Anda di halaman 1dari 11

KELAINAN KLINIS YANG TIMBUL

SAAT GASTRULASI / KELAINAN PERKEMBANGAN


EMBRIOGENESIS

MK EMBRIOLOGI

DOSEN PENGAMPU : EKA FRENTY H, S.ST,


M.KEB

Disusun Oleh :

IRNI YUSNITA
NIM : 200411020

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN

2021

A. PENGERTIAN
Gastrulasi adalah suatu proses yang dinamis, dimana berlangsung
migrasi sel-sel atau lapisan sel-sel secara terintegrasi yang dilakukan melalui
berbagai macam gerakan-gerakan morfogenik. Seiring dengan
berlangsungnya gastrulasi, juga berlangsung proses diferensiasi.

Embriogenesis merupakan proses perkembangan mudigah dari embrio


sampai menjadi organ yang dapat berfungsi dimana periodenya dimulai dari
minggu ketiga sampai kedelapan kehamilan (Sadler, 2010).

B. TAHAP PERKEMBANGAN
1. Minggu ketiga perkembangan
Selama minggu ketiga perkembangan embrio, terjadi proses gastrulasi
yang kemudian terbentuk tiga lapisan germinativum mudigah yang
terdiri dari ektoderm, mesoderm dan endoderm (Kumar, 2008).
Gastrulasi dimulai dari muncul garis primitif di lapisan luar epiblas,
dengan nodus primitif (nodus Hensen) di ujung kranial garis primitif.
Melewati garis primitif tersebut, sel –sel epiblas bergerak ke arah dalam
atau disebut invaginasi untuk membentuk lapisan endoderm dan
mesoderm sedangkan sel yang tidak bermigrasi membentuk ektoderm
(Sadler, 2010). Potongan melintang diskus germinativum dapat dilihat
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Potongan melintang diskus germinativum (Sadler,


2010).

Sel-sel epiblas yang bergerak melalui garis dan nodus primitif telah diatur
sebelumnya sedemikian rupa untuk menjadi tipe mesoderm dan endoderm
spesifik. Tiga lapisan germinativum primer telah terbentuk di bagian kepala
pada akhir minggu ketiga, dan proses perkembangan lapisan ini berlanjut ke
bagian kaudal mudigah sampai akhir minggu keempat dimana diferensiasi
jaringan dan organ telah dimulai yang terjadi dalam arah sefalokaudal
(Sadler, 2010).

2. Minggu ketiga hingga kedelapan


Periode perkembangan janin yang dimulai dari minggu ketiga sampai
kedelapan ini disebut periode mudigah, periode embrio atau periode
embriogenesis (Sadler, 2010). Ketiga lapisan germinativum primer yakni
ektoderm mesoderm, dan endoderm akan tumbuh dan berkembang
menjadi jaringan, struktur dan organ spesifik pada periode tersebut.
Sistem-sistem organ inti telah terbentuk sehingga pada akhir bulan
kedua, sudah terlihat bagian-bagian eksternal yang dapat dikenali
(Kumar, 2008).
Lapisan germinativum ektoderm berkembang menjadi struktur dan
organ yang mempertahankan kontak dengan luar tubuh seperti sistem
saraf pusat, sistem saraf tepi, epitel sensorik telinga, mata, hidung, kulit
termasuk kuku dan rambut serta hipofisis, kelenjar mamae, kelenjar
keringat serta email gigi. Jaringan dan organ lain yang berfungsi untuk
menunjang tubuh berkembang dari lapisan germinativum mesoderm.
Mesoderm terbagi menjadi tiga komponen utama diantaranya lempeng
lateral, paraksial dan intermediet. Bermula dari mesoderm paraksial yang
menghasilkan mesenkim kepala dan tersusun menjadi somit. Somit inilah
yang kemudian menghasilkan miotom (jaringan otot), sklerotom (tulang
rawan dan tulang), dan dermatom (jaringan subkutis kulit). Mesoderm
juga berkembang menjadi sistem vascular dan sistem urogenital kecuali
kandung kemih. Limpa dan korteks kelenjar suprarenal juga masih
merupakan turunan mesoderm. Diskus embrional yang semula datar
mulai melipat secara sefalokaudal, membentuk lipatan kepala dan ekor.
Diskus juga melipat secara transversal sehingga tubuh berbentuk bulat
(Sadler, 2010).
C. EMBRIOGENESIS ABNORMAL
Periode embrionik merupakan masa dimana embrio sangat sensitif
terhadap zat-zat teratogenik. Masa ini berlangsung dari minggu ke-3 sampai
ke-8 kehamilan. Setiap sistem organ fetus juga sedang berada pada puncak
sensitifnya sampai akhir minggu ke-8. Akhir minggu ke-8 sampai ke-38
kehamilan disebut sebagai periode fetal dimana risiko terjadi defek struktur
tubuh fetus menurun namun, bukan berarti sistem organ tidak dapat
terpengaruh oleh paparan zat teratogenik. Contohnya, perkembangan otak
yang masih berdiferensiasi di masa ini, sehingga paparan teratogenik dapat
menyebablan gangguan kognitif. (Sadler, 2010).

Gambar 2.2 Grafik hubungan antara waktu kehamilan dengan tingkat risiko
kejadian kelainan kongenital (Sadler, 2010).

D. PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL


Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi merujuk pada morfogenesis suatu jaringan (Graham dkk.,
2007). Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis dan
terjadi selama organogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan
atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap baik secara
parsial atau total atau perubahan konfigurasi normal suatu struktur.
Kebanyakan malformasi berawal pada minggu ketiga sampai minggu
kedelapan kehamilan. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir
sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba
neural, stenosis pilorus, spina bifida, dan defek sekat jantung. (Sadler,
2010). Kasus malformasi kongenital mayor diduga mengenai sekitar 3%
neonatus (Kim dkk., 2013).
2. Deformasi
Deformasi digunakan untuk mewakili suatu cacat lahir yang disebabkan
respon normal jaringan terhadap gaya mekanis (Graham dkk., 2007).
Gaya mekanis yang diduga menjadi penyebab cacat tersebut cenderung
mengenai jaringan dalam waktu yang lama. Contohnya, clubfeet yang
disebabkan oleh penekanan di rongga amnion. Deformasi lebih sering
mengenai sistem muskuloskeletal dan berkemungkinan pulih setelah lahir
dengan penanganan dan perawatan yang baik (Sadler, 2010).
3. Disrupsi, salah satu bentuk kelainan kongenital yang disebabkan oleh
proses destruktif yang kemudian menyebabkan perubahan morfologis
pada struktur yang sudah terbentuk (Sadler, 2010).
4. Displasia, struktur abnormal dikarenakan jaringan individu yang tidak
terbentuk abnormal (Graham dkk., 2007).
E. KELAINAN KONGENITAL
Sindrom, kumpulan beberapa kelainan sedari lahir yang terjadi bersamaan
dan disebabkan suatu etiologi yang spesifik (Sadler, 2010).

Beberapa Kelainan Kongenital

1. Labioskisis atau Labiopalatoskisis

Labioskisis atau bibir sumbing dan labiopalatoskisis atau bibir sumbing


disertai langit-langit sumbing merupakan kelainan kongenital pada
struktur wajah yang dapat segera dikenali (Dixon dkk., 2011). Bibir
sumbing dan langit-langit sumbing dapat terjadi salah satu diantaranya
atau bersamaan. Prevalensi sumbing ini lebih banyak di Asia dengan
angka morbiditas sebesar 1 per 500 kelahiran (Marcdante dkk., 2014).
Bibir sumbing memiliki prevalensi yang cukup tinggi yakni 1 per 1000
kelahiran dan terjadi lebih sering pada pria (80%) daripada wanita,
dengan insiden yang sedikit meningkat sesuai usia ibu, sedangkan langit-
langit sumbing sebagai kelainan tersendiri, prevalensinya sebesar 1 per
2500 kelahiran dan lebih sering ditemukan pada wanita (67%) dan tidak
berkaitan dengan usia ibu. Bilah-bilah palatum pada wanita menyatu
sekitar seminggu lebih lama daripada laki-laki, hal ini dapat menjelaskan
mengapa langit-langit sumbing lebih tinggi prevalensinya pada wanita
(Sadler, 2010).
Kelainan ini dapat terjadi dalam dua pola kemungkinan yakni defek
tunggal celah langit-langit pada palatum molle atau celah bibir dengan
atau tanpa celah pada palatum durum. Celah ini disebabkan oleh
hipoplasia jaringan mesenkim yang kemudian mengalami kegagalan
penyatuan. Defek pada palatum menyebabkan terjadinya hubungan
langsung antara rongga hidung dan rongga mulut yang dapat
menyebabkan kesulitan bicara maupun makan (Marcdante dkk., 2014).

Celah sumbing dapat dibagi menjadi dua macam, yakni anterior


dan posterior yang dibagi berdasarkan foramen insisivum. Celah yang
terletak di anterior foramen insisivum adalah bibir sumbing lateral,
sumbing antara palatum primer dan sekunder dan rahang atas sumbing.
Cacat-cacat tersebut disebabkan tidak berfusinya sebagian atau semua
prominensia maksilaris dengan prominensia nasalis mediana di satu atau
kedua sisi. Cacat yang terletak di posterior foramen insisivum mencakup
langit-langit sumbing dan uvula sumbing. Langit-langit sumbing dapat
terjadi akibat gagalnya fusi bilah-bilah palatum yang mungkin
dikarenakan ukuran bilah-bilah tersebut terlalu kecil, kegagalan bilah-
bilah tersebut untuk menunggi, gangguan fusi itu sendiri atau kegagalan
lidah untuk turun dari antara kedua bilah palatum. Kedua celah sumbing
tersebut juga dapat terjadi bersamaan sehingga terdapat kombinasi celah
yang terletak anterior serta posterior dari foramen insisivum (Sadler,
2010).

2. Defek Tabung Saraf


Spina bifida dan anensefalus merupakan defek tabung saraf yang
paling sering terjadi. Keduanya disebabkan gagalnya tabung saraf untuk
menutup pada awal embriogenesis (Boulet dkk., 2008).
a. Spina Bifida
Spina bifida merupakan defek tabung saraf yang mengenai daerah
spinal. Terdapat dua jenis spina bifida yakni spina bifida okulta
dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta ditandai dengan
kelainan pada arkus-arkus vertebra di regio lumbosacral (L4-S1)
yang masih ditutupi kulit, ditandai adanya bercak rambut di atas
region yang terkena dan biasanya tidak mengenai jaringan saraf
dibawahnya. Spina bifida sistika merupakan defek tabung saraf
yang lebih parah, ditandai dengan jaringan saraf dan atau
meningen yang menonjol. Penonjolan tersebut melewati suatu
defek di arkus vertebra (umumnya di region lumbosakral) dan
kulit yang kemudian membentuk suatu kantong (Sadler, 2010).

b. Anensefalus
Anensefalus merupakan salah satu defek tabung saraf yang
paling parah, diakibatkan gagalnya penutupan tabung saraf di
daerah dasar tengkorak pada minggu ketiga atau keempat (hari
ke-26 sampai 28) kehamilan, menjadikan tulang tengkorak yang
mengelilingi kepala tidak terbentuk. Seringkali otak kehilangan
sebagian atau seluruh bagian otak besar dan jaringan otak yang
tersisa terpapar dan terluka oleh cairan amnion. Tidak utuhnya
otak menyebabkan penurunan fungsi, termasuk penurunan
kesadaran dan rangsang nyeri. Batang otak yang masih utuh
dapat merangsang refleks bernafas janin dan terkadang merespon
terhadap suara atau sentuhan. Neonatus dengan kelainan ini tidak
dapat dilakukan tatalaksana lebih lanjut dan mereka cenderung
bertahan hidup dalam hitungan jam daripada hari bahkan
dilaporkan pada studi sebelumnya, lebih banyak janin dengan
anensefali yang meninggal sebelum lahir (Cook dkk., 2008).
Penyebab kelainan ini salah satunya ialah pestisida. Suatu
penelitian case control menyebutkan bahwa wanita yang terlibat
dalam dunia pertanian pada periode risiko akut memiliki risiko
mengandung anak dengan anensefalus sebesar empat kali lipat
dibanding wanita yang tidak turut serta dalam pertanian (Lacasana
dkk., 2006).
Gambar 2.5 Anak dengan anensefalus (Sadler, 2010)

F. EVIDENCE BASE

1. Labiopalatiskisis

Angka kejadian bibir sumbing bervariasi, tergantung pada etnis. Pada


etnis Asia terjadi sebanyak 2,1:1000 kelahiran, pada etnis Kaukasia 1:1000
kelahiran, dan pada etnis Afrika-Amerika 0,41:1000 kelahiran. Di Indonesia,
jumlah pasien bibir dan celah langit-langit terjadi 3000-6000 kelahiran per
tahunnya atau 1 bayi tiap 1000 kelahiran. Kasus paling umum yaitu sumbing
bibir dan palatum sebanyak 46%, sumbing palatum (isolated cleft palate)
sebanyak 33%, dan sumbing bibir saja 21%. Sumbing pada satu sisi 9 kali lebih
banyak dibandingkan sumbing dua sisi, dan sumbing pada sisi kiri 2 kali lebih
banyak daripada sisi kanan. Laki-laki lebih dominan mengalami sumbing bibir
dan palatum, sedangkan wanita lebih sering mengalami sumbing palatum.

Pada masa perkembangan janin dalam kandungan, faktor lingkungan seperti zat
teratogenik (zat yang mempengaruhi pertumbuhan janin) dan faktor genetik
mempengaruhi pembentukan celah bibir dan palatum. Paparan obat anti
kejang phenytoin meningkatkan kejadian sumbing hingga 10 kali lipat. Ibu yang
merokok selama kehamilan meningkatkan kejadian sumbing hingga 2 kali lipat.
Zat teratogenik lain seperti alkohol, asam retinoat, obat-obatan antikejang
lainnya juga berhubungan dengan malformasi (kelainan) kongenital termasuk
celah bibir dan palatum. Selain itu faktor gizi juga dapat mempengaruhi
terjadinya kelainan sumbing, diantaranya kekurangan asam folat, vitamin B6,
dan Zinc. Faktor genetik merupakan salah satu faktor resiko sumbing bibir dan
palatum ini, bila dalam keluarga terdapat 1 orang tua sumbing atau anak
sebelumnya sumbing, maka risiko sumbing pada anak berikutnya adalah 4%,
bila 2 anak sebelumnya menderita sumbing maka risiko meningkat menjadi 9%,
dan bila salah satu orang tua dan 1 orang anak sebelumnya menderita sumbing
maka risiko anak berikutnya menderita sumbing adalah 17%.

Kelainan genetik yang terjadi pada pasien sumbing dapat berkaitan dengan
sindrom bawaan lahir. Lebih dari 40% celah palatum adalah bagian dari suatu
sindrom, dibandingkan celah bibir dan palatum sebanyak 15% dapat merupakan
bagian dari sindrom. Sindrom tersering adalah sindrom Van Der
Woude, Velocardiofacial syndrome, Pierre Robin’s sequence, dll.
Adanya celah pada bibir maupun palatum menimbulkan gangguan penyerta, antara
lain kesulitan asupan nutrisi dan fungsi bicara. Gangguan asupan nutrisi disebabkan
oleh celah di bibir atau palatum menyebabkan bayi sulit menghisap atau makan
makanan cair, yang kemudian dapat menimbulkan masalah lain yaitu kekurangan
gizi dan berat badan yang sulit naik. Masalah kedua yang dapat timbul yaitu
gangguan bicara terutama bila terdapat celah palatum dan celah pada bibir juga
mempengaruhi pola bicara.
2. Anencephalus
Neural tube defects (NTD) adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat
kegagalan penutupan lempeng saraf (neural plate) pada minggu ketiga hingga
keempat masa gestasi atau masa awal embriogenesis. Kelainan ini dapat mengenai
meningen, vertebra, otot, dan kulit. Kelainan kongenital yang termasuk dalam NTD
diantaranya anencephaly, encephalocele, meningocele kranial, myelomeningocele,
spinal meningocele, lipomeningocele, spina bifida, dan beberapa cacat otak lainnya.
Spina bifida dan anencephaly merupakan dua bentuk NTD yang paling umum. NTD
ini berkontribusi ke abortus, mortalitas dan kecacatan yang hebat pada bayi baru
lahir.(Golalipour, Mobasheri, Vakili, & Keshtkar, 2007).
Kejadian NTD dapat diakibatkan oleh berbagai faktor risiko seperti kondisi
geografis, ras/etnik, jenis kelamin dari bayi, intake caffeine tinggi, diet rendah
kalori, konsumsi alkohol, kekurangan asam folat pada waktu kehamilan, kontrasepsi
oral dan perokok pasif.(Golalipour et al., 2007).
Anensefali merupakan bagian dari Nurral Tube Defect (NTD) yang disebabkan
kegagalan penutupan tabung saraf. Salah satu faktor yang paling berpengaruh
terhadap anensefali adalah kurangnya asam folat pada masa prekonsepsi dan awal
kehamilan.

Asam folat adalah kelompok dari vitamin B yang penting untuk perkembangan fetus
pada kehamilan awal, terutama tabung sarafnya. Wanita di usia reproduktif yang
akan melahirkan disarankan memakan asam folat lebih banyak sebab setengah dari
kehamilan biasanya tidak direncanakan. Asam folat yang dikonsumsi sebelum
kehamilan dan dalam minggu pertama kehamilan dapat mencegah penyakit
gangguan penutupan tabung saraf.(Czeizel, Dudás, Vereczkey, & Bánhidy, 2013;
Williams et al., 2015) Kebanyakan wanita mengkonsumsi asam folat hanya pada
saat kehamilan setelah dianjurkan oleh dokter. Menurut studi yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia kebanyakan wanita hamil
mengkonsumsi asam folat pada trimester kedua.(Hasibuan, 2017)

Asam folat selain terbukti bermanfaat pada janin, bermanfaat meningkatkan


pertumbuhan, perbaikan dan penyembuhan saraf pusat dewasa yang terkena injuri
dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler seperti stroke.(Iskandar et al., 2004;
Li et al., 2016).

Asam folat merupakan nutrisi esensial yang diperlukan pembelahan sel, pemeliharaan sel
dan sebagai ko-enzim dalam sintesis nukleotida yang sangat penting untuk
konstruksi atau perbaikan DNA. Asam folat dalam jumlah besar sangat diperlukan selama
masa kehamilan karena dapat mempercepat laju pertumbuhan sel, jaringan, serta baik
untuk perkembangan plasenta dan janin. Jumlah folat yang tidak cukup dapat
menghambat atau merusak sintesis DNA dan proses seluler lainnya, sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan janin. Kadar konsentrasi asam folat di sel darah merah
1000 – 1300 nmol/L dapat mencegah NTD.
Tubuh tidak dapat menghasilkan asam folat, sehingga butuh asupan eksternal. Sumber
makanan kaya asam folat antara lain sayuran hijau (bayam, brokoli, asparagus), kacang-
kacangan, buah-buahan, gandum utuh, makanan laut, produk susu, dan
telur.Konsumsi asam folat selama masa konsepsi telah lama diketahui merupakan
upaya pencegahan neural tube defect. Penelitian di daerah York, Inggris, dan di Irlandia
Utara menyimpulkan bahwa konsumsi asam folat dapat mengurangi angka kejadian
NTD sebanyak 91% dan 83% untuk masing-masing wilayah.

Panduan standar perawatan ibu dan neonatal WHO mengenai pencegahan NTD, yaitu
semua wanita saat ingin hamil dan pada awal kehamilan (sampai 12 minggu masa
gestasi) harus mengonsumsi 400 µg asam folat setiap hari, sedangkan untuk wanita
yang pernah memiliki bayi dengan NTD dianjurkan mengonsumsi 5 mg asam folat dan
makanan tinggi folat. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC)
peningkatan konsumsi asupan asam folat pada wanita usia subur dapat membantu
mencegah 150.000 sampai 210.000 dari 300.000 kasus NTD

G. REFERENSI
1. Fory Fortuna, SpBP-RE ( 2019). RS Unand - CLEFT LIP AND PALATE Celah
Bibir dan Langit-Langit /Lelangit

By PT. Andalas eko-Medika Infotama


Konsultan Container: Unand.ac.id Year: 2019 URL: http://rsp.unand.ac.id/artikel
/cleft-lip-and-palate-celah-bibir-dan-langit-langit

2. Jilly Natalia Loho (2012) .PREVALENSI LABIOSCHISIS DI RSUP. PROF. Dr. R.


D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 – OKTOBER 2012

Biomedik Year: 2011 Volume: 1 Issue: 1 URL: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php
/ebiomedik/article/view/4569/4097

3. Nur Ulfiatus Solecah (2018).  Hubungan Paparan, Pestisida Dengan, Kejadian


Kelainan, Kongenital Di, Kabupaten
Jember URL: https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/86758
/NUR%20ULFIATUS%20SHOLICHAH%201.pdf?sequence=1

4. Makkiyah et al (2021).Tingkat Pengetahuan Konsumsi Asam Folat Pada


Wanita Reproduktif Untuk Mencegah Penyakit Neural Tube Defect
: IKRA-ITH ABDIMAS Year: 2021 Volume: 4 Issue: 1 URL: https://journals.upi-
yai.ac.id/index.php/IKRAITH-ABDIMAS/article/view/903

5. Erdiana ( 2021). Anensefali Diduga Akibat Defisiensi Asam Folat


Container: Cermin Dunia
Kedokteran Year: 2021 Volume: 48 Issue: 7 URL: http://www.cdkjournal.com/index.
php/CDK/article/view/1455/984

Anda mungkin juga menyukai