersihkan daerah anus.
3) Mengganti pembalut setai kali darah sudah penuh atau minimal 2 kali dalam
sehari. Masih adanya luka terbuka di dalam rahim dan vagina sebagai satu-
satunya port de entre kuman penyebab infeksi rahim maka ibu harus senantiasa
menjaga suasana keasaman dan kebersihan vagina dengan baik.
4) Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali ia selesai membersihkan daerah
kemaluannya.
5) Jika mempunyai luka episotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka.
5. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya keluarga disarankan untuk memulihkan
kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan
kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk energi menyusui
bayinya nanti.
Kurang istirahat pada ibu post partum akan mengakibatkan beberapa kerugian,
misalnya :
1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
2. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3. Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya
sendiri.
Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk kembali
melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga, harus dilakukan secara perlahan-lahan
dan bertahap. Selain itu, pasien juga perlu diingatkan untuk selalu tidur siang atau
beristirahat selagi bayinya tidur. Kebutuhan istirahat bagi ubu menyususi minimal 8
jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang.
6. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa
nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7. Senam Nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa
nifas dilakukan seawall mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan dengan
normal dan tidak ada penyulit post partum.
Sebelum memulai bimbingan cara senam nifas, sebaiknya bidan mendiskusikan
terlebih dahulu dengan pasien mengenai pentingnya otot perut dan panggul, akan
mengurangi keluhan sakit punggung yang biasanya dialami oleh ibu nifas, latihan
tertentu beberapa menit setiap hari akan sangat membantu untuk mengencangkan otot
bagian perut.
(Nifas, 2018)
2.4.5 Tanda Bahaya Masa Nifas
1. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam yang melebihi 500ml setelah bersalin didefinisikan
sebagai perdarahan pasca persalinan.
Jenis-jenis perdarahan pervaginam:
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah gagalnya uterus yang berkontraksi dengan baik setelah
persalinan.Faktor predisposisinya meliputi : Umur yang terlalu muda/terlalu tua,
paritas ( multipara dan grandemulti), partus lama, uterus terlalu renggang atau
besar (pada gemelli, bayi besar), kelainan uterus, faktor sosial ekonomi
b. Robekan Jalan Lahir
Dalam waktu yang cepat bidan harus dapat melakukan tindakan
penyelamatan sebelum ibu mengalami syok hipovelemik.Deteksi yang dapat
dilakukan adalah senantiasa siaga ketika melakukan pertolongan persalinan.
Klasifikasi robekan perineum
1) Tingkat 1 : Robekan hanya pada selaput lendir vagina atau tanpamengenai
kulit perineum.
2) Tingkat 2 : Robekan mengenaiselaput lenidr vagina dan otot perinea
transversalis, tapi tidak mengenai springter ani.
3) Tingkat 3 : Robekan mengenai seluruh perineum dan otot springter ani.
4) Tingkat 4 : Robekan sampai mukosa rectum.
Penangannya :
a). Kaji lokasi robekan
b). Lakukan penjahitan sesuai dengan lokasi dan derajat robekan
c). Pantau kondisi pasien
d). Berikan antibiotika profilaksis dan roborantia serta diet TKTP (Tinggi
Kalori Tinggi Protein)
c. Retensio Plasenta
Keadaan ketika plasenta belum lahir dalam waktu lebih dari 30 menit setelah
bayi lahir.Penyebab : plasenta belum lepas dari dinding uterus.Menurut
perletakannya di bagi menjadi : plasenta normal, plasenta adesiva, plasenta
inkreta, plasenta akreta, plasenta perkreta, plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan.
d. Inversio Uteri
Inversio uteri pada waktu persalinan biasanya disebabkan oleh kesalahan
dalam memberi pertolongan pada kala III.Kejadian inversio uteri sering disertai
dengan adanya syok.Perdarahan merupakan faktor terjadinya syok, tetapi tanpa
perdarahan syok tetap dapat terjadi karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua
ligamentum infundibulo-pelvikum, serta ligamentum rotundum.Syok dalam hal
ini, tindakan operasi biasanya lebih dipertimbangkan, meskipun tidak menutup
kemungkinan dilakukan reposisi uteri terlebih dahulu.
(Lail, 2019)
2. Infeksi Masa Nifas
Gejala umum infeksi dapat dilihat dari temperature atau suhu pembengkakan
takikardi dan malaise.Sedangkan gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan
dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria.Ibu berisiko terjadi infeksi post
partum karena adanya luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada saluran
genital termasuk episiotomi pada perineum, dinding vagina, dan serviks, infeksi post
SC yang mungkin terjadi.
1) Penyebab infeksi : bakteri endogen dan bakteri eksogen
2) Faktor predisposisi : nutrisi yang buruk, defisiensi zat besi, persalinan lama, ruptur
membran, episiotomi, SC.
3) Gejala Klinis : endometritis tampak pada hari ke 3 post partum disertai dengan suhu
yang mencapai 390C dan takikardi, sakit kepala, kadang juga terdapat uterus yang
lembek
4) Manajemen : ibu harus diisolasi
2.4.6 Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Pengalaman menjadi orang tua khususnya menjadi seorang ibu tidaklah selalu
merupakan suatu hal yang menyenangkan bagi setiap wanita atau pasangan suami istri.
Realisasi tanggung jawab sebagai seorang ibu merupakan faktor pemicu munculnya
gangguan emosi, intelektual, dan tingkah laku pada seorang wanita. Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya
sebagai seorang ibu.
1. Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan berlangsung pada hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu baru umumnya pasif dan tergantung,
perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
2. Fase letting go
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat
menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah
meningkat. Pendidian kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan
sangat berguna bagi ibu agar lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan
bayinya.
Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu. Suami dan
keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga
sehingga ibu tidak terlalu lelah dan terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup
sehinga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.
3. Postpartum Blues
Melahirkan merupakan salah satu hal yang paling penting dari peristiwa-
peristiwa paling bahagia dalam hidup seorang wanita. Akan tetapi mengapa
sebagian wanita merasa sedih dengan kelahiran bayinya, Sebanyak 80% dari
perempuan mengalami gangguan suasana hati setelah kehamilan (“melahirkan”).
Mereka merasa kecewa, sendirian, takut, atau tidak mencintai bayi mereka, dan
merasa bersalah karena perasaan ini.
Postpartum Blues atau yang sering juga disebut maternity blues atau sindrom
ibu baru, dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan efek ringan pada minggu
pertama setelah persalinan dengan ditandai gejala-gejala berikut ini:
1. Reaksi depresi/sedih/disforia
2. Sering menangis
3. Mudah tersinggung
4. Cemas
5. Labilitas perasaan
6. Cenderung menyalahkan diri sendiri
7. Gangguan tidar dan nafsu makan
8. Kelelahan
9. Mudah sedih
10. Cepat marah
11. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi gembira
12. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya dan bayiny
13. Perasaan bersalah
14. Pelupa
Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung
dari beberapa hari sampai 2 minggu. Postpartum blues dapat terjadi pada siapapun,
maka diharapkan tidak dianggap sebagai penyakit. Postpartum blues tidak
mengganggu kemampuan seorang wanita merawat bayinya sehingga ibu dengan
postpartum blues masih bisa merawat bayinya. Postpartum blues tidak berhubungan
dengan penyakit mental sebelumnya dan tidak disebabkan oleh stres.
(Dewi, 2021)

Tabel 2.2 Kunjungan Masa Nifas


Kunjungan Waktu Tujuan
Pertama 6-48 jam a. Mencegah pendarahan masa nifas karena
setelah Antonia uteri.
persalinan b. Mendeteksi dan perawatan penyebab lain
pendarahan serta malakukan rujukan bila
pendarahan berlanjut
c. Memberikan konseling pada ibu dan dan
keluarga tentang cara mencegah pendarahan
yang disebabkan atonia uteri.
d. Konseling tentang pemberian asi awal.
e. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara
ibu dan bayi baru lahir ( bounding attachment)
f. Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan
hipotermia.
g. Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan
bayi baru lahir dalam keadaan baik.
Kedua 3-7 hari a. Memastikan proses involusi uterus berjalan
setelah dengan normal, uterus berkontraksi dengan
persalinan baik, tinggi fundus uteri (TFU)di bawah
umbilicus, tidak ada pendarahan abnormal.
b. Menilai adanya demam, tanda-tanda infeksi,
atau pendarahan abnormal
c. Memastikan ibu dapat istirahat yang cukup
d. Memastikan ibu mendapatkan makanan yang
bergizi dan cukup cairan
e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
benar serta tidak ada tanda-tanda adanya
penyulit
f. Memberikan konseling tentang perawatan
bayi baru lahir
Ketiga 2 minggu a. Memastikan proses involusi uterus berjalan
setelah dengan normal, uterus berkontraksi dengan
persalinan baik, tinggi fundus uteri (TFU)di bawah
umbilicus, tidak ada pendarahan abnormal.
b. Menilai adanya demam, tanda-tanda infeksi,
atau pendarahan abnormal
c. Memastikan ibu dapat istirahat yang cukup
d. Memastikan ibu mendapatkan makanan yang
bergizi dan cukup cairan
e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
benar serta tidak ada tanda-tanda adanya
penyulit
f. Memberikan konseling tentang perawatan
bayi baru lahir
Keempat 7-28 a. Menanyakan penyulit-penyulit yang di alami
minggu ibu selama masa nifas.
persalinan b. Memberikan konseling KB secara dini.
2.4.7 Asuhan Manajemen Varney
I. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Keluhan
Apa yang dirasakan ibu setelah melahirkan.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
mengetahui apakah klien melahirkan secara spontan atau SC. Pada ibu nifas
normal klien melahirkan spontan.

1. Riwayat Persalinan
a. Jenis persalinan: spontan atau Sc.
b. Komplikasi dalam persalinan: untuk mengetahui selama persalinan
normal atau tidak.
c. Plasenta dilahirkan serta spontan atau tidak, dilahirkan lengkap atau tidak,
adakelainan atau tidak, ada sisa plasenta atau tidak.
d. Tali pusat: normal atau tidak, normalnya 45-50 cm.
e. Perineum: untuk mengetahui apakah perineum ada rebekan atau tidak.
f. Perdarahan: untuk mengetahui jumlah darah yang keluar pada kala I, II, III
selama proses persalinan, pada nifas normal perdarahan tidak bileh lebih
dari 500 cc.
g. Proses persalinan
Bayi
1) Tanggal lahir: untuk mengetahui usia bayi.
2) BB/PB: untuk mengetahui BB bayi normal atau tidak normalnya >2500 gr,
BBLR<2500 gr, makrosomi>4000 gr.
3) Agar skore baik: 7-10.
4) Cacat bawaan: bayi normal atau tidak.
5) Air ketuban: air ketubannya normal atau tidak. Normalnya putih keruh,
banyaknya normal atau tidak normalnya 500-1000 cc.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Keadaan Emosional : Tidak depresi,stabil
TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/m
RR : 16-20 x/m
S : 36 -37 derajat celcius
2. Pemeriksaan Fisik
Mata : Sclera putih,congjungtiva merah
Dada : Simetris, tidak ada benjolan
Payudara : Ada keluar ASI, tidak bengkak
Abdomen : Involusi uterus normal
Genetalia : Lochea Normal
Perinium : Bersih, tidak ada bekas luka jahitan
Ekstremitas : Tidak ada tanda human
II. Identifikasi Diagnosa Masalah
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan Data Subyektif dan Data Obyektif yang
telah ada
Diagnosa : P.... A.... hari.... Post Partum normal.
III. Antisipasi Masalah Potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian,
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Diagnosa potensial pada nifas
normal biasanya tidak ada diagnosa potensial.
IV. Identifikasi Kebutuhan Segera
Dilakukan tindakan segera oleh bidan atau dokter atau untuk di konsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan
kondisi klien. Biasanya pada nifas normal tidak dilakukan kalaborasi dengan DSOG
atau tim kesehatan lain
V. Intervensi
Pada langkah ini dilakukan perencanaan asuhan yang menyeluruh dan rasional
pada nifas normal meliputi:
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
R/Ibu dapat mengetahui keadaan ibu
2. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup dan untuk memulihkan tenaganya
R/Istirahat yang cukup dapat mempercepat proses pemulihan ibu
3. Jelaskan pada ibu akibat kurang istirahat akan mengurangi produksi ASI dan
memperbanyak perdarahan yang dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap
R/Tingkat mobilisasi ibu mempengaruhi proses involusi uteri
5. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah perineum yaitu
dibersikan dengan air bersih dan sabun, mengganti pembalut setidaknya 2
kali/hari.
R/Menghindari terjadinya infeksi yang masuk kedalam area genetalia karena
kuman
6. Penjelasan tentang manfaat ASI yang mengandung bahan yang di perluka oleh
bayi, mudah di cernah, memberikan perlindungan terhadap infeksi, selalu segar,
bersih, siap untuk minum dan hemat biaya.
7. Konseling tentang perawatan payudara yaitu menjaga payudara tetap bersih dan
kering terutama puting susu, menggunakan BH yang menyokong payudara,
apabila puting susu lecet oleskan dengan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar puting susu setiap kali selama menyusui.
8. Beritahu ibu untuk makan yang banyak dan bergizi seperti lauk pauk dan sayur-
sayuran.
R/ makanan yang bergizi dapat memproduksi air susu tetap banyak
VI. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan tindakan keadaan pasien dan ketentuan yang di berikan.
VII. Evaluasi
Hasil dari implementasi yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai