Anda di halaman 1dari 25

PERAWATAN UNTUK

POPULASI/KELOMPOK RENTAN
Ns. EDY SANTOSO, M.Kep
Definisi
• KBBI: Klpk rentan  Mudah terkena penyakit,
Peka/mudah merasa. Klp yg lemah ini lazimnya tdk
sanggup menolong dirinya sendiri  memerlukan
bantuan dari org lain.

• UU No. 24/2007 psl 55:2: Klp rentan adalah individu/klp


yg berdampak lebih berat diakibatkan adanya
kekurangan/kelemahan yg dimilikinya yg pd saat
bencana terjadi berisiko lebih besar, meliputi: Bayi,
Balita dan anak2, bumil/busui, penyandang cacat
(disabilitas), & Lansia
Human Rights Reference  Klp Rentan:
1. Refugees (pengungsi)
2. Internally Displaced Person org terlantar
3. National Minorities
4. Migrant workers
5. Indigenous People
6. Children
7. Women
Identifikasi Klp Berisiko
1. Bayi & Anak2:
- Tdk mampu lari dari bahaya
- Rentan terpisah dari ortu/wali
- Pd pasca bencana, anak2 berisiko mengalami
mslh2 kesehatan jangka pendek dan jangka
panjang baik fisik & psikologis krn malnutrisi,
peny. Infeksi, krg skill bertahan hidup &
komunikasi, tdk mampu melindungi diri sendiri,
fisik tdk kuat, imun tdk adekuat & kemampuan
koping blm terbentuk.
(Power & Daily, 2010; Veenema, 2007)
Tindakan yang sesuai pd kelompok Bayi/Anak2:
a. Pra bencana
• Mensosialisasikan dan melibatkan anak2 dlm
latihan kesiapsiagaan: mis. Simulasi bencana
kebakaran atau gempa bumi
• Menyiapkan faskes khusus bayi & anak bila
terjadi bencana
• Perlu diadakan pelatihan2 penanganan bencana
bagi nakes khusus untuk menangani kelompok
berisiko
b. Saat bencana
 Mengintegrasikan pertimbangan pediatrik dlm
sistem Triage yg digunakan
 Lakukan pertolongan kegawatdaruratan pd bayi
dan anak sesuai dgn tingkat kegawatannya dan
mempertimbangkan aspek TumBangnya, mis.
Menggunakan alat dan bahan khusus anak (tdk
disamakan dgn dewasa)
 Hindari memisahkan anak dari ibu/ortunya
selama proses evakuasi, transportasi &
sheltering.
c. Pasca Bencana
 Usahakan kegiatan rutin dpt dilakukan sesegera mungkin: makan,
personal hygiene teratur, tidur, bermain, sekolah
 Monitor status nutrisi anak dgn pengukuran antropometri
 Dukung & berikan semangat pada orang tua
 Dukung ibu2 menyusui dgn dukungan adekuat, cairan dan
emosional
 Minta bantuan ahli kes. Anak  mencegah, mengidentifikasi,
mengurangi risiko depresi pd anak pasca bencana
 Identifikasi anak yg kehilangan ortu dan sediakan penjaga yg
terpercaya serta lingkungan yang aman untuk mereka
2. Perempuan, Bumil/Busui
• Sering terjadi diskriminasi pd perempuan saat
bencana (Klynman et al, 2007)
• Keterbatasan mobilitas secara fisik dlm situasi
darurat (Klynman et al, 2007)
• Norma kultur membatasi perempuan mengakses
peringatan dini bahaya dan akses ke tempat
perlindungan (Indriyani, 2014)
Yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan
ibu hamil:
a. Meningkatkan kebutuhan Oksigen
 Penyebab kematian janin adalah kematian ibu
 Dalam situasi bahaya ibu akan fokus
menyelamatkan dirinya dari pd janinnya
b. Persiapan melahirkan yang aman
 Air bersih
 Peralatan steril
 Obat-obatan
(Ida Farida, 2013)
a. Pra Bencana
 Melibatkan perempuan dlm penyusunan
perencanaan penanggulangan bencana
 Mengidentifikasi Bumil dan Busui sbg klp rentan
 Membuat Disaster Plans di rumah yang
disosialisasikan pd seluruh anggota keluarga
 Melibatkan petugas2 kesehatan reproduksi dalam
mitigasi bencana
b. Saat Bencana
 Melakukan bantuan penyelamatan yang tidak
meningkatkan risiko kerentanan Bumil & Busui:
meminimalkan Goncangan saat transportasi 
meningkatkan kontraksi; Tidak memisahkan ibu
dan bayinya saat proses evakuasi
 Petugas bencana harus mempunyai kapasitas
untuk menolong korban ibu hamil dan ibu
menyusui
c. Pasca Bencana
 Dukung ibu menyusui dgn dukungan nutrisi
adekuat, cairan, dan emosional
 Melibatkan petugas kespro di rumah
penampungan korban bencana untuk memberikan
konseling dan pemeriksaan kesehatan Bumil dan
Busui
 Melibatkan petugas konseling untuk mencegah,
mengidentifikasi, mengurangi risiko kejadian
depresi pasca bencana
3. Lansia
 Klp yg rentan secara fisik, mental dan ekonomik
saat dan pasca bencana  penurunan kemampuan
mobilitas fisik dan/atau krn mengalami masalah
kesehatan kronis.
 Pasca bencana: kebutuhan lansia sering terabaikan
dan mengalami diskriminasi, contohnya dlm hal
distribusi kebutuhan hidup dan finansial pasca
bencana  memperparah masalah kesehatan dan
kondisi depresi pd lansia
a. Pra Bencana
 Libatkan lansia dlm mengambil keputusan dan
sosialisasi disaster plan di rumah
 Mempertimbangkan kebutuhan Lansia dalam
perencanaan penanganan bencana
 Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsian
b. Saat Bencana
 Bantuan penyelamatan yg tdk meningkatkan
risiko kerentanan Lansia, mis. Meminimalisasi
guncangan saat melakukan mobilisasi dan
transportasi untuk mencegah trauma sekunder
 Identifikasi Lansia dengan kebutuhan khusus,
mis. Kursi roda, tongkat, dll
Perawatan Lansia saat bencana (Ida Farida, 2013):
1. Tempat aman: Prioritas -- Memindahkan lansia
ke tempat aman krn Lansia cenderung terlambat:
ggn pendengaran
2. Rasa setia -- Enggan mengungsi
3. Penyelamatan Darurat: Triage, Treatment and
Transportation dengan cepat
c. Pasca Bencana
 Dukungan inter-generasional
 Lingkungan dan adaptasi: Berbagai
ketidakcocokan terjadi di rumah pengungsian
 Manajemen Penyakit dan pencegahan penyakit
sekunder
 Lansia dan perawatan pd kehidupan di rumah
 Lansia dan perawatan di pemukiman sementara
 perlu adaptasi hal baru
 Mental care: Tidak siap beradaptasi
4. Individu dgn keterbatasan fisik (cacat) dan
penyakit kronis

 Keterbatasan fisik: Tuli tidak mendengar


informasi adanya bahaya
 Sering mengalami diskriminasi di masy dan tidak
dilibatkan pd semua level kesiapsiagaan, mitigasi
dan intervensi penanganan bencana
a. Pra Bencana
 Identifikasi kelompok rentan (cacat dan penyakit kronis)
– Nama, alamat, dokter yang merawat
 Pelatihan2 penanganan kegawatdaruratan khusus untuk
menangani korban dgn kebutuhan khusus
 Membantyu pasien membiasakan diri mandiri – minum
obat, diet, olah raga
 Memberikan pendidikan bagi pasien dan keluarganya
mengenai penanganan bencana sejak masa normal
b. Saat Bencana
• Sediakan alat emergency dan evakuasi khusus untuk org
cacat dan penyakit kronis – alat bantu berjalan, alat BHD
disposible…
• Tingkatkan kewaspadaan universal (universal
precaution) dlm melakukan tindakan kegawatdaruratan
• Bantuan evakuasi – penyandang cacat membutuhkan
waktu lebih lama untuk mengevakuasi diri
• Informasi – pemberian informasi disesuaikan dengan ciri-
ciri penyandang cacat, mis. HP khusus yg dpt membaca
pesan oleh tuna netra, dll
Pertolongan pada penyandang cacat:
1. Tuna daksa  jalannya tdk stabil & mudah jatuh: Bantu
berpindah dari kursi roda, bantu melangkah di jalan yang tidak
rata, bantu naik/turun tangga
2. Tuna netra  mudah merasa takut karena suasana aneh di
sekitarnya: Beri tahukan kondisi sekitar dan tempat aman untuk
lari, bantu berpindah ke tempat yg tidak familiar baginya; -- Bila
menolong berpindah pegang siku dan pundak atau genggam
secara lembut pergelangannya serta berjalanlah setengah langkah
di depannya
3. Tuna rungu: Bila berkunjung gunakan lampu senter, gunakan
bahasa tulis; bahasa isyarat; bahasa membaca gerakan mulut
lawan bicara, dll
4. Gangguan intelektual: Gunakan bahasa/kata-kata sederhana yang
mudah dimengerti. Jelaskan secara berulang-ulang dan perlahan
c. Pasca Bencana
• Sedapat mungkin sediakan fasilitas yg dpt
mengembalikan kemandirian individu dgn keterbatasan
fisik di lokasi evakuasi sementara. Mis: kursi roda,
tongkat, dll
• Libatkan agensi-agensiyang berfokus pada perlindungan
individu-individu dengan keterbatasan fisik dan penyakit
kronis
• Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan
kebutuhannya
Perencanaan penanganan klp rentan
 Menyiapkan alkes yg sesuai dgn kebutuhan klp
rentan tsb contoh: alat persalinan, alat bantu bagi
yg cacat
 Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan
 Merencanakan tindakan untuk mengatasi
hambatan informasi dan komunikasi
 Menyediakan transportasi dan rumah
penampungan yg dapat diakses
 Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses
(Morrow, 1999 & Daily, 2010)
Lingkungan yang sesuai dgn kebutuhan kelompok berisiko:
• Menciptakan kondisi/linkungan yg memungkinkan ibu menyusui
untuk terus memberikan ASI kpd anaknya  cegah depresi
• Membantu anak kembali melakukan aktivitas reguler seperti
sebelum terjadi bencana seperti: personal hygiene, belajar/sekolah,
bermain, dll
• Melibatkan Lansia dlm aktivitas sosial & program lintas generasi,
Mis. Remaja dan anak2 bergabung dgn Lansia untuk mengurangi
risiko isolasi sosial dan depresi
• Menyediakan informasi dan lingkungan yg kondusif untuk
individu dgn keterbatasan fisik
• Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban bencana dgn
penyakit kronis dan infeksi
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai