“Pengaruh Kadar Enzim Terhadap Kecepatan Reaksi Pengubahan Amilum Pada Kecambah
Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.)”
Disusun oleh:
A. Rumusan Masalah 2
B. Tujuan Percobaan 2
C. Hipotesis 2
D. Kajian Pustaka 2
E. Variabel Penelitian 11
H. Rancangan Percobaan 14
I. Langkah Kerja 15
M. Kesimpulan 22
N. Daftar Pustaka 22
O. Lampiran 23
1|Fisiologi Tumbuhan
PENGARUH KADAR ENZIM TERHADAP KECEPATAN REAKSI
PENGUBAHAN AMILUM PADA KECAMBAH KACANG HIJAU
(Phaseolus radiates L.)
A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi
glukosa pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.)?
B. Tujuan
Untuk mengamati pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum
menjadi glukosa pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.).
C. Hipotesis
Terdapat pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi
glukosa pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.), semakin tinggi kadar enzim
maka semakin cepat reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa yang terjadi.
D. Kajian Pustaka
1. Perkecambahan Kacang Hijau
Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal perkembangan suatu
tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang
semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang
menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal
sebagai kecambah. Kecambah adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru saja
berkembang dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini disebut
perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan tumbuhan (Lakitan,
2007).
Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga bagian utama: radikula (akar embrio),
hipokotil, dan kotiledon (daun lembaga). Proses perkecambahan benih merupakan
suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan
biokimia. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses
penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma.
Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya
tingkat respirasi benih tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-
2|Fisiologi Tumbuhan
bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimililasi dari bahan-
bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi
baru, pembentukan komponen dan pertumbuhan sel baru. Tahap kelima adalah
pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian
sel-sel pada titik-titik tumbuh (Filter, 1991).
Pada tahap kedua yaitu terjadinya kegiatan –kegiatan sel dan enzim-enzim,
enzim yang berperan antara lain enzim amilolitik, proteolitik, dan lipolitik. Enzim
tersebut berperan untuk membantu proses pemecahan komponen makromolekul.
Produk dari hasil pemecahan ini digunakan untuk pertumbuhan biji dan
perkembangannya. Agar proses pemecahan dapat berjalan dengan baik, diperlukan
suatu senyawa yang disebut enzim. Enzim amilase banyak terdapat pada kecambah
kacang-kacangan. Enzim amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal perkecambahan
oleh asam giberilik. Asam giberilik adalah suatu senyawa organik yang sangat penting
dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat sebagai pengontrol
perkecambahan tersebut. Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim amilase
karena dalam bentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4 ppm,
fenolik 11,3 ppm (Filter, 1991).
2. Enzim
Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis dalam
reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator yang
dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu
sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein.
Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas
(Salisbury dan Ross, 1995).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing
enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain.
Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya
pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union
of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini
didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan. Enam golongan
tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
3|Fisiologi Tumbuhan
a. Oksireduktase
Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi
oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang
paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase.
Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul
oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase, tirosinase,
dan asam askorbat oksidase.
Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari
substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan
laktat dehidrogenase.
b. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan
(transfer) suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah
transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.
c. Hidrolase
Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan
pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau
pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk
kedalam golongan ini adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak
alami menjadi gliserol dan asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan
glikosida dan sebagainya. Disamping itu masih banyak lagi yang termasuk enzim
hidrolase, diantaranya karboksil esterase, pektin metal esterase, selulase, β-
amilase, α-amilase dan invertase.
d. Liase
Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan
C-O dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan
enzim ini adalah enzim dekarboksilase.
e. Isomerase
Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan
konfigurasi molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan
isomer dari substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah enzim fosfoheksosa isomerise atau fosfomanosa isomerise.
4|Fisiologi Tumbuhan
f. Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan
tertentu, misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-
enzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamine.
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya
holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim
adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah
enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan
protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada
protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang
tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik
gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan
enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan
oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Setiap enzim terbentuk dari molekul protein sebagai komponen utama
penyusunannya dan beberapa enzim hanya terbentuk dari molekul protein dengan tanpa
adanya penambahan komponen lain. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal
menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik,
sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk
sampingan yang beracun. Enzim juga tanggap terhadap perubahan kondisi lingkungan,
sehingga perubahan dapat dilakukan oleh tumbuhan sesuai dengan perubahan unsur
lingkungan (Lakitan, 2007).
Fungsi utama suatu enzim adalah mengurangi hambatan energi aktivasi pada
suatu reaksi kimia. Yang dimakud dengan energi aktivasi adalah jumlah energi yang
dibutuhkan untuk membawa suatu substansi ke status reaktifnya. Enzim bergabung
dengan substansinya (substrat) membentuk suatu status transisi yang membutuhkan
energi aktivasi lebih kecil untuk berlangsungnya reaksi kimia tersebut. (Pelczar, dkk.,
1986).
Fungsi penting dari enzim adalah sebagai biokatalisator, reaksi kimia secara
kolektif membentuk metabolisme perantara sel, suatu bagian yang sangat kecil dari
suatu molekul besar protein enzim sangat berperan untuk katalis reaksi (Lakitan, 2007)
Telah disebutkan di atas jika enzim merupakan protein, sebagai mana protein
pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi. Diantaranya
jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung fungsi enzim sebagai
5|Fisiologi Tumbuhan
biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang
sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan
kemampuannya (Sadikin, 2002).
6|Fisiologi Tumbuhan
2. Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory)
Menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat
berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian
rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling
melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel
(Lee, 1992).
Selain itu, ada pula molekul-molekul tertentu yang dapat menghambat kerja
enzim. Ada 2 jenis hambatan kerja enzim yaitu hambatan reversibel / dapat balik dan
hambatan irreversibel / tidak dapat balik. Hambatan dapat bailk kompetitif terjadi pada
enzim yang molekul penghambatnya secara struktural mirip dengan struktur molekul
substrat. Molekul penghambat menemmpel pada sisi aktif enzim, dengan demikian
substrat tidak bisa melekat pada sisi aktif ezim dan tidak bisa diubah menjadi produk.
Hambatan kerja enzim secara kompetitif dapat dikurangi atau ditidiakan dengan cara
menambah konsentrasi. Apabila molekul penghambat lepas dari sisi aktif, kerja enzim
dapat kembali normal. Contoh molekul penghambat kompetitif adalah suksinat
dehidrogenase oleh malonat dan oksaloaseat. Sedangkan hambatan dapat balik non
kompetitif terjadi dengan cara molekul penghambat melekat pada enzim namun tidak
pada sisi aktifnya. Pelekatan molekul ini menyebabkan perubahan konformasi tiga
dimensi pada sisi aktif enzim. Dengan demikian substrat tidak dapat melekat pada sisi
aktif enzim (Isnawati, 2009).
Hambatan tidak dapat balik pada kerja enzim akan terjadi jika molekul
penghambat melekat pada sisi aktif atau gugus fungsional enzim secara permanen dan
mengakibatkan kerusakan pada enzim tersebut, sehingga enzim tidak dapat bekerja lagi.
Contohnya adalah asetilkolinesterase (enzim yang mengkatalisis hidrolisis asetilkolin
pada sinapsis) oleh DFP (Isnawati, 2009).
7|Fisiologi Tumbuhan
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Seperti halnya molekul-molekul dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:
a. Konsentrasi Enzim dan Konsentrasi Substrat
Konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat masing-masing dapat merupakan
pembatas. Katalisis hanya terjadi jika enzim dan substrat membentuk satu kompleks
sementara laju reaksi tergantung pada jumlah benturan yang terjadi antara substrat
dan enzim, yang selanjutnya pada konsentrasi. Jika terdapat cukup substrat
peningkatan konsentrasi enzim dua kali akan meningkatkan laju reaksi dua kali pula.
Dengan penambahan lebih banyak enzim laju reaksi mulai konstan karena substrat
kini menjadi pembatas. Jika konsentrasi enzim bertambah, maka akan lebih banyak
molekul (substrat) yang dapat bereaksi atau diikat oleh sisi aktif enzim dan
sebaliknya (Isnawati, 2009).
b. pH
Enzim biasanya dipengaruhi oleh pH medium menurut beberapa cara. Enzim
yang berfungsi terdapat pada pH optimum, yang pada nilai pH lebih tinggi atau
lebih rendah dari nilai tersebut akan menurunkan aktifitas enzim tersebut. pH yang
ekstrim biasanya melakukan denaturasi (Isnawati, 2009).
c. Hasil Reaksi
Semakin banyak produk yang terbentuk, aktifitas enzim menurun. Hal ini
disebabkan tidak ada atau semakin sedikitnya substrat yang diubah dan
menimbunnya hasil. Pada waktu menimbun, konsentrasinya tinggi sehingga
mengakibatkan reaksi dapat balik, dengan ketentuan bahwa potensial kimia relatif
dari hasil dan reaktan memungkinkan dapat balik (Isnawati, 2009).
d. Konsentrasi Inhibitor
Semakin besar konsentrasi inhibitor, maka aktivitas enzim akan semakin
turun karena molekul inhibitor dapat melekat pada sisi aktif enzim sehingga
menghalangi melekatnya substrat pada enzim tersebut (Isnawati, 2009).
e. Suhu
Aktifitas enzim semakin meningkat seiring dengan peningkatan suhu sampai
titik atau suhu optimum. Setelah titik optimum meningkat, suhu akan menurunkan
aktifitas enzim. Hal ini disebabkan rusaknya protein enzim karena suhu tinggi
(Isnawati, 2009).
Peningkatan temperatur dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena
molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan
8|Fisiologi Tumbuhan
untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai
berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan
adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah
sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).
3. Enzim Amilase
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati,
glikogen, dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan ß amylase; hewan
memiliki hanya α amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia dan
beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida yang
panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan
polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan
membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine memberikan warna
biru yang khas (Fox, 1991).
Dalam tumbuhan enzim α amilase lebih banyak jika dibandingkan dengan ß
amilase. Nama lain dari α amilase adalah diaste. Enzim tersebut dapat menghidrolis
amilum menjadi gula. Dalam proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu
pembentukan amilo Dekstrin dan amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin selanjutnya
menjadi akro Dekstrin dan terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase dihasilkan oleh
daun atau biji yang sedang berkecambah. Aktivitalisme dipengaruhi oleh garam-garam
anorganik, pH, suhu dan cahaya. pH optimum dari amilase adalah 4,5 – 4,7. Dalam
proses penguraian amilum, enzim alfa dan beta amilase merupakan enzim yang utama
dan banyak ditemukan dalam tubuh tumbuhan serta berperan dalam proses mobilisasi
karbohidrat. Enzim amilase merupakan enzim hidrolisis yang mengkatalis proses
penambahan air terhadap ikatan alfa 1,4 glikosida. Secara umum penguraian amilum
menjadi glukosa dapat digambarkan sebagai berikut:
amilase maltase
Amilum
Maltosa Glukosa
α - amilase adalah endo enzim yang kerjanya memutus ikatan α - 1,4 secara acak di
bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun pada amilopektin. Sifat dan
mekanisme kerja enzim α - amilase tergantung pada sumbernya. Umumnya α - amilase
memotong ikatan di bagian tengah rantai sehingga menurunkan kemampuan pati
9|Fisiologi Tumbuhan
mengikat zat warna iodium. Hidrolisis dengan α - amilase menyebabkan amilosa terurai
menjadi saltosa dan maltotriosa. Pada tahap selanjutnya maltotriosa terurai kembali
menjadi maltosa dan glukosa (Ammeraal et al, 1993).
Cara kerja enzim α - amilase terjadi melalui dua tahap, yaitu : pertama, degradasi
amilosa menjadi maltosa dan amltrotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi
sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas yang cepat pula. Kedua, relative
sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan caranya
tidak acak. Keduanya merupakan kerja enzim α - amilase pada molekul amilosa saja
(Winarno, 1983). Kerja α - amilase pada amilopektin akan menghasilkan glukosa,
maltosa dan berbagai jenis α - limit dekstrin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari cepat
atau lebih residu gula yang semuanya mengandung ikatan α - 1,6 (Winarno, 1983).
Aktivitas optimal dari enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor penting
yang berpengaruh di antaranya adalah pH dan suhu. Kisaran pH optimum untuk enzim α
- amilase berkisar antara 4,5 – 6,5 dan dengan kisaran suhu optimum 40 – 60 C.
4. Larutan Buffer
Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan
hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil.
Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus benar-
benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan penyangga). Jika enzim memiliki
lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada suatu substrat
(Tranggono & Sutardi, 1990). Larutan buffer bermanfaat untuk melarutkan kotoran
10 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus bisa mencegah enzim
dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya (Fox, 1991).
E. Variabel Penelitian :
- Variabel Manipulasi (Variabel Yang Dibedakan)
a. Kadar Enzim pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.) :
Enzim pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dengan kadar 100%
Enzim pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dengan kadar 50%
Enzim pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dengan kadar 25%
Enzim pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dengan kadar 0%
- Variabel Respon :
11 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
2. Variabel Kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan
sehingga hubungan variabel manipulasi terhadap variabel respon tidak dipengaruhi
oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol digunakan bila kan melakukan
penelitian yang bersifat membandingkan.
a. Kacang hijau (Phaseolus radiates L.) sama dalam hal jenis kacang hijau, umur
perkecambahan kacang hijau, serta banyaknya kacang hijau yang digunakan.
Kacang hijau berasal dari varietas yang sama. Selain itu umur perkecambahan
kacang hijau juga perlu dikontrol agar ekstraksi enzim yang diperoleh maksimal.
Enzim amilase akan banyak ditemukan pada kecambah yang baru berumur 2
hari, dimana kecambah kacang hijau berada pada pada titik optimalnya dalam
melakukan pertumbuhan. Kemudian banyaknya kecambah kacang hijau yang
digunakan yaitu 30 gram.
b. Volume larutan buffer yang digunakan harus memiliki perbandingan 1:1 dengan
banyaknya kecambah kacang hijau yang dihaluskan, sehingga volume larutan
buffer yaitu 30 ml. Larutan buffer ditambahkan saat proses penghalusan
kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates L.). Larutan buffer bermanfaat
untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut,
mempertahankan kondisi enzim agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah
agar enzim tidak mengalami inaktivasi.
c. Waktu yang digunakan untuk penetesan indikator harus sama yaitu 2 menit
untuk setiap penetesan. Waktu tersebut perlu dikontrol agar dapat diketahui
perbedaan kecepatan reaksi enzimatis yang terjadi pada tiap konsntrasi enzim.
d. Volume larutan KI-I2 yang digunakan yaitu 1 tetes untuk setiap kali proses
penetesan pada plat tetes. Perbandingan antara indikator KI-I2 dengan larutan
enzim + amilum yaitu 1 : 1. Sehingga larutan enzim yang telah direaksikan
dengan amilum yang digunakan yaitu 1 tetes pula. Larutan KI-I2 digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui proses pemecahan amilum menjadi glukosa.
3. Variabel Respon merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel manipulasi. Adapun variabel respon tersebut yaitu :
12 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
untuk mengubah warna larutan enzim+amilum setelah penambahan indikator
larutan KI-I2 dari kebiruan menjadi bening. Indikator perubahan warna dari
bening kekuningan menjadi kebiruan, lalu menjadi bening dianggap sebagai
proses reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.
Alat :
Bahan :
Larutan amilum 1% 8 ml
13 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
H. Rancangan Percobaan
14 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
Kadar enzim 100% Kadar enzim 50% Kadar enzim 25% Kadar enzim 0%
5 ml 5 ml 5 ml 5 ml
I. Langkah Kerja
4. Cairan bagian atas yang tak berwarna (supernatan) diambil dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, cairan ini dianggap sebagai larutan enzim amilase 100%.
5. Enzim dibuat dengan kadar 0%; 25%; 50%; dari enzim yang berkadar 100%
dengan cara sebagai berikut. Kadar enzim 50% diperoleh dengan cara 5 ml enzim
100% diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi serta ditambahkan aquades
sampai volumenya menjadi 10 ml; kadar enzim 25% diperoleh dengan cara 5 ml
enzim 50% diambil dan dimasukkan ke dalam tabaung reaksi serta ditambahkan
aquades sampai volumenya menjadi 10 ml; kadar enzim 0% diperoleh dengan cara
memanaskan 5 ml larutan enzim yang diambil dari larutan enzim kadar 25%
sampai mendidih dengan menggunakan lampu spirtus.
15 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
6. Larutan enzim dengan berbagai konsentrasi ditambhakan 2 ml larutan amilum 1%
secar bersamaan. Waktunya dicatat. Kemudian dikocok perlahan sampai larutan
tercampur benar. Saat mencampur larutan amilum 1% dan enzim ditetapkan
sebagai saat nol.
7. Setiap 2 menit diambil 1 tetes campuran lalu diuji dengan 1 tetes larutan KI-I2 pada
lempeng penguji (cawan tetes).
8. Waktu tiap perubahan warna yang terjadi pada lempeng penguji dicatat.
Tabel 1. Kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa oleh enzim amilase
Waktu (menit)
Konsentrasi Total waktu
(%) 0 2 I
2 II
2 III
2 IV
2V
2VI
2VII
2 VIII
2 IX
2X (menit)
0% 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
25 % 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
50% 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18
100 % 0 2 2 2 2 2 2 12
Waktu (menit) yang ada pada tabel merupakan waktu yang diperlukan untuk
proses terjadinya perubahan warna dari biru kehitaman menjadi bening yang diuji
dengan menggunakan indikator larutan KI-I2. Waktu tersebut dianggap sebagai
kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa oleh enzim amilase. Dari hasil
tersebut maka dapat dibuat grafik yaitu sebagai berikut :
16 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
Grafik 1. Kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa oleh enzim amilase
25
20 20
20
18
Waktu (menit)
15
12
10
0
0% 25% 50% 100%
Konsentrasi Enzim
17 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
100% membutuhkan waktu paling sedikit untuk mengubah warna biru kehitaan
menjadi bening (mengubah amilum menjadi glukosa) yaitu 2VI (12 menit).
Diskusi
1. Dari tes KI-I2 pada larutan amilum + enzim 100% warna apa yang anda peroleh?
Mengapa demikian?
Jawab :
Pada saat dilakukan tes KI-I2 pada larutan amilum + enzim 100% warna
awal yang didapatkan yaitu biru kehitaman, namun beberapa menit kemudian
terjadi perubahan warna menjadi bening. Perubahan warna tersebut dapat terjadi
karena telah terjadi reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa dengan bantuan
enzim amilase. Warna bening merupakan indikasi bahwa reaksi pengubahan
amilum menjadi glukosa telah selesai dilakukan, dimana glukosa merupakan
produk (hasil akhir) dari reaksi tersebut. Sedangkan warna biru kehitaman
mengindikasikan bahwa reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa baru dimulai.
Jawab :
18 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kerja enzim?
Jawab :
19 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
L. Hasil Analisis Data
Pada kadar enzim 100%, reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa hanya
membutuhkan waktu 12 menit (2 menit ke-6). Hal tersebut ditandai dengan berubahnya
warna larutan enzim + amilum saat ditetesi dengan indikator KI-I2 yang mulanya biru
kehitaman menjadi bening pada 2 menit ke-6. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim itu sendiri. Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang
menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu
konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya
konsentrasi enzim (Dwidjoseputro, 1992). Jika konsentrasi enzim bertambah, maka
akan lebih banyak molekul (substrat) yang dapat bereaksi atau diikat oleh sisi aktif
enzim, sehingga waktu yang diperlukan oleh enzim amilase untuk mengubah amilum
menjadi glukosa menjadi lebih singkat. Jika terdapat cukup substrat peningkatan
konsentrasi enzim dua kali akan meningkatkan laju reaksi dua kali pula (Isnawati,
2009).
Pada kadar enzim 50%, reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa membuthkan
watu 18 menit (2 menit ke-9). Waktu yang diperlukan cenderung lebih lama jika
dibandingkan dengan waktu yang diperlukan oleh enzim berkadar 100% untuk
mengubah amilum menjadi glukosa. Hal tersebut disebabkan karena jika konsentrasi
enzim diturunkan, maka banyaknya molekul substrat yang akan diikat oleh sisi aktif
enzim juga semakin sedikit, akibatnya reaksi berlangsung lambat (Isnawati, 2009).
Jumlah amilum yang direaksikan dengan larutan enzim dengan kadar 100% maupun
50% yaitu sama (2 ml) yang dijadikan kontrol. Sehingga konsentrasi enzim akan sangat
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.
20 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
warna dari biru kehitaman menjadi bening. Hal tersebut kurang sesuai dengan teori
yang ada, dimana jika konsentrasi enzim diturunkan, maka banyaknya molekul substrat
yang akan diikat oleh sisi aktif enzim juga semakin sedikit (Isnawati, 2009) , namun
akan tetap memberikan reaksi yang sama yaitu terjadi perubahan warna menjadi bening
hanya saja membutuhkan waktu yang lebih lama. Adapun hal yang dapat menjadi
faktor penyebab yaitu :
a. Waktu pereaksian larutan enzim + amilum dengan indikator KI-I2 yang dirasa
kurang lama yaitu hanya sebatas 20 menit (2 menit ke-10). Hal tersebut dapat saja
terjadi, jika mengingat bahwa kecepatan reaksi akan cenderung lambat jika terjadi
penurunan konsentrasi enzim (Dwidjoseputro, 1992). Warna biru pada larutan saat
direaksikan dengan KI-I2 sudah mulai memudar namun belum bening.
b. Selain itu, kecerobohan praktikan menjadi salah satu faktor penyebab utama yaitu
indikasi terjadinya kelebihan volume amilum yang dicampurkan dengan larutan
enzim, sehingga akan membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk terjadinya
reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa, sebab konsentrasi substrat yang lebih
tinggi berarti lebih banyak jumlah molekul substrat yang terlibat dan sebaliknya.
Namun, ketika laju enzimatik sudah mencapai titik maksimum, peningkatan
konsentrasi subtrat tidak akan memeberikan perbedaan dalam aktivitas enzim
(Dwidjoseputro, 1992). Maka kecepatan reaksi pun sudah berada pada titik
optimalnya.
Pada kadar enzim 0% hingga 2 menit ke-10 (20 menit) tidak menunjukkan
terjadinya perubahan warna dari biru kehitaman menjadi bening. Sehingga
mengindikasikan tidak terjadinya reaksi enzimatis. Hal tersebut disebabkan karena,
saat membuat larutan enzim dengan kadar 0 % yaitu dengan cara memanaskan 5 ml
larutan enzim dengan kadar 25 % hingga mendidih. Dengan suhu yang terlalu tinggi
(ekstrim), maka suhu akan menurunkan aktifitas enzim. Hal ini disebabkan
rusaknya protein enzim karena suhu tinggi (Isnawati, 2009). Ketika temperatur
meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas
molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah
pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan
menurun bahkan tidak terjadi (Lee, 1992). Alasan itulah yang menyebakan tidak
terjadinya reaksi pengubahan amilum mejadi glukosa oleh enzim amilase, sebab
enzim amilase telah mengalami denaturasi.
21 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
M. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh kadar konsentrasi enzim amilase pada kecambah kacang hijau
(Phaseolus radiates L.) terhadap kecepatan reaksi enzimatis dalam mengubah amilum
menjadi glukosa, semakin tinggi kadar enzim amilase maka akan semakin cepat pula
laju reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa dan sebaliknya semakin rendah kadar
enzim amilase maka akan semakin lambat laju reaksi pengubahan amilum menjadi
glukosa.
N. Daftar Pustaka
Ammeraal et.al, 1993. Fractioning Starch Hydrolisates. American Maize-Products
UGM Press.
Fox, P.F. 1991. Food Enzymology Vol 2. London: Elsevier Applied Science.
Persada.
Jakarta
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Dua. Bandung: ITB Press.
Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta:
UGM Press.
22 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
O. Lampiran
DOKUMENTASI KETERANGAN
23 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
DOKUMENTASI KETERANGAN
24 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
DOKUMENTASI KETERANGAN
25 | F i s i o l o g i T u m b u h a n
DOKUMENTASI KETERANGAN
26 | F i s i o l o g i T u m b u h a n