Anda di halaman 1dari 32

BIOSISTEMATIKA DAN FILOGENI

MAKALAH

disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Evolusi

dosen pengampu:

Prof. Dr. Fransisca Sudargo, M.Pd.


Dr. Hj. Peristiwati, M.Kes.

Dr. Hernawati, M.Si.

oleh:

Kelompok 6A
Pendidikan Biologi A 2016

Hanatul Haifa K. 1604127


Ilham Nur I M 1602413

Medisa Shania D 1600290


Metta Nensi P. 1604333

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat serta kasih-Nya, Penulis dapat menyelesaikan makalah Evolusi dengan judul
“Biosistematika dan Filogeni”. Makalah ini berisikan informasi mengenai
biosistematika dan filogeni yang dijelaskan secara lebih mendalam dan terperinci.

Penulis berterima kasih kepada dosen pengampu, atas bimbingan dan arahan
yang telah diberikan sehingga penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan
makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman sekalian yang juga turut
membantu dalam mencari dan memberi informasi tambahan terkait dengan referensi
makalah ini kepada penulis.

Akhir kata, kiranya makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca
dan dapat menjadi referensi yang baik bagi teman-teman yang membutuhkan. Penulis
menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalh ini. Untuk itu kritik dan
saran teman-teman pembaca diharapkan untuk hasil yang lebih baik kedepannya.

Bandung, 15 Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 5
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 5
BAB II BIOSISTEMATIKA DAN FILOGENI ................................................................ 6
2.1 Pengertian Biosistematika dan Filogeni ................................................................. 6
2.2 Dasar Penyusunan Filogeni Secara Homolog dan Analogi ..................................... 8
2.3 Menentukan Hubungan Kekerabatan ..................................................................... 9
2.4 Pohon Filogeni.................................................................................................... 13
2.5 Cara Menyusun Pohon Filogeni .......................................................................... 17
2.6 Analisis DNA dan Bukti Fosil ............................................................................. 24
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 30
3.2 Saran .................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31

3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taksonomi merupakan ilmu tentang pengelompokkan organisme, mulai dari
penamaan spesimen sampai dengan identifikasi, studi pustaka, publikasi, analisis
variasi dan sebagainya. Taksonomi digunakan oleh para ahli untuk menyusun
hubungan taksa-taksa yang mencerminkan fologeni (Sudargo, dkk. 2016).
Taksonomi yang dikembangkan oleh Linnaeus pada abad ke-18 memiliki dua
ciri penting, yaitu: Pertama, metode ini memberikan nama latin yang terdiri dari
dua kata (binomial), untuk setiap kata pertama menunjukkan genus dan kata kedua
menunjuk pada satu spesies di dalam genus tersebut. Setiap genus bisa memiliki
beberapa spesies yang masih berkerabat. Kedua, Linnaeus menggunakan suatu
sistem pendataan untuk mengelompokkan spesies menjadi suatu jenjang kategori
yang semakin umum. Tujuan utama dari taksonomi yaitu untuk memilih
organisme yang berkerabat dekat dan mengelompokkannya ke dalam spesies dan
menjelaskan karakteristik diagnotik yang membedakan satu spesies dari spesies
lainnya. Tujuan lainnya adalah sebagai pengaturan spesies menjadi kategori takson
yang lebih luas dari genus ke domain (Sudargo, dkk. 2016).
Filogeni adalah sejarah evolusi kelompok organisme yang saling terkait.
Filogeni diwakili oleh pohon filogenetik yang menunjukkan bagaimana setiap
organisme berhubungan atau berkerabat dekat. Filogenetika diartikan sebagai
model untuk merepresentasikan hubungan nenek moyang organisme, sekuens
molekul ataupun keduanya. Salah satu tujuan dari penyusunan filogenetika adalah
untuk mengkonstruksi dengan tepat hubungan antara organisme dan mengestimasi
perbedaan yang terjadi dari nenek moyang kepada keturunannya. Konstruksi pohon
filogenetika adalah hal yang terpenting dan menarik dalam studi evolusi.
Pohon filogenetik adalah pendekatan logis untuk menunjukkan hubungan
evolusi antar organisme. Filogenetika dapat menganalisis perubahan yang terjadi
dalam evolusi organisme yang berbeda. Berdasarkan analisis, yang mempunyai
kedekatan dapat diidentifikasi dengan menempati cabang yang bertetangga pada
pohon.

4
Pemahaman tentang hubungan evolusioner menunjukkan suatu cara
menghadapi pertanyaan seperti bagaimana menempatkan species dengan cara
membandingnkan sifat yang dimiliki dengan beberapa kerabat dekatnya. Para ahli
biologi dapat melacak filogeni, sejarah evolusi suatu spesies atau kelompoknya
untuk menentukan kekerabatannya. Dalam membangun suatu filogeni yang benar,
para ahli menggunakan biosistematika yang merupakan cabang ilmu yang
berfokus pada pengklasifikasian organisme-organisme dan dasar penentuan
hubungan evolusionernya. Para ahli sistematika menggunakan data yang
bersumber dari fosil hingga molekular gen untuk menyimpulkan hubungan
evolusioner. Informasi tersebut memungkinkan para ahli untuk membangun pohon
kehidupan yang komprehensif yang akan senantiasa diperbaharui seiring dengan
penambahan data yang terkumpul.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah:

a. Bagaimana cara mengelompokkan makhluk hidup yang beranekaragam?


b. Bagaimana cara menentukan hubungan kekerabatan dari setiap makhluk
hidup?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:

a. Untuk menjelaskan cara pengelompokkan makhluk hidup yang beranekaragam


b. Unuk menjelaskan cara menentukan hubungan kekerabatan dari setiap
makhluk hidup

5
BAB II BIOSISTEMATIKA DAN FILOGENI

2.1 Pengertian Biosistematika dan Filogeni


Pada dasarnya, Biosistematika adalah ilmu tentang bagaimana mempelajari
suatu sistem untuk memahami bagaimana dan mengapa terjadi suatu
keanekaragaman. Biosistematika atau sistematik adalah telaah (studi) tentang
keanekaragaman organisme dan hubungan kekerabatan antar organisme-
organisme tersebut (Simpson, 2006).
Dalam buku The Origin of Species yang ditulis oleh Darwin menyebutkan
bahwa tujuan dari biosistematika adalah klasifikasi yang akan menjadi penjelasan
mengenai garis keturunan suatu organisme. Kalsifikasi tersebut di runut dari nenek
moyangnya sampai organisme saat ini. Hal inilah yang menyebabkan para ahli
biosistematika segera mengumpulkan informasi dari catatan fosil dan kajian rinci
dalam anatomi dan embriologi perbandingan untuk membentuk suatu sistem
klasifikasi dan pohon kehidupan yang terkait dan berakar dalam filogeni.
Sneath dan Sokal (1973) menyatakan bahwa biosistematika telah mengalami
perkembangan yang menakjubkan seiring dengan metode kimiawi, biologi
molekular serta aplikasi komputer yang menggunakan data untuk merevisi dan
mengembangkan sistem klasifikasi dan identifikasi. Kemajuan biosistematika
dapat ditelusuri dengan digunakannya komputer untuk mengembangkan
biosistematika numerik.
Pengkajian keanekaragaman dan hubungan kekerabatan antar individu atau
antar populasi merupakan aspek yang sangat penting dalam biosistematika.
Keanekaragaman makhluk hidup tidak hanya menyangkut bentuk luarnya saja
tetapi juga sifat-sifat yang lain. Secara genetik tidak ada dua individu dalam satu
spesies yang sama memiliki gen yang identik. Faktor lingkungan juga ikut
berpengaruh dalam timbulnya ciri-ciri yang muncul sebagai fenotip. Perbedaan
yang tampak pada tiap anggota spesies menyebabkan adanya keanekaragaman
dalam spesies. (Ashary, 2010).

6
Fungsi penting dari biosistematika meliputi pengenalan taksa (diferensiasi),
diagnosis universal taksa (identifikasi), memberikan/menetapkan nama taksa yang
diterima secara universal (nomenklatur), analisis hubungan (relationship) antar
taksa (perbandingan), dan mengelompokkan taksa berdasarkan hubungan tersebut
(klasifikasi) (Vane, Wright, 1992). Hubungan kekerabatan didapatkan dengan dua
jalan, yaitu menggunakan metode fenetik dan kladistik (Singh, 1999). Dalam
metode fenetik hasil analisis hubungan kekerabatan dapat divisualisasikan dengan
suatu dendogram yang disebut fenogram, sedangkan dalam metode kladistik
memiliki dendogram yang disebut kladogram (Tjitrosoepomo, 2009).
Phyolgenetics berasal dari bahasa Yunani, phyle dan phylon yang berarti suku
dan ras, serta kata genetikos yang berarti kerabat dari kelahiran. Filogenetik
merupkan sebuah ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana hubungan
organisme satu dan yang lainnya dilihat dari nenek moyang terakhir yang dimiliki
bersama. Pada nenek moyang terdapat sebuah sifat khusus baik secara morfologi
ataupun molekular yang masih dimiliki oleh dua atau lebih organisme
keturunannya. Saat diturunkan dari nenek moyang tersebut, terdapat beberapa
sifat-sifat yang hilang ataupun tidak menurun pada beberapa oganisme. Saat
diturunkan pada beberapa generasi dapat menyebabkan terpisahnya organisme
tersebut karena sudah merupakan organisme yang berbeda satu dan lainnya.
Melalui filogenetik, dapat diamati dengan lebih jelas bagaimana evolusi dapat
terjadi pada mahkluk hidup. Phylogenetik tree atau pohon filogenetik atau pohon
evolusi merupakan "pohon" yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai
spesies makhluk hidup berdasarkan kemiripan dan perbedaan karakteristik fisik
dan/atau genetik mereka. Takson yang terhubung pada pohon tersebut berarti
diturunkan dari satu nenek moyang bersama. Penggambaran pertama pohon ini
antara ditemukan pada buku Elementary Geology dari Edward Hitchcock (1840)
dan The Origin of Species dari Charles Darwin (1859).
Filogenetika dapat menganalisis perubahan yang terjadi dalam evolusi
organisme yang berbeda. Berdasarkan analisis, makhluk hidup yang mempunyai
kedekatan dapat diidentifikasi dengan menempati cabang yang bertetangga pada

7
pohon evolusi. Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan yaitu melalui
molekuler, analisis morfologi, fisiologi, reproduksi dan bukti fosil. Pendekatan
secara molekuler lebih dipercaya atau akurat karena data yang diperoleh dapat
dipastikan kebenarannya.

2.2 Dasar Penyusunan Filogeni Secara Homolog dan Analogi


Hal yang berpotensi menyesatkan saat membangun sebuah filogeni adalah
kemiripan yang mengacu pada evolusi konvergen (analogi) dan bukan karna nenek
moyang bersama. Evolusi konvergen terjadi ketika tekanan-tekanan lingkungan
yang mirip dan seleksi alam menghasilkan adaptasi yang mirip (analog) pada
organisme-organisme dari keturunan evolusioner yang berbeda. Sebagai contoh,
tikus mondok pada gambar di bawah ini memiliki penampilan yang sangat mirip.
Akan tetapi, terdapat perbedaan pada anatomi internal, fisiologi dan sistem
reproduksi. Tikus mondok Australia (atas) adalah Marsupialia sedangkan tikus
mondok Amerika Utara (bawah) adalah Euteria.

Gambar 1. Evolusi Konvergen pada Tikus Mondok

Perbandingan genetik dan catatan evolusi bahkan memberikan bukti bahwa


nenek moyang bersama dari kedua tikus mondok ini hidup pada 140 juta tahun

8
yang lalu, kira-kira saat mamalia Marsupialia dan Euteria berdivergensi. Nenek
moyang dan sebagian besar keturunannya tidak mirip dengan tikus mondok namun
karakteristik analognya berevolusi secara independen pada kedua garis keturunan
tikus mondok ini sewaktu mereka beradaptasi terhadap gaya hidup yang serupa.

Dalam membedakan homologi dan analogi sangat penting dalam merekontruksi


filogeni. Kemiripan morfologis dapat seolah-olah menunjukkan bahwa kedua
species berkerabat dekat. Selain kemiripan dan bukti fosil yang mendukung,
petunjuk lain untuk membedakan homologi dan analogi adalah kompleksitas dari
karakter yang dibandingkan. Semakin banyak kemiripan yang dimiliki oleh dua
struktur yang kompleks semakin besar pula kemungkinan bahwa struktur tersebut
berevolusi dari nenek moyang bersama. Sebagai contoh, tengkorak simpanse dan
manusia yang sama-sama terdiri dari banyak tulang yang menyatu. Komposisi dari
tulang penyusun kedua tengkorak tersebut hampir sama-sama kompleks. Sangat
tidak mungkin bahwa struktur-struktur kompleks dan detail semacam itu memiliki
asal-usul yang terpisah. Hal yang paling mungkin adalah gen-gen yang terlibat
dalam perkembangan kedua tengkorak diwarisi dari nenek moyang bersama.
Apabila gen-gen dari dua organisme memiliki banyak bagian dari sekuens
nukleotida yang sama, sangat mungkin bahwa gen-gen tersebut bersifat homolog.

2.3 Menentukan Hubungan Kekerabatan


Pada tahun 1960-an, ilmu statistika filogenetik, menjadi lebih banyak dipakai
untuk membuat klasifikasi yang lebih objektif dan konsisten dengan sejarah
evolusi. Metode molekuler menjadi mudah tersedia, teknologi komputasi yang
semakin canggih membantu mendampingi 2 pendekatan analisis baru, yaitu
fenetik dan kladistik.

1. Pendekatan fenetik (analisis numerik).


Dalam menentukan hubungan kekerabatan di antara dua objek atau lebih,
ada berbagai cara pendekatan yang dilakukan oleh banyak disiplin ilmu di dunia
bidang eksak maupun non eksak. Pendekatan tersebut disebut analisis numerik
atau pendekatan fenetik.

9
Fenetik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “phainein” yang berarti “yang
terlihat”. Dan istilah fenotipe berasal dari akar kata yang sama, tidak membuat
asumsi filogenetik dan mendasarkan keseluruhan kedekatan taksonomik atas
dasar kemiripan dan perbedaan yang dapat terukur. Fenetik membandingkan
sebanyaknya mengenai karakteristik anatomi atau karakter dan melakukan
upaya untuk membedakan homologi dari analogi. Para ahli fenetika
berpendapat bahwa jika cukup banyak karakter fenotip yang diperiksa,
kontribusi analogi pada keseluruhan kemiripan akan tertutupi dan tidak berarti
karena adanya derajat homologi. Metode yang digunakan dalam fenetika,
khususnya ditekankan pada perbandingan kuantitatif ganda yang dianalisis
secara statistik dengan bantuan komputer, memiliki dampak yang sangat
penting dalam biosistematika (Sudargo dkk, 2016).
Pendekatan fenetik berdasarkan pada:
 Perhitungan Indeks kesamaan dan indeks ketidaksamaan
 Indeks keanekaragaman
 Analisis pola (dalam bidang ekologi)\Indeks keanekaragaman genetik
(heterozigositas, polimorfisme)

Analisis fenetik didasarkan pada prinsip yang sama, yaitu semua subjek yang
dianalisis mempunyai kedudukan yang sama tingginya, dan semua faktor yang
dianalisis mempunyai tingkat yang sama pula. Yang menentukan perbedaan
adalah berapa banyak faktor yang membedakan dua subjek atau lebih. Hasil
analisis fenetik yang disusun dalam bentuk pohon kekerabatan disebut
fenogram.

2. Pendekatan kladistik (analisis filogenetik)


Pada masa 1950-1960, filsafat mengenai analisis numerik dan sistematik
berkembang dengan pesat sehingga kebenaran dari analisis numerik selalu
menjadi sumber perdebatan hingga sekarang. Pada tahun 1966, Hennig seorang
menerbitkan buku berjudul “Phylogenetik Sistematic”. Buku tersebut menjadi
sumber inspirasi dan menjadi tandingan dari analisis fenetik. Suatu revolusi

10
dalam dunia biologi sesudah Darwin dengan dasar pemikiran bahwa proses
alamiah akan selalu mengambil jalan yang paling singkat. Meskipun ide
mengenai proses alamiah tersebut sudah dikenal pada masa Aristoteles, namun
penekanannya baru terjadi sesudah publikasi Hennig.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka pendekatan yang harus dilakukan
adalah pendekatan yang memperhitungkan proses yang paling singkat. Hennig
menggambarkan pemikiran tersebut dalam analisis filogenik yang disebut
Analisis Kladistik. Walaupun demikian, diperkirakan proses alamiah tidak
selalu mengikuti pola paling sederhana, namun cara inilah yang terpilih. Cara
ini adalah cara yang paling rasional dan merupakan tolak ukur yang eksak bagi
semua peneliti. Cara ini juga selalu dapat diuji dan memberikan informasi yang
lengkap paling mudah dianalisis dan umumnya mendekati kebenaran (Sudargo
dkk, 2016)
Sinonim analisis kladistik adalah sistematika filogenetik. Suatu klad atau
clade (Bahasa Yunani “clados”, yang berarti “cabang”) adalah suatu cabang
evolusi. Analisis kladistik mengelompokkan organisme menurut urutan waktu
munculnya percabangan itu di sepanjang pohon filogenetik bercabang dua
(dikotomi). Masing-masing titik percabangan dalam suatu pohon didefinisikan
atau ditentukan oleh homologi baru yang unik bagi beberapa spesies pada
cabang tersebut. Karena mengikutsertakan homologi dalam pengembangan
hipotesis mengenai klasifikasi filogeni. Maka pohon filogenetik dapat memiliki
2 fitur struktur yang signifikan. Fitur pertama adalah lokasi titik percabangan
disepanjang pohon itu, yang menyimbolkan waktu relatif asal mula taksa yang
berbeda. Fitur kedua adalah derajat pemisahan antara cabang-cabang, yang
menggambarkan seberapa jauh perbedaan dua taksa terjadi sejak percabangan
dari nenek moyang yang sama (Sudargo dkk, 2016)
Dalam studi pendekatan sistematik dan evolusi, terutama menggunakan
analisis kladistik, berikut ini beberapa alasan mengapa analisis kladistik yang
digunakan:

11
1) Evolusi memang terjadi, meskipun tidak dapat diketahui dengan tepat proses
yang terjadi tetapi dapat ditelusuri
2) Hanya ada satu proses yang terjadi, kehidupan merupakan suatu kesatuan.
Tidak ada dua kali penciptaan atau lebih.
3) Perubahan terus terjasi dari generasi ke generasi.
Dalam analisis kladistik, semua sifat yang digunakan adalah sifat yang
homolog, karena dengan dengan demikian akan diperoleh pengelompokkan
yang berasal dari nenek moyang yang sama. Kelompok demikian disebut
monofiletik, sementara hasil analisis kladistiknya disebut kladogram.
Penentuan suatu faktor yang homolog sangat sukar. Terdapat beberapa petunjuk
yang dapat digunakan untuk menentukan homologi, yaitu:
1) Analisis jolomorfologi dengan menggunakan kelompok terdekat (outgroup)
2) Analisis Ontogeni
3) Adanya petunjuk geologi
4) Adanya petunjuk biogeografi

Analisis yang paling umum digunakan adalah analisis holomorfologi dan


analisis ontogeni. Petunjuk geologi dan biogeografi sebenarnya dapat
digunakan, tetapi kelemahannya ada kemampuan suatu organisme untuk
berpindah tempat, juga karena suatu organisme modern dapat tetap menyimpan
sifat aslinya, sedangkan hewan yang sudah punah mempunyai sifat yang sudah
berubah (modern). Contohnya: secara morfologi, Leonothrix (marga tikus)
yang hidup di Sumatra, Malaysia Barat, dan Borneo, kalo ditinjau dari segi gigi
termasuk Rodentia yang paling primtif, padahal Antemus adalah hasil fosil
Rodentia yang paling tua. Untuk menghindari kesalahan, maka suatu faktor
yang berfsifat homolog digolongkan ke dalam beberapa golongan besar, yaitu:

1) Bersifat Plesiomorfik (ciri yang dimiliki nenek moyang tua Primitif)


2) Bersifat Apomorfik (sudah mengalami perubahan)
3) Bersifat Sinapomorfik (berubah sebelum divergensi atau percabangan)
4) Bersifat Autopomorfik (berubah secara autonom)

12
Analisis holomorfologi didasarkan bahwa sifat suatu faktor yang paling
umum dalam suatu kelompok organisme atau lebih berasal dari proses yang
perjalanan lebih awal. Sifat suatu faktor yang unik dapat terjadi kapan saja
dalam perjalanan evolusi dapat disebut automorfik. Oleh karena itu, suatu sifat
yang umum dijumpai mempunyai probabilitas yang tinggi sebagai suatu faktor
yang bersifat plesiomorfik. Sedangkan karakter yang kurang umum dan
dimiliki oleh satu atau beberapa kelompok hanya faktor yang bersifat kelompok
saja kemungkinan besar bersifat sinapomorfik (Sudargo dkk, 2016)
Dalam analisis kladistik ini, hanya faktor yang bersifat sinapomorfik dapat
dipakai untuk menelusuri jalannya evolusi. Penggunaan analisis ontogeny
sangat baik karena semua embrio vertebrata misalnya mempunyai bentuk yang
sama, hanya dalam perkembangannya hingga menjadi fetus dan dewasa, terjadi
perbedaan yang pada dasarnya dapat ditelusuri secara nyata untuk mengetahui
homologi dan proses perubahan yang terjadi (Sudargo dkk, 2016)
Menurut Iskandar (2005), dahulu penamaan spesies dalam kategori
taksonomi yang mempunyai nilai yang tidak diragukan, namun kini masalah
penamaan menjadi sekunder, mengingat ilmu biosistematika lebih
mementingkan analisis filogeni yang sering dikaitkan dengan ilmu evolusi dan
biogeografi. Misalkan burung dimasukkan dalam kelas Aves yang setingkat
dengan kelas Reptilia, namun menurut analisis biosistematika maka burung
dapat dimasukkan dalam kelompok yang sama dengan buaya.

2.4 Pohon Filogeni


Dalam pembuatan pohon filogenetik, terdapat sebuah konsep yang perlu
dipegang terlebih dahulu. Konsep tersebut mengenai bagaimana sekelompok
makhluk hidup membagi sifat yang dimilikinya satu dengan yang lainnya
(Mirabella, 2011). Terdapat konsep mendasar yang harus dimengerti dan dipahami
sebelum pembuatan pohon evolusi. Konsep mendasar tersebut merupakan
kesamaan yang dimiliki oleh suatu kelompok makhluk hidup dengan makhluk

13
hidup yang lain (Velda, 2017). Dalam ilmu Biologi, pembagian sifat ini
mempunyai istilahnya sendiri. Beberapa istilah tersebut sebagai berikut:

1) Symplesiomorphy
Sifat yang dibagi oleh dua atau lebih taksa tetapi juga ditemukan pada taksa nenek
moyang (Velda, 2017). Karakter yang dimiliki oleh dua atau lebih taksa terjadi pada
leluhur bersama mereka yang paling awal (Strephon, 2017). Misalnya pada monyet
dan tikus ditemukan terdapat lima kubu jari, hal ini juga ditemukan pada kadal.
Namun, kedua kelompok ini terdapat pada taksa yang berbeda (Mirabella, 2011).
2) Synapomorphy
Sifat yang dibagi oleh satu atau dua taksa yang mempunyai nenek moyang terakhir
yang sama (Velda, 2017). Dua atau lebih taksa berbagi karakter dengan nenek
moyang mereka yang sama baru-baru sementara ini. Synapomorphy lebih
menggambarkan karakter keturunan (Strephon, 2017). Misalnya saja pada
kelompok mamalia, semua mamalia membagi sifat mempunyai rambut dan
berdarah panas (Mirabella, 2011).
3) Homoplasy
Sifat yang dibagi oleh dua atau lebih taksa tetapi tidak dimiliki oleh nenek moyang
yang paling terakhir yang dimiliki (Velda, 2017). Homoplasy terjadi ketika
karakternya serupa tetapi tidak berasal dari nenek moyang yang sama. Homoplasy
merujuk pada karakter yang sama yang tidak muncul dari leluhur (Strephon,
2017b). Misalnya saja pada mamalia dan aves. Keduanya berdarah panas, tetapi
pada nenek moyang terakhir sebelum keduanya terpisah sifat ini tidak ditemukan
(Mirabella, 2011).
4) Apomorphy
Sifat yang dipercaya yang telah berevolusi dalam pohon dimana digunakan untuk
mengelompokkan taksa tertentu (Velda, 2017). Apomorphy menunjukkan tingkat
divergensi suatu spesies relatif terhadap kerabat terdekatnya. Sebagai contoh,
berbicara merupakan karakteristik unik pada manusia, tetapi tidak pada primata
lainnya (Strephon, 2017).

14
5) Plesiomorphy
Plesiomorphy mengacu pada karakter evolusi yang homolog dalam taksa tertentu,
tetapi tidak unik untuk semua anggota taksa tertentu. Ia juga dikenal sebagai
symplesiomorphy. Sebagai contoh, ikan bertulang memiliki insang untuk
pernapasan, tetapi mereka terkait erat dengan vertebrata yang tidak memiliki
insang. Biasanya, reptil ektotermik tetapi kerabatnya seperti burung adalah
endotermik. Demikian pula, meskipun reptil lain memiliki kaki, ular tidak memiliki
kaki (Strephon, 2017).

Gambar 2. Konsep Pohon Filogeni

Dalam penentuan taksa, diperlukan pengelompokan spesies ke dalam taksa


yang lebih spesifik, seperti:
a) Monofiletik yaitu jika nenek moyang tunggalnya hanya menghasilkan semua
spesies turunan dalam takson tersebut dan bukan spesies pada takson lain.
Pada gambar di bawah ini, takson 1 yang terdiri dari tujuh spesies (B-H),
memenuhi kualifikasi sebagai suatu pengelompokan monofiletik, yang
merupakan bentuk ideal dalam taksonomi. Takson tersebut meliputi semua
spesies terutama dan juga nenek moyang bersama yang paling dekat (spesies
B).

15
b) Polifiletik yaitu jika anggotanya diturunkan dari dua atau lebih bentuk nenek
moyang yang tidak sama bagi semua anggotanya. Pada gambar di bawah ini,
takson 2 suatu subkelompok di dalam takson 1 adalah polifiletik (spesies E
dan G) diturunkan dari dua nenek moyang yang paling dekat (spesies C dan
F).
c) Parafiletik yaitu jika takson itu tidak meliputi spesies yang memiliki nenek
moyang yang sama yang menurunkan spesies yang termasuk dalam takson
tersebut. Pada gambar di bawah ini, takson 3 adalah parafiletik, spesies A
dimasukan tanpa menggabungkan semua keturunan dari nenek moyang
tersebut.

Gambar 3. Kelompok Monofiletik, Parafiletik, dan Polifiletik

Akibat penurunan dengan modifikasi, organisme memiliki kesamaan dan


perbedaan dengan nenek moyangya. Sebagai contoh semua mamalia memiliki
tulang belakang, namun tulang belakang bukanlah ciri pembeda mamalia dari
vertebrata lain karena semua vertebrata memiliki tulang belakang. Tulang
belakang mendahului percabangan klad mamalia dengan vertebata lain. Bagi
mamalia, tulang belakang merupakan karakter nenek moyang milik bersama.
Sebaliknya, rambut adalah karakter yang dimiliki oleh semua mamalia namun
tidak ditemukan pada nenek moyang mereka. Dengan demikian, pada mamalia,
rambut dianggap sebagai karakter derivate milik bersama
Tulang belakang juga dapat dianggap sebagai karakter derivate milik bersama
namun hanya pada titik percabangan yang lebih dahulu membedakan vertebata

16
dari hewan lain. Namun pada semua vertebrata, tulang belakang dianggap sebagai
karakter nenek moyang milik bersama karena terdapat pada nenek moyang
bersama semua vertebrata.

Gambar 4. Membangun Pohon Filogenetik

2.5 Cara Menyusun Pohon Filogeni


Pohon filogeni merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui
hubungan kekerabatan makhluk hidup di muka bumi (Lubis, 2014). Menurut Yan
Li (2013), pohon filogeni adalah sebuah susunan yang mana spesies-spesies
disusun dalam bentuk cabang-cabangnya yang menghubungkan mereka
berdasarkan hubungan kekerabatan secara evolusi.
Dalam membuat pohon filogeni, langkah pertama yang dilakukan yaitu
menganalisis ciri utama dari setiap organisme. Contoh: ada lima macam organisme
yang dipelajari, dari analisis yang dilakukan diharapkan dapat mengungkapkan
hubungan kekerabatan dari kelima organisme tersebut. Contoh data dari kelima
organisme (Tabel 1) sebagai berikut (Syulasmi, 2016).
Tabel 1. Data Ciri Utama dari Setiap Takson Organisme

17
Ciri yang Dibandingkan
Takson
1 2 3 4 5 6 7
A 0 0 0 0 0 0 0
B 1 0 0 0 0 0 0
C 1 1 0 0 0 0 0
D 1 1 1 1 1 1 0
E 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan:
0 = Ciri yang bersifat plesiomorfik (yang dimiliki nenek moyang)
1 = Ciri yang bersifat apomorfik (sudah mengalami perubahan)

Untuk menentukan hubungan kekerabatan secara kladistik maka tingkat


kesamaan yang kita bandingkan hanyalah ciri yang sinamorfik, hasilnya
dituangkan di dalam tabel di atas diagonal sebagai berikut.

Tabel 2. Data Ciri Sinamorfik

Takson A B C D E
A
B 6
C 5 6
D 1 2 3
E 0 1 2 6

Dari data ciri-ciri utama yang dianalisis, pohon kekerabatan (Filogeni) yang
didapat dapat terbentuk secara dua macam, yaitu secara fenetik dan kladistik.

Diagram 1. Filogeni Fenetik

Ada hubungan kekerabatan yang paling dekat, yaitu: A-B, B-C, dan D-E. B-C
lebih dekat ke D-E daripada ke A dan ke D-E, sehingga A dikelompokkan terakhir.

18
Diagram 2. Filogeni Kladistik

Takson D dan E mempunyai kesamaan dalam 6 ciri apomorf, sehingga


dikelompokkan terlebih dahulu. Kemudian mengelompokkan C. karena C
mempunyai 2 ciri yang sama dengan D dan E yaitu ciri 1 dan 2, akhirnya
mengelompokkan B karena mempunyai 1 ciri saja yang mengelompokkan dengan
C,D,E, sedangkan A tidak mempunyai kesamaan dalam ciri apomorf sehingga
ditempatkan terakhir (Sudargo dkk, 2016).

Penentuan kekerabatan suatu makhluk hidup dapat ditentukan menggunakan


klasifikasi numerik. Klasifikasi numerik adalah sistem pengelompokkan makhluk
menggunakan algoritma numerik dari unit taksonomi yang diuji berdasarkan
karakter-karakter yang diamati. Klasifikasi numerik dibagi menjadi dua yaitu
fenetik dan kladistik. Penggolongan fenetik digunakan untuk menunjukkan
kekerabatan menggunakan semua ciri yang sama (overall similarity), sedangkan
kladistik pengelompokkannya berdasarkan pada sejarah evolusi taksa yang diuji
(Hidayat, Topik. 2016).

Berikut ini merupakan contoh langkah untuk menentukan kekerabatan tanaman


pada subkelas Liliidae.

1. Fenetik
a. Menentukan spesimen
1. Hemerocallis flava
2. Zephyranthes candida
3. Trimezia sp

19
4. Sansevieria trifasciata
5. Aerides sp.
b. Menentukan karakteristik
A. Sukulen
B. Dust seed
C. Tidak berumbi
D. Inferum
E. Zygomorph
c. Tabel karakteristik

Tabel 3. Karakteristik Fenetik


1 2 3 4 5

A 0 0 0 0 1

B 1 0 0 1 1

C 0 0 1 1 0

D 1 0 1 1 0

E 1 1 1 1 1

d. Matriks Kesamaan

Tabel 4. Matriks Kesamaan


A B C D E

B 0,6

C 0,4 0,4

D 0,2 0,6 0,8

E 0,2 0,6 0,4 0,6

20
e. Membuat clastering

Claster 1 CD=P

Tabel 5. Clastering 1
A B P E

B 0,6

P 0,3 0,5

E 0,2 0,6 0,5

Claster 2 AB=Q

Tabel 6. Clastering 1
Q P E

P 0,4

E 0,4 0,5

f. Diagram

Diagram 3. Numerik Fenetik Manual Liliidae

21
2. Kladistik
Dengan spesimen dan karakteristik yang sama, maka ditentukan tabel
karakteristik kladistik di bawah ini:
Tabel 7. Karakteristik Kladistik
1 2 3 4 5
A 0 0 0 0 1
B 1 0 0 1 1
C 0 0 1 1 0
D 1 0 1 1 0
E 1 1 1 1 1

Tabel 8. Outgrup Karakteristik Kladistik

1 2 3 4 5
Outgroup 0 0 0 0 0
A 0 0 0 0 1
B 1 0 0 1 1
C 0 0 1 1 0
D 1 0 1 1 0
E 1 1 1 1 1

Tabel 9. Menghitung Perubahan Evolusi

1 2 3 4 5 Perubahan
evolusi
Outgroup 0 0 0 0 0
A 0 0 0 0 1 1
B 1 0 0 1 1 3
C 0 0 1 1 0 2
D 1 0 1 1 0 3
E 1 1 1 1 1 5

(E-D-B-C-A) adalah kemungkinan (I) urutan perubahan evolusi dari yang tertinggi
hingga terendah yang dipilih
Tabel 10 . Karakteristik Bersama
1 2 3 4 5
E 1 1 1 1 1

22
D 1 0 1 1 0
C 0 0 1 1 0
B 1 0 0 1 1
A 0 0 0 0 1

(E-B-D-C-A) adalah kemungkinan (II) urutan perubahan evolusi dari yang tertinggi
hingga terendah yang dipilih
Tabel 11. Karakteristik Bersama
1 2 3 4 5

E 1 1 1 1 1

B 1 0 1 1 0
D 0 0 1 1 0

C 1 0 0 1 1

A 0 0 0 0 1

Dari kedua kemungkinan tersebut, maka dibentuklah diagram kladistik:

Diagram 4. Kladistik Liliidae

23
Diagram 5. Kladistik Liliidae
Berdasarkan diagram tersebut dapat disimpulkan bahwa urutan spesies dari
yang terprimitif ke yang paling maju adalah sebagai berikut: Hemerocalis flava,
Zephyranthes candida, Trimezia sp, Sansevieria trifasciata dan Aerides sp.

2.6 Analisis DNA dan Bukti Fosil


1. Data Fosil
Catatan fosil merupakan susunan teratur di mana fosil mengendap dalam
lapisan, atau strata, pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu
geologis. Para ahli paleontology mengumpulkan dan menginterpretasikan fosil
tersebut untuk menentukan umur dan konstribusinya dalam filogeni (Campbell
dkk., 2003). Fosil terbentuk dari organisme mati yang terkubur dalam sedimen.
Bahan organik dari organisme mati, umumnya terurai dengan cepat. Namun
bagian yang keras dan kaya akan mineral seperti cangkang vertebrata dan
protista bisa tetap bertahan sebagai fosil. Fosil juga dapat terbentuk sebagai
lapisan tipis yang tertekan di antara lapisan-lapisan batu pasir dan serpihan.
Contohnya, fosil daun tumbuhan berumur jutaan tahun dan masih tetap hijau
karena mengandung klorofil.

24
Dalam banyak penggalian, fosil juga ditemukan dalam bentuk bebatuan yang
membentuk replika organisme tersebut. Para ahli juga banyak menemukan
bentuk perilaku yang terfosilisasi, seperti fosil jejak kaki, dan sarang lubang
hewan. Selain itu, organisme yang mati pada tempat di mana bakteri dan jamur
tidak dapat menguraikannya, maka tubuhnya bisa terawetkan membentuk fosil.
Contohnya, fosil kalajengking yang terjerat dalam resin dan berumur 30 juta
tahun. Penemuan-penemuan fosil sedimen di atas, selanjutnya dijadikan dasar
oleh para ilmuwan untuk merekonstruksi sejarah kehidupan.
Menurut Campbell, dkk. (2003) penemuan fosil adalah puncak dari
serangkaian kebetulan yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan.
Organisme harus mati pada tempat yang tepat pada waktu yang tepat sehingga
memungkinkan terbentuknya fosil. Lapisan batu yang mengandung fosil harus
terhindar dari proses geologis yang dapat menghancurkan atau mengubah
bentuk batuan secara hebat, seperti erosi, tekanan dari strata yang saling
berhimpitan atau pelelehan batuan. Jika fosil telah terawetkan, hanya sedikit
peluang bagi peristiwa-peristiwa alam yang dapat menguak batuan yang
mengandung fosil tersebut. Maka catatan fosil bukan suatu contoh yang
sempurna dari organisme masa lalu, dan cenderung lebih banyak terbentuk dari
spesies yang pada suatu waktu tertentu sangat berlimpah, tersebar luas, dan
memiliki cangkang atau kerangka yang keras (Sudargo dkk, 2016).
Menurut Kimball (1999), berdasarkan catatan fosil yang ada teori evolusi
memberikan gagasan bahwa semua organisme yang hidup sekarang ini pada
suatu periode dalam sejarahnya mempunyai moyang sama. Hal tersebut juga
dapat dinyatakan bahwa pada waktu yang lampau terdapat lebih sedikit jenis
makhluk hidup, dan bahwa makhluk ini bersifat lebih sederhana. Salah satu
bukti yang mendukung ini adalah susunan lapisan batuan sedimen di Grand
Canyon, yang semakin dalam menuruni lembah galian maka berkuran jenis
fosil, tingkat kompleksitas fosil organisme yang ditemukan semakin ke dalam
semakin sederhana.

25
Sebagian besar dari fosil yang terbentuk telah hancur dan hanya sebagian
kecil fosil yang dapat ditemukan, sehingga catatan fosil ini sangat terbatas.
Namun dengan keterbatasan itu, catatan fosil tetap merupakan suatu dokumen
yang sangat detail mengenai filogeni dan mencakup skala waktu geologis yang
begitu panjang. Para ahli paleontology, seperti halnya semua ahli sejarah, harus
membangun kembali masa lalu dari catatan-catatan yang tidak sempurna itu.
Pada catatan fosil, urutan strata sedimen merekam urutan perubahan biologi,
dan metode penentuan umur memberitahukan perkiraan berapa tahun silamkah
terjadinya perubahan itu. Juga yang terekam dalam batuan adalah kronologi
perubahan lingkungan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan akibat
evolusi pada organisme. Kini, perubahan kehidupan terjadi secara signifikan
yang disebabkan beberapa perubahan utama pada lingkungan bumi (Sudargo
dkk, 2016).
Evolusi memiliki dimensi dalam ruang dan waktu. Sejarah bumi telah
membantu menjelaskan sebaran geografis spesies saat ini. Contohnya,
kemunculan pulau vulkanik seperti kepulauan Galapagos membuka lingkungan
baru bagi para pendiri untuk mencapai tempat tersebut, dan penyebaran adaptif
mengisi banyak relung-relung yang kosong dan tersedia bagi berbagai spesies
baru. Pada skala global, benua mengalami pergeseran seperti terjadi antara
Eropa dan Amerika yang saling menjauhi menyebabkan banyak spesies yang
telah berkembang dalam keadaan terisolasi bertemu dengan yang lain dan
bersaing satu sama lain. Seiring dengan pemisahan benua, masing-masing
daerah menjadi tempat evolusi yang terpisah, dan flora serta fauna dari alam
biogeografis yang berbeda mulai menyebar. Hal ini dapat dicontohkan dengan
penemuan fosil reptilian masa Trias di Ghana yang persis sama dengan yang
diketemukan di Brazil. Padahal kedua daratan saat ini terpisah dengan jarak
3000 km, namun diperkirakan menyatu sebagai daratan pada awal zaman
Mesozoikum (Mahmuddin, 2012). Sehingga pergeseran benua ini merupakan
faktor geografi utama yang berkolerasi dengan penyebaran spasial kehidupan
dan dengan peristiwa yang berhubungan dengan evolusi, seperti kepunahan

26
massal dan peningkatan eksplosif keanekaragaman biologis (Sudargo dkk,
2016).
Penggunaan data fosil untuk membangun filogenetik suatu organisme
memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dalam menggunakan data
fosil yaitu dapat mengetahui urutan kehadiran kelompok organisme dari yang
paling tua sampai modern. Sedangkan kelemahannya yaitu bagian-bagian yang
lunak tidak dapat diamati, tingkah laku, perkembangbiakan, anatomi, kimiawi
tidak mungkin dapat diperoleh (Sudargo dkk, 2016).
Para ahli sistematika menggunakan catatan fosil dan anatomi perbandingan
untuk membantu membangun pohon filogenetik, tetapi dapat juga
menggunakan metode lain, seperti membandingkan DNA dan protein dan
spesies-spesies tersebut. Ketika silsilah membelah (spesiasi), itu
direpresentasikan sebagai percabangan pada filogeni. Ketika peristiwa spesiasi
terjadi, garis keturunan leluhur tunggal menimbulkan dua atau lebih garis
keturunan. Filogeni melacak pola keturunan dari garis keturunan. Setiap garis
keturunan memiliki bagian dari sejarah yang unik dan bagian yang dibagi
dengan garis keturunan lainnya (Pawallungi, 2016).
Para ilmuwan melakukan pelacakan filogeni dalam bentuk catatan fosil
(fossil record) dengan karakteristik morfologi, namun seiring dengan
perkembangan teknologi pelacakan filogenetik dapat dilakukan dengan teknik
pemeriksaan molekul (molekular marker).

2. Data DNA
Pelacakan filogeni dengan teknik molekular marker merupakan deskripsi
hubungan gen, protein atau spesies. Membandingkan gen atau genom dua
spesies atau lebih adalah cara paling langsung untuk melacak pewarisan dari
nenek moyang yang sama. Perbandingan dapat dilakukan melalui tiga metode,
yaitu hibridisasi DNA, peta restriksi, dan analisis urutan DNA atau RNA.
Keseluruhan genom yang dapat dibandingkan dengan cara hibridisasi DNA-
DNA, yang mengukur sejauh mana terjadi pembentukan hydrogen antara strand

27
tunggal DNA yang diperoleh dari dua sumber. Seberapa kuat DNA dari satu
spesies dapat berikatan dengan DNA spesies yang lain bergantung pada derajat
kemiripan, karena pembentukan pasangan basa antara urutan yang
komplementer akan menyatukan kedua strand tersebut (Sudargo dkk, 2016).
Hibridisasi DNA dapat menaksir kemiripan keseluruhan dua genom, tetapi
tidak memberikan informasi yang tepat mengenai kesesuaian pasangan urutan
nukleotida spesifik DNA. Pendekatan alternatif lainnya adalah menggunakan
peta restriksi DNA. Metode ini menggunakan enzim restriksi sama dengan yang
digunakan dalam teknologi rekombinasi DNA. Masing-masing jenis enzim
mengenali suatu urutan spesifik yang terdiri dari beberapa nukleotida dalam
genom tersebut. Fragmen DNA yang diperoleh setelah diberi perlakuan enzim
restriksi dapat dipisahkan dengan elektroforesis dan dibandingkan dengan
fragmen restriksi yang dihasilkan dari DNA spesies lain. Dua sampel DNA
dengan peta lokasi situs retriksi yang sama akan menghasilkan kumpulan
fragmen yang sama. Sebaliknya dua genom yang telah jauh memisah sejak
nenek moyang bersama terakhir yang akan memiliki penyebaran situs retriksi
yang sangat berbeda, dan DNA dari kedua spesies itu tidak akan sesuai
(Sudargo dkk, 2016).
Namun begitu banyak fragmen yang diperoleh dari genom nucleus,
pemetaan restriksi lebih praktis untuk membandingkan segmen DNA yang
lebih kecil, biasanya sepanjang beberapa ribu nukleotida. DNA mitokondria
ukurannya relative kecil dan keuntungan menggunakan DNA mitokondria
adalah berubah karena mutasi sekitar 10x lebih cepat dibandingkan dengan
genom nucleus, sehingga memungkinkan untuk mengetahui hubungan
filogenetik di antara spesies-spesies berkerabat dekat atau antara 2 populasi
yang berbeda dengan spesies yang sama (Sudargo dkk, 2016).
Metode yang paling tepat untuk membandingkan DNA dari dua spesies atau
lebih dan paling banyak digunakan saat ini adalah analisis urutan DNA yaitu
membandingkan urutan nukleotida bagian DNA. Dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR) potongan kecil DNA dapat di klon disertai

28
dengan pengurutan basa nitrogen secara otomatis, membuat kumpulan data
urutan DNA menjadi relatif sederhana dan cepat. Para ahli sistematika sekarang
menggunakan data urutan nukleotida dari DNA untuk membentuk pohon
filogenetik dan mengelompokkan organisme (Sudargo dkk, 2016).

29
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Taksonomi adalah awal dari pengembangan cabang ilmu Biosistematika dan
Filogeni. Biosistematika dan Filogeni adalah ilmu tentang bagaimana cara
mengelompokkan makhluk hidup dengan berdasarkan data fosil, bukti molekular
hingga sejarah kemunculan organisme tersebut. Pengelompokan makhluk hidup
dapat dilakukan secara fenetik dan kladistik dengan mempertimbangkan
karakteristik yang dimiliki oleh berbagai organisme terdekat.

3.2 Saran
Pengelompokan makhluk hidup dalam kelompok tertentu sebaiknya dilakukan
dengan lebih akurat sehingga setiap organisme dapat dikelompokkan berdasarkan
hubungan kekerabatan yang benar. Penyajian makalah ini juga masih belum
mencakup seluruh informasi terkait dengan Biosistematika dan Filogeni sehingga
pada penyajian kedepannya diharapkan dapat disempurnakan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2003). Biologi. Jilid 2. Edisi Kelima.
Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hidayat, T. (2016). Pedoman Praktikum Phanerogamae. Departemen Pendidikan


Biologi FPMIPA UPI: Bandung.

Kimball, J. W. (1999). Biologi. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga Mahameru


Lubis, K. (2014). Cara Pembuatan Pohon Filogeni. JURNAL Pengabdian Kepada
Masyarakat. [Online]. Tersedia dari:
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpkm/article/viewFile/4812/4238.
(14 Desember 2019)
Mahmuddin. (2012). Pelacakan Filogeni Makhluk Hidup. [Online]. Tersedia dari:
https://mahmuddin.wordpress.com/2012/08/27/pelacakan-filogeni-makhluk-
hidup/ (17 Desember 2019)

Mirabella, F. M. (2011). Pendekatan Pohon dalam Filogenetik. [Online]. Diakses dari:


http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.munir/Matdis/2011-
2012/Makalah2011/Makalah-IF2091-2011-101.pdf. (16 Desember 2019)

Pawallungi, Maulyda Awwaliyah. (2016). Makalah Evolusi Filogeni. [Online].


Tersedia:https://www.academia.edu/25654198/Makalah_Evolusi_FILOGENI
(17 Desember 2019)

Strephon. (2017a). Apa Perbedaan Antara Synapomorphy dan Symplesiomorphy.


[Online]. Diakses dari: https://id.strephonsays.com/what-is-the-difference-
between-synapomorphy-and-symplesiomorphy. (16 Desember 2019)

Strephon. (2017b). Perbedaan Antara Homologi dan Homoplasy. [Online]. Diakses


dari: https://id.strephonsays.com/difference-between-homology-and-homoplasy.
(16 Desember 2019)

31
Strephon. (2017c). Perbedaan Antara Apomorphy dan Plesiomorphy. [Online].
Diakses dari: https://id.strephonsays.com/difference-between-apomorphy-and-
plesiomorphy. (16 Desember 2019)

Sudargo, Fransisca dan Ammi Syulasmi. (2016). EVOLUSI. Bandung: Universitas


Pendidikan Indonesia.

Velda, V. (2017). Penerapan Pohon dalam Pohon Evolusi. [Online]. Diakses dari:
http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.munir/Matdis/2018-
2019/Makalah2018/Makalah-Matdis-2018-059.pdf. (16 Desember 2019)

32

Anda mungkin juga menyukai