Oleh :
Dinda Dwi Pratiwi
Pendidikan Biologi A 2016
16030204036
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
2
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun tumbuhan Miana
(Coleus sp.)?
B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan pada percobaan ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun
tumbuhan Miana (Coleus sp).
C. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan diatas, hipotesis pada percobaan kali ini yang dapat
disimpulkan yaitu :
Ho : Tidak ada pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun tumbuhan
Miana (Coleus sp).
Ha : Ada pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun tumbuhan Miana
(Coleus sp).
D. Kajian Pustaka
1. Morfologi dan klasifikasi Tumbuhan Miana (Coleus sp.)
Daun miana atau yang biasa disebut dengan tanaman iler menurut
Lisdawati (2008) mempunyai nama ilmiah (Coleus benth). Tanaman ini
tergolong ke dalam famili Lamiaceae, yaitu tumbuhan liar yang terdapat di
ladang atau di kebun-kebun sebagai tanaman hias. Berbatang basah yang
3
kimia yang bermanfaat antara lain juga alkaloid, etil salisilat, metal eugenol,
timol karvakrol, mineral (Dalimartha, 2008). Untuk memperbanyak tumbuhan
ini dilakukan dengan cara setek batang dan biji (Yuniarti, 2008).
Dari sistem sistematika (taksonomi), tumbuhan Miana dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotylendonae
Ordo : Solanales
Family : Lamiaceae
Genus : Coleus
Speies : Coleus atropurpureus Benth.
2. Senesensi
Senesensi adalah proses penuaan pada organ tumbuhan yang menuju ke
arah kematian. Senesensi adalah proses hormonal yang dikendalikan oleh zat
pengatur tumbuhan (ZPT), yaitu asam absisat (abscissic acid atau ABA) dan
etilen. Keberadaan dua hormone ini dalam suatu tanaman memicu terjadinya
senesensi yang dapat salah satunya diindikasikan oleh proses pengguguran
daun atau absisi daun. Daun yang rontok pada musim gugur, matinya
tumbuhan annual (tumbuhan 1 tahun) setelah berbunga, dan juga matinya
jaringan xilem setelah mengalami kematangan merupakan contoh senesensi.
Ciri-ciri terjadinya Senesensi dapat ditemukan pada morfologi dan
perubahan di dalam organ atau seluruh tubuh tanaman. Keadaan seperti ini
diikuti oleh meningkatnya abscission serta daun dan buah berguguran dari
batang pokok. Begitu pula pertumbuhan dan pigmentasi warna hijau berubah
menjadi warna kuning, yang akhirnya buah dan daun terlepas dari batang
pokok.
5
selama senesen pada daun. Auksin (IAA dan 2,4-D) dapat menghalangi
senesen pada tumbuhan tertentu. Etilen adalah hormon yang secara jelas
merangsang kuat senesen pada banyak jaringan.
Beberapa faktor luar dapat menghambat atau mempercepat terjadinya
senescence, misalnya :
1) Penaikan suhu, keadaan gelap, kekurangan air dapat mempercepat
terjadinya senescence daun.
2) Penghapusan bunga atau buah akan menghambat senescence
tumbuhan.
3) Pengurangan unsur-unsur hara dalam tanah, air, penaikan suhu,
berakibat menekan pertumbuhan tanaman yang berarti mempercepat
senescence.
Proses penuaan daun dimulai pada tanaman umur 44 hari yang ditandai
dengan menurunnya kandungan klorofil. Pada umur ini diduga terjadi
perubahan warna daun dari umur daun muda dengan warna lebih terang ke
warna daun yang lebih tua (lebih hijau).
4. Absisi Daun
Absisi adalah suatu proses yang terjadi secara alami yaitu pemisahan
bagian atau organ tanaman, seperti daun, bunga, buah atau batang.Secara
etimologis, absisi berasal dari ab yang artinya “jauh” dan scindere yang artinya
“memotong”. Proses absisi ini mengacu pada gugurnya satu atau lebih bagian
organ tanaman, seperti daun, buah, bunga, atau biji. Tumbuhan akan
mengalami absisi pada organ yang tidak lagi dibutuhkan untuk membantunya
bertahan hidup secara efektif sekaligus meningkatkan produktivitas (Salisbury,
1992), misalnya absisi daun saat musim gugur, absisi bunga untuk kepentingan
polinasi ataupun absisi buah untuk pemencaran biji. Faktor alami yang terjadi
dalam proses absisi yaitu panas, dingin, kekeringan dimana faktor-faktor
tersebut akan berpengaruh terhadap absisi.
Absisi daun pada Coleus sp. dipengaruhi oleh aktivitas hormon yang
berperan dalam senesensi tumbuhan yaitu Asam absisat dan etilen. Berlawanan
dengan etilen dan ABA, tumbuhan juga memiliki hormon pertumbuhan yang
berpengaruh dalam merangsang atau memperhambat pertumbuhan yaitu
8
ditentukan oleh konsentrasi auxin itu sendiri. Konsentrasi auxin yang tinggi
akan menghambat terjadinya absisi, sedangkan auxin dengan konsentrasi
rendah akan mempercepat terjadinya absisi.
Teori terakhir ditentukan oleh Robinstein dan Leopold (1964) yang
menerangkan bahwa respon absisi pada daun terhadap auksin dapat dibagi
ke dalam dua fase jika perlakuan auksin diberikan setelah auksin terlepas.
Fase pertama, auksin akan menghambat absisi dan fase kedua auksin
dengan konsentrasi yang sama akan mendukung terjadinya absisi. Menurut
Alex Comport (1956) dalam Leopold (1961) "Senesensi" adalah suatu
penurunan kemampuan tumbuh (viability) disertai dengan kenaikan
vulnerability suatu organisme. Namun di dalam tanaman, istilah ini
diartikan; menurunnya fase pertumbuhan (growth rate) dan kemampuan
tumbuh (vigor) serta diikuti dengan kepekaan (susceptibility) terhadap
tantangan lingkungan, penyakit atau perubahan fisik lainnya.
5. Daerah Absisi
Daerah absisi (abscission zone) merupakan daerah antara dua organ yang
terisi dengan jaringan khusus yang berfungsi unutk memisahkan kedua organ
tersebut. Daerah semacam ini antara lain terdapat pada pangkal tangkai daun
dan pangkal gagang bunga sehingga bila tiba waktunya daun dan bunga mudah
rontok. Tempat lepasnya daun pada tumbuhan biasanya terjadi pada bagian
pangkal daunya, karena pada bagian ini terdapat suatu lekukan dan juga
terdapat lapisan sel-sel khusus yang memang sudah disiapkan untuk proses
penguguran daun. Sel sel tersebut sering disebut sebagai zona absisi. Pektinase
dan selulase dirangsang pembentukannya pada sel-sel di daerah absisi, dan
akan melarutkan lamela tengah dinding yang melintang tadi, sehingga tangkai
11
daun lepas. Setelah daun rontok, daerah absisi membentuk parut luka pada
batang. Sel-sel yang mati menutupi parut untuk membantu melindungi
tumbuhan terhadap patogen.
Daerah absisi terdiri atas lapisan pemisah dan lapisan pelindung. Pada
lapisan pemisah tersebut terjadi pelepasan daun yang sebenarnya. Pada daerah
ini merupakan bagian terlemah dari tangkai daun. Setelah daun menjadi
dewasa, maka daerah absisi menjadin nyata dan terjadi lekukan dangkal di luar
dan di daerah absisi ini terjadi perubahan warna epidermis. Diameter berkas
vaskuler di daerah absisi mengalami pereduksian. Kolenkim tidak ada dan
sklerenkim menjadi lemah atau tidak ada sama sekali. Sel-sel parenkim absisi
mempunyai sitoplasma yang lebih padat
Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan proses metabolisme
daun, tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah etilen yang dihasilkan
juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel yang mulai menghasilkan etilen
akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang
lapisan absisi terpisah dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-
dinding sel pada lapisan absisi. Selama konsentrasi auksin yang lebih tinggi
dipertahankan di helai daun, pengguguran dapat ditunda namun penuaan
menyebabkan penurunan tingkat auksin pada organ tersebut dan konsentrasi
etilen mulai meningkat.
Daun yang terletak paling bawah dari suatu tanaman atau daun paling tua
akan segera gugur. Hal ini disebabkan karena daun paling tua berada paling
bawah, dimana cahaya matahari tidak dapat mengenai seluruh permukaan daun
karena terhalang oleh daun di atasnya. Akibatnya, daun paling tua tidak dapat
12
dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang tidak sama
disertai dengan pembengkokan organ. Sel-sel meristem dalam kultur kalus
dan kultur organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA. Auksin pada
umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
b. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah
menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal
dipotong, tunas lateral akan berkembang.
c. Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami
perubahan kimia dan fisik. Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA
dalam sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.
d. Aktivitas Kambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e. Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel,
kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin, yaitu
auksin bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat berdifusi.
Dengan pelarut seperti eter dapat dipisahkan kedua macam auksin tersebut.
Auksin yang terikat merupakan pusat dari kegiatan hormon di dalam sel,
sedangkan auksin bebas adalah kelebihan di dalam keseimbangannya. Maka
auksin yang terikat adalah zat yang aktif di dalam proses pertumbuhan
(Kusumo, 1984). Hasil penelitian terhadap metabolisme auksin menunjukkan
bahwa konsentrasi auksin di dalam tanaman berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi
IAA (Abidin, 1983) adalah :
a. Sintesis auksin.
b. Pemecahan auksin.
c. Inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.
15
E. Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian pada percobaan ini adalah :
1. Variabel manipulasi : Letak pemotongan lamina, pemberian lanolin dan
pemberian lanonin + AIA.
2. Variabel kontrol : Jenis dan jumlah tumbuhan, kondisi tumbuhan, media
tanam, waktu pemotongan lamina, dan konsentrasi
IAA.
3. Variabel respon : Kecepatan gugurnya tangkai daun tumbuhan Miana.
April 2018. Hal ini bertujuan agar waktu tidak mempengaruhi hasil percobaan.
Dan konsentrasi IAA yang digunakan sebanyak 1 ppm.
3. Variabel respon merupakan variabel yang berubah sebagai hasil akibat dari
perubahan variabel manipulasi. Variabel respon pada percobaan ini adalah
kecepatan gugurnya tangkai daun pada tumbuhan Miana setelah perlakuan
pemberian lanolin dan lanolin + IAA. Kecepatan dapat dilihat dari waktu
dengan dilakukan pengamatan tiap hari dan pencatatan waktu terjadi gugurnya
tangkai daun.
H. Rancangan Percobaan
Memotong satu pasang lamina yang terletak paling bawah pada pot 1dan dan lamina
yang terletak tepat di atas lamina paling bawah pada pot 2.
Mengolesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, sedang yang lain
dengan 1 ppm AIA dalam lanolin dan memberi tanda agar tidak tertukar
I. Langkah Kerja
Pot 1 Pot 2
1 2 3 4 5 6 7
Coleus sp. 1 I - √ - - - - -
(Duduk daun 1)
II - - √ - - - -
Coleus sp. 2 I - - - - √ - -
(Duduk daun 2)
II - - - - - - √
2. Histogram
8
6
Hari ke-
4 Tangkai daun 1
Tangkai daun 2
3
0
Coleus sp. 1 Coleus sp. 2
Tumbuhan Coleus sp.
L. Diskusi
Adakah perbedaan waktu gugurnya daun pada percobaan saudara? Jelaskan
pendapat saudara disertai dengan teori yang mendukung.
Jawaban :
Pada percobaan yang telah kami lakukan, dapat diketahui terdapat perbedaan
waktu gugurnya daun dengan menggunakan dua buah pot tumbuhan Miana
(Coleus sp.) dan diberikan perlakuan yang berbeda yaitu pemberian lanolin dan
pemberian AIA dan lanolin. Pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin waktu
gugurnya lebih cepat daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin + AIA.
Hal ini disebabkan karena bagian pangkal tangkai daun yang diolesi dengan lanolin
akan membentuk daerah absisi (Milborrow dalam Salisbury dan Ross, 1992:347).
Daerah ini merupakan bagian yang terlemah dan diameter berkas pengangkut lebih
kecil dari bagian lain, tidak mengandung kolenkim maupun sklerenkim (sebagai
jaringan penguat) sehingga lamela tengahnya larut yang mengakibatkan tangkai
daun dapat putus atau gugur.
Putus atau gugurnya tangkai daun pada daerah absisi yang tidak mengalami
penebalan oleh lignin, suberin, dan selulosa serta dipicu oleh angin atau karena
berat dari jaringan itu sendiri. Selain itu, disebabkan karena lanolin merupakan
salah satu campuran zat yang sifatnya sama dengan ABA dan etilen yaitu
mempercepat penuaan prematur pada sel organ yang akan gugur, termasuk daun.
Pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin + AIA waktu gugurnya tangkai
daun lebih lama daripada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin saja karena
AIA atau auksin menghalangi induksi ABA.
Hal ini dapat diindikasikan bahwa hormon AIA menghambat proses
pengguguran tangkai daun. Selain hormon yang berpengaruh pada proses
pengguguran daun, letak atau posisi daun juga berpengaruh yaitu tangkai daun
yang terletak paling bawah atau daun paling tua gugur lebih dahulu daripada
tangkai daun yang letaknya di atas daun terbawah atau ke-2 dari bawah. Hal ini
disebabkan karena daun paling tua berada paling bawah, dimana cahaya matahari
tidak dapat mengenai seluruh permukaan daun karena terhalang oleh daun di
atasnya. Akibatnya, daun paling tua tidak dapat melakukan fotosintesis dengan
baik, dan selanjutnya akan segera gugur (Sakamoto, 2008). Sehingga absisi daun
22
pada Coleus sp. Ini dipengaruhi oleh aktivitas hormon yang berperan dalam
senesensi tumbuhan yaitu Asam absisat dan etilen.
N. Kesimpulan
O. Daftar Pustaka
Andriawan. I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah
(Oryza sativa). Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian.
IPB. (Tidak publikasi).
Arteca RN .1996. Plant Growth Subtances : Principles and Applications. New
York : Chapman & Hall.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 5. Jakarta: PT Pustaka.
Khattak, M.M.A.K., M. Taher, S. Abdulrahman, I.A. Bakar, R. Damanik, A.
Yahaya. 2013. Anti-bacterial and anti-fungal activity of coleus leaves
consumed as breast-milk stimulant. J. Nutr. Food Sci. 43:582-590.
Lestari, G., I.P. Kencana. 2008. Galeri Tanaman Hias Landskap. Penebar
Swadaya. Jakarta.
25
LAMPIRAN