Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

“Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Pada Daun Tanaman Iler (Coleus sp.)”

Disusun oleh:

Yulius Aldi Wicaksono (17030204092)

PENDIDIKAN BIOLOGI B 2017

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
PENGARUH AIA (Asam Indole Asetat) TERHADAP PROSES ABSISI PADA DAUN
TANAMAN ILER (Coleus sp.)

A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh AIA (Asam Indole Asetat) terhadap proses absisi daun tanaman Iler
(Coleus sp.) ?

B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh AIA (Asam Indole Asetat) terhadap proses absisi daun
tanaman Iler (Coleus sp.).

C. Hipotesis
Terdapat pengaruh AIA (Asan Indole Asetat) terhadap proses absisi daun tanaman Iler
(Coleus sp.) yaitu dapat menghambat proses absisi daun.

D. Kajian Pustaka
1. Tanaman Iler (Coleus sp.)

Tanaman Iler merupakan suatu tanaman semusin yang tumbuh subur di daerah
dataran rendah hingga ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Selain itu,
tanaman Iler ini merupakan tanaman liar atau tanaman obat yang banyak ditemukan di
tepi jalan, di kebun-kebun yang merupakan tempat terbuka dan lembab.
Ciri morfologi dari tanaman Iler yaitu memiliki batang herba, tegak, ataupun
berbaring pada pangkalnya dan merayap dengan tinggi berkisar antara 30-150 cm.
Karakteristik batang tanaman Iler yaitu mudah patah dengan dilengkapi daun tunggal
berbentuk hati. Pangkal daun membulat atau melekuk menyerupai bentuk jantung dan
setiap tepiannya dihiasi oleh lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung
tangkai daun dengan panjang tangkai 3 cm hingga 4 cm dengan warna yang beraneka
ragam dengan ujung daun meruncing dan tulang ddaun menyirip berupa alur.
Permukaan daun agak mengkilap dan berambut halus panjang sekitar 7-11 cm, lebar
daun 3-6 cm berwarna ungu kecoklatan sampai ungu kehitaman (Yuniarti, 2008).
Tanaman Iler memiliki bunga dengan bentuk untaian bunga bersusun, muncul
pada pucuk tangkai batang berwarna putih, merah dan ,ungu. Selain itu, tanaman Iler
memiliki aroma bau yang khas dengan rasa yang agak pahit bila dikonsumsi serta
sifatnya dingin. Untuk perbanyakan tanaman Iler ini, dapat dilakukan dengan cara stek
batang dan biji (Yuniarti, 2008).
Tanaman Iler dalam sistem sistematika (taksonomi), dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class :Dicotylendonae
Ordo : Solanales
Family : Lamiaceae
Genus : Coleus
Species : Coleus sp.
Tanaman Iler memiliki nama daerah yang berbeda-beda di Indonesia, misalnya : si
gersing (batak), adang-adang (Palembang), miana, plado (Sumatera Barat), jawer
kotok ( Sunda), Kentangan (Jawa), ati-ati, saru-saru (bugis), majana (Madura)
(Dalimartha, 2008).
Tanaman Iler memiliki banyak manfaat diantaranya yaitu dapat menyembuhkan
hepatitis, menurunkan deman, batuk, dan influenza. Selain itu, daun tanaman Iler dapat
digunakan .sebagai penetralisir racun, menghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik),
pembunuh cacing (vermisida), membantu menyembuhkan gangguan pencernaan
makanan, meringankan radang paru-paru dan lain sebagainya (Dalimartha, 2008).
2. Peristiwa Absisi Daun
Pada dasarnya absisi daun merupakan suatu proses pengguguran daun.
Beberapa pengertian tentang abisis daun mengatakan bahwa absisi merupakan suatu
proses yang dilakukan tumbuhan untuk memisahkan atau membuang organ
tumbuhan seperti daun yang tidak lagi dibutuhkan oleh tumbuhan. Proses pemisahan
atau pembuangan ini berkaitan dengan adanya suatu perubahan tingkat kandungan
auksin dalam bagian yang akan mengalami gugur (daun) sehingga dapat
menghilangkan lapisan atau dinding penghubung. Bagian yang mengalami gugur,
disebut dengan daerah absisi (abscission zone) yang merupakan daerah antara dua
organ yang terisi dengan jaringan khusus yang berfungsi untuk memisahkan kedua
organ tersebut. Daerah absisi ini misalnya terletak pada pangkal tangkai daun
(Lakitan 2001) .
a. Tujuan Terjadinya Absisi Daun
Pengguguran atau pemisahan daun (absisi daun) dari cabang sering terjadi
pada musim tertentu, pada daun yang sudah tua, maupun terkena penyakit dengan
tidak meninggalkan luka. Terjadinya absisi daun merupakan suatu proses adaptasi
yang bermanfaat bagi tumbuhan dalam menghadapi konsisi lingkungan yang
tidak menguntungkan (Lakitan, 2001).
b. Proses Fisiologis Absisi Daun
Absisi pada daun merupaka suatu proses senescen yang jelas. Proses awal
saat terjadinya pengguran daun ditandai dengan adanya perubahan warna pada
daun hingga akhirnya mongering dan gugur. Terjadinya pengguguran daun ini
biasanya terjadi pada daun yang sudah tua, daun yang terkena penyakit, maupun
daun-daun yang berada pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.
Tempat lepasnya daun pada tumbuhan biasanya terjadi pada pangkal daun yang
memiliki suatu lekukan dan lapisan sel-sel khusus yang berperan dalam proses
pengguguran daun. Lapisan sel-sel tersebut dikenal sebagai zona absisi (Lakitan,
2001).
Mekanisme terjadinya absisi daun yaitu pektinase dan selulase dirangsang
pembentukannya pada sel-sel di daerah abisisi, sehingga akan melarutkan lamella
tengah dinding dan tangkai daun akan terlepas. Hubungan jaringan pembuluh pun
terputus dan akan disumbat dengan membentuk tilosa yang merupakan suatu zat
sejenis “gum” yang dilapisi dengan sel-sel gabus. Dalam proses abisisi daun ini,
terdapat dua peristiwa yang terlibat yaitu pembelahan sel dan insuksi hidrulose.
Kedua proses tersebut merupakan suatu proses metabolisme yang aktif, berperan
sebagai suatu proses terprogram yang mengatur perkembangan tumbuhan. Zat
pengatur tumbuhan (ZPT) yang berperan dala pengaturan absisi yaitu senyawa
auksin dan senyawa etilen, dimana seyawa auksin data menghambat proses abisis
daun sedangkan senyawa etilen merupakan senyawa yang memacu terjadinya
peristiwa absisi (Dewi, 2008). Telah diketahui bahwa ada keperluan untuk
mensintesis enzim dalam absisi, terutama untuk merusak dinding sel dan
mensintesis enzim respirasi. Ensim tersebut yaitu peroksidase yang dapat
mengakibatkan peningkatan sintesis etilen, dan fosfatase yang berasosiasi dengan
peristiwa penuaan.
Peristiwa absisi daun ini biasanya terjadi di dekat tangkai daun. Pada daerah
tersebut, terjadi perubahan sitologi dan biokimiawi dalam sel di daerah pemisah
sehingga pada akhirnya dapat memisahkan daun dari cabangnya. Pemisahan
diawali dengan pembelahan sel dan dinding sel baru, sehingga sel bisa membesar.
Pembesaran sel tersebut dapat merangsang kekuatan untuk menyobek pada
lapisan pemisah, dimana dinding sel mengalami degradasi dengan bantuan enzim
yang merupakan peristiwa utama dalam absisi sehingga dapat menyebakan
terjadinya pemisahan fisik (Dwidjoseputro, 1999). Tanggalnya daun tidak perlu
selalu adanya suatu tekanan fisik, seperti pada kebanyakan monokotil dan
beberapa dikotil basah, namun juga terkadang berasosiasi dengan peristiwa
pelarutan atau degradasi dinsing sel atau lamela tengah. Perubahan atau degradasi
dinding sel tersebut mengali perubahan yang meliputi hilangnya lamela tengah
sebagian karena hilangnya kalsium, hidrolisis dari dinding sel itu sendiri dan
rusaknya unsure-unsur yang telah tersklerifikasi.
Pada daerah absisi ini, terdapat suatu lapisan pemisah yang menyebakan
terjadinya pemisahan dan pembentukan lapisan pelindung yang melindungi
bagian yang terbuka dari parasit. Pembentukan lapisan absisi dapat terjadi secara
langsung, setelah adanya suatu kondisi yang merangsang absisi. Lapisan
pelindung dibentuk dengan adanya pengendapan zat proteksi seperti suberin dan
gum dalam dinding sel dan ruang antar sel. Pada spesies yang berkayu, lapisan
pelindung ini akan segera digantikan dengan periderm yang dibentuk di bawah
lapisan pelindung. Periderm baru tersebut lalu disambung dengan periderm di
bagain lain dari bagian tumbuhan yang bersangkutan. Pada daerah absisi ini,
jaringan tersklerefikasi sering tereduksi. Selain itu, jaringan pembuluh yang
awalnya terkondensasi di tepi menjadi terkondensasi di tengah. Hal tersebut
sering dijumpai pada daerah yang merupakan tempat pertemuan tangkai daun dan
sensi daun (Sasmitamihardja, 1996).
Setelah terjadinya pengguran daun, bagian yang terbuka yaitu bagian
pelepasan tersebut memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan lingkungan.
Akan tetapi sebelum terjadinya pelepasan daun pada zona tersebut, telah
disiapkan suatu lapisan pelindung bergabus sehingga dapat terhindar dari
kekeringan serta serangan parasit.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absisi Daun
1. Pengaruh Nutrisi
Terjadinya absisi daun dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dalam
tumbuhan. Nutrisi tersebut biasanya berupa unsur-unsur hara mineral yang
terdapat di dalam tanah. Unsur-unsur hara tersebut antara lain yaitu
(Soerodikoesoemo, 1995) :
 Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan suatu unsur atau komponen–komponen yang
berperan dalam penyusun protein, klorofil, hormon, enzim, asam
nukleat dan senyawa – senyawa organik lainnya. Dalam perananya
nitrogen akan membentuk suatu asam amino yang nantinya akan saling
berkatan membentuk rangkaian polipeptida yang disebut protein.
Diketahui bahwa protein merupakan suatu senyawa organik yang cukup
penting dalam tubuh organisme baik tumbuhan, hewan maupun manusia.
Protein ini, dapat mengatur terjadinya proses metabolisme dalam sel
seperti peristiwa transport sel yang berfungsi sebgai protein pembawa
(carrier). Sehingga, apabila metabolisme sel tidak berjalan maka jaringan
akan mati (nekrosis), daun menjadi kering, dan akhirnya daun gugur.
Selain itu, nitrogen juga menjadi salah satu unsure pembentuk klorofl,
sehingga apabila kekurangan maka tumbuhan akan mengalami klorosis
ditandai dengan daun yang menguning dan lama kelamaan daun pun akan
gugur. Diketahui pula bahwa unsur nitrogen juga merupakan penyusun
hormon yang berperan dalam peristiwa absisi daun yaitu auksin, etilen dan
ABA.
 Kalium (K)
Unsur kalum merupakan salah satu unsur yang berperan dalam
fotosintesis dan respirasi, Peranannya yaitu dalam pengaktifan enzim-
enzim yang tentunya sangat dibutuhkan dalam proses respirasi dan
fotosintesis. Tanpa adanya unsur K maka enzim-enzim menjadi tidak aktif
dan pada akhirnya menyebabkan daun mengalami nekrotik, kering, dan
mati karena tidak ada pasokan makanan dan energi dan daun pun menjadi
gugur.
 Magnesium (Mg)
Unsur magnesium merupakan suatu komponen penyusun klorofil
serta memiliki peranan penting dalam metabolisme energi sperti
fotosintesis. Tanpa adanya fotosintesis maka tifdak akan dihasilkan
makanan dan tumbuhan pun dapat mati. Pada dasrnya. apabila tumbuhan
kekurangan unsur magnesium maka daun mengalami klorosis dan
nekrotik (rusak). Akibatnya daun harus digugurkan.
 Fosfor (P)
Unsur fosfor (P) merupakan salah satu komponen dari asam nukleat.
Diketahui bahwa asam nukleat merupakan pembentuk RNA, dimana RNA
memiliki peranan dalam proses sitesis protein. Apabila tidak ada unsur
fosfor dalam tumbuhan maka proses sintesis protein tidak akan
berlangsung serta tidak akan dihasilkan protein. Akibatnya terjadi penuaan
sel dan pengguguran daun. Selain itu fosfor juga merupakan kompoen
penyusun fosfolipid yang terdapat pada membran plasma, sehingga
apabila kekurangan unsur P maka transport zat akan terhambat begitu pula
pada proses metabolisme sel yang akan berdampak pada kematian sel dan
jaringan. Apabila terjadi kematian pada jaringan, maka dapat berakibat
daun yang mengering hingga gugur.
 Kalisum (Ca)
Unsur Ca diketahui memiliki fungsi dalam proses sintesis pektin pada
lamella tengah, sehingga apabila kekurangan unsur ini dinding sel pada
tangkai daun menjadi lebih mudah rapuh.
 Molibdenum (Mo)
Peranan dari unsure Mo yaitu dalam sintesis hormon asam absisat
(ABA). Pada saat terjadi poses sintesis ABA diperlukan adanya koenzim
yang ternyata mengandung unsur Mo. Koenzim tersebut digunakan
uuntuk mengoksidasi gugus aldehid ABA menjadi gugus karboksil ABA.
Sehingga, secara tidak langsung unsur Mo berperan dalam pensistesisan
hormon ABA, Hormon ABA merupkan salah satu zat pengatur tumbuh
yang berperan dalam proses pengguguran daun.
2. Pengaruh Air
Dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, air memiliki peranan
penting, sehingga apabila tumbuhan kekurangan air akan berdampak pada
terjadinya proses absisi daun. Mekanisme terjadinya abisisi daun yaitu pada
saat akar dan daun mengalami kekurangan air, akar akan membentuk banyak
ABA, dimana ABA tersebut akan ditransfer ke daun melaui xilem. Tingginya
konsentrasi ABA inilah yang menyebabkan terjadinya absisi daun
(Romadhoni, 2010).
Selain itu, ketersediaan air juga berhubungan dengan proses fotosintesis.
Pada saat CO2 di sel penutup sedikit, maka menyebabkan terjadinya
penimbunan ion K+ pada sel penutup. Hal tersebut dapat menyebabkan nilai
potensial osmotik pada sel penutup menjadi negative dan pada akhirnya sel
penutup akan menyerap H2O dari sel penjaga dan stomata pun menjadi
terbuka. Sebaliknya ketika sel mesofil daun mengalami kekurangan air, sel
tersebut akan mensitesis ABA. ABA menyebabkan potensial osmotik di sel
tetangga menjadi negatif, kemudian ion K+ dan H2O berpindah ke sel
tetangga dan stomata menutup. Sehingga dari penjelasan tersebut dapat
diketahui bahwa ABA berpengaruh pada proses terjadinya penguguran daun
(absisi daun) (Romadhoni, 2010).
Proses pengguguran daun juga dipengaruhi oleh musim. Misalnya pada
saat saat musim kemarau, dimana ketersediaan air sangat sedikit, maka
tumbuhan akan melakukan proses pengguguran daun. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk dapat mengurangi penguapan. Dengan adanya jumlah daun
yang banyak, maka dapat membuat semakin meluasnya bidang penguapan
pada daun. Oleh sebab itu, agar tumbuhan tidak kehilangan air terlalu banyak
maka bentuk adaptasinya yaitu dengan pengguguran daun. Adapun contoh
tumbuhan yang menggugurkan daunnya pada saat musim kemarau yaitu
pohon jati.
Diketahui pula pada saat musim panas, biasanya tumbuhan yang tidak
mampu bertahan akan mengalami stress, dimana stress tanaman tersebut
berhubungan erat dengan terjadinya peristiwa kekeringan. Ketika tanaman
mengalami stress, maka proses pertumbuhan menjadi terganggu serta proses
pengambilan atau penyerapan air dari dalam tanah berlangsung kurang
maksimal. Akibatnya proses pengambilan air menjadi menurun dan membuat
terhambatnya kegiatan metabolisme pada daun. Daun pun menjadi berwarna
kuning/coklat dan terlihat seperti terbakar. Dan pada akhirnya daun – daun
tersebut akan gugur.
Selain musim kemarau yang dapat memicu terjadinya proses
pengguguran daun, pada musim gugur juga terjadi peristiwa pengguguran
daun. Daun – daun tampak tidak berwarna hijau. Terjadinya perubahan warna
daun – daun tersebut, karenakan terhentinya proses produksi auksin yang
menghambat sirkulasi air dan unsur hara dari tanah. Rendahnya nilai
kandungan dari kedua komponen tersebut menyebabkan terjadinya
kemunduran fungsi klorofil, sehingga muncullah zat-zat warna lain seperti
karoten (pemberi warna kuning pada daun).
3. Pengaruh Hormon
Proses pengguguran daun sebenarnya juga dipengaruhi oleh keberadaan
hormon-hormon (zat pengatur tubuh tumbuhan) seperti asam absisat (ABA),
etilen, auksin, dan sitokinin. Berikut penjelasan selengkapnya :
 Asam Absisat (ABA)
Hormon ABA ini disintesis di dalam kloroplas dan plastid. Dalam
mekanismenya, hormon ABA sebenarnya bekerja secara tidak langsung
dalam proses pengguguran daun, dimana ABA akan menyebabkan penuaan
pada sel-sel daun sebelum daun tersebut gugur. Dampak yang ditimbulkan
akibat adanya hormon ABA yaitu proses sintesis protein menjadi terhambat,
dimana hal tersebut dapat terjadi yaitu dengan cara menonaktifkan gen-gen
yang berperan dalam proses transkripsi sehingga proses sintesis protein
tidak dapat berlangsung dan tidak akan dihasilkan protein. Protein berperan
dalam proses metabolisme sel, tanpa adanya protein maka metabolisme
menjadi terganggu dan kemudian sel-sel bahkan jaringan akan mengalami
kerusakan yang berujung pada peristiwa gugurnya daun (Romadhoni, 2010).
 Hormon Etilen
Hormon etilen merupakan salah satu hormon yang berperan besar
terhadap terjadinya peristiwa pengguguran daun. Hormon etilen akan
memicu pembentukan suatu enzim tertentu yaitu enzim pektitase dan
selulase. Enzim-enzim tersebut merupakan enzim pengurai bagian dinding
sel pada zona absisi, dimana enzim akan melarutkan lamella tengah dan
dinding sel pada sel-sel absisi sehingga terjadilah pematahan pada zona
absisi. Sel-sel pada zona absisi tersebut akan melemah sehingga tidak
mampu lagi menopang daun dan pada akhirnya daun digugurkan (Dewi,
2008).
Selain itu, etilen merupakan zat pemacu pengguguran daun yang
terkuat dan tersebar luas pada berbagai organ tumbuhan dan menyebabkan
pembesaran sel serta memicu terjadinya sintesis hidrolase yang merupakan
enzim pengurai dinding sel. Etilen mempengaruhi proses transkripsi pada
sintesis protein, yaitu pada jumlah molekul mRNA yang menjadikan
hidrolase (paling tidak selulase) meningkat, setelah diberi perlakuan etilen.
Akibatnya proses pengguguran daun menjadi meningkat. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa peranan utama etilen yaitu
mempengaruhi proses pengguguran daun bukan pada proses perubahan
warna daun yang rontok maupun pengeringan daun (Dewi, 2008).
 Hormon Auksin
Auksin atau dikenal juga dengan AIA (Asam Indol Asetat) yaitu
sebagai auksin utama pada tanaman, di biosintesis dari asam amino
prekursor triptopan. Sebenarnya proses pengguguran daun sangat
dipengaruhi oleh keberadaan hormon auksin dan etilen, dimana keduanya
tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya.
Keseimbangan kedua hormon juga akan mempengaruhi proses
pengguguran daun (Dwidjoseputro, 1999). Dengan adanya auksin maka
pengguguran daun dapat diperlambat, namun yang mejadi penghambat
dalam kasus ini adalah proses penuaan daun yang berlangsung secara
alamiah. Pada daun yang masih muda, produksi auksin sangat banyak
karena masih berada dalam fase pertumbuhan. Dengan adanya kadar auksin
yang tinggi saat daun masih muda, maka kan mempengaruhi kadar etilen
yaitu produksi etilen akan terhambat saat kadar auksin tinggi sehingga
kadar etilen menjadi rendah. Akan tetapi, ketika daun sudah mulai menua
maka produksi auksin mejadi terhambat dan akibatnya sel-sel pada lapisan
absisi akan lebih sensitive terhadap etilen, akibatnya sintesis ezim pektitase
dan selulase menjadi meningkat. Enzim tersebut berperan dalam pelarut
lamella dan dinding sel sehingga sel-sel abisisi tiadk akan mampu
menopang daun dan daun pun digugukan (Dewi, 2008) .
Jika dianalisis lebih lanjut, sebenarnya hubungan antara absisi daun
dengan auksin yaitu bahwa pengaruh auksin terhadap absisi daun
ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Apabila konsentrasi auksin
tinggi, maka produksi etilen akan dihambat dan proses abisisi daun tidak
akan terjadi. Sedangkan apabila konsentrasi auksin rendah maka prosuksi
etilen ktidak dapat dihambat dan proses absisi daun pun dapat terjadi (Kadir,
2007). Sehingga, selama konsentrasi auksin dapat dipertahankan pada helai
daun maka pengguguran daun dapat dihambat, namun proses penuaan tidak
dapat dipungkiri sehingga dampaknya yaitu pada konsentrasi auksin yang
menurun dan konsentrasi etilen pun menjadi meningkat. Telah kita ketahui
dari penjelasan sebelumnya bahwa hormon etilen memiliki peran penting
dalam proses pengguguran daun. Yaitu memicu proses pengguguran daun
(Dewi, 2008).
 Hormon Sitokinin
Hormon sitokinin merupakan suatu hormon yang berperan dalam
proses penundaan penuaan. Sehingga, apabila pasokan sitokinin sedikit
maka proses penuaan tidak dapat ditunda dan akibatnya peristiwa absisi
daun akan lebih cepat terjadi (Esrita, 2010).
4. Pengaruh Gerak Pada Tumbuhan
Proses pengguguran daun (absisi daun) ternyata juga melibatkan
beberapa gerak pada tumbuhan yaitu gerak fototropisme dan gerak epinasti.
Berikut penjelelasan secara rinci mengenai gerak tumbuhan yang dapat
mempengaruhi proses absisi daun :
 Gerak fototropisme merupakan suatu gerak tumbuhan yang dipengaruhi
oleh arah datangnya rangsangan cahaya. Adapun mekanismenya yaitu
pada awalnya daun memiliki jumlah auksin yang merata pada semua
permukaan daun, namun saat ada rangsang cahaya yang mengenai bagian
sekitar tangkai daun (daerah terang) maka auksin pada tangkai daun
dipindahkan ke tajuk daun (daerah gelap). Perpindahan tersebut
menyebabkan tajuk menjadi rebah ke bawah. Dengan adanya hal tersebut,
maka dinding sel – sel pada zona absisi terurai sehingga akan semakin
mudah daun lepas dari tangkainya (Kimbal, 1992).
 Gerak epinasti merupakan suatu gerak tumbuhan yang membengkok ke
bawah. Gerak ini terjadi pada tangkai daun tepatnya di zona absisi.
Epinasti tangkai daun dapat terjadi akibat memanjangnya bagian atas sel –
sel parenkim pada zona absisi. Pemanjangan ini tentu disebabkan oleh
adanya etilen pada daerah tersebut. Dalam prosesnya, awalnya hormon
etilen membuat daun mengalami klorosis, kemudian meningkatnya
penebalan batang/tangkai, pelayuan, epinasti batang/tangkai, dan akhirnya
pengguguran daun (Kimball, 1992).

E. Variabel Penelitian
- Variabel Manipulasi (Variabel Yang Dibedakan)

a. Letak pemotongan daun :

1. Nodus terbawah.

2. Nodus kedua dari bawah.

b. Jenis olesan pada potongan tangkai daun :

1. Lanolin.

2. Lanolin dengan campuran AIA 1 ppm.

- Variabel Kontrol (Variabel Yang Disamakan)

a. Jenis tanaman Coleus sp. sama dalam hal : Satu varietas

b. Media tanam yang digunakan sama dalam hal :

1. Jenis media tanam : Tanah

c. Kondisi tanaman Coleus sp. Yang digunakan sama dalam hal :

1.. Ukuran tanaman Coleus sp (tinggi tanaman).

2. Umur tanaman Coleus sp.

d. Waktu pemotongan daun Coleus sp. : dilakukan bersamaan

- Variabel Respon :

a. Waktu gugurnya tangkai daun Coleus sp.

F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Manipulasi merupakan variabel yang mampu mempengaruhi atau


menyebabkan munculnya variabel respon. Variabel manipulasi yang digunakan yaitu
sebagai berikut :
a. Letak pemotongan daun Coleus sp. yaitu dilakukan pada nodus terbawah dan nodus
kedua dari bawah. Hal tersebut dilakukan agar dapat diketahui perbedaan waktu
yang diperlukan untuk proses gugurnya daun pada daun Coleus sp. yang berada pada
nodus terbawah (daun tua) dan daun Coleus sp. pada nodus kedua dari bawah (daun
muda), sehingga dapat diketahui apakah proses pengguguran daun juga dipengaruhi
oleh penuaan daun.

b. Jenis olesan pada potongan tangkai daun Coleus sp. yang digunakan yaitu dengan
menggunakan olesan lanolin pada tanaman Coleus sp. 1 dan dengan menggunakan
olesan lanolin yang dicampur dengan AIA 1 ppm pada tanaman Coleus sp. 2.
Penggunaan lanolin bertujuan untuk untuk menutup luka pada potongan daun agar
tidak langsung bereaksi dengan udara bebas. Pencampuran AIA pada lanolin
bertujuan untuk membuktikan bahwa zat pengatur tumbuh AIA dapat
mempengaruhi terjadinya absisi daun yaitu dengan cara menghambat proses absisi
daun.

2. Variabel Kontrol merupakan suatu variabel yang tidak mempengaruhi hubungan


antara variabel manipulasi terhadap variabel respon dan tetap konstan. Variabel kontrol
dapat digunakan apabila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
Berikut variabel kontrol yang harus digunakan yaitu sebagai berikut :

a. Jenis tanaman Coleus sp. yang digunakan berasal dari satu varietas tanaman. Hal
tersebut dilakukan karena lama waktu terjadinya suatu proses absisi daun tentu
berbeda antara spesies satu dengan spesies lainnya.

b. Media tanam yang digunakan harus dibuat sama, antara tanaman Coleus sp. satu
dengan tanaman Coleus sp. yang lainnya. adapun media tanam yang digunakan yaitu
tanah sehingga sumber nutrisi (unsure hara) yang tersedia yaitu sama pada kedua
tanaman.

c.Kondisi tanaman Coleus sp. sama dalam hal tinggi tanaman. Dengan kondisi tinggi
tanaman yang sama, maka diasumsikan bahwa kedua tanaman Coleus sp. tersebut
memiliki umur yang sama. Hal tersebut perlu diperhatikan karena dapat
mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pengguguran tangkai
daun.

d. Waktu pemotongan daun Coleus sp. pada nodus terbawah dan nodus kedua dari
bawah dilakukan dalam waktu yang bersamaan untuk kedua tanaman Coleus sp.
Dengan begitu, maka tidak akan mempengaruhi hasil (variabel respon) yaitu
lamanya waktu yang diperlukan untuk proses pengguguran daun.

3. Variabel Respon merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel manipulasi. Berikut variabel respon tersebut yaitu :
a. Waktu yang diperlukan dalam proses gugurnya tangkai daun merupakan variabel
respon yang dipengaruhi oleh pemberian lanolin dan dalam lanolin + AIA 1 ppm.
Dengan adanya hormon auksin (berupa AIA 1 ppm) yang diberikan pada tangkai daun
dapat berpengaruh pada proses absisi daun yaitu akan memperlambat proses absisi
yang terjadi dibandingkan tanpa pemberian hormon auksin.

G. Alat dan Bahan

Alat :
1. Pisau / cutter 1 buah

Bahan :
1. Tanaman Coleus sp.dengan memiliki kondisi sama 2 pot tanaman
2. Lanolin secukupnya
3. Lanolin yang bercampur dengan AIA 1 ppm secukupnya
4. Label secukupnya

H. Rancangan Percobaan

1. Dua buah pot tanaman Coleus sp. diambil kemudian dilakukan kegiatan sebagai
berikut :
a) Pot 1 : satu pasang lamina yang terletak paling bawah dipotong.
b) Pot 2 : satu pasang lamina yang terletak tepat di atas lamina yang paling bawah
dipotong
2. Bekas potongan tersebut diolesi yang satu dengan lanolin, sedangkan yang lainnya
diolesi dengan lanolin yang bercampur dengan AIA 1 ppm.
3. Setiap pot tanaman diberi label agar tidak tertukar.
4. Kondisis tanaman Coleus sp. diamati setiap hari dan dicatat waktu gugurnya tangkai-
tangkai daun tersebut.
5. Perbedaan waktu gugur daun diamati dan dijelaskan berdasarkan hasil percobaan dan
didukung dengan teori yang ada.
I. Langkah Kerja

2 pot tanaman Coleus sp.

Pot 1 Pot 2

 Dipotong satu pasang lamina  Dipotong satu pasang


yang terletak paling bawah lamina yang terletak di
nodus kedua dari bawah

 Bekas potongan diolesi lanolin,


bekas lain diolesi 1 ppm AIA
dalam lanolin
Tanaman Coleus sp.yang
telah diolesi
 Diberi tanda dengan label

 Diamati tiap hari, dicatat waktu


gugur tangkai daun tersebut
 Diamati perbedaan waktu gugur
daun dan dikaitkan dengan teori

Hasil pengamatan :
Waktu yang diperlukan dalam proses
pengguguran daun

J. Rancangan Tabel Pengamatan


Berdasarkan hasil praktikum proses absisi daun Iler (Coleus sp). diperoleh hasil
sebagai berikut :
No Letak Perlakuan Absisi hari ke-
1 2 3 4 5 6 7

Coleus sp Lanolin - - √ - - - -
1 Lamina batang
bawah
AIA 1 ppm + - - - - √ - -
Lanolin
Coleus sp Lanolin - - - √ - - -
2 Diatas lamina
batang bawah
AIA 1 ppm + - - - - - √ -
Lanolin
Dari data hasil percobaan yang telah diperoleh, maka dapat dibuat grafik yang
menyatakan pengaruh hormon AIA terhadap proses absisi daun Iler (Coleus sp.) sebagai
berikut :

7
Gugurnya tangkai daun (hari ke-)

6
5
4
3 AIA 1 ppm + lanolin
2 Lanolin
1
0
Lamina batang bawah Diatas lamina batang
bawah
Perlakuan potongan daun

Grafik 1. Hubungan hormon terhadap proses absisi daun

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan hasil kegiatan praktikum yang dilakukan mengenai “Pengaruh AIA
Terhadap Proses Absisi Pada Daun Tanaman Iler (Coleus sp.)”, diperoleh hasil bahwa
terdapat perbedaan waktu saat terjadinya absisi daun. Adapun hasilnya yaitu sebagai
berikut :
Pada pot pertama, sepasang lamina pada nodus paling bawah dipotong dan pada
masing-masing potongan lamina diberi perlakuan yaitu satu tangkai daunnya diolesi
dengan lanolin dan satu tangkai daun yang lain diolesi dengan lanolin yang bercampur
dengan AIA 1 ppm. Dari perlakuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa pada pot
pertama menunjukkan hasil yaitu absisi daun terjadi di hari ke-3 pada tangkai daun yang
diolesi lanolin, sedangkan pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin yang bercampur
dengan AIA 1 ppm absisi daun terjadi di hari ke-5 setelah pengolesan.
Pada pot kedua, dimana sepasang lamina pada nodus ke dua dari bawah dipotong
dan diberi perlakuan pada masing-masing tangkai daunnya yaitu pada salah satu tangkai
diolesi dengan lanolin dan tangkai lainnya diolesi dengan lanolin yang bercampur dengan
AIA 1 ppm, maka diperoleh hasil yaitu absisi daun pada tangkai daun yang diolesi dengan
lanolin terjadi pada hari ke-4, sedangkan pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin
yang bercampur AIA 1pp terjadi pada hari ke-6.
Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan waktu pengguran
daun (absisi daun) pada tiap perlakuan yang terhitung sejak waktu pengolesan lanolin dan
lanolin yang bercampur AIA 1 ppm pada tangkai daun tanaman Coleus sp.

L. Hasil Analisis Data


Berdasarkan data yang telah diperoleh dari percobaan pengaruh AIA terhadap
proses absisi pada daun tanaman iler (Coleus sp.), maka dapat diketahui bahwa proses
absisi daun pada tangkai daun yang diolesi dengan lanolin yang bercampur AIA 1 ppm
lebih lambat jika dibandingkan dengan tangkai daun yang diolesi dengan lanolin. Selain
itu letak tangkai daun juga mempengaruhi proses absisi daun, dimana absisi daun lebih
cepat terjadi pada tangkai daun yang berada pada nodus terbawah jika dibandingkan
dengan nodus ke-2 dari bawah.
Sesuai dengan hasil tersebut, diketahui adanya AIA 1 ppm dalam lanolin
memberikan pengaruh pada peristiwa absisi daun. AIA (Asam Indol Asetat) merupakan
auksin utama pada tanaman yang disintesis dari asam amino prekursor triptopan. Pada
dasarnya proses pengguguran daun (absisi daun) sangat dipengaruhi oleh keberadaan
hormon auksin dan etilen, yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya.
Keseimbangan kedua hormon tersebut sangat diperlukan karena dapat mempengaruhi
proses pengguguran daun (Dwidjoseputro, 1999). Fungsi kerja auksin yaitu dapat
memperlambat pengguguran daun. Apabila kadar auksin tinggi maka akan
mempengaruhi kadar etilen, dimana produksi etilen akan terhambat saat kadar auksin
tinggi. Adapun mekanisme terjadinya absisi daun yaitu pengguguran daun akan terjadi
jika konsentrasi etilen tinggi dan auksin (AIA) rendah, dimana etilen akan memicu
pembentukan suatu enzim tertentu yaitu enzim pektitase dan selulase. Enzim-enzim
tersebut merupakan enzim pengurai bagian dinding sel pada zona absisi, dimana enzim
akan melarutkan lamella tengah dan dinding sel pada sel-sel absisi sehingga terjadilah
pematahan pada zona absisi. Sel-sel pada zona absisi tersebut akan melemah sehingga
tidak mampu lagi menopang daun dan pada akhirnya daun digugurkan (Dewi, 2008).
Selain itu, diketahui pula bahwa absisi daun lebih cepat terjadi pada nodus
terbawah dari tanaman Coleus sp. jika dibandingkan dengan nodus ke dua dari bawah
pada tanaman Coleus sp. Hal tersebut berhubungan dengan proses penuaan daun, dimana
semakin tua daun maka semakin mendekati terjadinya peristiwa absisi daun (penguguran
daun). Penuaan daun erat kaitannya dengan konsentrasi AIA yang dimiliki, dimana pada
daun yang masih muda, produksi auksin (AIA) sangat banyak karena masih berada
dalam fase pertumbuhan (Dewi, 2008). Dengan adanya kadar auksin yang tinggi saat
daun masih muda, maka akan mempengaruhi kadar etilen yaitu produksi etilen akan
terhambat (konsentrasi rendah). Akan tetapi, ketika daun sudah mulai menua maka
produksi auksin mejadi terhambat dan akibatnya sel-sel pada lapisan absisi akan lebih
sensitive terhadap etilen, akibatnya sintesis ezim pektitase dan selulase menjadi
meningkat. Enzim tersebut berperan dalam pelarut lamella dan dinding sel sehingga sel-
sel abisisi tidak akan mampu menopang daun dan daun pun digugurkan (Dewi, 2008).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa hormone AIA
sangat berpengaruh terhadap proses pengguguran daun. Oleh sebab itu, adanya
penambahan AIA 1 ppm pada lanolin dapat membantu menghambat proses penggura
daun (absisi daun) pada tanaman Coleus sp.

M. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh AIA terhadap proses absisi daun pada tanaman Coleus sp, dimana
AIA dapat menghambat proses pengguguran daun (absisi daun). Pada lamina tanaman
Coleus sp yang diolesi dengan lanolin yang bercampur AIA 1 ppm mengalami proses
absisi daun yang lebih lambat jika dibandingkan dengan lamina pada Coleus sp yang
diolesi dengan lanolin. Selain itu umur daun juga mempengaruhi absisi daun, dimana
semakin tua umur daun maka proses abisisi daun menjadi lebih cepat dan sebaliknya.
N. Daftar Pustaka
Dalimartha, S. 1996. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan. Lembaga Biologi
Nasional-LIPI. Jakarta

Dewi A, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan
Tanaman. Bandung : Universitas Padjajaran

Dwidjoseputro. 1999. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT Gramedia.

Esrita. 2010. Peranan Sitokinin dalam Mekanisme Respon Tanaman Terhadap Cekaman
Kekurangan Air. Jambi : Universitas Jambi.

Kadir. 2007. Indole Acetic-Acid (IAA). Surabaya : Gramedia.

Kimball, J. W., 1992. Biologi, edisi ke-5, jilid 2. Erlangga : Jakarta.

Lakitan, Benyamin. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Romadhoni, A,. et all. 2010. Asam Absisat Biosintesa dan Pengangkutan dalam
Tanaman serta Fungsi. Pekanbaru : Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Sasmitamihardja, Drajdat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB

Soerodikoesoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: UT


Depdikbud.

Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tanaan Obat Tradisional. Cetakan Pertama MedPress.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai