Anda di halaman 1dari 5

Asuhan persalinan normal yang dipersiapkan wanita hamil adalah pikiran dan mental yang positif, yaitu

berkeyakinan bahwa melahirkan adalah proses normal dari seorang wanita. Wanita hamil yang siap
melahirkan juga memerlukan asupan makanan dan cairan yang cukup. Selain itu, yang juga penting bagi
wanita yang hendak menjalani asuhan persalinan normal adalah mendapat dukungan emosional dari
suami dan keluarga. Saat tanda persalinan telah muncul, maka pasien dipersiapkan pada posisi nyaman
di tempat tidur di dalam ruang persalinan.[3,17]

Peralatan

Peralatan yang diperlukan dalam tindakan asuhan persalinan normal secara keseluruhan terbagi untuk
peralatan untuk persalinan dan peralatan untuk resusitasi bayi. Secara umum diperlukan sebuah ruang
khusus untuk bersalin yang memiliki tirai pembatas antara pasien dan meja bersalin yang dapat
membantu pasien dalam posisi setengah duduk dan litotomi. Alat yang perlu disiapkan selama
persalinan normal adalah:

sarung tangan yang terdiri dari sarung tangan bersih, sarung tangan steril, dan sarung tangan panjang
steril untuk manual plasenta

apron panjang dan sepatu boot

kateter urin

spuit, intravenous catheter, benang jahit

cairan antiseptik (iodophors atau chlorhexidine)

partus set, terdiri dari klem arteri, gunting, gunting episiotomi, gunting tali pusat, klem tali pusat,
spekulum, forsep

kain bersih untuk bayi

sanitary pads

obat-obatan seperti oxytocin, ergometrin, misoprostol, magnesium sulfat, tetrasiklin 1% salep mata,
cairan normal salin lengkap dengan infus set[2,18]

Selain peralatan untuk proses persalinan, juga perlu disiapkan peralatan untuk resusitasi bayi baru lahir,
seperti laringoskop neonatus, sungkup oksigen neonatus, pipa endotrakeal dengan stylet dan konektor,
epinefrin, spuit 1 cc dan 3 cc, pipa orogastrik, gunting plester, dan tabung oksigen.[2,18]
Posisi

Pada kala I, kontraksi uterus akan dirasakan semakin sering dan kuat sehingga ibu hamil dapat dibiarkan
di tempat tidur dengan posisi sesuai keinginan ibu agar merasa nyaman. Namun, dapat disarankan agar
ibu berbaring miring ke kiri bila punggung janin ada di sebelah kiri. Setelah pembukaan lengkap dan
memasuki kala II, ibu sebaiknya berada di meja bersalin agar dapat diposisikan setengah duduk dan
litotomi. Posisi ini dipertahankan hingga janin dan plasenta dilahirkan. Memasuki kala IV, ibu dapat
berbaring kembali atau duduk untuk memulai inisiasi menyusu dini (IMD).[2]

Prosedur

Prosedur asuhan persalinan normal berbeda pada setiap kala I hingga kala IV.

Prosedur Kala I

Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan
fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase
aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm berlangsung sekitar 6 jam. Pemeriksaan yang perlu dilakukan
pada kala I adalah:

Pemeriksaan tanda vital ibu, yaitu tekanan darah setiap 4 jam serta pemeriksaan kecepatan nadi dan
suhu setiap 1 jam

Pemeriksaan kontraksi uterus setiap 30 menit

Pemeriksaan denyut jantung janin setiap 1 jam, pemeriksaan denyut jantung bayi yang dipengaruhi
kontraksi uterus dapat dilakukan dengan prosedur cardiotocography (CTG)

Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai dilatasi serviks, penurunan kepala janin, dan
warna cairan amnion[1-3,11]

Terdapat beberapa tindakan yang dilakukan pada kala I tetapi kurang memberikan manfaat, sehingga
tidak dilakukan secara rutin, yaitu pemasangan kateter urin dan prosedur enema. Ibu dilarang mengejan
sebelum kala I selesai, karena dapat menyebabkan kelelahan dan ruptur serviks.[1-3,11]
Prosedur Kala II

Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm hingga bayi lahir. Pada kala ini pasien dapat
mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan bersamaan dengan kontraksi
uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada
multipara. Tindakan persalinan normal pada kala II adalah:

Persiapan melahirkan kepala bayi

Jaga perineum dengan cara menekannya menggunakan satu tangan yang dilapisi dengan kain kering dan
bersih

Jaga kepala bayi dengan tangan sebelahnya agar keluar dalam posisi defleksi, bila perlu dilakukan
episiotomi

Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher, jika terdapat lilitan maka dicoba untuk melepaskannya
melalui kepala janin, jika lilitan terlalu ketat maka klem dan potong tali pusat

Persiapan melahirkan bahu bayi setelah kepala bayi keluar dan terjadi putaran paksi luar

Posisikan kedua tangan biparietal atau di sisi kanan dan kiri kepala bayi

Gerakkan kepala secara perlahan ke arah bawah hingga bahu anterior tampak pada arkus pubis

Gerakkan kepala ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior

Pindahkan tangan kanan ke arah perineum untuk menyanggah bayi bagian kepala, lengan, dan siku
sebelah posterior, sedangkan tangan kiri memegang lengan dan siku sebelah anterior

Pindahkan tangan kiri menelusuri punggung dan bokong, dan kedua tungkai kaki saat dilahirkan[1-
3,11,17]

Saat proses melahirkan kala II ini, dilarang mendorong abdomen ibu karena dapat menyebabkan
komplikasi ruptur uteri.[1-3,11]

shutterstock_662159614-min

Prosedur Kala III


Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar. Asuhan persalinan yang dilakukan adalah:

Periksa adakah bayi ke-2

Suntikkan oksitosin intramuskular pada lateral paha ibu, atau intravena bila sudah terpasang infus

Pasang klem tali pusat 3 cm dari umbilikus bayi, lalu tali pusat ditekan dan didorong ke arah distal atau
ke sisi plasenta, dan pasang klem tali pusat ke-2 sekitar 2 cm dari klem pertama

Gunting tali pusat di antara kedua klem, hati-hati dengan perut bayi

Lalu bayi diberikan kepada petugas kesehatan lain yang merawat bayi, atau bayi segera diletakkan di
dada ibu untuk inisiasi menyusu dini (IMD)

Lakukan peregangan tali pusat saat uterus berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta

Cara peregangan tali pusat adalah satu tangan membawa klem ke arah bawah, sedangkan tangan
lainnya memegang uterus sambil didorong ke arah dorso kranial

Jika tali pusat bertambah panjang maka pindahkan klem hingga jarak 5-10 cm dari vulva ibu, lakukan
peregangan tali pusat berulang dengan perlahan hingga plasenta lahir spontan

Jika dalam 30 menit plasenta tidak lahir spontan, atau terjadi retensio plasenta, maka lakukan manual
plasenta[1-3,11,13]

Saat proses melahirkan plasenta, dilarang menarik tali pusat terlalu keras karena dapat menyebabkan
plasenta keluar tidak utuh. Plasenta yang keluar harus diperiksa apakah keluar utuh. Jaringan plasenta
yang tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan komplikasi di masa nifas seperti infeksi postpartum
atau perdarahan pervaginam. [1-3,11]

Prosedur Kala IV

Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam postpartum. Pada kala ini dilakukan penilaian
perdarahan pervaginam, bila ditemukan robekan jalan lahir maka perlu dilakukan hecting. Setelah itu,
tenaga medis harus menilai tanda-tanda vital ibu, memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan
tidak terjadi perdarahan postpartum. Selain itu, ibu sebaiknya dimotivasi untuk melakukan IMD dalam
waktu minimal 1 jam setelah melahirkan. Setelah proses IMD selesai atau 1 jam setelah lahir, bayi akan
diberikan suntikan vitamin K intramuskular di anterolateral paha kiri, dan 1 jam setelahnya diberikan
imunisasi hepatitis B pada anterolateral paha kanan. Memandikan bayi selama 24 jam pertama
sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia.[1-3]
Follow Up

Follow up persalinan normal dilakukan pada kala IV. Setelah proses melahirkan selesai perlu dilakukan
pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam. Observasi dilakukan setiap 15 menit pada 1
jam pertama, dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua. Pemantauan lain yang dilakukan adalah tekanan
darah, nadi, dan fungsi kandung kemih. Pengukuran suhu dapat dilakukan setiap jam selama 2 jam
pertama. Perhatikan tanda bahaya yang muncul pada ibu setelah melahirkan, seperti perdarahan
pervaginam yang semakin banyak, tanda syok, tingkat kesadaran, perubahan pola napas seperti dispnea
atau takipnea, demam, sefalgia dengan pandangan kabur, nyeri dada, gangguan urin, nyeri pada
perineum disertai tanda infeksi, dan bau pada cairan vagina. Perlu pemantauan juga timbulnya tanda
depresi postpartum yang dapat disertai dengan ide bunuh diri.[

Anda mungkin juga menyukai