Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN KLINIK KOMPREHENSIF


ASUHAN KEBIDANAN PADA NIFAS

Oleh :

Ni Kadek Mita Indrayani P07124217058

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


2020
KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Asuhan Pada Masa Nifas Dan Menyusui


1. Pengertian Masa Nifas
Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode puerperium
disebut Puerpura. Puerperium ( Masa Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau
42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pemulihannya alat kandungan
pada keadaan yang normal.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
delesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas
ini 6-8 minggu. Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada
batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relative pendek darah sudah
keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Masa nifas (puerperium) dimaknai periode pemulihan segera setelah
lahirnya bayi dan plasenta serta mencerminkan keadaan fiiologis ibu, terutama
sistem reproduksi kembali mendekati keadaan sebelum hamil. Periode ini
berlangsung enam minggu atau berakhir saat kembalinya kesuburan
Jadi Masa Nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta
sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Setelah persalinan, tugas bidan belum selesai sampai disitu saja, bidan wajib
melakukan asuhan secara komprehensif, yaitu ibu dan bayi memasuki masa
perlihan dan kondisi tersebut rawan terjadinya komplikasi masa nifas.
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama.
Masa neonates merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian
terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian BBL terjadi dalam
waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan
bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini.
Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan bayi, tujuan asuhan masa
nifas normal dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tujuan Umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
b. Tujuan Khusus
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik secara fisik maupun psikologisnya.
2) Memastikan ibu dapat beristirahat dengan baik. Istirahat yang cukup dapat
mengembalikan stamina ibu setelah menjalani persalinan sehingga ibu siap
menjalankan kewajibannya memberikan ASI dan merawat bayinya.
3) Mengurangi resiko komplikasi msa nifas dengan melaksanakan observasi,
menegakkan diagnosis, dan memberikan asuhan secara komprehensif sesuai
kondisi ibu.
4) Mendampingi ibu, memastikan ibu memahami tentang kebutuhan nutrisi ibu
nifas dan menyusui, kebutuhan personal hygiene untuk mengruangi resiko
infeksi, perawatan bayi sehari-hari, manfaat ASI, posisi menyusui, serta
manfaat KB.
5) Mendampingi ibu, memberikan support bahwa ibu mampu melaksanakan
tugasnya dan merawat bayinya. Dengan demikian, saat ibu pulang dari rumah
sakit, ibu telah siap dan dapat beradaptasi dengan peran barunya.
6) Melaksanakan Skrining yang komperhensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
7) Memberikan pendidikan kesehatan, tentang Perawatan Kesehatan Diri, nutrisi,
KB, Menyusui, Pemberian Imunisasi, dan Perawatan Bayi Sehat.
c. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan masa
nifas. Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain
sebagai berikut:
1) Mengamati dan memantau perubahan yang terjadi secara dini serta mampu
membedakan antara perubahan normal dan abnormal.
2) Sebagai promotor hubunga antara ibu, bayi, dan keluarga.
3) Memotivasi ibu unutk menyusui bayinya secara dini dengan tetap
memperhatikan kenyamanan ibu.
4) Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai rencana secara efektif, aman,
profesional, mendeteksi secara dini komplikasi, dan melakukan rujukan bila
perlu.
5) Memberikan konseling pada ibu dan keluarga mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya nifas, menjaga asupan gizi ibu
nifas dan selama menyusui, serta mempraktikkan kebersihan diri.
6) Melakukan kominikasi secara efektif dengan ibu dan keluarga dalam upaya
peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi dalam pelayanan kebidanan masa
nifas dan menyusui.
7) Mampu memadukan interaksi budaya sosial dahulu dan sekarang dalam
perawatan asuhan masa nifas.
8) Memulai dan mendorong ibu nifas dalam pemberian ASI eksklusif.
d. Tahapan Masa Nifas
Pengawasan masa nifas penting dilakukan secara cermat terhadap perubahan
fisiologis masa nifas dan mengenali tanda-tanda keadaan patologis pada tiap
tahapannya. Kembalinya sistem reproduksi pada masa nifas dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu sebagai berikut :
1) Puerperium dini
Beberapa jam setelah persalinan, ibu dianjurkan segera bergerak dan turun
dari tempat tidur. Hal ini bermanfaat mengurangi komplikasi kandung kemih dan
konstipasi, menurumkan frekuensi trombosis dan emboli paru pada masa nifas.
2) Puerperium intermedial
Suatu masa yakni kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi internal
maupun ekternal selama kurang lebih 6-8 minggu.
3) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna
terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
Rentang waktu remote puerperium setiap ibu akan berbeda, bergantung pada
berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil dan persalinan. Waktu
sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bahkan tahunan.
e. Program dan Kebijakan Nasional Pada Masa Nifas
Guna meminimalkan terjadinya komplikasi masa nifas, sekaligus upaya
menurunkan angka kematian ibu pada masa nifas pemerintah membuat suatu
kebijakan yaitu minimal empat kali selama masa nifas ada interaksi antara ibu
nifas dengan tenaga kesehatan. Ibu nifas paling sedikit 4 kali melakukan
kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL, dan untuk
mencegah terjadi dalam masa nifas.
Tujuan dari program nasional masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan menggangu kesehatan ibu
nifas maupun bayinya.
Adapun frekuensi kunjungan, waktu, dan tujuan kunjungan tersebut dipaparkan
sebagai berikut:
a. Kunjungan pertama (KF1)
Yaitu 6-8 jam setelah persalinan, yang bertujuan untuk, sebagai berikut :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Pemantauan keadaan umum ibu.
3) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan
bila perdarahan berlanjut
4) Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan
yang disebabkan atonia uteri
5) Konseling tentang pemberian ASI awal ataun ASI eksklusif.
6) Mengajarkan cara mepererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir (bounding
attachment).
7) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermia
8) Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga ibu
dan bayi untuk jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu bayi baru
lahir dalam keadaan baik.
b. Kunjungan kedua (KF2)
Enam hari setelah persalinan, yang bertujuan untuk, sebagai berikut:
1) Memastikan proses involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri (TFU) di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal.
2) Menilai adannya demam, tanda-tanda infeksi, atau perdarahan abnormal
3) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
4) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda
adanya penyulit
6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
c. Kunjungan ketiga (KF3)
Dua minggu setelah persalinan, yang bertujuan sama dengan asuhan yang
diberikan pada kunjungan enam hari postpartum seperti :
1) Memastikan proses involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri (TFU ) di bawah umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal.
2) Menilai adannya demam, tanda-tanda infeksi, atau perdarahan abnormal
3) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
4) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda
adanya penyulit
6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
d. Kunjungan keempat (KF4)
Enam minggu setelah persalinan yang bertujuan untuk, sebagai berikut:
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa
nifas.
2) Memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan tanda-
tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi.
3) Konsumsi tablet zat besi selama masa nifas 1 tablet/hari selama 40-42 hari
4) Konsumsi kapsul vitamin A sebanyak 200.000 IU agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayi melalui ASI.

B. Perubahan Fisiologis Dan Psikologis Pada Masa Nifas


1. Perubahan Sistem Reproduksi
Selama masa Nifas, alat-alat reproduksi internal maupun eksternal berangsur-
angsur kembali ke keadaan normal atau sebelum hamil. Perubahan keseluruhan
alat genetalia ini disebut Involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting
lainnya, prubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut :
a. Uterus
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus maka dimulailah
masa nifas. Oksitosin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior
menginduksi kontraksi miometrium yang saling berkaitan dan kuat. Rongga
uterus telah kosong, maka rongga uterus secara bertahap kembali seperti sebelum
hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometri
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat oto atrofi.
2) Atrofi Jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai retraksi penghentian hormon estrogen saat
pelepasan plasenta.
3) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya sepuluh kali panjang sebelum hamil dan lebarnya lima kali lebar
sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena
penurunan hormon estrogen dan progesteron.
4) Efek Oksitosin.
Oksitoksin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah
ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-
perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut :
Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter Usus
uteri Uteri Uterus
Plasenta Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
lahir
7 hari Pertengahan 500 gram 7,5 cm
(1 minggu) pusat dan simfisis
14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm
(2 minggu)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber: Diah, wulandari.Asuhan kebidanan nifas.nusa medika.h5.

Proses involusi dapat terganggu akibat sisa plasenta maupun infeksi. Kegagalan
plasenta mengalami involusi disebut subinvolusi. Pada multipara biasanya
mengalami kram/nyeri pada rahim yang menyebabkan ketidaknyamanan,
biasanya terjadi diawal masa nifas. Rasa nyeri ini disebut Afterpain. Kegiatan
menyusui dan injeksi oksitosin akan meningkatkan intensitas afterpain.
b. Lokhea
Lokhea adalah ekskresikan cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokhea
mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhea
mempunyai bau amis atau anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang
berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan karena proses involusi. Lokhea mengalami perubahan
karena proses involusi. Pengeluaran lokhea dapat dibagi menjadi lokhia rubra,
sanguinolenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokhea dapat dilihat seperti
berikut:
Lokhea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Berisi darah segar
kehitaman bercampur sel
desidua, verniks
kaseosa, lanugo, sisa
selaput ketuban dan
sisa darah
Sanguinolenta 3-7 hari Putih bercampur Berwarna merah
darah kecoklatan, berisi
sisa darah dan lendir
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Berwarna agak
kecoklatan kuning berisi
leukosit dan robekan
laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Berupa lendir tidak
berwarna
Lokhea rubra yang menetap pada awal periode postpartum menunjukkan adanya
perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa
atau selaput plasenta. Lokhea serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan
adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan
pada abdomen. Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk yang
disebut dengan lokhea purulenta. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut
dengan lokhea statis.
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks sendiri
merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak,
lembek, kendor, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan keci seperti
corong. Karena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah
kembali pada keadaan sebelum hamil.
Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk
cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksaan masih dapat dimasukkan 2-3
jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena itu
hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil.
Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak –retak dan
robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
Serviks yang membuka 10cm selama persalinan, menutup secara bertahap. 2 jari
masih bisa dimasukkan pada 4-6 hari PP. Penampakan Osteum uteri eksternal
tidak akan sama dengan penampakan sebelum hamil. Portio akan tampak seperti
“mulut ikan” dimana ada bibir bawah dan atas. Proses laktasi akan menyebabkan
terhambatnya pembentukan lendir pada serviks.

d. Vulva dan Vagina


Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini akan kembali dalam
keadaan kendor. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan
sesaat sebelum persalinan pertama. Rendahnya kadar estrogen bertanggung
jawab terhadap tipisnya mukosa vagina, ketiadaan rugae dan menurunnya
volume lendir vagina. Dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
dispareunia (nyeri saat melakukan hubungan seksual ) saat nifas. Dinding vagina
akan kembali pada kondisi sebelum hamil sekitar 6-10 minggu PP.
e. Perineum
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun
dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot
perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencankan vagina
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan
latihan harian.
2. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang dapat
menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada
waktu persalinan (dihidrasi), kurang makanan, haemorroid, laserasi jalan lahir.
Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak
berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau
gliserilin atau diberikan obat laksan yang lain.
System gastrointestinal selama pascamelahirkan, kadar progesteon mulai
menurun. Namun faal usus memerlukan 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada system pencernaan, antara
lain sebagai berikut:

a. Nafsu makan
Rasa lelah yang amat berat setelah proses persalinan dapat mempengaruhi nafsu
makan ibu. Sebagian ibu tidak merasakan lapar sampai rasa lelah itu hilang.
Adajuga yang merasakan lapar segera setelah persalinan. Sebaiknya setelah
persalinan segera mungkin berikan ibu minuman hangat dan manis untuk
mengembalikan tenaga yang hilang. Secara bertahap berikan makanan yang
bersifat ringan karena alat pencernaan juga perlu waktu memulihkan keadaanya.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi beru lahir. Pada persalinan bedah sesar
kelebihan analgesic dan anastesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa nifas, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid,
ataupun laserasi jalan lahir. Siste, pencernaan pada masa nifas membutuhkan
waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali secara teratur, antara lain
sebagai berikut :
a. Pengaturan diet atau menu makanan yang mengandung serat tinggi.
b. Pemberian cairan yang cukup minimal 8 gelas per hri.
c. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
d. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan hahir.
e. Melakukan mobilisasi.
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakuakn pemberian huknah atau obat
yang lain untuk memperlancar buang air besar.
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Saluran kemih kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu hal tersebut
dipengaruhi atau staus sebelum persalinan, lamanya partus kala II dilalui,
besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Kadung kemih pada
masa nifas sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga
kandung kemih penuh atau sesuadah buang air kecil masih tertinggal urine
residual (normal kurang lebih 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kemih
waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Urine biasanya berlebihan
(poliuria) antara hari kedua dan kelima. Hal ini disebabkan karena kelebihan
cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan.
Kadang-kadang hematoria akibat proses katalitik involusi. Aseptonuria terutama
setelah partus yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang
banyak, karana kegiatan otot-otot rahim, dan karena kelaparan. Proteinuria
akibat dari autolysis sel-sel otot.
4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalianan. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit proses ini
akan mengehntikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligament-ligament, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi kerana ligementum
rotundum menjadi kendur. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungnya
turun” setelah melahirka karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat gentalia
menjadi kendur. Stabilitas secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat plastic kulit dan distensi yang berlangsung
lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak
lunak dan kendur untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembial jaringan-
jaringan penunjang alat genetalia serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul,
dianjurkan untuk melakukan latihan tertentu atau senam nifas.
a. Otot dan sendi
Setelah melahirkan ibu mengeluh lelah dan nyeri otot khususnya pada bahu,
leher, dan lengan. Dimana hal ini dapat diatasi melalui pemijatan ringan dan
hangat yang dapat meningkatkan sirkulasi darah dan memberikan rasa nyaman
dan rileks. Hormon relaksin akan menurun sehingga ligamen pada dasar panggul
akan kembali ke kondisi semula. Hal ini akan mengakibatkan nyeri pada otot
paha dan sendi yang mengganggu gerakan, adapun hal yang dapat dilakukan
yaitu body mekanik untuk cegah low back pain dan trauma sendi.
b. Dinding abdomen
Selama kehamilan dinding abdomen meregang untuk menyesuaikan dengan
prtumbuhan janin sehingga tonus otot berkurang. Otot longitudinal pada
abdomen juga terpisah saat kehamilan, pemisahan ini dapat diukur dengan jari.
Untuk mengembalikan kekuatan otot ini dapat dilakukan dengan melakukan sit
up biasanya akan kembali normal setelah 6 minggu post partum.
5. Perubahan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah suatu proses pengukuran tanda-tandafungsi
vital tubuh yang dilakukan oleh tenaga medis untuk mendeteksi adanya
perubahan system tubuh. Pada masa nifas perubahan yang sering terjadi adalah
sebagai berikut.
a. Suhu tubuh
Setelah persalinan, dalam 24 jam pertama ibu akan mengalami sedikit
peningkatan suhu tubuh sebagai respons tubuh terhadap proses persalinan,
terutama dehidrasi akibat pengeluaran darah dan cairan saat persalinan.
Peningkatan suhu ini umumnya terjadi hanya sesaat. Jika peningkatan suhu tubuh
menetap mungkin menandakan infeksi (Coad dan Dustall,2006)
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x / menit. Pada saat proses
persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Denyut nadi yang melebihi
100x/menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum.
c. Tekanan darah
Tekanan darah normal untuk systole berkisar 110-140mmHg dan untuk diastole
60-80 mmHg. Setelah persalinan, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah
dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses
persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan lebih dari 30mmHg pada
systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya
hipertensi dan preeklamsia postpartum.
d. Pernafasan
Pada ibu postpartum pada umunya pernafasan menjadi lambat atau kembali
normal seperti saat sebelum seperti saat sebelum hamil pada bulan keenam
setelah persalinan. Hal ini karena ibu dalam kondisi pemulihan atau dalam
kondisi istirahat (Maryunani,2009). Bila nadi, suhu tidak normal, pernafasn juga
akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran
pernafasan. Bila pada masa nifas pernafasan menjadi lebih cepat, kemungkinan
ada tanda-tanda syok.

6. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menanmpung aliran
darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah
uterus. Penarikan kembali estrogen menyebabkan deuresis yang terjadi secara
cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proposisi normal.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini,
ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya progesterone
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan maningkatnya
vascular pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma
masa persalinan pada persalianan vagina kehilangan darah sekitar 200-500ml
sedangkan pada persalinan dengan SC, pengeluaran 2x lipat. Perubahan terjdiri
atas volume darah dan kadar HT ( Hematokrit).
Setelah persalinan,shunt akan hilang dengan tiba-tiba volume darah ibu reltif
akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan bebam pada jantung dan akan
menimbulkan decompecatio cordis pada pasie dengan vitum cardio keadaan ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia kala. Umumnya,
ini akan terjadi pada 3-5 postpartum.
7. Perubahan Sistem Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
factor –faktor pembekuan darah meningkat. Pada pertama postpartum, kadar
vibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktr pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15 ribu
selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari
pertama masa postpartum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi
sampai 25 ribu hingga 30 ribu tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
Pada postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit sangat bervariasi.
Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta, dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari
wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari
titik 2% atau lebih tingi daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien
dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2% kurang lebih sama
dengan kehilangan darah 500ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin. Pada hari ke 3-7 postpartum
dan akan normal dalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah selama
persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu peratam postpartum berkisar 500-
800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
8. Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormone plasenta
Hormone plasenta HCG ( Human Corionik Gonadotropin ) menurun dengan
cepat setelah persalinan dan menetap sampai 10% dalam 3 jam sehingga hari ke-
7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
b. Hormone pituitary
Menurunnya kadar estrogen merangsang kelenjar pituitary bagian belakang
untuk mengeluarkan prolaktin. Hormone ini berperan dalam pembesaran
payudara dan merangsang produksi ASI.
c. Hormone hipofisis dan fungsi ovarium
Kadar prolaktin meningkat sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui kadar
prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke-6 setelah melahirkan. Kadar
prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama tiapm kali
menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan. Untuk ibu yang
menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ibu mendapatkan
menstruasi kembali.
d. Hormone estrogen dan progesterone
Setelah persalinan, kadar estrogen menurun 10 % dalam kurun waktu sekitar tiga
jam. Progesterone turun pada hari ketiga postpartum kemudian digantikan
dengan peningkatan hormone prolaktin dan prostaglandin yang berfungsi sebagai
pembentukan ASI dan meningkatkan kontraksi uterus sehingga mencegah
terjadinya perdarahan.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masa Nifas Dan Menyusui


Bagi ibu postpartum waktu akan terasa lebih lambat, minggu pertama merupakan
saat terberat bagi ibu pascabersalin. Tidak heran jika ibu tetap merasa belum
nyaman hingga pada minggu kedua sesudah persalinan. Setelah melahirkan, ibu
mengalami perubahan fisik dan psikologis yang juga mengakibatkan adanya
beberapa perubahan psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang
diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan menjadi seorang ibu.
Umumnya ibu masih mengalami sebagian atau seluruh gejala fisik dan emosi di
bawah ini.
1. Gejala fisik
a. Ibu masih mengalami keletihan
b. Muncul keluhan sembelit
c. Secara bertahap perut menjadi datar
d. Beratb badan berkurang secara bertahap
e. Rasa tidak enak pada payudara
f. Rasa sakit di lengan dan leher akibat menggendong bayi
g. Rontoknya rambut
h. Pengeluaran lokia
i. Inkontinensia urine (mengompol)
j. Kontraksi uterus (penyusutan rahim)
k. Nyeri dan kebal pada perineal
l. Banyak berkeringat
m. Merah di mata, lebam, tanda kehitaman di sekitar mata dan pipi
2. Gejala psikologi
a. Gembira, depresi, atau perubahan di antara keduanya
b. Merasa tidak mampu, bertambahnya rasa percaya diri, atau berpindah-pindah
perasaan diantara keduanya
c. Bertambah atau berkurangnya gairah seksual
d. Baby blues yang berlanjut, 80% dialami wanita setelah bersalin perasaan
sedih atau uring-uringan timbul dalam jangka waktu dua hari sampai dua
minggu, hal ini masih normal dan bersifat sementara.
Namun, timbulnya gejala-gejala tersebut bergantung pada jenis persalinan yang
ibu alami, apakah mudah atau sulit, apakah normal atau lewat operasi sesar,
seberapa banyak bantuan yang diperoleh di rumah dan berbagai faktor individual
lainnya.
3. Faktor Fisik
a. Rahim
Setelah melahirkan rahim akan berkontraksi (gerakan meremas) untuk
merapatkan dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan, kontraksi inilah
yang menimbulkan rasa mulas pada perut ibu. Berangsur angsur rahim akan
mengecil seperti sebelum hamil.
b. Jalan lahir (servik, vulva dan vagina)
Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi, sehingga penyebabkan mengendurnya organ ini bahkan
robekan yang memerlukan penjahitan, namun akan pulih setelah 2-3 pekan
(tergantung elastis tidak atau seberapa sering melahirkan). Jaga kebersihan
daerah kewanitaan agar tidak timbul infeksi (tanda infeksi jalan lahir bau busuk,
rasa perih, panas, merah dan terdapat nanah).
c. Darah nifas (Lochea)
Darah nifas hingga hari ke dua terdiri dari darah segar bercampur sisa ketuban,
berikutnya berupa darah dan lendir, setelah satu pekan darah berangsur-angsur
berubah menjadi berwarna kuning kecoklatan lalu lendir keruh sampai keluar
cairan bening di akhir masa nifas.
d. Payudara
Payudara menjadi besar, keras dan menghitam di sekitar puting susu, ini
menandakan dimulainya proses menyusui. Segera menyusui bayi sesaat setelah
lahir (walaupun ASI belum keluar). Pada hari ke 2 hingga ke 3 akan diproduksi
kolostrum atau susu jolong yaitu ASI berwarna kuning keruh yang kaya akan anti
body, dan protein.
e. System Perkemihan
Hari pertama biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil, selain khawatir
nyeri jahitan juga karena penyempitan saluran kencing akibat penekanan kepala
bayi saat proses melahirkan. Namun usahakan tetap kencing secara teratur, buang
rasa takut dan khawatir, karena kandung kencing yang terlalu penuh dapat
menghambat kontraksi rahim yang berakibat terjadi perdarahan.
f. Sitem pencernaan
Perubahan kadar hormon dan gerak tubuh yang kurang menyebabkan
menurunnya fungsi usus, sehingga ibu tidak merasa ingin atau sulit BAB (buang
air besar). Terkadang muncul wasir atau ambein pada ibu setelah melahirkan, ini
kemungkinan karena kesalahan cara mengejan saat bersalin juga karena sembelit
berkepanjangan sebelum dan setelah melahirkan
g. Peredaran darah
Sel darah putih akan meningkat dan sel darah merah serta hemoglobin (keping
darah) akan berkurang, ini akan normal kembali setelah 1 minggu. Tekanan dan
jumlah darah ke jantung akan lebih tinggi dan kembali normal hingga 2 pekan.
h. Penurunan berat badan
Setelah melahirkan ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badannya yang berasal dari
bayi, ari-ari, air ketuban dan perdarahan persalinan, 2-3 kg lagi melalui air
kencing sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan timbunan cairan waktu hamil.
i. Suhu badan
Suhu badan setelah melahirkan biasanya agak meningkat dan setelah 12 jam akan
kembali normal. Waspadai jika sampai terjadi panas tinggi, karena dikhawatirkan
sebagai salah satu tanda infeksi atau tanda bahaya lain.
4. Faktor Pengaruh Psikologis
a. Perubahan peran
Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran
anak.Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak
masa kehamilan.Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak.
Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada
bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara
kesehatannya selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang
baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam periode
postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai
dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus
berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan
waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan. Pada awalnya,
orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang
tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal
kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi
dan perlindungan. Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan
keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut
peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).
b. Peran menjadi orang tua setelah melahirkan
Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan
kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah dengan yang baru.Ibu dan ayah,
orang tua harus mengenali hubungan mereka dengan bayinya.Bayi perlu
perlindungan, perawatan dan sosialisasi.Periode ini ditandai oleh masa
pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini
bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu. Periode
berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan
keluarga.Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-
saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam
menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna
perilaku bayi.Periode berlangsung kira-kira selama 2 bulan.
c. Tugas dan tanggung jawab orang tua
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang
dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari
kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan anak. Walaupun
kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang
tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut
tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima
kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Orang tua perlu
memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-
kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi
untuk memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap
tanda-tanda tersebut.
5. Faktor Lingkungan dan Sosial Bidaya
Lingkungan dan sosial budaya adalah suatu hal yang berkaitan dengan budi dan
akal manusia untuk mencapai tujuan bersama. Pada masa sesudah persalinan,
adat istiadat dan budaya setempat ibu postpartum akan menunjang lancer atau
tidaknya masa nifas yang dilalui. Masa pada budaya jawa yaitu, selapan, tapel,
layan. Budaya daerah tertentu melarang ibu nifas untuk mengkonsumsi protein
tinggi seperti telur dan ikan laut. Jika ibu tidak mempunyai riwayat alergi, ibu
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori dan tinggi
protein guna memulihkan stamina, menumbuhkan sel-sel baru, serta menjaga
kalitas ASI.
6. Faktor Ekonomi
Kehamilan yang direncanakan akan membuat siap secara ekonomi, baik dari segi
biaya persalinan, pemenuhan gizi ibu nifas dan bayi, serta penunjang kesehatan
bagi bayi yang baru lahir. Bertambahnya anggota keluarga juga mempengaruhi
bertambahnya kebutuhan sehingga tautan ekonomi semakin meningkat.
D. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas Dan Menyusui
Siklus kehidupan perempuan diwarnai oleh berbagai peristiwa, yang
melibatkan aspek fisik maupun psikologis. Aspek fisik dapat dipengaruhi oleh
berbagai system dalam tubuhnya, termasuk system hormone yang memegang
peranan penting dalam proses reproduksi, sementara aspek psikologispun tidak
terlepas dari pengaruh hormone yang timbal balik.
Secara teori ibu membutuhkan waktu 6-8 minggu pascapersalinan untuk
kembalinya semua organ dan fungsi tubuh pada keadaan semula.1Namun dengan
semua perubahan yang terjadi termasuk perubahan peran menjadi orang tua baru
dengan semua adapasi yang harus dijalani, membuat masa transisi tersbut
membutuhkan waktu lebih dari 8 minggu.
Seperti perubahan pada masa remaja, mulai memasuki masa akil balik,
terjadi menstruasi, hamil, maka pada saat ini terjadi perubahan hormon yang
sangat drastis. Demikian juga pada masa pre menopause, yang akibat dari
pengaruh hormon yang besar tersebut, mempengaruhi kesehatan perempuan,
serta psikologisnya. Pada tahapan lain seperti masa hamil, bersalin, nifas dan
masa antara juga terjadi perubahan hormone seiring dengan proses reproduksi
yang terjadi dalam tubuhnya.
Pada tulisan ini kita akan lebih fokus pada masa nifas, yang mana perubahan
hormone juga terjadi pada masa ini. Perubahan hormone yang terjadi pada masa
nifas adalah menurunnya kadar hormon estrogen dan prolaktin, diikuti dengan
meningkatnya kadar hormone oksitosin dan prolaktin, yang diperlukan untuk
kembalinya organ reproduksi seperti pada masa sebelum hamil, demikian juga
dimulainya proses laktasi untuk menutri si bayinya.
1. Kebutuhan Nutrisi
Tidak dapat disangkal, bahwa baik ibu hamil, keluarga atau pun petugas
kesehatan kurang memberikan perhatian pada ibu di masa nifas yang sama
banyaknya dengan masa kehamilan.
a. Energy
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pasca post partum mencapai 500
kkal. Rata-rata produksi ASI sehari 800 cc yang mengandung 600 kkal.
Sementara itu, kalori yang dihabiskan untuk menghasilkan ASI sebanyak itu
adalah 750  kkal. Jika laktasi berlangsung selama lebih dari 3 bulan, selama itu
pula berat badan ibu akan menurun, yang berarti jumlah kalori tambahan harus
ditingkatkan.
Sesungguhnya, tambahan kalori tersebut hanya  sebesar 700 kkal, sementara
sisanya (sekitar 200 kkal) diambil dari cadanagn indogen, yaitu timbunan lemak
selama hamil. Mengingatkan efisiensi kofersi energy hanya 80-90 % maka
energy dari makanan yang dianjurkan (500 kkal) hanya akan menjadi energy ASI
sebesar 400-500 kkal. Untuk menghasilkan 850cc ASI dibutuhkan energy 680-
807 kkal energy. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan ASI, berat
badan ibu  akan kembali normal dengan cepat.
b. Protein
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein  di atas normal sebesar 20
gram/hari. Maka dari itu ibu dianjurkan makan makanan mengandung asam
lemak omega 3 yang banyak terdapat di ikan kakap, tongkol, dan lemuru. Asam
ini akan diubah menjadi DHA yang akan keluar sebagai ASI. Selain itu ibu
dianjurkan makan makanan yang mengandung kalsium , zat besi,  vitamin C, B 1,

B , B , dan D
2 12

c. Sumber pengatur atau pelindung ( Mineral, vitamin, dan air)


Unsur- unsur tersebut digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit
dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh. Ibu menyusui minum air
sedikitnya 3 liter setiap hari ( anjurkan ibu untuk minum setiap kali habis
menyususi ). Sumber zat pengatur dan pelindung biasa diperoleh dari semua jenis
sayuran dan buah- buah segar. Perubahan pola hidup semasa hamil yang wajib
dipertahankan di masa postpartum adalah pola makan yang baik dan benar.
Makanan “tidak asal masuk”, dan “tidak asal mengenyangkan”, nutrisi yang baik
dan penting untuk pemulihan pascapersalinan, menjaga kesehatan yang optimal
agar dapat menjalankan tugas sebagai ibu, menjaga produksi dan kualitas ASI.
Makanan yang dikonsumsi ibu harus mengandung karbohidrat, tinggi protein, zat
besi, vitamin, dan mineral untuk mengatasi anemia, cairan dan serat untuk
memperlancar sekresi. Ibu nifas dan menyusui membutuhkan tambahan kurang
lebih 700 kalori pada enam bulan pertama untuk memberikan ASI ekslusif dan
bulan selanjutnya kebutuhan kalori menurun kurang lebih 500 kalori, karena bayi
telah mendapatkan makanan pendamping ASI. Kelebihan kalori pada ibu nifas
akan berakibat pada kelebihan berat badan.
2. Ambulasi Dini (Early Ambulation)
Membimbing ibu selekas mungkin turun dari tempat tidur setelah persalinan
akan membantu ibu lebih cepat pulih asal dilakukan secara bertahap, hati-hati,
dan seizing dokter. Ambulasi dini tidak wajib dilakukan pada ibu yang
mengalami komplikasi nifas dan riwayat persalinan patologis (Bonny
Danuatmaja, 2003)
Penelitian membuktikan bahwa ambulasi dini dapat mencegah terjadinya
sumbatan pada aliran darah. Tersumbatnya aliran darah bisa menyebabkan
terjadinya thrombosis vena dalam dan dapat menimbulkan infeksi pada
pembuluh darah ( Dewi Maritalia, 2012)
3. Eliminasi
Dalam enam jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat buang air kecil.
Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan
kesulitan pada organ berkemih, misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air
kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Bidan harus
dapat meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin setelah
melahirkan akan mengurangi komplikasi postpartum. Berikan dukungan mental
pada pasien bahwa ia pasti mampu menahan sakit pada luka jalan lahir akibat
terkena air kencing karena ia pun sudah berhasil berjuang untuk melahirkan
bayinya.
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena
semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya untuk
buang air besar secara lancer. Feses yang tertahan dalam usus semakin lama akan
mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh
usus. Bidan harus dapat meyakinkan pasien untuk tidak takut buang air besar
karena buang air besartidak akan menambah parah luka jalan lahir. Untuk
meningkatkan volume feses, anjurkan pasien mengonsumsi makanan tinggi serat
dan banyak minum air putih.
4. Kebersihan Diri
Menjaga kebersihan diri selama masa nifas merupakan upaya untuk memelihara
kebersihan tubuh mulai dari pakaian, kebersihandari ujung rambut sampai kaki.
Terutama pada daerah genitalia perlu mendapatkan perhatian yang lebih karena
terdapat pengeluaran cairan/darah lokia. Letak vagina yang berdekatan dengan
meatus uretraedan anus, yakni daerah tersebut banyak mengandung
mikroorganisme patogen.
5. Istirahat
Ibu nifas sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan
kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan
kepada ibu untuk beristirahat yang cukup. Saat di rumah sakit bidan harus
berhati-hati saat jam kunjungan untuk mencegah keletihan yang berlebihan.
Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal delapan jam sehari, yang dapat
dipenuhi melalui istirahat malam dan siang, ibu dapat beristirahat selagi bayinya
tidur. Dengan tubuh yang letih dan mungkin pikiran yang sangat aktif, ibu sering
perlu diingatkan dan dibantu agar dapat mendapatkan istiahat yang cukup.
6. Seksual
Masa nifas yang berlangsung selama enam minggu atau 40 hari merupakan masa
pembersihan rahim. Setelah enam minggu diperkirakan pengeluaran lokia telah
bersih, semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomy dan bekas luka
SC biasanya telah sembuh dengan baik, sehingga ibu dapat memulai kembali
hubungan seksual. Kecemasan akan menghambat proses perangsangan sehingga
prosuksi cairan pelumas pada dinding vagina akan terhambat. Cairan pelumas
yang minim akan berakibat gesekan penis dan dinding vagina tidak terjadi
dengan lembut, akibatnya akan terasa nyeri dan tidak jarang aka nada luka lecet
baik dinding vagina maupun kulit penis suami. Kondisi inilah yang menyebabkan
sakit. Selain itu ada dua lagi penyebab yang mungkin menurunkan gairah seksual
ibu pascamelahirkan, baby blues, atau kelelahan. Pada prinsipnya tidak ada
masalah untuk memulai melakukan hubungan seksual apabila ibu siap secara
fisik maupun psikis. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7. Latihan / senam nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu pascamelahirkan, sebaiknya
dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan. Setelah ibu cukup beristirahat.
8. KB pada ibu menyusui
Manfaat kontrasepsi bagi ibu yaitu adanya waktu yang cukup untuk mengasuh
anak, istirahat, perbaikan kesehatan ibu. Bagi bayi yang baru dilahirkan dapat
tumbuh secara wajar mendapat perhatian, perawatan, makanan yang cukup.
Manfaat untuk anak yang lainnya yaitu perkembangan fisik, mental, dan
sosialnya lebih baik kemudian dapat direncanakan pendidikan yang lebih baik
sehingga orang tua fokus untuk bertanggung jawab kepada anaknya.
E. Penyulit Dan Komplikasi Masa Nifas Dan Menyusui
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervagina/ perdarahan postpartum/ postpartum hemororgi/ hemorargi
postpartum/ PPH adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus
genetalia setelah melahirkan. Pendarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24
jam setelah anak lahir.
Pembagian:
a. Pendarahan postpartum primer (Early postpartum hemorhage) yang terjadi pada
24 jam pertama.
b. Pendarahan postpartum sekunder (late postpatum hemorhage ) yang terjadi
setelah 24 jam.
Etiologi penyebab pendarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, laserasi jalan lahir,dan inpertio uteri. Sedangkan penyebab pendarahan
postpartum skunder adalah sub involusi retensi sisa plasenta, infeksi nifas.
Pencegahan pendarahan postpartum dapat dilakukan dengan mengenali resiko
pendarahan postpartum (uteri distensi, partus lama, partum dengan pacuan ),
memberikan oksitosin injeksi setelah bayi lahir, memastikan kontraksi uterus
setelah bayi lahir, memastikan plasenta lahir lengkap, menangani robekan jalan
lahir.
2. Infeksi masa nifas
Infeksi masa nifas atau sepsis puerpuralis adalah infeksi pada traktus genetalia
yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah ketuban (rupture membrane)
atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus ditandai dengan
kenaikan suhu ibu lebih dari 37,5°C.
a. Endometritis
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan
sebelah dalam pada dinding rahim yang terjadi infeksi. Gejala endometritis
adalah:
1) Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
2) Mulai hari ke-tiga suhu meningkat, nadi menjadi cepat. Akan tetapi dalam
beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu
keadaan sudah normal kembali.
3) Lokhea pada endometritis biasanya bertambah dan kadang kadang berbau.
Penyebab endometritis, yaitu:
1) Infeksi gonorrhea

2) Infeksi pada abortus atau partus

3) Kerokan endometrium

4) Adanya tindakan obstetric pada endometrium


b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum). Gejala peritonitis adalah:
1) Gejala tergantung jenis dan penyebaran infeksinya
2) Muntah
3) Demam tinggi
4) Nyeri tumpul pada perut
5) Muncul abses
Penyebab peritonitis, yaitu:
1) Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2) Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual
3) Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh bebrapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhea dan infeksi klamidia)
4) Kelainan hati atau gagal jantug dimana cairan bisa berkumpul diperut dan
mengalami infeksi
5) Adanyan pembedahan yang mengakibatkan cedera pada kandung empedu, ureter,
kandung kemih atau usus.
6) Dialisa peritoneal.
7) Iritasi tanpa infeksi
c. Mastitis
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3
minggu setelah post partum. Gejala mastitis adalah:
1) Mammae yang membesar, nyeri, merah dan membengkak
2) Temperature badan ibu tinggi >37,5°C kadang disertai menggigil
Penyebab peritonitis, yaitu:
1) Staphylococcus aureus
2) Bendungan ASI yang berlanjut
d. Abses Payudara
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi abapila mastitis
tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi. Gejala abses
payudara adalah:
1) Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah
2) Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah
3) Benjolan terasa lebih lunak karena berisi nanah
3. Sub involusi uteri
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat
rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gram 6 minggu
kemudian. Pada beberapa keadaan tejadinya proses involusi rahim tidak berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya terhambat.keadaan
demikian disebut Sub involusi uteri
4. Post partum blues
Post partum blues dinamakan juga post natal blues atau baby blues adalah
gangguan mood yang menyertai suatu persalinan. Biasanya terjadi dari hari
ketiga sampai kesepuluh dan umumnya terjadi akibat perubahan hormonal. Hal
ini umumnya terjadi kira – kira antara 10-17% dari perempuan. Penyebab
terjadinya post partum blues sampai saat ini belum jelas diketahui.
Tanda dan gejala ibu nifas yang mengalami post partum blues:
a. Iritabilitas (mudah tersinggung)
b. Menangis dengan tiba – tiba
c. Cemas yang berlebihan
d. Mood yang labil
e. Gangguan selera makan
f. Merasa tidak bahagia
g. Tidak mau bicara
h. Gangguan tidur
i. Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan
F. Berpikir Kritis dalam Pengumpulan Data, Clinical Judgment, Problem
Solving dan Pendokumentsian pada Patologi Kegawatdaruratan Masa Nifas
1. Metritis
a. Definisi
Metritis (miometriosis) adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupan
salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti
endometritis. Bila tidak teratasi dengan baik maka berpotensi terjadi Parametritis
(infeksi sekitar rahim), Salpingitis (infeksi saluran otot), Ooforitis (infeksi indung
telur), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti
eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam
tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih
dari 50% adalah streptococcusan anaerob yang sebenarnya tidak pathogen sebagai
penghuni normal jalan lahir. factor yang berkaitan dengan kejadian metritis ialah
Faktor proses persalinan, Faktor tindakan persalinan, Faktor status sosial ekonomi
(gizi, personal hygine), Faktor bakteri sebagai berikut :
Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan infeksi antara lain :
1) Streptococcus haemoliticus aerob : masuknya secara eksogen dan menyebabkan
infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril,
tangan penolong, dan lain-lain.
2) Staphylococcus aureus: masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
3) Escerichia coli : sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan
infeksi terbatas
4) Clostridium welchii : kuman anaerob yang sangat berbahaya, sering ditemukan
pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum.
Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang
lebih luas. Pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini myometrium menunjukkan reaksi
radang berupa pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi
lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang – kadang dapat menjadi
abses.
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometrogia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea.
Akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh
pertembahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau
kurangadekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik, dyspareunia,
thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun,
penyumbatan tuba dan infertilitas.
b. Gejala klinik metritis adalah :
1) Demam menggigil
Demam merupakan gejala klinik terpenting untuk mendiagnosis metritis, dan
suhu tubuh berkisar 380C – 390C. Demam disertai menggigil yang harus diwaspadai
sebagai tanda adanya bakteremia yang bisa terjadi pada 10%-20% kasus. Demam
biasanya timbul pada hari ke-3 disertai nadi cepat.
2) Nyeri perut bawah
Penderita mengeluhkan nyeri bagian abdomen yang pada pemeriksaan bimanual
teraba agak membesar, nyeri dan lembek.
3) Lokhia berbau
Lokhia yang berbau menyengat sering menyertai timbulnya metritis, tetapi
bukan merupakan tanda pasti.
4) Perdarahan pervaginam
5) Syok

c. Penatalaksanaan
1) Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam :
a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b) Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
c) Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
2) Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan tatalaksana
3) Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infuse cairan kristaloid
4) Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai
terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam vaginanya)
5) Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau karet tumpul besar bila perlu
6) Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis lakukan laparotomi dan drainase
abnomen bila terdapat pus
7) Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal
8) Lakukan pemeriksaan penunjang
9) Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
a) Golongan darah ABO dan jenis Rh
b) Gula darah sewaktu (GDS)
c) Analisis urin
d) Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
e) Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa
plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
10) Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang digantungkan
pada tempat tidur pasien
11) Periksa kondisi umum : tanda vital, nyeri perut dan cairan pervaginam setiap 4
jam
12) Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48 jam.
Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur. Perbolehkan pasien pulang jika
suhu <37,50C selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan leukosit
<11.000/mm3.
2. Peritonitis
a. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi
rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit
akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu.
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
1) Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan ektopik
terganggu
2) Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab obstruksi
vena porta pada sirosis hati, malignitas.
3) Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus alienum,
misalnya kain kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang, trauma
4) Radang, yaitu pada peritonitis
b. Peritonitis diklasifikasikan menjadi:
1) Menurut agens
a) Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam
lambung, cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen
akibat perforasi.
b) Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya
karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke
peritonium dan menimbulkan peradangan.
2) Menurut sumber kuman
a) Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran
secara hematogen, bakteri gram negatif ( E.coli, klebsiella pneumonia,
pseudomonas, proteus) , bakteri gram positif (streptococcus pneumonia,
staphylococcus).
b) Peritonitis skunder
Oleh karena kebocoran traktus gastrointestinal, enzim pancreas dan benda
asing, misalnya peritoneal dialisis.
c) Petitonitis tersier
Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme penyebab
biasanya organisme yang hidup dikulit, yaitu coagulase negative. Gejala klinis
peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan terus-
menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di
seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita bergerak.
Gejala lainnya meliputi:
(1) Demam : Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat
hipotermia
(2) Mual dan muntah : akibat adanya kelainan patologis organ visera atau
akibat iritasi peritoneum
(3) Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas. Dehidrasi dapat terjadi akibat
ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik intravaskular.
Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin
dan syok.
(4) Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak
terdengar bising usus
(5) Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun
involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
(6) Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
(7) Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
(8) Tidak dapat BAB/buang angin.

c. Penanganan Peritonitis secara umum :


1) Lakukan nasogastric suction
2) Berikan infuse (NaCl atau Ringer Laktat)
3) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam: ampisilin 2 g IV
kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidasol 500 mg IV setiap 8 jam.
4) Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage).
3. Infeksi payudara
a. Definisi
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara. Terjadinya bendungan ASI
merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi mamae. Bakteri yang sering
menyebabkan infeksi mamae adalah Staphilococcus aerus yang masuk melalui luka
puting susu selain itu dapat juga karena kurangnya pengetahuan itu terhadap
perawatan payudara, kurangnya personal hygiene dan teknik menyusui yang salah.
Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada mamae, terjadi pemadatan mamae,
dan terjadi perubahan warna kulit mamae. Penderita dengan mastitis perlu
mendapatkan pengobatan yang baik dengan antibiotika dan obat simptomatis.
b. Tanda dan Gejala Mastitis
1) Kemerahan di daerah payudara
2) Nyeri tekan pada payudara
3) Disertai adanya benjolan yang keras
4) Suhu lebih dari 38,5 ͦ C (menggigil)
5) Penderita merasa lesu
6) Nafsu makan menurun
7) Denyut nadi meningkat
c. Perawatan mastitis dapat dilakukan dengan:
1) Memakai BH yang menyokong
2) Memberi kompres hangat (air hangat)
3) Mengeluarkan ASI dengan pijatan
4) Rangsangan oksitosin, dimulai dari payudara yang tidak sakit yaitu stimulasi
puting, pijat refleks punggung
5) Istirahat total
d. Pengobatan Mastitis:
1) Beri antibiotik dan analgesik. Antibiotik jenis penisilin dengan dosis tinggi
dapat membantu, sambil menunggu pembiakan dan kepekaan air susu.
Flucloxacilin dan erythromicin selama 7-10 hari
2) Bila terjadi panas, berikan antipiretika
3) Observasi tanda-tanda vital
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk
mencegah mastitis. Perawatan terdiri dari / atas membersihkan puting susu dengan
sabun. Sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang
kering.
Selain itu memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui bayinya ke arus
bebas dari infeksi, bila ada retak atau luka pada puting sebaiknya bayi jangan
menyusu, pada mamae yang bersangkutan sampai luka itu sembuh, air susu ibu
dikelurkan dengan pijatan.
Abses payudara adalah bentuk lanjutan dari mastitis yang tidak tertangani dan
merupakan akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan
oleh infeksi pada payudara. Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses
payudara terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga
memperberat infeksi. Abses payudara merupakan kompilasi akibat mastitis yang
tidak tertangani dan sering timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah
melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan
lecet pada puting susu.
Adapun gejala dari abses payudara adalah:
1) Payudara akan mengalami pembengkakan
2) Terasa panas

3) Kulit disekitar payudara akan tampak merah dan mengkilat

4) Suhu tubuh akan meningkat (Demam)

Apabila abses telah terbentuk, nanah harus dikeluarkan. Jika jumlah nanah
masih sedikit, mengeluarkan nanah dapat dengan cara aspirasi yang dilakukan
dengan anestesi lokal serta dipandu oleh USG payudara. Cara ini dapat dilakukan
tanpa harus menginap di Rumah Sakit (Rawat Jalan). Namun jika ditemukan nanah
dalam jumlah banyak, pengeluaran nanah harus dilakukan dengan cara insisi
(penyayatan) sehingga nanah yang terperangkap dapat dikeluarkan, tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum. Pemberian antibiotik akan diberikan oleh dokter
untuk mencegah infeksi lanjutan dari abses. Selain itu, akan disarankan untuk
berhenti menyusui terlebih dahulu pada payudara yang terkena abses untuk
memulihkan payudara yang sakit ke kondisi semula.
Pencegahan dapat sederhana dilakukan oleh para ibu dengan cara memakai
teknik yang benar dalam menyusui agar tidak terjadi luka, menyusui secara
bergantian baik kiri maupun kanan agar berguna dalam pengosongan air susu
sehingga tidak terjadi peradangan, menjaga kebersihan dari payudara sendiri, dan
juga mencuci tangan terlebih dahulu sebelum dan sesudah menyusui agar payudara
lebih terjaga kebersihannya saat tidak sadar terkena tangan.
4. Tromboplebitis
a. Definisi
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai
pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca
partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan
fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala
janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang
menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian
bawah (Adele Pillitteri, 2007).
Trombofleblitis femoralis adalah suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau
kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis yang
disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah,
perubahan pada susunan darah, laju
Pelviotromboflebitis adalah tromboflebitis yang mengenai vena-vena dinding
uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena
hipogastrika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dektra karena
infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus. Perluasan
infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari
vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Perluasan infeksi dari vena uterina
ialah ke vena iliaka komunis. (Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar, hal. 7-5)
Faktor penyebab terjadinya trombofeblitis, yaitu:
1) Pasca bedah, perluasan infeksi endometrium.
2) Mempunyai varises pada vena
Pada vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka terdapatnya
turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep (katup) vena
merangsang terjadinya thrombosis yang dalam waktu lama dapat menimbulkan
reaksi radang pada vena.
3) BB ibu termasuk kategori obesitas, IMT > 30,00
4) Berusia lebih dari 35 tahun
5) Pernah mengalami trauma pada pembuluh darah vena : Misalnya pada
pemberian obat yang iritan secara intravena.
6) Adanya malignitas (karsinoma), yang terjadi pada salah satu segmen vena.
7) Memiliki riwayat penyakit tromboflebitis dalam keluarga, Pernah memiliki
riwayat penyakit hiperkoagulopati atau trombofili, Pernah mengalami riwayat
adnexitis atau endometriosis, Ibu pernah memiliki riwayat pembedahan
obstetric, Ibu memiliki riwayat tirah baring / imobilisasi dalam jangka waktu
lama
5. Simpisiolisis
Simfisiolisis adalah kondisi yang jarang terjadi berupa pemisahan atau
pemutusan kedua tulang pelvis pada area simfisis pubis. Beberapa literature
menyebutkan juga simfisiolisis sebagai symphysis pubis diastasis danseparated
symphysis pubis. Simfisiolisis merupakan peregangan simfisis pubis secara
berlebihan. Simfisis pubis adalah sendi penghubung 2 tulang pubis. Simfisiolisis
disebabkan karena faktor hormonal dan faktor biomekanik.
Gejala simfisiolisis dapat terjadi sejak awal kehamilan dan sampai akhir periode
postpartum. Simfisiolisis awalnya asimtomatik pada pasien dan kemudian muncul
berbagai keluhan mulai dari nyeri supra-pubis hingga ketidakmampuan untuk
menanggung berat badan dan ketidakmampuan untuk buang air kecil. Pasien hampir
selalu merasakan sakit parah yang menjalar ke paha dan kaki sehingga menyulitkan
pasien untuk berdiri atau berjalan, 72 melaporkan kesulitan seksual dan 53%
memiliki eksaserbasi nyeri pada saat ovulasi bulanan. Pada palpasi dapat dirasakan
simfisis pubis terpisah disertai edema atau hematom jaringan lunak. Pada vaginal
toucher pemisahan simfisis pubis teraba dan kadang-kadang disertai laserasi vagina.
Untuk mengetahui simfisiolisis dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan
fisik, dan penunjang bila perlu dnegan USG, rontgen, dan MRI. Setelah diagnosis
simfisiolisis ditegakkan, maka dokter akan memberikan penanganan disesuaikan
dengan kondisi pasien :
a. Terapi konservatif: bedrest, pemasangan pelvic belt (mungkin ini yang Anda
sebut sebagai spalek), dan pemberian obat-obatan antinyeri. Dengan terapi
konservatif, umumnya perbaikan akan tercapai dalam waktu 6-8 minggu,
namun rasa nyeri masih bisa dirasakan sampai 8 bulan
b. Operasi pemasangan ORIF (open reduction internal fixation) / pemasangan pen:
dilakukan operasi jika simfisiolisis berat, gagal tersambung kembali, atau jika
terapi konservatif gagal. Dalam kasus Anda, kemungkinan pemeriksaan dokter
menunjukkan hal ini.
c. Fisioterapi: membantu memulihkan kondisi agar bisa beraktivitas normal
kembali
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008.Asuhan Kebidanan Nifas(hlm: 43-45). Yogyakarta: MitraCendikia.

Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

Maimunah, Siti. 2011. Kamus Istilah Kebidanan. Jakarta : EGC

Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Mochtar R, 2012. Sinopsis Obstetric Fisiologi dan Patologi jilid 1.Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Saifuddin, A B. 2012.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Siswosudarmo, R., 2008. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia

Anda mungkin juga menyukai