Anda di halaman 1dari 93

MANAJEMEN

PENGUNGSIAN
Ester Ronauli S 1610711061

Januarita Akhrina 1610711057

Assyfa Siti Rohmah 1610711061

An’nissaa Eka R 1610711072

Putri Ayniyah S 1610711068

Hanifah Nur Jamilah 1610711084


PENGERTIAN
PENGUNGSIAN
PENGERTIAN

Pengungsian adalah orang atau kelompok


orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari
tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang
belum pasti sebagai akibat dampak buruk
bencana”(UU 24 Tahun 2007 Pasal 55)
JENIS
PENGUNGSIAN
Pengungsian karena
bencana alam
(Natural Disaster).

PENGUNGSIAN
Pengungsian karena
bencana yang dibuat
Manusia (Man Made
Disaster).
– Pengungsian karena bencana alam (Natural Disaster).

Pengungsian ini pada prinsipnya masih dilindungi negaranya keluar untuk


menyelamatkan jiwanya, dan orang-orang ini masih dapat minta tolong pada
negara dari mana ia berasal.

– Pengungsian karena bencana yang dibuat Manusia (Man Made


Disaster).
Pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari tuntutan
(persekusi) dari negaranya. Biasannya pengungsi ini karena lasan
politik terpaksa meninggalkan negaranya, orang-orang ini tidak
lagi mendapat perlindungan dari pemerintah dimana ia berasal
KOMPONEN
PENGUNGSIAN
PENEMUAN

PENAMPUNGAN

PENANGANAN
PENEMUAN /
PENETAPAN PENGUNGSIAN

Prinsip Status Penentuan Status


Pengungsi Pengungsi

Hal – hal yang


Tahap Penanganan Perlu Diperhatikan
Pengungsi Pada Lingkungan
Pengungsian
1. Prinsip Status Pengungsi
Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, pengakuan
seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang
itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan
bahwa dia adalah pengungsi. Jadi, dengan kata lain, orang
tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru
pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi.
Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee)
sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua
tahap:

– Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari


fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee.

– Fakta dihubungkan dengan persyaratan –persyaratan.


Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan
memang merupakan pengungsi atau tidak.
2. Penentuan Status Pengungsi

Istilah lain penentuan status pengungsi ialah


tentang ELIGILBILITY dari seseorang. Untuk
menentukan status pengungsi dapat digunakan
kriteria yang terdiri dari 2 unsur/faktor

FAKTOR SUBJEKTIF FAKTOR OBJEKTIF


Faktor Subjektif Faktor Objektif
Faktor yang terdapat pada diri Keadaan asal pengungsi, di
pengungsi itu sendiri, (yang minta Negara tersebut apakah benar-
status pengungsi), faktor inilah yang benar terdapat persekusi
menentukan ialah apakah pada diri terhadap orang-orang tertentu.

orang tersebut ada rasa ketakutan atau Misalnya: akibat perbedaan Ras,

rasa kekhawatiran akan adanya


perbedaan Agama, karena suatu
pandangan politik atau yang
persekusi /penuntutan), maka jika ada
lainnya. Kalau keadaan tersebut
alasan ketakutan maka dapat dikatakan
pada negaranya memang
orang tersebut Eligibility, ketakutan itu
demikian, maka keadaan ini bisa
dinilai dari takut terhadap tuntutan
membuat seseorang menjadi
negaranya dan terancam
Eligibility.
kebebasannya.
Seseorang tidak dapat dinyatakan sebagai Eligibility ialah :

– Orang-orang yang melarikan diri ke Luar Negeri, karena


lasan ekonomi agar bisa lebih baik, mereka ini tidak bisa
disebut sebagai pengungsi.

– Kaum Emigran, yaitu kaum yang pindah dari suatu negara


ke lain negara tidak bisa disebut sebgaia pengungsi

– Pindah ke negara lain untuk mendapatkan kenikmatan


pribadi.

– Tidak bisa menyetujui kebijaksanaan pemerintah atau


politik pemerintahnya tidak diakui.
Kekeliruan yang terjadi dalam penetapan Egilibility ialah :

– Bilamana orang-orang tersebut tidak jujur/tidak terus


terang (faktor-faktor subjektif tidak wajar).

– Kekeliruan fatal/jelek bilamana petugasnya tidak cermat.


3. Tahap Penanganan Pengungsi

Penanganan pengungsi adalah


segala upaya penyelamatan,
perlindungan, pemberdayaan,
serta penempatan korban bencana
alam. Tahap ini terdiri dari 4 tahap
penanganan.
1. Penyelamatan dan Pengamanan
– Menyiapkan tempat penampungan sementara dan
memindahkan korban bencana ke tempat yang lebih aman
dan layak;

– Memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan kebutuhan


lainnya;

– Melayani kesehatan, psiko-sosial, dan pendidikan untuk


anak usia sekolah
2. Pemberdayaan

– Membina mental, spiritual, dan pelayanan psiko-sosial;

– Memberi bimbingan sosial kemasyarakatan, keterampilan


kerja, serta usaha produktif;

– Memberi bantuan secara terus-menerus dan menciptakan


lapangan kerja

– Menata sistem tatanan sosial kemasyarakatan komunitas


pengungsi
3. Penempatan
– Mengembalikan pengungsi ke tempat semula atau lokasi
baru;

– Membekali kebutuhan hidup untuk jangka waktu


tertentu;

– Menyiapkan fasilitas sosial masyarakat yang akan menjadi


tempat tinggal pengungsi
4. Rekonsiliasi

– Penyuluhan dan bimbingan sosial;

– Kampanye atas kerukunan bermasyarakat;

– Negosiasi;

– Mediasi;

– Menciptakan kegiatan massal yang dilakukan bersama-


sama.
4. Hal – hal yang Perlu Diperhatikan Pada
Lingkungan Pengungsian

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Prof. Dr. dr. Ari Fahrial
Syam, SpPD-KGEH., MMB:
– Para pengungsi harus mendapat makanan dan minuman yang
cukup selama berada di pengungsian
– Dapur-dapur umum yang tersedia selalu mendapat suplai bahan
makanan dan air bersih yang memadai untuk masak dan minum.
– Usahakan makanan yang dikonsumsi dalam keadaan segar.
– Usahakan agar kondisi tempat pengungsian di buat senyaman
mungkin
– Kebersihan lingkungan pengungsian selalu terjaga dengan
tersedianya tempat-tempat sampah di sekitar lokasi
pengungsian.
– Sarana MCK yang memadai dengan persediaan air yang
cukup tentu juga tersedianya sabun dan peralatan mandi .
– Para pengungsi khususnya anak-anak dan orang tua diberikan
suplemen yang berisi multivitamin dan mineral mengingat
keterbatasan makanan dan minuman dengan zat gizi yang
lengkap yang bisa dikonsumsi sehari-hari.
– Bagi anak-anak perlu upaya untuk melakukan trauma
healing dengan pengadaan buku-buku bacaan, mainan anak-
anak dan kelompok-kelompok bermain untuk anak-anak.
– Untuk pasien usia lanjut perlu adanya kegiatan
seperti alat sulam, melakukan aktifitas pengajian
bersama-sama dan lainnya yang membuat para
orang usia lanjut ini tetap selalu berpikir.
– Sarana dan prasarana untuk ibadah harus
diadakan agar masyarakat bisa berkesempatan
untuk berdoa dan tetap sabar dalam menghadapi
cobaan ini.
– Acara-acara kesenian yang menjadi favorit
masyarakat sekitar juga diusahakan hadir secara
berkala untuk mengatasi kejenuhan dan
mengurangi kesedihan para pengungsi.
PENAMPUNGAN
LANGKAH YANG
PENGERTIAN SASARAN
PERLU DIAMBIL

PERSYARATAN JENIS
PERENCAAN DAN
PENAMPUNGAN PENAMPUNGAN
PELAKSANAAN
SEMENTARA SEMENTARA

STANDAR
BANTUAN TEMPAT
PENAMPUNGAN
– Penampungan/hunian sementara adalah tempat tinggal
sementara selama korban bencana mengungsi, baik berupa
tempat penampungan massal maupun keluarga, atau
individual.

– Tujuan dari penampungan adalah Menyelamatkan atau


mengamankan penderita dengan menjauhkannya dari tempat
bencana yang dianggap berbahaya, ketempat yang aman agar
dapat memudahkan pemberian bantuan dan pertolongan
secara menyeluruh dan terpadu tanpa menimbulkan
kesulitan baru yang sukar diatasi.
Sasaran
– Sasaran utama operasi pengungsian ialah
memindahkan penduduk (termasuk yang
luka/sakit) dari daerah bencana ketempat lain yang
sudah disiapkan.

– Berusaha memperkecil kemungkinan terjadinya


korban atau resiko baik fisik, material maupun
spiritual ditempat terjadinya bencana dan pada
saat pelaksanaan pengungsian menuju ke
penampungan sementara
Langkah-langkah yang
perlu diambil
– Membantu meyakinkan penduduk bahwa demi keselamatan mereka harus
diungsikan ketempat yang lebih aman ;
– Menyiapkan suatu bentuk atau sistem transportasi yang tepat bagi penduduk yang
diungsikan ;
– Menyiapkan persediaan dan memberikan makanan, minuman dan keperluan lain
yang cukup untuk penduduk yang akan diungsikan selamam dalam perjalanan
samapai ketempat penampungan sementara ;
– Menyiapkan obat – obatan dan memberikan perawatan medis selama dalam
perjalanan
Langkah-langkah yang
perlu diambil (lanjutan)
– Menyelenggarakan pencatatan nama – nama penduduk yang diungsikan termasuk
yang luka, sakit dan meninggal dunia ;
– Membantu petugas keamanan setempat dalam melindungi harta milik dan barang-
barang kebutuhan hidup penduduk yang diungsikan ;
– Sesampai di tempat tujuan para pengungsi hendaklah diserah terimakan secara
baik kepada pengurus penampungan sementara atau darurat untuk penanganan
lebih lanjut
Persyaratan
penampungan sementara
1. Pemilihan tempat meliputi

– Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari seluruh ancaman yang
berpotensi terhadap gangguan keamanan baik internal maupun external;

– Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;

– Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas; diutamakan hasil dari
koordinasi dengan pemerintah setempat;

– Memiliki akses jalan yang mudah;

– Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan memasak dan MCK;

– Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan, olahraga, sekolah
dan tempat beribadah atau dapat disediakan secara memadai.
2. Bahan pertimbangan untuk penampungan
– Idealnya, ada beberapa akses untukmemasuki areal penampungan
dan bukan merupakan akses langsung dari komunitas terdekat;
– Tanah diareal penampungan seharusnyamemiliki tingkat kemiringan
yang landai untuk melancarkan saluran pembuangan air;
– Tanah diareal penampungan seharusnya bukan merupakan areal
endemik penyakit;
– Lokasi penampungan seharusnya tidak dekat dengan habitat yang
dilindungi ataudilarang seperti kawasan konservasi hutan,
perkebunan, lahan tanaman;
– Pengalokasian tempat penampungan seharusnyamenggunakan cara
yang bijak mengikuti dengan adat budaya setempat;
– Libatkan masyarakat dalam pemilihan lokasi dan perencanaan
3. Penampungan harus dapat meliputi
kebutuhan ruangan :
– Posko
– Pos Pelayanan Komunikasi
– Pos Dapur Umum
– Pos Watsan
– Pos PSP
– Pos Humas dan Komunikasi
– Pos Relief dan Distribusi
– Pos Assessment
– Pos Pencarian dan Evakuasi
Jenis penampungan
Sementara

– Bangunan yang sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan

Contoh: gereja, masjid, sekolahan, balai desa, gudang

– Tenda ( penampungan darurat yang paling praktis )

Contoh: tenda pleton, tenda regu, tenda keluarga, tenda pesta

– Bahan seadanya

Contoh: kayu, dahan, ranting, pelepah kelapa dll


Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan
– Setelah data assesment diperoleh, maka rencana umum harus diketahui oleh
semu petugas pada saat aman (kesiapsiagaan), meliputi:
– Waktu yang diperlukan untuk menuju ke daerah rawan bencana dan lokasi
penampungan
– Tempat Penampungan Sementara dapat menampung beberapa pengungsi
– Beberapa bangunan yang dapat dipakai dan di mana bengunan itu dapat
dipakai untuk menampung pengungsi
– Personil yang dibutuhkan
– Peralatan yang diperlukan
Pelaksanaan
– Lahan yang dibutuhkan untuk satu jiwa 45 m2;
– Ruang tenda/shelter per jiwa 3.5 m2;
– Jumlah jiwa untuk satu tempat pengambilan air = 250
jiwa;
– Jumlah jiwa untuk satu MCK = 20 jiwa;
– Jarak ke sumber air tidak melampui jarak 15 m;
– Jarak ke MCK 30 m;
– Jarak sumber air dengan MCK 100 m
– Jarak antara dua tenda/shelter minimal 2 m
Standar bantuan Tempat penampungan/
Pengungsian Korban Bencana

Di dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana


Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bab IV tentang Jenis Bantuan yaitu:

1. Bantuan Tempat Penampungan/Hunian Sementara

2. Bantuan Pangan

3. Bantuan Non Pangan

4. Bantuan Sandang

5. Bantuan Air Bersih dan Sanitasi

6. Bantuan Pelayanan Kesehatan


Penanganan
PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN PENGUNGSIAN

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR

MENJAMIN PELAYANAN KESEHATAN BAGI PENGUNGSI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

AIR BERSIH DAN SANITASI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN VEKTOR

SURVELIANS PENYAKIT DAN FAKTOR RESIKO

SURVELIANS GIZI DARURAT

PENANGANAN GIZI DARURAT

TAHAP PENANGANAN GIZI DARURAT


a. Pelayanan Kesehatan Dasar di Pengungsian
1) Pelayanan pengobatan
Pelayanan pengobatan dilakukan di Puskesmas bila fasilitas kesehatan tersebut
masih berfungsi dan pola pengungsianya tersebar berada di tenda-tenda kanan kiri
rumah pengungsi.

2) Pelayanan imunisasi
Bagi pengungsi khususnya anak-anak, dilakukan vaksinasi campak tanpa
memandang status imunisasi sebelumnya.
3) Pelayanan kesehatan ibu dan anak

Kegiatan yang harus dilaksanakan adalah:

– Kesehatan Ibu dan Anak (pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan


pasca-keguguran)

– Keluarga berencana (KB)

– Deteksi dini dan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS

– Kesehatan reproduksi remaja

4) Pelayanan gizi

– Tujuannya meningkatkan status gizi bagi ibu hamil dan balita melalui
pemberian makanan optimal. Pada bayi tidak diperkenan diberikan susu
formula, kecuali bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya, ibu bayi dalam
keadaan sakit berat.
5) Pemberantasan penyakit menular dan pengendalian
vektor

Pada pelaksanaan kegiatan surveilans bila menemukan


kasus penyakit menular, semua pihak termasuk LSM
kemanusiaan di pengungsian harus melaporkan kepada
Puskesmas/Pos Yankes di bawah koordinasi Dinas
Kesehatan Kabupaten sebagai penanggung jawab
pemantauan dan pengendalian.

6) Pelayanan kesehatan jiwa

Pelayanan kesehatan jiwa di pos kesehatan diperlukan


bagi korban bencana, umumnya dimulai pada hari ke-2
setelah kejadian bencana.
7) Pelayanan promosi kesehatan

Kegiatan promosi kesehatan bagi para pengungsi

diarahkan untuk membiasakan perilaku hidup bersih dan

sehat. Kegiatan ini mencakup:

– Kebersihan diri

– Pengolahan makanan

– Pengolahan air minum bersih dan aman

– Perawatan kesehatan ibu hamil (pemeriksaan rutin,

imunisasi)
b. Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular

Masalah umum kesehatan


Vaksinasi di pengungsian

Manajemen
kasus
Surveilans
c. Menjamin Pelayanan Kesehatan
Bagi Pengungsi

Apabila pengungsi dalam jumlah besar dikondisikan


untuk tetap tinggal di penampungan sementara
untuk jangka panjang, terutama di daerah yang tidak
terlayani dengan baik oleh fasilitas kesehatan yang
ada, maka pengaturan khusus harus diadakan.
d. Pengawasan dan Pengendalian
Penyakit

Upaya pemberantasan penyakit menular pada umumnya


diselenggarakan untuk mencegah KLB penyakit menular
pada periode pascabencana. Selain itu, upaya tersebut juga
bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit menular yang
perlu diwaspadai pada kejadian bencana dan pengungsian,
melaksanakan langkah-langkah upaya pemberantasan
penyakit menular, dan melaksanakan upaya pencegahan
kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular.
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Diare
1) Pencegahan penyakit diare dapat dilakukan
sendiri oleh para pengungsi, antara lain:
– Gunakan air bersih yang memenuhi syarat.
– Semua anggota keluarga buang air besar di jamban.
– Buang tinja bayidan anak kecil di jamban.
– Cucilah tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum
menjamah/memasak makanan dan sesudah buang air
besar.
– Berilah Air Susu Ibu (ASI) saja sampai bayi berusia 6
bulan.
– Berilah makanan pendamping ASI dengan benar setelah
bayi berusia 6 bulan dan pemberian ASI diteruskan
sampai bayi berusia 24 bulan.
2) Pertolongan penderita diare
di rumah tangga dan tempat pengungsian
– Berikan segera oralit atau cairan yang tersedia di rumah dan tempat
pengungsian, seperti air teh, tajin, kuah sayur dan air sup.
– Teruskan pemberian makanan seperti biasa, tidak pedas dan tidak mengandung
serat.
– Bawalah segera ke pos kesehatan terdekat atau ke Puskesmas terdekat

Kesiapsiagaan terhadap kemungkinan KLB


• Pada fase ini Tim Reaksi Cepat melakukan kesipasiagaan yang berupa kegiatan yang
dilakukan terus menerus dengan kegiatan utamanya:
• Mempersiapkan masyarakat pengungsi untuk pertolongan pertama bila terjadi
diare seperti Rencana Terapi A.
• Membuat dan menganalisa kasus harian diare.
• Menyiapkan kebutuhan logistik khususnya oralit cairan IV-RL, antibiotika,
tetrasiklin, kotrimoxazole dan peralatan lainnya.
• Mengembangkan prosedur sederhana kewaspadaan dini di masyarakat pengungsi.
Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit ISPA

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan


salah satu penyebab utama kematian bayi dan anak balita. Anak yang
mempunyai salah satu ‘tanda bahaya’, harus segera dirujuk ke
Puskesmas/Rumah Sakit secepat mungkin.

ISPA dapat diobati dengan antibiotika. Antibiotika yang dipakai


untuk pengobatan pnemonia adalah tablet kotrimoksasol dengan
pemberian selama 5 hari. Anti-biotika yang dapat dipakai sebagai
pengganti kotrimok-sasol adalah ampisilin, amoksilin, prokain
penisilin.
Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit
Malaria

a) Pencegahan penyakit b) Penatalaksanaan Kasus


Malaria Malaria
– Pencegahan gigitan – Anamnesa
nyamuk – Pemeriksaan fisik
– Pengelolaan Lingkungan – Pengambilan sediaan
darah
– Rujukan Penderita
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Campak
a) Pencegahan penyakit Campak pada bencana
Pada saat bencana tindakan pencegahan terhadap penyakit campak ini
dilakukan dengan melaksanakan imunisasi, dengan kriteria:
– Jika cakupan imunisasi campak didesa yang mengalami bencana >80%,
tidak dilaksanakan imunisasi massal (sweeping).
– Jika cakupan imunisasi campak di desa bencana meragukan maka
dilaksanakan imunisasi tambahan massal (crash program) pada setiap
anak usia kurang dari 5 tahun (6–59 bulan), tanpa memandang status
imunisasi sebelumnya dengan target cakupan >95%.
b) Sistem tatalaksana penderita Campak Langkah-Langkah Tatalaksana
Pada saat bencana, setiap keluarga, kepala – Berikan: obat penurun panas (parasetamol)
ketua kelompok pengungsi, kepala desa Anjuran:
mendorong setiap anggota keluarganya yang
menderita sakit panas untuk segera berobat ke – Makan dan minum yang banyak
pos kesehatan terdekat (termasuk penderita – Membersihkan badan
campak). – Jika timbul bercak kemerahan atau sakitnya
– Tatalaksana Kasus semakin memberat/belum sembuh, berobat
kembali ke pos kesehatan.
Batasan Kasus Campak:
– Makan dan banyak minum
– Menderita sakit panas (diraba atau diukur
– Membersihkan badan
dengan termometer 39C)
– Jika timbul komplikasi: diare hebat, sesak
– Bercak kemerahan napas atau radang telinga tengah (menangis,
– Dengan salah satu gejala tambahan: batuk, rewel), segera kembali ke pos kesehatan.
pilek, mata merah, diare – Jika 3 hari pengobatan belum membaik, segera
kembali ke pos kesehatan.
Penyelidikan dan Penanggulangan
KLB Campak
Langkah-Langkah Penyelidikan : – Menetapkan daerah dan kelompok
– Penetapan diagnosa. yang banyak penderita.

– Mencari kasus tambahan dengan – Menetapkan daerah atau kelompok


pelacakan lapangan, informasi semua yang terancam penularan, karena
kepala desa, ketua kelompok alasan kemudahan hubungan dan
pengungsi dan keluarga di daerah alasan rendahnya cakupan imunisasi.
bencana. – Melaksanakan upaya pencegahan dan
– Membuat grafik penderita melaksanakan sistem tatalaksana
berdasarkan waktu kejadian kasus. penderita campak.

– Membuat pemetaan kasus.


Melaksanakan pengamatan Penggerakkan kewaspadaan terhadap
(surveilans) ketat selama KLB penderita campak dan pentingnya
berlangsung, dengan sasaran pencegahan:
pengamatan: – Kepala Wilayah: pengarahan
– Penderita: peningkatan kasus, penggerakkan kewaspadaan.
wilayah penyebaran dan banyaknya – Menyusun sistem tatalaksana
komplikasi dan kematian. penderita campak.
– Cakupan imunisasi setelah – Dukungan upaya pencegahan
imunisasi massal. (imunisasi massal).
– Kecukupan obat dan sarana
pendukung penanggulangan KLB.
Pemberantasan Penyakit
Menular Spesifik Lokal
Penyakit spesifik lokal di Indonesia cukup
bervariasi berdasarkan daerah
Kabupaten/Kota, seperti penyakit hepatitis,
leptospirosis, penyakit akibat gangguan asap,
serta penyakit lainnya. Penyakit ini dideteksi
keberadaannya apabila tersedia data awal
kesakitan dan kematian di suatu daerah.
e. Air Bersih dan Sanitasi

Pada tahap awal kejadian bencana atau


pengungsian ketersediaan air bersih bagi
pengungsi perlu mendapat perhatian, karena
tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh
terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko
terjadinya penularan penyakit seperti diare,
typhus, scabies dan penyakit lainnya.
1) Standar minimum kebutuhan air 2) Sumber air bersih dan pengolahannya
bersih Bila sumber air bersih yang
– Prioritas pada hari pertama/awal digunakan untuk pengungsi berasal dari
kejadian bencana atau pengungsian sumber air permukaan (sungai, danau, laut,
kebutuhan air bersih yang harus dan lain-lain), sumur gali, sumur bor, mata
disediakan bagi pengungsi adalah 5 air dan sebagainya, perlu segera dilakukan
liter/orang/hari. Jumlah ini pengamanan terhadap sumber-sumber air
dimaksudkan hanya untuk memenuhi tersebut dari kemungkinan terjadinya
kebutuhan minimal, seperti masak, pencemaran, misalnya dengan melakukan
makan dan minum. Hari I pengungsian: pemagaran ataupun pemasangan papan
5 liter/org/hari. pengumuman dan dilakukan perbaikan
kualitasnya.
– Bagi fasilitas pelayanan kesehatan
dalam rangka melayani korban bencana
dan pengungsian, volume air bersih
yang perlu disediakan di Puskesmas
atau rumah sakit: 50 liter/org/hari.
Beberapa cara pendistribusian
air bersih berdasarkan
sumbernya

Air Permukaan
(sungai dan danau)
Sumur gali

Sumur Pompa Tangan


(SPT) Mata Air
Perbaikan dan Pengawasan Kualitas Air
Bersih

Buang atau singkirkan bahan pencemar dan lakukan


hal berikut.
– Lakukan penjernihan air secara cepat apabila
tingkat kekeruhan air yang ada cukup tinggi.
– Lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan
menggunakan bahan bahan desinfektan untuk air
– Periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari
PDAM
– Lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala
pada titik-titik distribusi
Perbaikan Kualitas Air
Bilamana air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari
segi fisik maupun bakteriologis dapat dilakukan upaya
perbaikan mutu air seprti berikut:

– Penjernihan Air Cepat, menggunakan : Alumunium Sulfat


(Tawas) atau Poly Alumunium Chlorida (PAC)

– Desinfeksi Air dengan Kaporit (Ca(OCl)2) atau Aquatabs


(Aqua tablet)
Pengawasan Kualitas Air
Pengawasan kualitas air dapat dibagi menjadi beberapa tahapan,
antara lain:

– Pada awal distribusi air

– Pada distribusi air (tahap penyaluran air), dan

– Pada akhir distribusi air


Pemeriksaan kualitas air secara berkala perlu dilakukan meliputi:
– Sisa klor
– Kekeruhan dan pH
– Bakteri E. coli tinja
Pada awal distribusi air

– Air yang tidak dilakukan pengolahan awal, perlu dilakukan


pengawasan mikrobiologi, tetapi untuk melihat secara visual
tempatnya, cukup menilai ada tidaknya bahan pencemar
disekitar sumber air yang digunakan.

– Perlu dilakukan test kekeruhan air untuk menentukan perlu


tidaknya dilakukan pengolahan awal.

– Perlu dilakukan test pH air, karena untuk desinfeksi air


memerlukan proses lebih lanjut bilamana pH air sangat tinggi
(pH >5).

– Kadar klor harus tetap dipertahankan agar tetap 2 kali pada


kadar klor di kran terakhir (rantai akhir), yaitu 0,6 – 1 mg/liter
air.
 Pada distribusi air (tahap penyaluran air),
seperti di mobil tangki air perlu dilakukan
pemeriksaan kadar sisa klor.
 Pada akhir distribusi air, seperti di tangki
penampungan air, bila air tidak
mengandung sisa klor lagi perlu dilakukan
pemeriksaan bakteri Coliform.
f) Pembuangan Kotoran

Langkah langkah yang diperlukan:

• Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat


jamban umum yang dapat menampung kebutuhan
sejumlah pengungsi

1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 org


 Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency
berakhir, pembangunan jamban darurat harus segera
dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai
tidak lebih dari 20 orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang
g) Sanitasi Pengelolaan Sampah

 Pengumpulan Sampah
 Pengangkutan Sampah
 Pembuangan Akhir Sampah
 Pengumpulan Sampah
- Sampah yang dihasilkan harus ditampung pada
tempat sampah keluarga atau sekelompok keluarga
- Disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat
ditutup dan mudah dipindahkan/diangkat untuk
menghindari lalat serta bau, untuk itu dapat digunakan
potongan drum atau kantung plastik sampah ukuran 1
m x 0,6 m untuk 1 – 3 keluarga
- Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari
tempat hunian
- Sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3(tiga)
hari harus sudah diangkut ke tempat pembuangan
akhir atau tempat pengumpulan sementara.
 Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan
gerobak sampah atau dengan truk pengangkut
sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan
akhir.
 Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan
beberapa cara, seperti pembakaran, penimbunan
dalam lubang galian atau parit dengan ukuran
dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan panjang 1 meter
untuk keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan
bahwa lokasi pembuangan akhir harus jauh dari
tempat hunian dan jarak minimal dari sumber air 10
meter.
Pengawasan dan
Pengendalian Vektor

Jenis vektor yang perlu


mendapatkan perhatian di lokasi
pengungsi adalah lalat, tikus serta
nyamuk
Upaya yang dilakukan berupa:

1. Pembuangan sampah/sisa makanan dengan


baik
2. Bila mana diperlukan dapat menggunakan
insektisida
3. Tetap menjaga kebersihan individu selama
berada di lokasi pengungsi
4. Penyediaan sarana pembuangan air limbah
(SPAL) dan pembuangan sampah yang baik
5. Kebiasaan penanganan makanan secara
higienis
Pelaksanaan pengendalian vektor pada
kejadian bencana dapat dilakukan melalui:
1.Pengelolaan Lingkungan

a. Menghilangkan tempat perindukan vektor seperti


genangan air, tumpukan sampah
b. Bersama sama pengungsi melakukan :
a) Memberi tutup pada tempat sampah
b) Menimbun sampah yang dapat menjadi sarang
nyamuk
c) Membuat saluran air limbah
d) Menjaga kebersihan lingkungan
e) Membersihkan dan menjaga kebersihan jamban
2.Pengendalian dengan bahan kimia

a. Dilakukan dengan cara penyemprotan,


pengasapan/pengkabutan diluar tenda
pengungsi dengan menggunakan insektisida
b. Penyemprotan dengan insektisida sedapat
mungkin dihindari dan hanya dilakukan untuk
menurunkan populasi vektor secara drastis
apabila dengan cara lain tidak memungkinkan
c. Frekuensi penyemprotan, pengasapan/peng-
kabutan serta jenis insektisida yang
digunakan sesuai dengan rekomendari dari
Dinas Kesehatan setempat
Pengawasan dan Pengamanan
Makanan dan Minuman
bertujuan mencegah terjadinya penularan penyakit
melalui makanandan minuman.

Upaya yang dilakukan antara lain:

– Menjaga kebersihan pengolahan makanan yang


memenuhi syarat kesehatan dengan cara cara
penanganan yang benar

– Penyimpanan bahan makanan maupun makanan matang


dilakukan secara baik dan benar agar tidak menjadi
media perkembang biakan vektor serta bibit penyakit.
Surveilans Penyakit dan Faktor
Risiko
Merupakan upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan pelayanan
kesehatan di lokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan
kesehatan segera yang ditujukan untuk :

– menyediakan informasi kematian dan kesakitan penyakit potensial wabah


yang terjadi di daerah bencana;mengiden-tifikasikan sedini mungkin
kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah penyakit yang berpotensi
menimbul-kan KLB;

– mengidentifikasikan kelompok risiko tinggi terhadap suatu penyakit


tertentu; mengidentifikasikan daerah risiko tinggi terhadap penyakit
tertentu; dan

– mengidentifikasikan status gizi buruk dan sanitasi lingkungan.


Langkah-langkah surveilans
penyakit di daerah bencana
meliputi:

– Pengumpulan data

– Pengolahan dan penyajian data

– Analisis dan interpretasi

– Penyebarluasan informasi
Proses Kegiatan Surveilans
Kegiatan di Pos Kesehatan Kegiatan surveilans yang dilakukan di pos kesehatan,
antara lain:

1. Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui


pencatatan harian kunjungan rawat jalan (form BA-3 dan BA-6).
2. Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat, Pengolahan data kesakitan
menurut jenis penyakit dan golongan umur per minggu (form BA-4).
3. Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA-5 dan BA-7). Dalam
kegiatanpengumpulan data kesakitan penyakityang ditujukan pada penyakit-
penyakit yang mempunyai potensi menimbulkan terjadinya wabah, dan
masalah kesehatan yang bisa memberikan dampak jangka panjang terhadap
kesehatan dan/atau memiliki fatalitas tinggi.
Kegiatan di Puskesmas
Kegiatan surveilans yang dilakukan di
puskesmas, antara lain:
1. Pengumpulan data kesakitan penyakit-
penyakit yang diamati dan kematian
melalui pencatatan harian kunjungan
rawat jalan dan rawat inap pos kesehatan
yang ada di wilayah kerja (form BA-3,
BA-6).
2. Validasi data agar data menjadi sahih dan
akurat.
3. Pengolahan data kesakitan menurut jenis
penyakit, golongan usia dan tempat
tinggal per minggu (form BA-4).
4. Pembuatan dan pengiriman laporan (form
BA-5 dan BA-7).
Kegiatan surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit,
antara lain:

1. Pengumpulan data kesakitan penyakit yang


diamati dan kematian melalui pencatatan rujukan
kasus harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap
dari para korban bencana (form BA-3, BA-6).
2. Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat.
3. Pengolahan data kesakitan menurut jenis
penyakit, golongan usia dan tempat tinggal per
minggu (form BA-4).
4. Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA-5
dan BA-7).
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota, antara lain:

1. Pengumpulan data berupa jenis bencana, keadaan bencana, kerusakan sarana


kesehatan, angka kesakitan penyakit yang diamati dan angka kematian korban
bencana yang berasal dari puskesmas, Rumah Sakit, atau Poskes khusus (form BA-
1, BA-2).
2. Pengumpulan data berupa jenis bencana, keadaan bencana, kerusakan sarana
kesehatan, angka kesakitan penyakit yang diamati dan angka kematian korban
bencana yang berasal dari Puskesmas, Rumah Sakit atau Poskes khusus (form BA-
1, BA-2)
3. Surveilans aktif untuk penyakit tertentu (form BA-3 dan BA-6)
4. Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
5. Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan umur dan tempat
tinggal per minggu (form BA-4)
6. Pertemuan tim epidemiologi kabupaten/kota untuk melakukan analisis data dan
merumuskan rekomendasi rencana tindak lanjut Penyebar-luasan informasi
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Provinsi, antara
lain:
1. Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati
dan kematian korban bencana yang berasal dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (form BA-1, BA-2, BA-6 dan
BA-7).
2. Surveilans aktif untuk penyakit-penyakit tertentu.
3. Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat.
4. Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan
umur dan tempat tinggal per minggu (formBA-4).
5. Pertemuan tim epidemiologi provinsi untuk melakukan
analisis data dan merumuskan rekomendasi rencana tindak
lanjut. > Penyebarluasan informasi > Pembuatan dan
pengiriman laporan (form BA-5 dan form BA-7).
Surveilans Faktor Risiko
dilakukan terhadap kondisi lingkungan disekitar lokasi bencana atau lokasi
penampungan pengungsi yang dapat menjadi faktor ririko timbulnya atau
persebaran penyakit terhadap pengungsi. Kegiatan ini dilakukan dengan cara
mengidentifikasi:

1. Cakupan pelayanan air bersih.


2. Cakupan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran.
3. Pengelolaan sampah.
4. Pengamanan makanan.
5. Tingkat kepadatan vektor.
6. Kebersihan lingkungan.
7. Tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat perindukan vektor
(genangan air, sumber pencemaran, dll)
Surveilans Gizi Darurat

1. Registrasi Pengungsi

2. Pengumpulan Data Dasar Gizi

3. Penapisan
Untuk keperluan surveilans gizi pengungsi, beberapa hal yang
perlu disiapkan adalah:

1. Petugas pelaksana adalah tenaga gizi (Ahli gizi atau tenaga


pelaksana gizi) yang sudah mendapat latihan khusus
penanggulangan gizi dalam keadaan darurat. Jumlah petugas
pelaksana gizi minimal tiga orang
2. bekerja secara tim dengan surveilans penyakit atau tenaga
kedaruratan lainnya
3. Alat untuk identifikasi, pengumpulan data dasar, pemantauan dan evaluasi:
a. Formulir untuk registrasi awal dan pengumpulan data dasar dan screening/penapisan;
dan juga formulir untuk pemantauan dan evaluasi secara periodik.
b. Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompok umur golongan rawan lainnya.
Untuk balita diperlukan timbangan berat badan (dacin/salter), alat ukur panjang badan
(portable), dan medline (meteran).
c. Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS).
d. Jika memungkinkan disiapkan komputer yang dilengkapi dengan sistem aplikasi untuk
pemantauan setiap individu.
4. Melakukan kajian data surveilans gizi dengan mengintegrasikan informasi dari
surveilans lainnya (penyakit dan kematian)
Penanganan Gizi Darurat
Penanganan Gizi Darurat pada Bayi dan
Anak:

A. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada Bayi


B. Pemberian Makanan pada Anak 6-12
Bulan dengan makanan lunak yang
bergizi

C. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)MP-


ASI
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan bayi dan anak baduta
yang dihadapi di lapangan, sebagai berikut:
1. Memahami perasaan ibu terhadap kondisi yang sedang dialami
2. Memberikan prioritas kepada ibu menyusui untuk mendapatkan distribusi
makanan tepat waktu
3. Anjurkan ibu agar tenang dan bangkitkan motivasi ibu untuk menyusui
bayinya
4. Anjurkan ibu agar mengonsumsimakanan bergizi seimbang yang cukup
jumlahnya
5. Memastikan ibu mendapat tambahan makanan dan cairan yang mencukupi
6. Beri pelayanan dan perawatan kesehatan yang memadai
7. Memberikan perhatian khusus dan dukungan terus-menerus pada ibu untuk
mengatasi mitos atau kepercayaan yang salah tentang menyusui
8. Memberikan penyuluhan pada tokoh masyarakat, tokoh
agama dan keluarga yang dapat mendukung ibu untuk
menyusui
9. Menyediakan tempat-tempat untuk menyusui yang
memadai atau kamar laktasi
10. Mengawasi sumbangan susu formula serta menolak
sumbangan yang tidak memiliki label, kemasan yang
rusak, bahasa yang tidak dipahami pengguna, batas
kedaluarsa (minimal 6 bulan sebelum tanggal kadaluarsa)

11. Jika ibu bayi tidak ada (meninggal), ibu sakit berat, atau
ibu tidak dapat menyusui lagi, maka kepada bayi
diberikan alternatif lain
Penanganan Gizi Darurat pada Kelompok Usia >24 Bulan

Tahapan di dalam penanganan gizi darurat, antara lain:

1. Fase pertama (fase I)adalah saat:


o Pengungsi baru terkena bencana.
o Petugas belum sempat mengidentifikasi pengungsi secara lengkap.
o Belum ada perencanaan pemberian makanan terinci sehingga semua golongan umur
menerima bahan makanan yang sama.
o Khusus untuk bayi dan baduta harus tetap diberikan ASI dan MP-ASI.

Fase ini maksimum sampai dengan hari ke-5, Fase ini bertujuan memberikan makanan kepada
masyarakat agar tidak lapar.

Sasarannya adalah seluruh pengungsi,

o Pemberian makanan jadi dalam waktu sesingkat mungkin.


o Pendataan awal: jumlah pengungsi, jenis kelamin, golongan umur.
o Penyelenggaraan dapur umum (merujuk ke Depsos), dengan standar minimal.
Fase kedua (fase II) adalah:
o Pengungsi sudah lebih dari 5 hari bermukim di tempat pengungsian.
o Sudah ada gambaran keadaan umum pengungsi (jumlah, golongan
umur, jenis kelamin, keadaan lingkungan dan sebagainya), sehingga
perencanaan pemberian bahan makanan sudah lebih terinci.
o Penyediaan bahan makanan disesuaikan kebutuhan kelompok
rawan.Sasaran pada fase ini adalah seluruh pengungsidengan
kegiatan
o Pengumpulan dan pengolahan data dasar status gizi.
o Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi.
o Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi.
LANJUTAN.......

o Merencanakan kebutuhan pangan untuk suplementasi gizi.


o Menyediakan Paket Bantuan Pangan (ransum) yang cukup melalui koordinasi
dengan sektor terkait, yang mudah di konsumsi oleh semua golongan umur dengan
syarat minimal. Setiap orang diperhitungkan menerima ransum senilai 2.100 Kkal,
40 gram lemak dan 50 gram protein per hari.
o Diusahakan memberikan pangan sesuai dengan kebiasaan dan ketersediaan setempat,
mudah diangkut, disimpan dan didistribusikan.
o Harus memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.
o Mendistribusikan ransum sampai ditetapkan-nya jenis intervensi gizi berdasarkan
hasil data dasar (maksimum 2 minggu).
o Memberikan penyuluhan kepada pengungsi tentang kebutuhan gizi dan cara
pengolahan bahan makanan masing-masing anggota keluarga
Fase ketiga (fase III
Tahap ini dimulai selambat-lambatnya pada hari ke-20 di tempat pengungsian. Kegiatan tahap
ini bertujuan untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai tingkat kedaruratan
gizi.
• KegiatanMelakukan penapisan (screening) bila prevalensi gizi kurang balita 10 -14,9%
atau 5-9,9% yang disertai dengan faktor pemburuk.
• Menyelenggarakan pemberian makanan tambah-an sesuai dengan jenis intervensi yang
telah ditetapkan pada tahap 1 fase II.
• Melakukan penyuluhan baik perorangan atau kelompok dengan materi penyuluhan sesuai
dengan butir ke 2
• Memantau perkembangan status gizi melalui surveilans.
• Melakukan modifikasi/perbaikan intervensi sesuai dengan perubahan tingkat kedaruratan:
Makanan Anak Usia 2 -5 Tahun

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian


makanan untuk anak usia 2 –3 tahun, antara lain:

1. Makanan utama yang diberikan adalah berasal dari


makanan keluarga, yang tinggi energi, vitamin dan
mineral.
2. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa
makananpokok, kacang-kacangandan minyak
sayur.
3. Khusus pada anak yang menderita gizi kurang atau
anak gizi buruk pada fase tindak lanjut (setelah
perawatan) perlu diberikan makanan tambahan,
seperti makanan jajanan, dengan nilai zat gizi:
Energi 350 kkal dan Protein 15 g per hari.
Makanan Ibu Hamil dan Menyusui

Ibu hamil dan menyusui memerlukan


tambahan zat gizi. Ibu hamil perlu penambahan
energi 300 Kal dan Protein 17 gram, sedangkan ibu
menyusui perlu tambahan Energi 500 Kal dan
Protein 17 gram.

Suplementasi vitamin dan mineral untuk ibu


hamil adalah Fe 1 tablet setiap hari. Khusus ibu
nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A
dosis 200.000 IU, yaitu 1 kapsul pada hari
pertama, dan 1 kapsul pada hari berikutnya (selang
waktu minimal 24 jam). Pemberian vitamin dan
mineral dilakukan oleh petugas kesehatan.
Makanan Usia Lanjut

Kebutuhan energi pada usia lanjut pada umumnya


sudah menurun, tetapi kebutuhan vitamin dan mineral
tidak. Oleh karena itu diperlukan makanan porsi kecil
tetapi padat gizi. Dalam pemberian makanan pada
orang tua harus memperhatikan faktor psikologis dan
fisiologis agar makanan yang disajikan dapat
dikonsumsi habis. Selain itu, makanan yang diberikan
mudah dicerna serta mengandung vitamin dan mineral
cukup. Dalam situasi yang memungkinkan usila dapat
diberikan blended foodberupa bubur atau biskuit
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai