Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan

ABSISI DAUN PADA TANAMAN Coleus sp

Oleh
Dyah Novira Dwi Jayanti 17030204041

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh AIA terhadap proses absisi daun pada tanaman
Coleus sp?
B. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui pengaruh AIA terhadap proses absisi daun pada tanaman
Coleus sp
C. Hipotesis
H1 : Terdapat pengaruh AIA terhadap proses absisi daun pada tanaman
Coleus sp

H0 : Tidak terdapat pengaruh AIA terhadap proses absisi daun pada tanaman
Coleus sp

D. Kajian Pustaka

Gambar 1. Tanaman iler (Coleus sp)

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Class :Dicotylendonae

Ordo : Solanales

Family : Lamiaceae
Genus : Coleus

Species : Coleus sp.

Tumbuhan iler tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian


1500 meter diatas permukaan laut dan merupakan tanaman semusim. Umumnya
tumbuhan ini ditemukan di tempat lembab dan terbuka seperti pematang sawah,
tepi jalan pedesaan di kebun-kebun sebagai tanaman liar atau tanaman obat.
Tumbuhan iler memiliki batang herba, tegak atau berbaring pada pangkalnya dan
merayap tinggi berkisar 30-150 cm, dan termasuk kategori tumbuhan basah yang
batangnya mudah patah. Daun tunggal, helaian daun berbentuk hati, pangkal
membulat atau melekuk menyerupai benuk jantung dan setiap tepiannya dihiasi
oleh lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung tangkai daun dengan
panjang tangkai 3-4 cm yang memiliki warna beraneka ragam dan ujung
meruncing dan tulang daun menyirip berupa alur. Untuk memperbanyak tanaman
ini dilakukan dengan cara setek batang dan biji (Yuniarti, 2008).
Tumbuhan iler bermanfaat untuk menyembuhkan hepatitis dan menurunkan
demam, batuk dan influenza. Selain itu daun tumbuhan iler ini juga berkhasiat
untuk penetralisir racun (antitoksik), menghambat pertumbuhan bakteri
(antiseptik), mempercepat pematangan bisul, pembunuh cacing (vermisida), wasir,
peluruh haid (emenagog), membuyarkan gumpalan darah, gangguan pencernaan
makanan (despepsi), radang paru, gigitan ular berbisa dan serangga (Dalimartha,
2008).
Senesensi adalah proses penuaan pada organ tumbuhan yang menujuke arah
kematian. Senesensi adalah proses hormonal yang dikendalikan oleh zat pengatur tumbuhan
(ZPT), yaitu asam absisat (abscissic acid atau ABA) dan etilen. Keberadaan 2
hormon ini dalam suatu tanaman memicu terjadiya senensi yang dapat salah
satunya diindikasikan oleh proses pengguguran daun atau absisi daun. Secara
etimologis, absisi berasal dari ab yang artinya “jauh” dan scindere
yang artiya “memotong”. Proses absisi ini mengacu pada gugurnya satu
atau lebih bagian organ tanaman, seperti daun, buah, bunga, atau biji.
Tumbuhan akan mengalami absisi pada organ yang tidak lagi
dibutuhkan untuk membantunya bertahan hidup secara efektif sekaligus
meningkatkan produktivitas (Salisbury, 1992), misalnya absisi daun
saat musim gugur, absisi bunga untuk kepentingan polinasi ataupun
absisi buah untuk pemencaran biji. Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor
lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek pada musim gugur dan suhu yang
rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini menyebabkan perubahan
keseimbangan antara etilen dan auksin (Abidin, 1985). Tumbuhan evergreen,
seperti ; mynospermae ummnya menggugurkan daunnya secara teratur
sedangkan tumbuhan semusim menggugurkan daunnya sebelum musim
dingin.
Daun merupakan organ dari tanaman yang berperan penting dalam
fotosintesis untuk menghasilkan bahan makanan bagi kelangsungan hidup
tanaman. Daun pada tanaman secara berkala akan mengalami proses
pengguguran. Selama pengguguran, daun terlepas dari batang tanpa menimbulkan
kerusakan terhadap jaringan hidup di batang dan permukaan yang baru terbuka itu
juga dilindungi dari pengeringan dan infeksi. Daun tidak gugur begitu saja pada
waktu mati. Suatu daerah pembelahan yang disebut daerah absisi berkembang di
daerah dekat pangkal tangkai daun. Sehingga sejumlah dinding sel yang melintang
tegak lurus terhadap sumbu panjang tangkai daun terbentuk (Darmawan dan
Baharsjah, 1983). Daerah absisi terdiri atas lapisan pemisah dan lapisan
pelindung. Pada lapisan pemisah tersebut terjadi pelepasan daun yang sebenarnya.
Pada daerah ini merupakan bagian terlemah dari tangkai daun. Setelah daun
menjadi dewasa, maka daerah absisi menjadin nyata dan terjadi lekukan dangkal
diluardan di daerah absisi ini terjadi perubahan warna epidermis. Diameter berkas
vaskuler di daerah absisi mengalami pereduksian. Kolenkim tidak ada dan
sklerenkim menjadi lemah atau tidak ada sama sekali. Sel-sel parenkim absisi
mempunyai sitoplasma yang lebih padat (Darmawan dan Baharsjah, 1983).
Gambar 2. Zona absisi daun

Sebelum daun gugur terjadi lapisan pemisah pada daerah pengguguran


tersebut. Lapisan pemisah berlanjut melintasi sel-sel parenkim di dalam berkas
vaskuler. Sel-sel parenkim di tempat tersebut membelah menjadi sel yang lebih
kecil, pipih, mengandung tepung dan plasmanya kental. Di daerah ini unsur-unsur
xilem dan floem serta sel-sel mati lainnya telah rusak secara mekanik. Sebelum
daun benar-benar gugur, silosis dan getah menyumbat terutama sel-sel
pengangkut primer pada berkas vaskuler, namun pengangkutan tetap
dipertahankan melalui unsur-unsur sekunder sehingga daun tetap segar dan tidak
layu sampai pada akhirnya pemisahan tersebut sempurna. Segera sebelum
pengguguran daun, dinding luar dan lamella tengah sel-sel penyusun lapisan
pemisah menjadi bergelatin dan pada akhir sebelum daun gugur gelatin tadi
hancur dan terlarut. Akibat pelarutan substansi antar sel dan dinding sel luar,
maka sel-sel menjadi renggang dan lepas antara satu dengan yang lain. Akhirnya,
daun hanya diperkuat oleh unsur-unsur vaskuler yang segera putus akibat tenaga
mekanis atau gravitasi, sehingga tangkai daun akan terputus karena angin dan
berat daunnya sendiri yang mengakibatkan pemisahan daun dari batang
(Darmawan dan Baharsjah, 1983).
Mekanisme struktural terjadinya absisi adalah sebagai berikut :
1. K e k u r a n g a n k l o r o f i l
Reduksi jumlah klorofil pada daun akibat paparan sinar matahari menyebabkan
daun menguning. Berkurangnya jumlah pigmen hijau daun turut memegang peran
dalam proses absisi.
2. Mekanisme Kimiawi
Tumbuhan menghasilkan beberapa oksigen reaktif, misalnya hydrogen peroksida
(H2O2) akibat tekanan biotik dan abiotik, termasuk sinar UV, temperatur rendah, pathogen,
parasit, ataupun salinitas yangtinggi. 2roduksi hidroksil radikal ini akan menyebabkan gangguan
homeostasis pada metabolism seluler dan perusakan dinding sel (Sakamoto, 2008).
3. Pengaruh hormon
Auksin sebagai hormon tumbuh (disebut juga AIA atau asam
indola s e t a t ) d a n e t i l e n b e r p e n g a r u h t e r h a d a p r e g u l a s i s i n y a l a b s
i s i . D u a senyawa ini bekerja dalam mekanisme yang sinergis. Saat AIA
menurun,fuks AIA yang menuju zona absisi berkurang. Berkurangnya suplai AIA
ini menyebabkan zona absisi menjadi sensitif terhadap etilen. Saat tumbuhan
terkonsentrasi pada hormon etilen,
g e n mengekspresikan enzim selulose dan poligalakturonase yang berf
ungsi mendegradasi dinding sel. Enzim yang mengaktifkan etilen ini ditemukan
berada dalam area promoter (Sakamoto, 2008). Hormon asam absisat
y a n g d i ya k i n i m e n s t i m u l a s i a b s i s i t e r b u k t i t i d a k m e m e g a n g p e r
a a n a n dominan dalam proses ini.
4. Pengaruh Nutrisi

Terjadinya absisi daun dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi


dalam tumbuhan. Nutrisi tersebut biasanya berupa unsur-unsur hara mineral yang
terdapat di dalam tanah. Unsur-unsur hara tersebut antara lain yaitu
(Soerodikoesoemo, 1995) :

 Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan suatu unsur atau komponen–komponen yang


berperan dalam penyusun protein, klorofil, hormon, enzim, asam nukleat dan
senyawa – senyawa organik lainnya. Dalam perananya nitrogen akan membentuk
suatu asam amino yang nantinya akan saling berkatan membentuk rangkaian
polipeptida yang disebut protein. Diketahui bahwa protein merupakan suatu
senyawa organik yang cukup penting dalam tubuh organisme baik tumbuhan,
hewan maupun manusia. Protein ini, dapat mengatur terjadinya proses
metabolisme dalam sel seperti peristiwa transport sel yang berfungsi sebgai
protein pembawa (carrier). Sehingga, apabila metabolisme sel tidak berjalan maka
jaringan akan mati (nekrosis), daun menjadi kering, dan akhirnya daun gugur.
Selain itu, nitrogen juga menjadi salah satu unsure pembentuk klorofl, sehingga
apabila kekurangan maka tumbuhan akan mengalami klorosis ditandai dengan
daun yang menguning dan lama kelamaan daun pun akan gugur. Diketahui pula
bahwa unsur nitrogen juga merupakan penyusun hormon yang berperan dalam
peristiwa absisi daun yaitu auksin, etilen dan ABA.

 Kalium (K)

Unsur kalum merupakan salah satu unsur yang berperan dalam


fotosintesis dan respirasi, Peranannya yaitu dalam pengaktifan enzim-enzim yang
tentunya sangat dibutuhkan dalam proses respirasi dan fotosintesis. Tanpa adanya
unsur K maka enzim-enzim menjadi tidak aktif dan pada akhirnya menyebabkan
daun mengalami nekrotik, kering, dan mati karena tidak ada pasokan makanan
dan energi dan daun pun menjadi gugur.

 Magnesium (Mg)

Unsur magnesium merupakan suatu komponen penyusun klorofil serta


memiliki peranan penting dalam metabolisme energi sperti fotosintesis. Tanpa
adanya fotosintesis maka tifdak akan dihasilkan makanan dan tumbuhan pun
dapat mati.Pada dasrnya. apabila tumbuhan kekurangan unsur magnesium maka
daun mengalami klorosis dan nekrotik (rusak). Akibatnya daun harus digugurkan.

 Fosfor (P)

Unsur fosfor (P) merupakan salah satu komponen dari asam nukleat.
Diketahui bahwa asam nukleat merupakan pembentuk RNA, dimana RNA
memiliki peranan dalam proses sitesis protein. Apabila tidak ada unsur fosfor
dalam tumbuhan maka proses sintesis protein tidak akan berlangsung serta tidak
akan dihasilkan protein. Akibatnya terjadi penuaan sel dan pengguguran daun.
Selain itu fosfor juga merupakan kompoen penyusun fosfolipid yang terdapat
pada membran plasma, sehingga apabila kekurangan unsur P maka transport zat
akan terhambat begitu pula pada proses metabolisme sel yang akan berdampak
pada kematian sel dan jaringan. Apabila terjadi kematian pada jaringan, maka
dapat berakibat daun yang mengering hingga gugur.

 Kalisum (Ca)

Unsur Ca diketahui memiliki fungsi dalam proses sintesis pektin pada


lamella tengah, sehingga apabila kekurangan unsur ini dinding sel pada tangkai
daun menjadi lebih mudah rapuh.

 Molibdenum (Mo)

Peranan dari unsure Mo yaitu dalam sintesis hormon asam absisat


(ABA). Pada saat terjadi poses sintesis ABA diperlukan adanya koenzim yang
ternyata mengandung unsur Mo. Koenzim tersebut digunakan uuntuk
mengoksidasi gugus aldehid ABA menjadi gugus karboksil ABA. Sehingga,
secara tidak langsung unsur Mo berperan dalam pensistesisan hormon ABA,
Hormon ABA merupkan salah satu zat pengatur tumbuh yang berperan dalam
proses pengguguran daun.

5. Pengaruh Air

Dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, air memiliki


peranan penting, sehingga apabila tumbuhan kekurangan air akan berdampak pada
terjadinya proses absisi daun. Mekanisme terjadinya abisisi daun yaitu pada saat
akar dan daun mengalami kekurangan air, akar akan membentuk banyak ABA,
dimana ABA tersebut akan ditransfer ke daun melaui xilem. Tingginya
konsentrasi ABA inilah yang menyebabkan terjadinya absisi daun (Romadhoni,
2010). Selain itu, ketersediaan air juga berhubungan dengan proses fotosintesis.
Pada saat CO2 di sel penutup sedikit, maka menyebabkan terjadinya penimbunan
ion K+ pada sel penutup. Hal tersebut dapat menyebabkan nilai potensial osmotik
pada sel penutup menjadi negative dan pada akhirnya sel penutup akan menyerap
H2O dari sel penjaga dan stomata pun menjadi terbuka. Sebaliknya ketika sel
mesofil daun mengalami kekurangan air, sel tersebut akan mensitesis ABA. ABA
menyebabkan potensial osmotik di sel tetangga menjadi negatif, kemudian ion K+
dan H2O berpindah ke sel tetangga dan stomata menutup. Sehingga dari
penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa ABA berpengaruh pada proses
terjadinya penguguran daun (absisi daun) (Romadhoni, 2010).

Auksin berasal dari bahasa Yunani “Auxano” yang berarti tumbuh atau
bertambah. Auksin merupakan golongan dari substansi pemacu pertumbuhan
tanaman dan morfogen (fitohormon) yang paling awal ditemukan. Auksin adalah
zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar dan pembentukan
bunga yang berfungsi untuk mengatur pemanjangan sel didaerah belakang
meristem ujung (William, 2006). Dominasi apikal dapat dikurangi dengan
mendorong bagian pucuk tumbuhan sehingga produksi auksin yang disintesis
pada pucuk akan terhambat bahkan terhenti. Hal ini akan mendorong
pertumbuhan tunas lateral (ketiak daun) (Hopkins, 1995). Auksin yang terhenti
dapat digantikan dengan beberapa jenis hormon IAA yang berfungsi dengan
Lanolin untuk mengetahui pertumbuhan lateralnya (William, dkk, 2006).
Auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang
dominansi apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke atas. Salah
satu anggota dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. IAA berpengaruh
terhadap pertumbuhan tunas lateral. Oleh karena itu untuk meneliti pengaruh IAA,
dilakukan percobaan mengenai penghambatan tunas lateral dan dominansi apical
dengan menggunakan kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) dengan
beberapa perlakuan. Pemberian auksin sintetik telah lama dikenal untuk
mendorong proses yang sama tanpa penyerbukan dan menghasilkan buah tanpa
biji (Loveless, 1991). Auksin atau dikenal juga dengan AIA (Asam Indol Asetat)
yaitu sebagai auksin utama pada tanaman, di biosintesis dari asam amino
prekursor triptopan. Sebenarnya proses pengguguran daun sangat dipengaruhi
oleh keberadaan hormon auksin dan etilen, dimana keduanya tidak dapat
dipisahkan dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Keseimbangan
kedua hormon juga akan mempengaruhi proses pengguguran daun
(Dwidjoseputro, 1999). Dengan adanya auksin maka pengguguran daun dapat
diperlambat, namun yang mejadi penghambat dalam kasus ini adalah proses
penuaan daun yang berlangsung secara alamiah. Pada daun yang masih muda,
produksi auksin sangat banyak karena masih berada dalam fase pertumbuhan.
Dengan adanya kadar auksin yang tinggi saat daun masih muda, maka kan
mempengaruhi kadar etilen yaitu produksi etilen akan terhambat saat kadar auksin
tinggi sehingga kadar etilen menjadi rendah. Akan tetapi, ketika daun sudah mulai
menua maka produksi auksin mejadi terhambat dan akibatnya sel-sel pada lapisan
absisi akan lebih sensitive terhadap etilen, akibatnya sintesis ezim pektitase dan
selulase menjadi meningkat. Enzim tersebut berperan dalam pelarut lamella dan
dinding sel sehingga sel-sel abisisi tiadk akan mampu menopang daun dan daun
pun digugukan (Dewi, 2008) . Jika dianalisis lebih lanjut, sebenarnya hubungan
antara absisi daun dengan auksin yaitu bahwa pengaruh auksin terhadap absisi
daun ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Apabila konsentrasi auksin
tinggi, maka produksi etilen akan dihambat dan proses abisisi daun tidak akan
terjadi. Sedangkan apabila konsentrasi auksin rendah maka prosuksi etilen ktidak
dapat dihambat dan proses absisi daun pun dapat terjadi (Kadir, 2007).

Gambar 3. Struktur IAA

Asam absisat lebih dikenal dengan sebutan ABA. ABA


m e r u p a k a n z a t p e n g a t u r t u m b u h b e r u p a h o r m o n ya n g b e r p e r a n
d a l a m p e n g o n t r o l a n o r g a n i s m e . A B A m e r u p a k a n h o r m o n ya n g
s e r i n g m e m b e r i i s y a r a t k e p a d a o r g a n t u m b u h a n a k a n d a t a n g n ya
keadaan rawan fisiologis. Keadaan rawan tersebut antara lain
adalah kurang air, tanah bergaram, suhu dingin atau panas.
A s a m a b s i s a t ( A B A ) s e r i n g m e n ye b a b k a n t i m b u l n ya r e s p o n
yang membantu melindungi tumbuhan dari keadaan rawan
t e r s e b u t . Dalam mekanismenya, hormon ABA sebenarnya bekerja secara tidak
langsung dalam proses pengguguran daun, dimana ABA akan menyebabkan
penuaan pada sel-sel daun sebelum daun tersebut gugur. Dampak yang
ditimbulkan akibat adanya hormon ABA yaitu proses sintesis protein menjadi
terhambat, dimana hal tersebut dapat terjadi yaitu dengan cara menonaktifkan
gen-gen yang berperan dalam proses transkripsi sehingga proses sintesis protein
tidak dapat berlangsung dan tidak akan dihasilkan protein. Protein berperan dalam
proses metabolisme sel, tanpa adanya protein maka metabolisme menjadi
terganggu dan kemudian sel-sel bahkan jaringan akan mengalami kerusakan yang
berujung pada peristiwa gugurnya daun (Romadhoni, 2010).

Gambar 4. Struktur asam absisat

E. Variabel Penelitian
Variabel kontrol : jenis tanaman, media tanam, lokasi penanaman,
lama waktu pengamatan, dan kondisi tanaman
Variabel manipulasi : pemberian lanolin dan AIA dalam lanolin, letak
lamina yang dipotong
Variabel respon : kecepatan abisisi daun

F. Definisi Operasional Variabel


Variabel kontrol dalam praktikum ini adalah jenis tanaman, media tanam,
lokasi penanaman, lama waktu pengamatan, dan kondisi tanaman. Jenis tanaman
yang digunakan ialah Coleus sp dengan kondisi yang sama yaitu tinggi & besar
yang sama dan dalam keadaan sama-sama sehat. Media tanam yang digunakan
ialah pasir dan kompos dengan perbandingan 1:1. Tanaman Coleus sp ditanam /
diletakkan di tempat yang cukup cahaya dan diamati selama 7 hari.
Variabel manipulasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah perlakuan
yang diberikan untuk menghambat proses absisi daun karena tujuan dalam
percobaan ini untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kecepatan waktu
absisi (pengguguran) pada tangkai daun. Perlakuan yang dimanipulasi adalah
pemberian lanolin + AIA dan lanolin saja serta letak pasangan lamina yang
dipotong. Pada pot A diberikan lanolin dan AIA dalam lanolin pada lamina nodus
2 di sisi yang berbeda. Sedangkan pada pot B diberikan lanolin dan AIA dalam
lanolin pada lamina nodus 1 (paling bawah) di sisi yang berbeda.

Dengan adanya manipulasi perlakuan yang berbeda, maka akan


menimbulkan suatu respon yang berbeda yaitu kecepatan absisi daun pada
tanaman Coleus sp. Untuk mengetahui kecepatan absisi daun maka dilakukan
pengamatan setiap hari dalam 7 hari.

G. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain 2 pot
tanaman Coleus sp. yang memiliki kondisi sama, lanolin, AIA 1 ppm dalam
lanoin, pisau, dan label

H. Rancangan Percobaan

.
Lamina paling bawah Lamina diatas yang paling
dipotong bawah dipotong
Bekas potongan yang satu diolesi lanolin dan yang
lainnya diolesi AIA 1 ppm dalam lanolin, diberi tanda
dengan label,
diamatisetiapharidancatatwaktugugurnyatangkai

I. Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Mengambil dua buah pot tanaman Coleus sp. Kemudian melakukan
kegiatan sebagai berikut:
 Pot 1 : dipotong satu pasang lamina yang terletak paling bawah
 Pot 2 : dipotong satu pasang lamina yang terletak tepat diatas
lamina yang paling bawah
3. Mengolesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, sedang
yang lain dengan 1 ppm AIA dalam lanolin.
4. Memberi tanda dengan label pada tangkai-tangkai tersebut agar tidak
tertukar.
5. Mengamati setiap hari dan mencatat waktu gugurnya tangkai-tangkai
daun tersebut.
6. Mencatat perbedaan waktu gugurnya daun pada dua pot tersebut.
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1. Pengaruh AIA terhadap proses absisi daun
Perlakuan Hari ke
1 2 3 4 5 6 7
A (Nodus Lanolin - - 
ke 2) Lanolin - - - 
+ AIA
B (Nodus Lanolin - 
ke 1 ) Lanolin - - - - - 
+ AIA

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan tabel data hasil praktikum yang dilakukan dengan memotong
lamina daun dan dioleskan lanolin & AIA dalam lanolin lalu diamati selama 7 hari
mengalami kecepatan absisi daun yang tidak sama. Dapat diketahui bahwa pada
pot A (lamina diatas yang paling bawah dipotong) dengan perlakuan dioleskan
lanolin mengalami absisi daun pada hari ketiga. Sedangkan pada perlakuan
dengan dioleskan lanolin + AIA mengalami absisi daun pada keesokan harinya
yaitu hari keempat.
Pada pot A (lamina yang paling bawah dipotong) dengan perlakuan
dioleskan lanolin mengalami absisi daun pada hari kedua, lebih cepat
dibandingkan yang lain. Sedangkan pada perlakuan dengan dioleskan lanolin +
AIA mengalami absisi daun pada hari keenam, jauh lebih lama dibandingkan yang
lain.Dari data diatas, dapat diketahui bahwa perlakuan dioleskan lanolin pada pot
B mengalami absisi daun paling cepat. Pada perlakuan dioleskan AIA+lanolin
pada pot B mengalami absisi daun paling lama. Selain itu, dapat diketahui bahwa
semakin bawah letak daun maka semakin cepat mengalami absisi.

L. Hasil Analisis Data


Pada percobaan pengaruh AIA terhadap absisi daun kali ini kami
menggunakan 4 perlakuan yaitu, penggunaan lanolin saja dan penggunaan AIA
dalam lanolin. Kemudian lamina yang dipotong pada nodus paling bawah dan
nodus diatas yang paling bawah. Gejala absisi yang diamati ialah gugurnya
tangkai daun yang laminanya telah dipotong. Absisi adalah proses fisiologis dari
pelepasan organ multiselular seperti daun, bunga, dan buah dari tubuh tumbuhan.
Fase akhir dari senescene diikuti oleh absisi. Absisi adalah fase akhir dari hidup
sebuah organ. Absisi meliputi perubahan morfologi, anatomi, dan biokimia
(Sinha, 2004). Faktor alami seperti suhu dapat memengaruhi proses absisi daun.
Rangsangan dari faktor lingkungan ini menyebabkan perubahan keseimbangan
antara etilen dan auksin (Abidin, 1985).
Percobaan menggunakan jenis tanaman dengan kondisi yang sama sehingga
diperkirakan proses metabolisme yang terjadi juga sama. Pemotongan lamina
dimaksudkan agar produksi auksin alami pada tumbuhan terhenti karena hormon
auksin terdapat pada daerah pucuk yang sedang aktif tumbuh. Penggunaan lanolin
berfungsi untuk menutup luka dari lamina yang sudah dipotong agar tidak
diinfeksi oleh bakteri. Pemberian lanolin juga diyakini tetap memungkinkan
jaringan untuk melakukan difusi atau pertukaran udara (Barnett, 1986).
Berdasarkan data yang diperoleh, tangkai yang diolesi lanolin saja mengalami
absisi lebih cepat dibandingkan dengan yang dioleskan AIA dalam lanolin. Hal ini
disebakan karena tidak adanya penghambat kerja hormon etilen dan asam absisat
yaitu AIA yang merupakan salah satu bentuk dari hormon auksin. Hormon auksin
bersifat menghambat pengguguran daun, hal ini dikarenakan hormon auksin
bersifat mendorong pertumbuhan sel secara apikal. Sedangkan pada batang yang
tidak diolesi AIA absisi terjadi lebih cepat, karena pada batang tersebut hanya
terdapat etilen dan asam absisat yang berfungsi mempercepat absisi daun,
sehingga tidak ada yang mengahbmat kerja etilen dan asam absisat (ABA). Asam
Abisat dan etilen sangat berperan dalam mempercepat proses pengguguran daun
(absisi daun) (Salisbury dan Ross, 1995). Hal ini sesuai dengan teori “ABA
endogen lebih efektif menggugurkan daunnya dibandingkan ABA eksogen
(Salisbury dan Ross, 1992)”. Bagian batang yang diolesi dengan AIA dalam
lanolin paling lambat gugur karena pada bagian batang yang notabene sudah
memiliki kadungan auksin lebih banyak dari bagian bawah masih mendapat
tambahan AIA dari luar, sehingga batang tersebut memiliki konsentrasi auksin
paling banyak dari batang lain. Hal tersebut menyebabkan semakin lambat pula
terjadinya absisi daun (Loveless, 1991). Daerah yang akan mengalami absisi sel-
selnya dapat membelah secara aktif dan sel-sel pemisah yang terbentuk oleh
parenkim tidak mudah larut dan bahkan sel-selnya tidak mudah hancur karena
pengaruh hormon auksin yang terkandung dalam IAA, sehingga absisi dapat
dicegah lebih lama (Darmawan, 1983).
Semakin bawah letak daun juga mengalami absisi semakin cepat. Pada
tanaman yang batang bagian bawah lebih cepat mengalami absisi daun
disebabkan pada bagian batang atas terdapat dominasi tempat terbentuknya
hormon auksin yaitu pada bagian apikal. Jadi semakin tinggi letak bagian tanaman
konsentrasi hormon auksin akan semakin banyak. Dengan semakin tingginya
konsentrasi auksin maka akan semakin menghambat terjadinya absisi daun yang
dilakukan oleh hormon etilen dan asam absisat. Daun terbawah juga merupakan
daun yang usianya paling tua dibandingkan daun yang berada diatasnya. Dengan
bertambahnya umur tumbuhan, tentu akan diikuti dengan proses penurunan fungsi
yang mengarah kepada kematian organ atau organisme (Darmawan dan
Baharsjah, 1983). Selain itu, absisi dapat disebabkan oleh mekanisme
mereduksinya klorofil (Sakamoto, 2008). Akibat kompetisi dan degradasi bahan
organik yang dibutuhkan sebagai senyawa pembangun, tangkai daun mengalami
deteriorasi dan akhirnya gugur. Selain itu karena tanaman ditanam dilingkungan yang
tidak homogen maka tanaman pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh factor
abiotik yaitu berupa cahaya matahari ada sebagian tanaman yang terkena cahaya
dan ada juga yang tidak. Tanaman yang mendapatkan cahaya auksin yang bekerja
menjadi terhambat namun struktur batang menjadi kuat, sedangkan tanaman yang
mendapatkan sedikit cahaya maka akan mempercepat kerja auksin, namun
batangnya lemah. Pada percobaan yang kami lakukan, tanaman pada pot A lebih
banyak mendapatkan cahaya sehingga hormon auksin rusak dan menyebabkan
absisi lebih cepat dibandingkan pada tanaman pot B.

M. Kesimpulan
 Terdapat pengaruh AIA terhadap proses absisi daun. Adanya AIA
memperlambat proses absisi daun. Lamina yang terletak paling bawah
mengalami absisi lebih dulu.
N. DaftarPustaka

Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Penerbit Angkasa, Bandung.

Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 5. Jakarta: PT Pustaka


Bunda.
Darmawan dan Baharsjah. 1983.PengantarFisiologiTumbuhan.Jakarta: PT
Gramedia Indonesia.

Dewi A, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan
Tanaman. Bandung : Universitas Padjajaran

Dwidjoseputro. 1999. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT Gramedia.

G Barnett, Lanolin and Derivates, Cosmetics & Tolletries, 1986, 101, 21-44

Hopkins, W. G. 1995. Introduction to Plant Physiology. New York, Toronto,


Singapore: John Wiley & Sons, Inc. pp. 285-321.

Kadir. 2007. Indole Acetic-Acid (IAA). Surabaya : Gramedia.

Loveless, A. R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah.


Tropik.Jakarta : Erlangga

Romadhoni, A,. et all. 2010. Asam Absisat Biosintesa dan Pengangkutan dalam
Tanaman serta Fungsi. Pekanbaru : Fakultas Pertanian Universitas
Riau.

Sakamoto, M., I. Munemura, R. Tomita, & Kobayashi (2008). Reactive oygen


species in leaf abscission signaling. Plant Signal Behavior , 3(11),
1014-1015
Salisbury, dan Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press. Bandung.
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
Bandung: ITB

Sinha, R. K. 2004. Modern Plant Physiology. CRC Press. Boca Raton. p 525-526.
Soerodikoesoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:
UT Depdikbud.
William, D., A. Teale, I. Paponov, dan K. Palme. 2006. Auxin in action:
signalling, transport and the control of plant growth and development.
Journal of Molecular Cell Biology 7: 847-859.
Yuniarti, T, Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional, Cetakan Pertama
MedPress, Yogyakarta.2008
LAMPIRAN

Pemberian tanda dengan benang pada Mengoleskan lanolin dan AIA dalam
lamina lanolin

Lamina pada pot A Lamina pada pot B

Anda mungkin juga menyukai