Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEBIJAKAN PELAYANAN IBU NIFAS SEBELUM PANDEMI


DAN SAAT PANDEMI COVID 19

DOSEN PENGAMPU : RIDHA WAHYUNI, S.ST., M.KEB

Kelompok 5

1. IKA WIDARTI NIM. 200411016


2. IMA ROHAYA NIM. 200411017
3. IRNI YUSNITA NIM. 200411020
4. ASTUTI HAYATI NIM. 200411003

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA

PRODI SI KEBIDANAN REGULER TRANSFER BALIKPAPAN

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Asuhan kebidanan pada masa nifas dan menyusui merupakan bagian dari
kompetensi utama seorang bidan. Masa nifas dan menyusui merupakan komponen
dalam daur hidup siklus reproduksi seorang perempuan.
Bidan mempunyai peran penting dalam memfasilitasi dan memberikan
asuhan yang aman dan efektif, memberikan pendidikan kesehatan dan konseling
serta melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan.
Kematian dan kesakitan ibu merupakan masalah kesehatan yang serius di
negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun
2015 Angka Kematian Ibu di dunia yaitu 289.000 jiwa dan Angka Kematian Ibu
Indonesia yaitu 214 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2015). Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator
pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan 2 SDGs. Menurut data
SDKI, Angka Kematian Ibu pada tahun 2015 menurun menjadi sekitar 307 per
100.000 kelahiran hidup, angka tersebut belum memenuhi target SDGs
(Sustaineble Development Goals) tahun 2030 yaitu mengurangi angka kematian
ibu hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 menunjukkan
cakupan kunjungan nifas (KF3) di Indonesia cenderung meningkat dari tahun
2008 sampai tahun 2016. Namun ada kecenderungan penurunan cakupan KF3
pada tahun 2016 lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yaitu dari 87,06%
menjadi 84,41%, penurunan tersebut salah satunya disebabkan karena kurangnya
kesadaran, pengetahuan ibu dan keluarga tentang pentingnya pemeriksaan
kesehatan pada saat nifas (Kemenkes RI, 2016).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan kebijakan program
nasional masa nifas dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data dasar pada ibu nifas.
b. Menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan sesuai dengan pengkajian
pada ibu nifas.
c. Menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada ibu nifas
d. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada ibu nifas.
e. Merencanakan asuhan kebidanan sesuai dengan kunjungan yang
dilakukan pada ibu nifas.
f. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang dilakukan
pada ibu nifas.
g. Melakukan evaluasi asuhan kebidanan yang telah dilakukan pada ibu
nifas
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN MASA NIFAS


Masa nifas atau post partum (puerperium) berasal dari Bahasa latin
yaitu kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas
adalah darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan, dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira
6 minggu atau 42 hari (Anggraeni, 2010).
Tujuan asuhan kebidanan nifas dan menyusui, sebagai berikut:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologis dimana
dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan
pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan
harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas secara
sistematis yaitu mulai pengkajian, interpretasi data dan analisa masalah,
perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Sehingga dengan asuhan
kebidanan masa nifas dan menyusui dapat mendeteksi secara dini penyulit
maupun komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.
3. Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau
komplikasi pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.
4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas dan
menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan jarak kelahiran,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat
serta memberikan pelayanan keluarga berencana, sesuai dengan pilihan
ibu.
Peran dan tanggungjawab bidan secara komprehensif dalam asuhan masa nifas
sebagai berikut ;

1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai


dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama
masa nifas.
2. Sebagai promotor yang memfasilitasi hubungan antara ibu dan bayi serta
keluarga.
3. Mendorong ibu untuk menyusui serta meningkatkan rasa nyaman ibu dan bayi.
4. Mendeteksi penyulit maupun komplikasi selama masa nifas dan menyusui serta
melaksanakan rujukan secara aman dan tepat waktu sesuai dengan indikasi.
5. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas dan menyusui,
pemenuhan nutrisi yang baik, serta mempraktekkan personal higiene yang baik.
6. Melakukan manajemen asuhan dengan langkah-langkah; pengkajian, melakukan
interpretasi data serta menetapkan diagnosa, antisipasi tindakan segera terhadap
permasalahan potensial, menyusun rencana asuhan serta melakukan
penatalaksanaan dan evaluasi untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah
komplikasi, serta untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
7. Memberikan asuhan kebidanan nifas dan menyusui secara etis profesional.

B. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DAN ASUHAN TERKINI DALAM


PELAYANAN KEBIDANAN PADA MASA NIFAS
Kebijakan program nasional pada masa nifas dan menyusui sebagai berikut. :
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.

Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada ibu selama masa
nifas (Kemenkes RI, 2013), adalah sebagai berikut :
1. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/kunjungan masa nifas setidaknya 4
kali, yaitu:
a. 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
b. 6 hari setelah persalinan
c. 2 minggu setelah persalinan
d. 6 minggu setelah persalinan
2. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda
infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.
3. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa
lelah dan nyeri punggung.
4. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang
didapatkannya dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan
bayinya.
5. Tatalaksana atau rujuk ibu bila ditemukan masalah.
6. Lengkapi vaksinasi tetanus toksoid bila diperlukan.
7. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah
satu tanda berikut:
a. Perdarahan berlebihan
b. Sekret vagina berbau
c. Demam
d. Nyeri perut berat
e. Kelelahan atau sesak nafas
f. Bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau pandangan
kabur.
g. Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan putting
8. Berikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut.
a. Kebersihan diri
1) Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang
air kecil atau besar dengan sabun dan air.
2) Mengganti pembalut minimal dua kali sehari, atau sewaktu-waktu
terasa basah atau kotor dan tidak nyaman.
3) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin.
4) Menghindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi.
b. Istirahat
1) Beristirahat yang cukup, mengatur waktu istirahat pada saat bayi
tidur, karena terdapat kemungkinan ibu harus sering terbangun
pada malam hari karena menyusui.
2) Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap.
c. Latihan (exercise)
1) Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul.
2) Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul:
a) Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik napas dalam
posisi tidur terlentang dengan lengan disamping, tahan napas
sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada, ulangi sebanyak 10
kali
b) Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan
kencangkan otot pantat, pinggul sampai hitungan 5, ulangi
sebanyak 5 kali.
d. Gizi
1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
2) Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
3) Minum minimal 3 liter/hari
4) Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pascasalin,
terutama di daerah dengan prevalensi anemia tinggi.
5) Suplemen vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU diminum
segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24 jam
kemudian.
e. Menyusui dan merawat payudara
1) Jelaskan kepada ibu mengenai cara menyusui dan merawat
payudara.
2) Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif.
3) Jelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda kecukupan ASI dan
tentang manajemen laktasi.
f. Senggama
1) Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak
merasa nyeri ketika memasukkan jari ke dalam vagina.
2) Keputusan tentang senggama bergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
g. Kontrasepsi dan KB Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya
kontrasepsi dan keluarga berencana setelah bersalin.

C. KESIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DIMASA


PANDEMI
1. FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP)
a. Puskesmas direkomendasikan untuk mengatur ulang fasilitas layanan
KIA agar terpisah dengan Gedung Utama Puskesmas sehingga Pasien
KIA tidak bercampur dengan Pasien Umum.
b. Jika Puskesmas tidak mempunyai ruang KIA yang terpisah dari
Gedung Puskesmas, maka dapat disiapkan fasilitas layanan darurat,
misalnya, memanfaatkan sarana gedung pelatihan, penginapan, gedung
olah raga, dll, dengan mengupayakan prasarana minimal terpenuhi
(sumber air bersih, listrik, kamar mandi dll). Sedapat mungkin tidak
menggunakan sekolah untuk memastikan anak-anak dapat kembali
bersekolah secepatnya.
c. Jika layanan KIA tidak mungkin dilakukan di Puskesmas, maka bisa
disepakati Bidan Praktik Mandiri (BPM) dalam satu regional untuk
dipergunakans secara kolektif oleh beberapa bidan di sekitarnya.
d. Menerapkan triase dan alur tatalaksana layanan ibu hamil, ibu bersalin
dan bayi baru lahir.
e. Memenuhi kebutuhan Rapid Test dan Alat Pelindung Diri (APD)
level-1 dan level 2
2. FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUT (FKRTL)
a. Fasilitas Rujukan untuk layanan kesehatan ibu terdiri dari RS rujukan
COVID-19, Rumah Sakit Umum (RSU) dan Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA).
b. Jika dimungkinkan, fasilitas Rujukan Maternal Neonatal bukan kasus
COVID-19 dipisahkan dari kasus COVID-19
c. RS rujukan COVID-19 memiliki kapasitas untuk penanganan Maternal
Neonatal (lihat daftar RS rujukan COVID-19)
d. RS mampu PONEK dilengkapi dengan fasilitas terpisah (wing facility)
atau RS darurat/lapangan untuk penanganan kasus COVID-19
e. Menerapkan triage dan alur tatalaksana layanan ibu hamil, ibu bersalin
dan bayi baru lahir
f. Meningkatkan kapasitas untuk mampu melakukan pengambilan
spesimen (swab) dan pemeriksaan dengan metode PCR
g. Memenuhi kebutuhan Rapid Test dan Alat Pelindung Diri (APD)
level-1, level-2 dan level-3.
h. Menyediakan ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi airborne) untuk
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir terkonfirmasi
COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
i. Menangani Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19
atau PDP sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
j. Menerapkan pemulangan pasien paska bersalin sesuai dengan
rekomendasi.
3. TENAGA KESEHATAN
a. Tenaga kesehatan di RS, Puskesmas dan Praktik Mandiri, Bidan Desa
dan kader kesehatan di dalam wilayah kerja memiliki pengetahuan
tentang penularan COVID-19, serta pengetahuan tentang tanda bahaya
dan gejala kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir.
b. Tenaga kesehatan memahami algoritma tata laksana ibu hamil/ibu
bersalin/bayi baru lahir dengan komplikasi atau kegawat daruratan
serta alur pelayanan kesehatan ibu dan bayi dalam situasi pandemi
COVID-19. Ten
c. aga kesehatan memahami indikasi, pemakaian, melepaskan dan
membuang Alat Pelindung Diri yang dipakai serta mematuhi
penggunaannya dengan benar sesuai tugas di masing-masing area.
d. Tenaga Kesehatan mampu memberikan edukasi kepada keluarga dan
masyarakat agar mendukung Ibu hamil, Ibu bersalin, Ibu menyusui dan
pengasuh memahami penggunaan masker dan etika batuk, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan di rumah dan ketika berkunjung ke
fasyankes, dan menyampaikan status Orang Dalam Pemantauan
(ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau terkonfirmasi positif
COVID-19.
D. PEDOMAN BAGI IBU NIFAS SELAMA SOCIAL DISTANCING (2020)
Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu nifas di
masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai
sabun selama 20 detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri,
menjaga kondisi tubuh dengan rajin olah raga dan istirahat cukup, makan
dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikan etika batuk-bersin. Sedangkan
prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah isolasi
awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari
kelebihan cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko
sekunder akibat infeksi bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan
infeksi penyerta yang lain, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi
gangguan pernapasan yang progresif, dan pendekatan berbasis tim dengan
multidisipin.
1. Bagi Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik
(cara cuci tangan yang benar pada buku KIA hal. 28).
b. Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung
alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia. Cuci tangan terutama
setelah Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), dan
sebelum makan (Buku KIA hal 28 ).
c. Selalu cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah memegang bayi
dan sebelum menyusui. (Buku KIA hal. 28).
d. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci.
e. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit
f. Gunakan masker medis saat sakit. Tetap tinggal di rumah saat sakit
atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak
beraktivitas di luar.
g. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan
batuk sesuai etika batuk.
h. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda
yang sering disentuh.
i. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan
penularan penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan
tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi
seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha
pencegahan lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan
hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya.
j. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya
dan dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha
pencegahan lain yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan
perilaku hidup sehat.
k. Cara penggunaan masker medis yang efektif :
 Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan
hidung, kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi
celah antara masker dan wajah.
 Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
 Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya : jangan
menyentuh bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan
bagian dalam).
 Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah
digunakan, segera cuci tangan.
 Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti
masker jika masker yang digunakan terasa mulai lembab.
 Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
 Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan
sampah medis sesuai SOP.
 Masker pakaian seperti katun tidak direkomendasikan.
l. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang
atau hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
m. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi
telepon layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9)
untuk dilakukan penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke
RS rujukan untuk mengatasi penyakit ini.
n. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat
mendesak untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis
obstetri atau praktisi kesehatan terkait.
o. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di
media sosial terpercaya.
p. Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas
(lihat Buku KIA). Jika terdapat risiko/ tanda bahaya, maka periksakan
diri ke tenaga kesehatan.
Kunjungan nifas (KF) dilakukan sesuai jadwal kunjungan nifas
yaitu :
 KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari
pasca persalinan;
 KF 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari
pasca persalinan;
 KF 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua
puluh delapan) hari pasca persalinan;
 KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42
(empat puluh dua) hari pasca persalinan.
q. Pelaksanaan kunjungan nifas dapat dilakukan dengan metode
kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan
menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi daerah
terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan
penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
r. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat
perjanjian dengan petugas.
s. Bayi baru lahir tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat
lahir (0 – 6 jam) seperti pemotongan dan perawatan tali pusat, inisiasi
menyusu dini, injeksi vitamin K1, pemberian salep/tetes mata
antibiotik dan pemberian imunisasi hepatitis B.
t. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan,
pengambilan sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
u. Pelayanan neonatal esensial setelah lahir atau Kunjungan Neonatal
(KN) tetap dilakukan sesuai jadwal dengan kunjungan rumah oleh
tenaga kesehatan dengan melakukan upaya pencegahan penularan
COVID-19 baik dari petugas ataupun ibu dan keluarga. Waktu
kunjungan neonatal yaitu :
 KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat
puluh delapan) jam setelah lahir;
 KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari
setelah lahir;
 KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua
puluh delapan) hari setelah lahir.
v. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI
ekslusif dan tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang
tercantum pada buku KIA). Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi
baru lahir, segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan
tanda bahaya atau permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.

2. Bagi Petugas Kesehatan


a. Tenaga kesehatan tetap melakukan pencegahan penularan COVID 19,
jaga jarak minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan.
b. Tenaga kesehatan harus segera memberi tahu tenaga penanggung
jawab infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan
ibu hamil yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam
Pengawasan (PDP).
c. Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien
Dalam Pengawasan (PDP) dalam ruangan khusus (ruangan isolasi
infeksi airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya apabila rumah
sakit tersebut sudah siap sebagai pusat rujukan pasien COVID-19. Jika
ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera mungkin dirujuk
ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut. Perawatan
maternal dilakukan diruang isolasi khusus ini termasuk saat persalinan
dan nifas.
d. Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19, dianggap
sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan bayi harus ditempatkan
di ruangan isolasi sesuai dengan Panduan Pencegahan Infeksi pada
Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
e. Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan
fasilitas untuk perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi
COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dari bayinya sampai
batas risiko transmisi sudah dilewati.
f. Pemulangan pasien postpartum harus sesuai dengan rekomendasi.

3. Rekomendasi terkait ibu menyusui


a. Ibu sebaiknya diberikan konseling tentang pemberian ASI. Sebuah
penelitian terbatas pada dalam enam kasus persalinan di Cina yang
dilakukan pemeriksaan ASI didapatkan negatif untuk COVID-19.
Namun mengingat jumlah kasus yang sedikit, bukti ini harus
ditafsirkan dengan hati-hati.
b. Risiko utama untuk bayi menyusu adalah kontak dekat dengan ibu,
yang cenderung terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara.
c. Petugas kesehatan sebaiknya menyarankan bahwa manfaat menyusui
melebihi potensi risiko penularan virus melalui ASI. Risiko dan
manfaat menyusui, termasuk risiko menggendong bayi dalam jarak
dekat dengan ibu, harus didiskusikan. Ibu sebaiknya juga diberikan
konseling bahwa panduan ini dapat berubah sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan.
d. Keputusan untuk menyusui atau kapan akan menyusui kembali (bagi
yang tidak menyusui) sebaiknya dilakukan komunikasi tentang risiko
kontak dan manfaat menyusui oleh dokter yang merawatnya.
e. Untuk wanita yang ingin menyusui, tindakan pencegahan harus
diambil untuk membatasi penyebaran virus ke bayi:
 Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, pompa payudara
atau botol.
 Mengenakan masker untuk menyusui.
 Lakukan pembersihan pompa ASI segera setelah penggunaan.
 Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan
kondisi yang sehat untuk memberi ASI.
 Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik),
sehingga bayi dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga
persediaan ASI agar proses menyusui dapat berlanjut setelah
ibu dan bayi disatukan.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes Republik Indonesia (2020) Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas dan
Bayi Baru Lahir selama social distancing.

Wahyuningsih (2018) Asuhan kebidanan Nifas dan Menyusui

Anggraeni (2010) Asuhan Kebidanan Masa Nifas, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai