Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU MASA NIFAS


NY. “S” USIA 32 TAHUN, P2002 NIFAS SC HARI KE-2
DENGAN RIWAYAT KETUBAN PECAH DINI (KPD)
DI RUANGAN RAWAT GABUNG RSUD BLAMBANGAN

Disusun oleh:
Zolan Prananda : 15.401.20.006

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEBIDANAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2022
Laporan Pengesahan

Laporan pendahuluan asuhan kebidanan nifas dan menyusui pada:


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

__________________

Mengetahui
Pembimbing Akademi Pembimbing Klinik

____________________ _________________
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga laporan pendahuluan ini yang berjudul “masa nifas” dapat diselesaikan
dengan tepat waktu. Dalam mengerjakan laporan pendahuluan ini kami banyak memperoleh
bantuan dan bimbingan dari semua pihak baik dosen maupun teman-teman. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terimakasih kepada dosen setiap matauliah.
Kami mohon maaf apabila dalam penulisan laporan pendahuluan ini masih terdapat
banyak kesalahan, kami menyadari bahwa laporan pendahuluan ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan sarannya, guna menyempurnakan laporan
pendahuluan ini dan semoga bermanfaat untuk dibaca.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Masa nifas merupakan masa setelah persalinan yaitu terhitung dari setelah plasenta
keluar. Masa nifas disebut juga masa pemulihan, dimana alat-alat kandungan akan
kembali pulih seperti semula. Masa nifas merupakan masa ibu untuk memulihkan
kesehatan ibu yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu. Nifas adalah priode
mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
Dalam hal ini peran ibu maupun bidan sangat penting dalam membantu ibu sebagai
orang tua. Asuhan masa nifas sangant diperlukan dalam masa ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Perubahan fisiologis terlihat sangat jelas dan
dianggap normal, banyak factor yang mempengaruhi yaitu tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahiar dan perawatanyana. Dorongan semangat yang
diberikan tenaga kesehatan baik bidan, dokter dan perawat ikut membantu respon yang
baik terhadap ibu dan bayi selama masa nifas.

B. Tujuan.
1. Tujuan umum.
Setelah melakukan, mempelajari, memahami, asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan indikasi KPD diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang telah di
dapatkan.
C. Sistematika penulisan.
BAB I : berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan.
BAB II : berisi tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari definisi nifas, tahap masa
nifas, kunjungan masa nifas, perubahan fisiologi masa, Perubahan pisikologis
pada masa nifas, Tanda-tanda bahaya pada masa nifas, Kebutuhan dasar masa
nifas, dan tinjauan kasus tentang KPD yang berisi: fisiologis air ketuban,
pengertian Ketuban Pecah Dini (KPD), klasifikasi, etiologi ketuban pecah dini,
Factor predisposisi ketuban pecah dini, Mekanisme ketuban pecah dini, Tanda
dan gejala ketuban pecah dini, Dasar diagnose ketuban pecah dini, dan
pathways ketuban pecah dini.
BAB III : berisi tentang manajemen persalinan yang terdiri dari langkah I (pengkajian),
langkah II ( interprestasi data dasar), langkah III (antisipasi diagnose atau
masalah potensial), langkah IV (identifikasi kebutuhan tindakan segera),
langkah V (planning atau interfrensi), lankah VI (implementasi), dan langkah
VII (evaluasi).
BAB IV : berisi penutup yang terdiri dari kesimpilan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUWAN PUSTAKA

A. Konsep dasar masa nifas.


1. Definisi masa nifas.
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih pada
waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi, dan “perium” berarti
melahirkan. Masa nifas yaitu darah yang keluar dari Rahim karenan sebab
melahirkan atau setelah melahirkan (eka puspita sarti.2014:01).
Masa nifas atau (puerperium) adalah dimulainya setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hami. Masa
nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (prawirohardjo. 2002:23)
2. Tahap masa nifas.
Dalam masa nifas terdapat 3 priode yaitu:
a. Priode immediate post partum atau puerperium dini adalah masa segerah setelah
plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terjadi banyak
masalah, misalnya perdarahan karena Antonia uteri. Oleh karena itu, bidan
harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lokhea, tekanan darah dan suhu.
b. Priode intermedial atau early post partum (24 jam-1 minggu). Difase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokhea
tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan
cairan, serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
c. Priode late post partum ( 1-5 minggu). Dipriode ini bidan tetap melakukan
perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (eka puspita
sarti.2014:04).
3. Kunjungan masa nifas.
a. Kunjungan 1 (6-8 jam post partum).
Asuhan yang diberikan pada kunjungan pertama adalah:
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena Antonia uteri.
2) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarhan serta melakukan rujukan
bila perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu dan bayinya (keluarga) tentang cara
mencegah perdarahan yang disebabkan Antonia uteri.
4) Pemberian ASI awal dan megajarkan cara mempererat hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir.
5) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hiportermia.
6) Setelah bidan melakukan pertolongan, maka bidan harus menjaga ibu dan
bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan nya
membaik.
b. Kunjumgan ke-2 (6 hari post partum).
Asuhan yang diberikan pada kunjungan ke-2 adalah:
1) Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada perdarahan
abnormal.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
3) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
4) Memastikan ibu mendapat makanan bergizi dan cukup cairan.
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda
kesulitan menyusui.
6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
c. Kunjungan ke-3 ( 2 minggu post partum).
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan
pada kunjungan 6 hari post partum.
d. Kunjungan ke-4 (6 minggu post partum).
Asuhan yang diberikan yaitu dengan menanyakan penyulit-penyulit yang
dialami ibu selama masa nifas dan memberikan konseling KB secara dini (Eka
Puspita dan Kurnia Dwi. 2014;06).
4. Perubahan fisiologis masa nifas.
a. Perubahan system reproduksi.
1) Uterus.
a) Involisi uterus dan proses terjadinya involusi.
Proses kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan, uterus berada pada garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah
umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promotorium sakralis.
Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu
usia kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan
beratnya kira-kira 1000 g). terjadinya proses involusi uterus:
(1). Iskemia myometrium.
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan rekraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relative anemia dan menyebabkan serat
otot atrofi.
(2). Autolysis.
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan
otot yang telah mengendor hingga panjangnya 10 kali panjang
sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang
terjadi selama kehamilan.
(3). Atrofi jaringan.
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya esterogen yang
menyertai pelepasan plasenta kemudian mengalami atrofi sebagai
reaksi terhadap penghentian produksi esterogen yang menyertai
pelepasan plasenta.
(4). Efek oksitosin.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauteri yang sangat besar. Oksitosin
menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus
sehingga akan menekan pembulu darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tampat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.
b) Perubahan pada letak implantasi plasenta.
(1). Perubahan pembulu darah pada uterus bekas plasenta.
Pada masa nifas, didalam uterus pembuluh-pembuluh darah
mengalami ambliterasi akibat perubahan hialin dan pembulu-
pembulu yang lebih kecil mengantikannya. Resorpsi residu hialin
dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada
ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Namun
sisa-sisa dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun-tahun.

(2). Kontraksi.

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna


segera setelah lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauteri yang terutama akibat komptesi
pembulu darah intrameometrium, bukan oleh agregrasi trombosit
dan pembentukan bekuan. Hormone yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompres
pembulu darah, dan membantu hemostatis.

(3). Afterpain.
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehinggafundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
priodik sering dialami multipara dan bias menimbulkan nyeri yang
bertahan sepanjang masa awal puerperium.
c) Perubahan normal uterus selama pos partum.
Perubahan uteru dapat diamati yaitu dengan memeriksa funds uteri
dengan cara:
(1) Segera setelah persalinan, tfu 2 cm dibawah pusat, 12jam
kemudian kembali 1 cm di atas pusat, dan menurun kira-kira 1 cm
setiap hari.
(2) Pada hari kedua setelah persalinan, tfu 1 cm dibawah pusat, Pada
hari 3-4 tfu 2 cm dibawah pusat, pada hari 5-7 tfu setengah pusat
sympisis. Dan pada hari ke 10 tfu tidak teraba.
(3) Pastikan uterus mengalami involusi. Bila tidak mengalami atau
terjadi kegagalan dalam proses involusi. Hal ini bias saja
disebabkan oleh infeksi atau tertingalnya sisa plasenta atau
perdarahan lanjutan (late post partum hemorrhage).
d) Lochea.
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali lokhea, mula-
mula berwarna merah,kemudian berubah menjadi merah tua atau merah
kecoklatan. Rebasan ini dapat mengandung bekuan darah kecil.selama 2
jam pertama setelah melahirkan, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi.
Setelah waktu tersebut, aliran yang keluar harus semakin berkurang.
Pengeluaran lokhea dapat dibagi menjadi lokhea rubra, lokhea
sanguelenta, lokhea serosa, dan lokhea alba. Perbedaan lokhea dapat
dilihat sebagai berikut:
(1) Lokhea rubra.
Lokhea ini terjadi saat hari pertama sampai hari ke-3 pasca
melahirkan. Biasanya berwarna merah kehitaman, ciri-ciri dari
lokhea rubra ini yaitu sisa darah bercampur lender.
(2) Lokhea sanguelenta.
Lokhea ini terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pasca
persalinan. Biasanya lokhea ini berwarna putih bercampur merah.
Ciri-ciri dari lokhea ini adalah sisa darah bercampur lender.
(3) Lokhea serosa.
Lokhea ini terjadi pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-14
pasca persalinan. Biasanya berwarna kekuningan atau kecoklatan.
Ciri-cirinya lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri
dari leokosit dan robekan laserasi plasenta.
(4) Lokhea alba.
Lokhea ini terjadi pada hari ke-14 sampai selesai masa nifas.
Biasanya lokhea ini berwarna putih. Ciri-cirinya mengandung
leukosit, selaput lender serviks dan selaput jaringan yang mati (Eka
puspita, 2014:82-90).
2) Serviks.
Serviks menjadi lunak setelah ibu melahirkan. 8 jam pasca post
partum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali kebentuk semula. Servik setinggi segmen bawah uterus tetap
endomatosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan
sedikit ada laserasi kecil-kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi.
Muara serviks, yang berdilatasi sewaktu melahirkan, menutup secara
bertahap. 2 jari mungkin masih dapat dimasukan kedalam muara serviks pada
hari ke-4 sampai ke-6 pasca post partum, tetapi hanya tangkai kuret kecil
yang dapat dimasukan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksternal tidak
akan terbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat
memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi
menunda produksi eksterogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa (Eka
puspita, 2014:91).
3) Vagina dan perineum.
Esterogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula teregang akan
kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah
bayi lahir. Ruage akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun
tidak akan menonjol pada wanita multipara. Perubahan pada perineum pasca
melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan jalan lahir dapat
terjadi segera sepontan ataupun dilakukan episiotomy dengan indikasi
tertentu. Akan tetapi, latihan pengencangan otot perineum akan
mengembalikan tugas tunas dan memungkinkan wanita secara perlahan
mengencangkan vagina. Pengencangan ini sempurna pada akhir peurperium
dalam latihan setiap hari (Reni Haryani, 2012:33).
b. Perubahan system pencernaan.
1) Nafsu makan.
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga ibu diperbolehkan
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlikan waktu 3-4 hari
sebelum raal usus kembali normal. Meskipun kadar progesterone menurun
setelah melahirkan, asupan makan juga mengalami penurunan selama 1
sampai 2 hari.
2) Motilitas.
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot kraktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelat bayi lahir. Kelebihan analgensi dan
anastensi bias memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
3) Pengosongan usus.
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pasca
partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan, dehidrasi hemoroid dan laserasi jalan lahir. System pencernaan pada
masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal (Eka Puspita,
2014:93-94).
c. Perubahan sistem perkemihan.
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama purperium
40%. Ibu post partum tidak mempunyai protein urine yang patologis dari segera
setelah lahir sampai lahir ke dua post prtum dilatasi uterus dan penyelum, normal
kembali dalam waktu 2 minggu (Risneni, Yasari. 2016:71).
d. Perubahan sistem muskulokeletal.
Adaptasi sistem muskulokeletal ibu yang terjadi mencangkup hal-hal yang
dapat membantu relaksasi dan hiperbolitas sendi dan perubahan pusat berat ibu
akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke
6-8 setelah melahirkan (Risneni, yusari, 2016:72).
e. Perubahan sistem endokrin.
1) Oksitosin.
Oksitosisn disekresi dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahapan
kala III persalinan, hormone oksitosi berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan isapan bayi dapat
meragsang produksi ASI dan sekresi oksitosin yang dapat membantu uterus
kembali kebentuk normal.
2) Prolactin.
Menurunnya kadara esterogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
pituitary bagian belakang untuk mengeluarkan prolactin. Hormone ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada
wanita yang menyususi bayinya, kadar prolactin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan.
3) Esterogen dan progesterone.
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya
secara penuh sebelum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat esterogen
memperbesar hormone antidiuretrik yang meningkat volume darahnya.
Disamping itu, progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembulu darah yang sangat mempengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, vulvan
dan vagina.
4) Hormone plasenta.
Hormone plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human
chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai
10% dalam 3 jam sampai hari ke-7 post partum dan sebagai omset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
5) Hormone hipofisis dan fungsi ovarium.
Waktu mulainya ovarium dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolactin serum yang tinggi pada wanita
menyusui berperan dalam menekan ovulasi karena kadar hormone FSH
terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan
ovarium tidak berespon terhadap stimulus FSH ketika kadar prolactin
meningkat.
f. Perubahan sistem kardiovaskuler.
Selama kehamilan, volume darah normal di gunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat, yang yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh
darah uteri. Penarikan kembali esterogen menyebabkan dieresis yang terjadi
secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada propori normal.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini,
ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progerteron membantu
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehamilah bersama-sama dengan trauma masa
persalinan. Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila
kelahiran bayi melalui secsio caesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat.
g. Perubahan sistem hematologi.
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
serta factor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun dan darah akan sedikit
mengental dengan peningkatan viskositas meningkat factor pembekuan darah
leukositosis yang menigkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000
selama persalinan akan tetapi tinggi dalam jumlah sel darah putih pertama dari
masa post partum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bias naik lagi sampai
25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama.
h. Perubahan tanda-tanda vital.
1) Suhu badan.
24 jam post partum suhu badan akan meningkat sedikit (37,5-38 derajat
celsius) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilagan cairan dan
kelelahan, apabila dalam keadaan normal suhu badan akan biasah lagi.
2) Nadi.
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi
yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkn oleh
infeksi atau perdarahan post partum yang tertunda.
3) Tekanan darah.
Biasanya tidak berubah, mungkin tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum
dapat menandakan terjadinya preklamsi post partum.
4) Pernafasan.
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Apabila denyut nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
i. Perubahan pola sistem intergument.
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena proses
hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada pipi, hiperpigmentasi
kulit sekitar payudarah, hiperpegmentasi kulit dinding peryrt (striae gravidarum).
Setelah persalinan, hormonal berkurang dan hiperpigmentasi menghilang. Pada
dinding perut akan terjadi putih menkilap yaitu striae albikan. Penurunan
pigmentasi ini juga disebabkan karena hormone MSH (Melanophore Stimulating
Hormone) yang berkurang setelah persalinan akibatnya pigmentasi pada kulit pun
secara perlahan menghilang.
( Eka, Dwi Kurnia. 2014:82-104)
5. Perubahan pisikologis pada masa nifas.
Perubahan adatasi pisikologis sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses
melahirkan maupun setelah persalinan. Perubahan peran seorang ibu melahirkan
memerlukan adaptasi. Berikut ini adalah fase-fase yang akan dialami oleh ibu yaitu:
a. Taking on.
Pada fase ini disebut meniru, pada taking in fantasi wanita tidak hanya
meniru tapi sudah membayangkan peran yang dilakukan pada tahap
sebelumnya. Pengalaman yang berhubungan dengan masa lalu dirinya (sebelum
proses) yang menyenangkan, serta harapan untuk masa yang akan datang pada
tahap ini wanita akan mengenalkan perannya pada masa lalu.
b. Taking in.
Priode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan, ibu baru pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada tubuhnya. Peningkatan nutrisi
ibu mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya bertambah,
kurangnya nafsu makan menandakan tidak berlangsung normal.
c. Taking hold.
Priode ini berlangsung pada hari 2-4 post partum ibu menjadi orang tua
yang sukses dengan tanggung jawab dengan bayinya. Pada masa ini ibu agak
sensitive dan merasa tidak mahir melakukan hal-hal tersebut. Cenderung
menerima nasihat bidan.
d. Letting go.
Priode yang biasanya terjadi setiap ibu pulang kerumah, pada ibu yang
bersalin diklinik dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang
diberikan oleh keluarganya. Dan depresi post partum terjadi pada priode ini.
(Al yeyeh, Yulianti Lia.2018:50)
6. Tanda-tanda bahaya pada masa nifas.
a. Adanya tanda-tanda infeksi puerperalis.
b. Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih.
c. Sembelit atau hemoroid.
d. Sakit kepala, nyeri epigostrik, dan penglihatan kabur.
e. Perdarahan pervaginam yang luar biasah.
f. Lokhea berbau busuk dan disertai dengan nyeri abdomen atau pungungg.
g. Putting susu lecet.
h. Bendungan ASI.
i. Edema, sakit, dan panas pada tungkai.
j. Pembengkakan ditanggan atau diwajah.
k. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
l. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri.
(Andina Vita. 2021:155)
7. Kebutuhan dasar masa nifas.
a. Nutrisi dan cairan.
Kualitas makanan dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi akan sangan
memengaruhi produksi ASI. Selama menyusui, ibu dengan setatus gizi baik
rata-rata memproduksi ASI sekitar 800 cc yang mengandung 600 kkal,
sedangkan ibu yang setatus gizinya kurang biasanya akan sedikit menghasilkan
ASI. Memberi ASi sangatlah penting, sebab ASI mengandung DHA. Makanan
yang dikonsumsi haruslah makanan yang sehat adalah makanan dengan menu
seimbang yaitu yang mengandung unsur-unsur seperti:
1) Sumber tenaga (energi).
Diperlukan untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru
serta penghematan protein (jika sumber tenaga kurang protein digunakan
sebagai cadangan untuk memenuhi kebutuhan energi).
2) Sumber pembangun.
Diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel yang rusak dan
mati. Protein dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum
diserap dalam darah.
3) Sumber pengatur dan pelindung.
Digunakan untuk melindungi kelancaran metabolisme didalam tubuh
dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme di dalam
tubuh.
b. Ambulasi.
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan,
ambulasi dini ini tidak dibenarkan untuk pasien dengan penyakit anemia,
jantung, paru-paru, demam dan keadaan lain yang membutuhkan istirahat.
Ambulasi dilakukan secra perlahan dan meningkat namun berangsur-angsur,
mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai hitungan hari hinga pasien
dapat melakukan sendiri tanpa pendampingan sehinga tujuan mendirikan pasien
dapat terpenuhi.
c. Eliminasi.
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat buang air
kecil. Semakin lama urin ditahan, maka dapat mengakibatkan infeksi. Segera
buang air kecil setelah melahirkan dapat mengurangi terjadinya komplikasi post
partum. Dan juga dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang
air besar. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka dari
itu buang air besar tidak boleh ditahan. Untuk memperlancar BAB anjurkan ibu
mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air putih.
d. Kebersihan diri.
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, menganti
pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan tempat ibu tinggal. Ibu harus
tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan
menggunakan antiseptic ( pk/detol) dan selalu diingan bahwa membersihkan
perineum dari arah depan ke belakang.
e. Perawatan perineum dan vagina.
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi,
meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka
perineum dengan cara mencuci daerah genetalia dengan air dan sabun setiap kali
habis BAK/BAB yang dimulai dari bagian depan, baru kemudian daerah anus.
Sebelum dan sesudah dianjurkan mencuci tanggan. Pembalut diganti minimal 2
kali sehari. Bila yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut bias
dipakai kembali habis dicuci, dianjurkan dibawah matahari dan di srtika.
f. Istirahat.
Keharusan ibu untuk melakukan istirahat sesudah melahirkan tidak
diragukan lagi, kehamilan dengan beban kandungan yang berat dan banyak
keadaan yang menggagu lainnya, plus pekerjaan bersalin, bukan persiapan yang
baik dalam menghadapi kesibukan yang akan terjadi pada hari-hari post partum
akan dipengaruhi oleh banyak hal. Yang sangat diidamkan ibu baru adalah dia
tidur lebih banyak istirahat di2 minggu dan 2 bulan pertama saat setelah
melahirkan, bias mencegah depresi dan memulihkan tenaga kembali.
g. Kebutuhan seksual.
Seksualitas ibu dipengaruhi oleh derajat rupture perineum dan penurunan
hormon steroid setelah persalinan. Keingginan seksual ibu menurun karena
kadar hormone rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat dan
tidur). Penggunan kontrasepsi (ovulasi terjadi pada kurang lebih 6 minggu)
diperlukan karena kembalinya masa subur yang tidak dapat diprediksi. Pada
prinsipnya, tidak ada masalah melakukan hubungan seksual setelah selesai masa
nifas. Hormone prolactin tidak akan membuat ibu kehilangan gairah seksual.
h. Family planning.
Tujuan dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dan sel
seperma. Program kontrasepsi harus segera dilakukan sebelum hubungan
seksual karena ada kemungkinan hamil kembali dalam 6 minggu (kontrasepsi
untuk mengatasi kehamilan). Rencana kb setelah ibu melahirkan itu sangat
penting, dikarenakan secara tidak langsung kb dapat membantu ibu untuk dapat
merawat anaknya dengan baik serta mengistirahatkan alat kandungannya.
i. Senam nifas.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan,
setelah keadaan ibu normal (pulih kembali). Senam nifas merupakan latihan
yang tepat untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara
fisiologis maupun pisikologis. Setelah persalinan, alat-alat tersebut akan
mengendur. Selain itu, peredaran darah dan pernafasan belum kembali normal.
Hingga untuk mengembalikan tubuh ke bentuk dan kondisi semula salah
satunya dengan melakukan senam nifas yang teratur di samping anjuran-anjuran
yang lainya.
(Eka, Kurnia. 2014:147-180)

B. Tinjauan kasus tenang KPD.


1. Fisiologi Air Ketuban
Air ketuban adalah cairan jernih agak kekuningan yang menyelimuti janin di
dalam Rahim selama kehamilan yang memiliki berbagai fungsi yaitu melindungi
pertumbuhan janin, menjadi bantalan untuk melindungi janin terhadap trauma dari
luar, menstabilkan dari peubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang
memungkinkan janin bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam Rahim. Selan
itu ketuban juga berfungsi melindungi janin dari infeksi, dan pada saat persalinan,
ketuban yang mendorong servik untuk membuka, juga meratakan tekanan intera-
uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuba pecah (Mika, 2016:22-23).
Air ketuban berkembang dan mengisi kantong ketuban mulai 2 minggu
sesudah pembuahan. Kantung ketuban terbentuk saat usia kehamilan 12 hari setelah
pembuahan, dan segera terisi oleh air ketuban. Setelah 10 minggu, kemudian air
ketuban mengandung protein, karbohidrat, lemak, fosfolipid, urea, dan elektrolit
untuk membantu pertumbuhan janin. Pada saat akhir kehamilan sebagian besar air
ketuban dari urin janin. Saat minggu-minggu awal ketuban berisi terutama air yang
berasal dari ibu, setelah 20 minggu urin janin membentuk sebagian air ketuban yang
mengandung nutrient, hormon, dan anti bodi yang melindungi janin dari penyakit.
Air Ketuban terus menerus di telan/dihirup dan di ganti lewat proses eksresi
seperti juga di keluarkan lewat urin. Hal demikian merupakan hal yang penting
bahwa air ketuban di hirup dalam paru janin untuk membantu janin mengembang
sempurna. Air ketuban yang tertelan membantu pembentukan mekonium saat
ketuban pecah. Apabila ketuban pecah terjadi selama proses persalinan di sebut
dengan ketuban pecah spontan, apabila terjadi sebelum persalinan disebut dengan
KPD. Sebagian besar air ketuban akan berada dalam Rahim sampai neonatus lahir
(kosim, 2010: 1-2).
2. Pengertian Ketuban Pecah Dini(KPD).
KPD adalah bocornya selaput air ketuban (likuor amnii) secara spontan dari
rongga amnion di mana janin di tampung. Cairan keluar dari selaput ketuban yang
mengalami kerobekan, muncul setelah usia kehamilan 28 minggu dan setidaknya
sebelum 1 jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya(Gehwagi et al, 2015).
Dalam keadaan normal ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah
dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini
terjadi pada kehamilan di bawah 37 minggu disebut ketuban pecah dini premature.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm mengalami ketuban pecah
dini. (Prawirahardjo, 2014: 677).
Ada macam-macam batasan tentang KPD atau premature rupture of membrane
(PROM) yakni:
a. Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum inpartu, misalnya 2 atau 4 atau 6
jam sebelum inpartu.
b. Ada juga yang mengatakan dalam ukuran pembukaan serviks atau leher Rahim
pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm Pada
primipara atau 5 cm pada multipara.
c. Prinsipnya adalah ketuban pecah sebelum waktunya (Norma Dan Dwi, 2013:
247).
3. Klasifikasi.
Menurut pogi tahun 2014, KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu KPD
preterm dan KPD aterm.
a. KPD preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin, dan tes fern pada usia kehamilan <37
minggu sebelum onset persalinan. KPD psangat preterm adalah pecahnya ketuban
saat umur kehamilan ibu di antara 24 minggu sampai kurang dari 34 minggu,
sedangkan KPD preterm saat usia kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang
dari 37 minggu .
b. KPD aterm.
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern pada usia kehamilan ≥37
minggu.
4. Etiologi ketuban pecah dini.
Walaupun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor
mana yang lebih berperan sulit diketahui. (Fadlun dkk, 2011)
Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian ketuban pecah dini menurut
beberapa ahli yaitu:
a. Serviks inkompeten (leher rahim)
Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm,
serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari
peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan intrinsik uterus
sehingga menyebabkan ketuban pecah. (Fadlun dkk, 2011)
Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam trimester
kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai prolapsus membran
amnion lewat serviks dan penonjolan membrane tersebut kedalam vagina,
peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur
sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif
rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam
setiap kehamilan. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma
sebelumnya pada serviks, khususnya pada tindakan dilatasi,
kateterisasi dan kuretasi. (Krisnadi dkk, 2009)
b. Ketegangan rahim berlebihan.
Ketegangan rahim berlebihan maksudnya terjadi pada kehamilan
kembar dan hidramnion. Etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa
hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air
ketuban terganggu atau kedua-duanya. Dicurigai air ketuban dibentuk dari sel-sel
amnion. Di samping itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada
anensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti
dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi
oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah
ibu. (Sujiyatini dkk, 2009)
Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti
pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion dapat
memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban
pecah sebelum waktunya. (Manuaba, 2010)
c. Kelainan letak janin dalam Rahim.
Kelainan letak janin dalam rahim maksudnya pada letak
sungsang dan letak lintang. Letak janin dalam uterus bergantung pada proses
adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan <32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak
dengan bebas, dan demikian janin dapat menempatkan diri dalam letak
sungsang atau letak lintang. (Fadlun dkk, 2011)
Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat
lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang
lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih
kecil disegmen bawah uterus. Letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan
rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum
waktunya. (Manuaba, 2010)
d. Kelainan jalan lahir.
Kelainan jalan lahir maksudnya kemungkinan terjadi kesempitan
panggul yang terjadi pada perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP,
disporposi sefalopelvik. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering
disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum diketahui
dengan pasti. (Manuaba, 2010)
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum
amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi
seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat
oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. 72% penderita dengan sindroma Ehlers-
Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami
ketuban pecah dini preterm. (Fadlun dkk, 2011)
f. Infeksi.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Adanya
infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. (Fadlun dkk, 2011)
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh
adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi. (Manuaba, 2010)

5. Factor predisposisi ketuban pecah dini.


Factor pencetus ketuban pecah dini harus diwaspadai jika adanya kehamilan
multiple, riwayat persalinan preterm sebelumnya dan tindakan senggama. Tindakan
senggama tidak berpengaruh kepada resiko kecuali jika hygiene buruk, predisposisi
pada infeksi, perdarahan pervaginam, bakteri dengan pH vagina diatas 4,5, serviks
tipis, flora vagina abnormal dapat terjadi stimulasi persalinan preterm. (Fadlun
dkk, 2011)
6. Mekanisme ketuban pecah dini.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurannya jaringan ikat dan vaskularisasi,
bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban. (Fadlun dkk, 2011)
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibrolast, jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin -1
(iL-1) dan prostaglandin, prostaglandin berfungsi untuk membantu oksitosin dan
estrogen dalam merangsang aktivitas otot polos, hormon ini dihasilkan oleh uterus
dan produksi hormon ini meningkat pada akhir kehamilan saja, akan tetapi karena ada
infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada
selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan
sehingga terjadi ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban akan muda pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan gerakan janin. Pada
trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. KPD pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari
vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada polihidromnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo,2014:678).
7. Tanda dan gejala ketuban pecah dini.
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan air ketuban merembes melalui
vagina. Aromanya air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin betambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi. (Fadlun dkk, 2011)
8. Dasar diagnose ketuban pecah dini.
Diagnosa KPD ditegakan dengan cara:
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau
belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. (Fadlun dkk, 2011)
b. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini
akan lebih jelas. (Sujiyatini dkk, 2009)
c. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada ketuban pecah dini akan tampak keluar
cairan dari orificium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan trekumpul pada
forniks anterior. (Sujiyatini dkk, 2009)
d. Pemeriksaan dalam
Cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan
yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan pada ketuban
pecah dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan
dan dibatasi sedikit mungkin. (Fadlun dkk, 2011)
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
IBU MASA NIFAS

A. Pengumpulan data (pengkajian).


1. Data subjektif.
a. Identitas.
Pengkajian ini berisi tentang biodata pasien dengan suwami pasien, pengkajian
ini hanya dengan asuhan kebidanan dalam persalinan, kehamilan, dan nifas.
b. Keluhan utama.
Berisi tentang keluhan utama ibu berkunjung.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
Berisis tentang riwayat kesehatan pasien yang sedang dialami sekarang.
d. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu.
Berisi tentang pengkajian untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah
pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan
yang lalu, dan keadaan nifas yang lalu.
e. Riwayat haid.
Dikaji untuk mengetahui menarche, siklus, berapa lama, banyak, bau, disminore,
warna darah, HPHT, dan HPL.
f. Riwayat KB.
Mengetahui apakah pernah ikut kb, jenis apa, berapa lama, adakah keluhan
selama keluhan, serta rencana KB setelah masa nifas ini.
g. Pola kebiasaan.
Dikaji untuk mengetahui tentang nutrisi, eliminasi, istirahat, personal haygine,
aktivitiy, serta pola seksual.
h. Psikososial dan spiritual.
Dikaji untuk mengetahui hubungan ibu dengan keluarga dan kepercayaan yang
di anut.
2. Data obyektif.
a. Pemeriksaan umum.
Dikaji untuk mengetahui keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda fital
(tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasaan).
b. Pemeriksaan fisik.
Pengkajian data subyektif asuhan kebidanan ibu nifas ini normalnya sama
dengan asuhan kebidanan lainnya hanya yang membedakan yaitu: abdomen,
dam genetalia.
B. Interprestasi data dasar.
Dx: ny……..usia……post pasrum……hari, normal.
Ds: ibu mengatakan telah melahirkan bayinya secara normal.
Do: keadaan umum….., kesadaran….., dan TTV.
C. Identifikasi masalah potensial.
Mengidentifikasi tindakan yang akan dilakukan jika terjadi masalah potensial.
D. Tindakan kebutuhan segera.
Menentukan tindakan yang akan dilakukan.
E. Intervensi.
Dx : ny…..usia….post partum hari ke…. Dengan keadaan umum ibu…..
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan ini diharapkan tidak terjadi komplikasi
terhadap ibu
Kriteria hasil: mengkaji keadaan ibu
F. Implementasi.
Penatalaksanaan ini disesuaikan dengan rencana tindakan.
G. Evaluasi.
Berisi tentang darta SOAP ibu nifas.
FORMAT ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

A. Langkah 1 (Pengkajian).
1. Data subyektif.
a. Biodata.
(tanggal pengkajian :………jam :………)
Nama ibu : Nama suami :
Umur : Umur :
Pendidikan : Pendidikan :
Agama : Agama :
Suku/bangsa : Suku/bangsa :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Penghasilan : Penghasilan :
Alamat : Alamat :
No. telp :
No. register :
b. Alasan kunjung.
……………………………………………………………………………...
c. Keluhan utama.
………………………………………………………………………………
d. Riwayat menstruasi.
1) Menarche umur :
2) Siklus :
3) Volume :
4) Keluhan :
e. Riwayat pernikahan.
1) Usia menikah pertama kali :
2) Status pernikahan :
3) Pernikahan ke :
4) Lama pernikahan :
f. Riwayat kesehatan yang lalu.
…………………………………………………………………………
g. Riwayat kesehatan sekarang.
…………………………………………………………………………
h. Riwayat kesehatan keluarga.
…………………………………………………………………………
i. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
1) Kehamilan :
2) Persalinan :
3) Nifas :
j. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang sekarang.
1) Kehamilan :
2) Persalinan :
3) Nifas :
k. Riwayat KB dan rencana KB.
……………………………………………………………………………….
l. Pola kebiasaan seharihari.
1) Pola nutrisi :
2) Pola eliminasi :
3) Personal hygine :
4) Pola aktivitas :
5) Pola istirahat/tidur :
m. Keadaan pisikologis dan budaya.
……………………………………………………………………………..
2. Data obyektif.
a. Pemeriksaan umum :
1) Keadaan umum :
2) Kesadaran :
3) Tanda vital :
a) Tekanan darah :
b) Suhu :
c) Nadi :
d) RR :
4) Berat badan :
b. Pemeriksaan fisik.
1) Inspeksi.
Wajah :
Mata :
Leher :
Dada :
Perut :
Genetalia :
Ekstermitas
Atas :
Bawah :
2) Palpasi
Leher :
Payudarah :
Perut :
Ekstermitas
Atas :
Bawah :
3) Auskultasi.
Paru :
4) Perkusi.
Ekstermitas
Atas :
Bawah :
c. Data penunjang.
Data bayi
1) Lahir tanggal :
2) Keadaan umum :
3) Kesadaran :
4) Nadi :
5) RR :
6) BBL :
7) Jenis kelamin :
8) Nutrisi :
B. Langkah II (identifikasi diagnose dan masalah actual).
1. Diagnose kebidanan.
Ny. “…” usia…P…Ab… post partum hari ke…dengan………………………
a. Data subyektif :
b. Data obyektif :
2. Masalah
a. Data subyektif :
b. Data obyektif :
3. Kebutuhan.
……………………………………………………………………………..
C. Langkah III (identifikasi diagnose dan masalah potensial).
1. Diagnose potensial.
…………………………………………………………………………….
2. Masalah potensial.
……………………………………………………………………………
D. Langkah IV (Identivikasi kebutuhan segera).
…………………………………………………………………………………
E. Langkah V (intervensi).
Tanggal/pukul :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Rencana tindakan (intervensi)
No Intervensi Rasional
F. Langkah VI (Implementasi).
Tanggal/pukul :
Tanggal/jam Implementasi

G. Langkah VII (evaluasi).


S :
O :
A :
P :
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan.
1. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih pada waktu 3
bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa
latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi, dan “perium” berarti melahirkan. Masa
nifas yaitu darah yang keluar dari Rahim karenan sebab melahirkan atau setelah
melahirkan (eka puspita sarti.2014:01).
2. Air ketuban adalah cairan jernih agak kekuningan yang menyelimuti janin di dalam
Rahim selama kehamilan yang memiliki berbagai fungsi yaitu melindungi
pertumbuhan janin, menjadi bantalan untuk melindungi janin terhadap trauma dari
luar, menstabilkan dari peubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang
memungkinkan janin bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam Rahim. Selan
itu ketuban juga berfungsi melindungi janin dari infeksi, dan pada saat persalinan,
ketuban yang mendorong servik untuk membuka, juga meratakan tekanan intera-
uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuba pecah (Mika, 2016:22-23).

3. KPD adalah bocornya selaput air ketuban (likuor amnii) secara spontan dari rongga
amnion di mana janin di tampung. Cairan keluar dari selaput ketuban yang
mengalami kerobekan, muncul setelah usia kehamilan 28 minggu dan setidaknya
sebelum 1 jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya(Gehwagi et al, 2015).
B. Saran.
1. Bagi klien.
a. Menganjurkan kepada ibu untuk mengkomsumsi makanan yang bergizi dan
seimbang.
b. Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat.
c. Menganjurkan agar ibu menjaga kebersihan diri termasuk kebersihan genetalia.
d. Menganjurkan ibu untuk memberikan Asi kepada bayinya sesering mungkin.
2. Bagi bidan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan diharapkan mampu memeberikan pelayanan
yang sesuai sehingga dapat membantu menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB).
3. Bagi mahasiswa.
Agar mahasiswa dapat mengenal lagi tentang masa nifas dan KPD.
DAFTAR PUSTAKA

Andina Vita Suntanto. 2021. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Dan Menyusui.
Yogyakarta:Pustaka Baru Press.
Vivian Nanny Alia Dewi, Tri Sunarsih. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Jakarta:Selemba Medika.
Eka Puspita Sari, Kurnia Dwi Rimandini. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Post Natal
Care) Jakarta : CV Trans Info Media.
Oktarina, Mika. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.Yogyakarta: Depublish,
2016.
Kosim, M Saleh. “Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban” Jurnal Sari Pediatric. Vol 11, No.5
(Februari 2010).
Sarwono, Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
2014
Norma, Nita Dan Mustika Dwi. Asuhan Kebidanan Patologi Teori Dan Tijauan Kasus.
Yogyakarta: Nuha Medika, 2013.
Budi Rahayu Dan Ayu Novita Sari “Study Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah Dini
(Kpd) Pada Ibu Bersalin. Vol V, No 2 (2017).

Anda mungkin juga menyukai