3. Lansia Merupakan salah satu kelompok yang rentan secara fisik, mental, dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan
kemampuan mobilitas fisik dan/atau karena mengalami masalah kesehatan kronis
(Klynman et al., 2016). Di Amerika Serikat, lebih dari 50% korban kematian
akibat dari badai Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1300 lansia yang
hidup mandiri sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat di pantai jompo
setelah bencana alam itu terjadi (Powers & Daily, 2013). Pasca bencana,
kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami diskriminasi, contohnya dalam
hal distribusi kebutuhan hidup dan finansial pasca bencana. Hak-hak dan
kebutuhan spesifik lansia kadang-kadang terlupakan yang dapat memperparah
masalah kesehatan dan kondisi depresi pada lansia tersebut (Klynman et al., 2016).
2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok beriiko pada ibu hamil dan menyusui
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi kita
harus cepat dan bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingat bahwa
dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya sehingga
meningkatkab kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi dua
kehidupan, ibu hamil dan janinnya. Perubahan fisiologis pada ibu hamil, seperti
peningkatan sirkulasi darah, peningkatan kebutuhan oksigen, dan lain-lain
sehingga lebih rentan saat bencana dan setelah bencana (Farida, Ida. 2013).
Menurut Ida Farida (2013) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan
ibu hamil a. Meningkatkan kebutuhan oksigen Penyebab kematian janin adalah
kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang mengalami keadaan bahaya secara fisik
berfungsi untuk membantu menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa si
janin dengan mengurangi volume perdarahan pada uterus. b. Persiapan melahirkan
yang aman Dalam situasi bencana, petugas harus mendapatkan informasi yang
jelas dan terpercaya dalam menentukan tempat melahirkan adalah keamanannya.
Hal yang perlu dipersiapkan adalah air bersih, alat-alat yang bersih
dan steril dan obat-obatan, yang perlu diperhatikan adalah evakuasi ibu ke tempat
perawatan selanjutnya yang lebih memadai.
Pra bencana
1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan bencana
2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai kelompok rentan
3) Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota
keluarga
4) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dalam mitigasi bencana
Saat bencana
1) Melakukan usaha/bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan risiko
kerentanan bumil dan busui, misalnya: o Meminimalkan guncangan pada saat
melakukan mobilisasi dan transportasi karena dapat merangsang kontraksi pada
ibu hamil o Tidak memisahkan bayi dan ibunya saat proses evakuasi
2) Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk menolong korban bumil dan
busui
Pasca bencana
1) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan
emosional
2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif di rumahpenampungan
korban bencana untuk menyediakan jasa konseling dan pemeriksaan kesehatan
untuk ibu hamil dan menyusui.
3) Melibatkan petugaspetugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi,
mengurangi risiko kejadian depesi pasca bencana.
4. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan
dan penyakit kronik Menurut Ida Farida (2013) dampak bencana pada penyakit
kronis akan memberi pegaruh besar pada kehidupan dan lingkungan bagi
orangorang dengan penyakit kronik. Terutama dalam situasi yang terpaksa hidup
di tempat pengungsian dalam waktu yang lama atau terpaksa memulai kehidupan
yang jauh berbeda dengan pra-bencana, sangat sulit mengatur dan memanajemen
penyakit seperti sebelum bencana. Walaupun sudah berhasil selamat dari bencana
dan tidak terluka sekalipun manajemen penyakit kronis mengalami kesulitan,
sehingga kemungkinan besar penyakit tersebut kambuh dan menjadi lebih parah
lagi ketika hidup di pengungsian atau ketika memulai kehidupan sehari-hari lagi.
Berdasarkan perubahan struktur penyakit itu sendiri, timbulnya penyakit kronis
disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari-hari. Bagi orang-orang yang
memiliki resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan yang disebabkan oleh
bencana akan menjadi pemicu meningkatnya penyakit kronis seperti diabetes
mellitus dan gangguan pernapasan.
Pra bencana
1) Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan
berpenyakit kronis
2) Sediakan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang dengan
keterbatasan fisik seperti: tunarungu, tuna netra, dll
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan bencana
bagi petugas kesehatan khusus untuk menanganni korban dengan kebutuhan
khusus (cacat dan penyakit kronis)
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada fase persiapan sebelum bencana
bagi korban dengan penyakit kronik
a. Mempersiapkan catatan self-care mereka sendiri, terutama nama pasien, alamat
ketika darurat, rumah sakit, dan dokter yang merawat.
b. Membantu pasien membiasakan dii untuk mencatat mengenai isi dari obat yang
diminum, pengobatan diet, dan data olahraga
c. Memberikan pendidikan bagi pasien dan keluarganya mengenai penanganan
bencana sejak masa normal
Saat bencana
1) Sediakan alat-alat emergency dan evakuasi yang khusus untuk orang cacat dan
berpenyakit kronis (HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya), alat bantu berjalan
untuk korban dengan kecacatan, alat-alat BHD sekali pakai, dll
2) Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal (universal precaution)
untuk petugas dalam melakukan tindakan kegawatdaruratan.
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan bencana pada penyandang cacat yakni:
a. Bantuan evakuasi Saat terjadi bencana, penyandang cacat membutuhkan waktu
yang lama untuk mengevakuasi diri sehingga supaya tidak terlambat dalam
mengambil keputusan untuk melakukan evakuasi, maka informasi persiapan
evakuasi dan lain-lain perlu diberitahukan kepada penyandang cacat dan penolong
evakuasi
b. Informasi Dalam penyampaian informasi digunakan bermacam-macam alat
disesuaikan dengan ciri-ciri penyandang cacat , misalnya internet (email, sms, dll)
dan siaran televisi untuk tuna rungu; handphone yang dapat membaca pesan
masuk untuk tuna netra; HP yag dilengkapi dengan alat handsfree untuk tuna
daksa dan sebagainya. Pertolongan pada penyandang cacat
o Tuna daksa adalah kebanyakan orang yang jalannya tidak stabil dan mudah
jatuh, serta orang yang memiliki keterbatasan dalam perpindahan atau pemakai
kursi roda yang tidak dapat melangkah sendirian ketika berada di tempat yang
jalannya tidak rata dan menaiki tangga. Ada yang menganggap kursi roda seperti
satu bagian dari tubuh sehingga cara mendorongnya harus mengecek keinginan si
pemakai kursi roda dan keluarga
o Tuna netra Dengan mengingat bahwa tuna netra mudah merasa takut karena
menyadari suasana aneh di sekitarnya, maka perlu diberitahukan tentang kondisi
sekitar rumah dan tempat aman untuk lari dan bantuan untuk pindah di tempat
yang tidak familiar. Pada waktu menolong mereka untukpindah, peganglah siku
dan pundak, atau genggamlah secara lembut pergelangannya karena berkaitan
dengan tinggi badan mereka serta berjalanlah setengah langkah di depannya.
o Tuna rungu Beritahukan dengan senter ketika berkunjung ke rumahnya karena
tidak dapat menerima informasi suara. Sebagai metode komunikasi, ada bahasa
tulis, bahasa isyarat, bahasa membaca gerakan mulut lawan bicara, dll tetapi
belum tentu semuanya dapat menggunakan bahasa isyarat
o Gangguan intelektual Atau perkembangannya sulit dipahami oleh orang pada
umunya karena kurang mampu untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya
sendiri dan seringkali mudah menjadi panik. Pada saat mereka mengulangi ucapan
dan pertanyaan yang sama dengan lawan bicara, hal itu menandakan bahwa
mereka belum mengerti sehingga gunakan kata-kata sederhana yang mudah
dimengerti (Farida, Ida. 2013).
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan pada penyakit kronis saat bencana adalah
1. Pada fase akut bencana ini, bisa dikatakan bahwa suatu hal yang paling penting
adalah berkeliling antara orang-orang untuk menemukan masalah kesehatan
mereka dengan cepat dan mencegah penyakit mereka memburuk. Perawat harus
mengetahui latar belakang dan riwayat pengobatan dari orang-orang yang berada
di tempat dengan mendengarkan secara seksama dan memahami penyakit mereka
yang sedang dalam proses pengobatan, sebagai contoh diabetes dan gangguan
pernapasan. Pada fase akut yang dimulai sejak sesaat terjadinya bencana,
diperkirakan munculnya gejala khas, seperti gejala gangguan jantung, ginjal, dan
psikologis yang memburuk karena kurang kontrol kandungan gula di darah bagi
pasien diabetes, pasien penyakit gangguan pernapasan yang tidak bisa membawa
keluar peralatan tabung oksigen dari rumah.
2. Penting juga perawat memberikan dukungan kepada pasien untuk memastikan
apakah mereka diperiksa dokter dan minum obat dengan teratur. Karena banyak
obat-obatan komersial akan didistribusikan ke tempat pengungsian, maka
muncullah resiko bagi pasien penyakit kronis yang mengkonsumsi beberapa obat
tersebut tanpa memperhatikan kecocokan kombinasi antara obat tersebut dan obat
yang diberikan di rumah sakit.
Pasca bencana
1) Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan kemandirian
individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi sementara. Contohnya: kursi
roda, tongkat, dll
2) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individuindividu
dengan keterbatasan fisik dan penyakit kronis
3) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannya.