Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN HALUSINASI
Dosen Pengampu : Sri Hindriyastuti, S.Kep., Ns., M.Ng

Disusun Oleh ; Kelompok 3


1. Novan Korneawan P (2019012195)
2. Septika Faulia (2019012206)
3. Vita Mauiyatul Khasanah (2019012213)

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa, berkat dan rahmatnya
hingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “LAPORAN PENDAHULUAN
DAN STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN HALUSINASI
” dengan terselesaikannya makalah ini, berkat dan dukungan dari dosen pembimbing dan
teman-teman sekalian. Kami telah banyak mengalami kesulitan dalam membuat makalah ini,
tetapi semuanya dapat terselesaikan dengan baik dan dengan kerja sama yang baik juga.
Demikian kami buat makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua untuk menambah ilmu
dan pengetahuan.Jika ada kesalahan dalam membuat makalah ini penulis mohon maaf sebesar-
besarnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat berkembang


secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa memiliki rentang respon
adaptif yang merupakan sehat jiwa, masalah psikososial, dan respon maladaptif yaitu
gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun 2014).

Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive), kemauan


(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut Malim
(2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Umumnya
ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi,
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Yusuf, dkk, 2015).

Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013) menyatakan


hampir 400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan jiwa. Satu dari empat
anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan seringkali tidak terdiagnosis secara tepat
sehingga tidak memperoleh perawatan dan pengobatan dengan tepat. Data Riset
Kesehatan Dasar (2013) prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per
mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil),
Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), Jawa Tengah (2,3 per mil), Bangka
Belitung (2,2 per mil), Nusa Tenggara Barat (2,1 per mil), Bengkulu (1,9 per mil) dan
Sumatera Barat urutan ke sembilan dengan jumlah (1,9 per mil) (Riskesdas, 2013).

Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada


fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan,
keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di
masyarakat dan timbulah perasaan tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi
fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan yang akan menurunnya semua fungsi
kejiwaan. Perasaan tertekan atau depresi akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi
sebuah tuntutan akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang merupakan
awal dari terjadinya gangguan jiwa (Nasir, 2011). Secara umum, klasifikasi gangguan
jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa
kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok psikosa
yaitu skizofrenia (Yusuf,dkk. 2015).Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa kronik
(Mirza, dkk, 2015). Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala
psikotik, dan gejala tersebut dapat menyebabkan penderita sikzofrenia mengalami
penurunan kualitas hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan. Hasil survey World Healt
Organization (WHO 2013) menyatakan saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di
dunia akan mengalami skizofrenia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013)
diperkirakan sekitar 400 ribu orang yang mengalami skizofrenia (Riskesdas, 2013).

Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala positif.
Gejala negatif yaitu menarik diri, tidak ada atau kehilangan dorongan atau kehendak.
Gejala positif yaitu halusinasi, waham, pikiran yang tidak terorganisir, dan perilaku yang
ane (Videbeck, 2008). Dari gejala tersebut, halusinasi merupakan gejala yang paling
banyak ditemukan, lebih dari 90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep,
2013).

Halusinasi merupakan terganggunya persepsi dari panca indera seseorang dalam


membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar), dimana
klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa adanya suatu objek (Yosep, 2013).
Sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa yaitu halusinasi dengar,
20% mengalami halusinasi penglihatan dan 10% mengalami halusinasi penghidu,
pengecap, perabaan. Halusinasi dapat mengancam dan menakutkan bagi klien walaupun
klien lebih jarang melaporkan halusinasi sebagai pengalaman yang menyenangkan. Mula-
mula klien merasakan halusinasi sebagai pengalaman nyata, tetapi kemudian dalam
proses penyakit tersebut, dia dapat mengakuinya sebagai halusinasi (Videbeck, 2008).

Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa sebab,
bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, maka perawat
harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi
informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan
klien. Peran perawat dalam menangani halusinasi antara lain melakukan penerapan
standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk
merawat klien dengan halusinasi. Menurut Keliat (2007) Strategi pelaksanaan pada klien
halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan klien menghardik
halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi
muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Afnuhazi,
2015).

Berdasarkan hasil penelitian Anggraini, dkk (2013) tentang Pengaruh Menghardik


Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia di RSJD Dr.
Aminogondohutomo Semarang, terapi menghardik dengan menutup telinga responden
mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden
menutup telinga saat melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan
berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga dianjurkan untuk para perawat di rumah
sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga karena hasilnya akan
lebih baik (Anggraini, dkk, 2013). Hasil penelitian Halawa (2015) tentang Pengaruh
Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi

Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran


Pada Pasien Skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya,
kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi pendengaran sebelum
pemberian Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 didapatkan bahwa ada
pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap kemampuan
mengontrol
halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia (Halawa, 2015).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi di Kelurahan Surau
Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017 ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien dengan
halusinasi
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan
halusinasi
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan halusinasi
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan halusinasi
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan halusinasi
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien dengan
halusinasi

D. Bagi Penulis
1. Studi kasus ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
serta kemampuan penulis, disamping itu dapat memberikan pengalaman dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran, wawasan serta informasi
bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran
dan wawasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien
dengan
halusinasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011). Halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
stres berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri
( Townsend,M.C,1998). Menurut carpetino,L.J (1998) isolasi sosial merupakan
keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontok,sedangkan menurut Rawlins,R.P dan
Heacock,P.E(1998), isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari
interaksidan berubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan
hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir,berperasaan,
berprestasi,atau selalu dalam kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering dilunjukkan adanya perilaku
( Carpentino,L.J 1998)
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan kontak dengan situasi sosial
c. Menungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :

a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama


b. Tidak komunikasi
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain
3. Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami,dkk,
2014) :
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit
atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis,ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014) :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
3) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
4. Mekanisme Koping Halusinasi
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk (Dalami,
dkk, 2014 ) :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain,
sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut (Kusumawati,


2012) :

a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor
dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
4. Tanda dan gejala Halusinasi
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati sebagai
berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :
a. Halusinasi penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja yang
sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab
suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah :
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
pengecapan adalah :
1) Meludahkan makanan atau minuman
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan adalah :
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien
halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
5. Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri.
Orang laindan lingkungan ( Keliat,B.A, 2006 ). Menurut Toewnsend,M.C suatu
keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahyakan
secara fisik baik pada sendiri maupun orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan padadiri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut,cemas, dan khawatir

Data objektif :

a. Wajah tegang, merah


b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengantup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat
f. Mata merah
6. Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting
didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan
sebagai pengawas minum obat (Prabowo, 2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami
halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Muhith,
2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah
obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :

Kelas Kimia Nama Generik Dosis Harian


(dagang)
Fenotiazin Tiodazin ( mellari ) 2-40 mg
Tioksanten Klopotiksen (tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (haldol) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (clorazil) 300-900

b. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga , sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat
klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan
fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi
b. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena klien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong
klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terapi
sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

7. Pohon Masalah
Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut
(Prabowo,2014)

Resiko perilaku kekerasan


effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core Problem

Isolasi sosial Cause

8. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi sosial
BAB III

TINJAUAN TENTANG STRATEGI PELAKSANAAN

1. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Resiko perilaku NOC NIC
kekerasan terhadap 1. Setelah dilakukan 1. Manajemen perilaku:
diri sendiri tindakan keperawatan menyakiti diri sendiri
diharapkan kontrol diri
terhadap impuls dapat a. Tentukan motif atau
dilakukan dengan alasan tingkah laku
kriteria hasil : b. Kembangkan harapan
a. Secara konsisten tingkah laku yang tepat dan
menunjukkan konsekuensinya, berikan
mengidentifikasi perilaku pasien tingkat fungsi
impulsif yang berbahaya kognitif dan kapasitas untuk
b. Secara konsisten mengontrol diri
menunjukkan c. Pindahkan barang yang
mengidentifikasi perasaan berbahaya dari lingkungan
yang mengarah pada dari lingkungan sekitar
tindakan impulsif pasien
c. Secara konsisten d. Instrusikan pasien untuk
menunjukkan melakukan strategi koping
mengidentifikasi (mislnya latihan asertif,
konsekuensi dari tindakan impuls kontrol training,
impulsif relaksasi otot progresif)
d. Secara konsisten dengan cara yang tepat
menunjukkan menghindari e. Antisipasi situasi pemicu
lingkungan yang berisiko yang mungkin membuat
tinggi pasien menyakiti diri
e. Secara konsisten f. Bantu pasien untuk
menunjukkan mengontrol mengidentifikasi situasi atau
impulsif f. Secara perasaan yang mungkin
konsisten menunjukkan memicu perilaku menyakiti
mempertahankan kontrol diri
diri tanpa pengawasan g. Lakukan kontrak dengan
pasien untuk tidak
2. Setelah dilakukan menyakiti diri, dengan cara
tindakan keperawatan yang tepat
diharapkan kontrol diri h. Ajarkan dan kuatkan
terhadap distorsi pasien untuk melakukan
pemikiran dapat tingkah laku koping yang
dilakukan dengan efektif dan untuk
kriteria hasil : mengekspresikan perasaan
dnegan cara yang tepat
a. Secara konsisten i. Monitor pasien untuk
menunjukkan mengenali adanya impuls menyakiti
halusinasi atau delusi yang diri jika mungkin
sedang terjadi memburuk menjadi pikiran
b. Secara konsisten atau sikap bunuh diri
menunjukkan menahan diri
dari mengikuti halusinasi 2. Manajemen Halusinasi
atau delusi
c. Secara konsisten a. Bangun hubungan
menunjukkan menahan diri interpersonal dan saling
dari bereaksi terhadap percaya dengan klien
halusinasi atau delusi b. Monitor dan atur tingkat
d. Secara konsisten aktivitas dan stimulasi
menunjukkan monitor lingkungan
frekuensi halusinasi atau c. Pertahankan lingkungan
delusi yang aman
e.Secara konsisten d. Catat perilaku klien yang
menunjukkan menjelaskan menunjukkan halusinasi
isi dari halusinasi atau e. Tingkatkan komunikasi
delusi yang jelas dan tebuka
f. Secara konsisten f. Berikan klien kesempatan
menunjukkan pemikiran untuk mendiskusikan
yang berdasarkan halusinasinya
kenyataan g. Secara g. Dorong klien untuk
konsisten menunjukkan mengekspresikan perasaan
melaporkan penurunan secara tepat
halusinasi atau delusi h. h. Fokuskan kembali klien
Secara konsisten mengenai topik jika
menunjukkan komunikasi klien tidak
mempertahankan afek yang sesuai situasi
konsisten dengan alam i. Dorong klien untuk
perasaan i. Secara memvalidasi halusinasi
konsisten menunjukkan dengan orang yang
pola pikir yang logis j. dipercaya
Secara konsisten j. Berikan pengajaran terkait
menunjukkan isi pikiran obat pada klien dan orang-
yang tepat orang terdekat (klien)
k. Berikan pengajaran
terkait penyakit kepada
klien/ orang terdekat (klien)
jika halusinasinya
didasarkan karena penyakit
(misalnya delirium,
skizofrenia dan depresi)
l. Didik keluarga dan orang
terdekat mengenai cara
untuk menangani klien yang
mengalami halusinasi
m. Monitor kemampuan
merawat diri
n. Bantu dengan perawatan
diri jika dibutuhkan
o. Libatkan klien dalam
aktivitas berabasis realitas
yang mampu mengalihkan
perhatian dari halusinasi

3. Manajemen
lingkungan : pencegahan
kekerasan

a. Singkirkan senjata
potensial dari lingkungan
(misalnya, objek yang tajam
yang mirip tali seperti senar
gitar)
b. Periksa lingkungan secara
rutin untuk memastikan
bebas dari bahan berbahaya
c. Monitor pasien selama
penggunaan barang yang
bisa digunakan menjadi
senjata (misalnya pisau
cukur)
d. Tempatkan pasien di
ruangan yang mudah
diamati sehingga mudah
dilakukan observasi sesuai
kebutuhan
e. Gunakan alat makan dari
plastik dan kertas
f. Lakukan pengawasan
terusmenerus terhadap
semua area yang bisa
diakses pasien untuk
menjaga keamanan pasien
dan pemberian intervensi
terapeutik jika diperlukan

2. Resiko perilaku NOC NIC


kekerasan terhadap 1. Setelah dilakukan 1. Bantuan kontrol marah
orang lain tindakan keperawatan
diharapkan menahan diri a. Bangun rasa percaya dan
dari kemarahan dapat hubungan yang dekat dan
dilakukan dengan harmonis dengan pasien
kriteria hasil : b. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
a. Dilakukan secara menyakinkan
konsisten mengidentifikasi c. Tentukan harapan
kapan (merasa) marah mengenai tingkah laku yang
b. Dilakukan secara tepat dalam
konsisten mengidentifikasi mengekspresikan perasaan
tanda-tanda marah marah, tentukan fungsi
c. Dilakukan secara kognitif dan fisik pasien
konsisten mengidentifikasi d. Monitor potensi agresi
situasi yang dapat memicu yang diekspresikan dengan
amarah cara tidak tepat dan lakukan
d. Dilakukan secara intervensi sebelum (agresi
konsisten mengidentifikasi ini) diekspresikan
alasan marah e. Cegah menyakiti secara
e. Dilakukan secara fisik jika marah diarahkan
konsisten bertanggung pada diri sendiri atau orang
jawab terhadap perilaku lain
diri f. Berikan pendidikan
f. Dilakukan secara mengenai metode untuk
konsisten mencurahkan mengorganisir pengalaman
perasaan negatif dengan emosi yang sangat kuat
cara yang tidak g. Sediakan umpan balik
mengancam pada perilaku (pasien) untuk
g. Dilakukan secara membantu pasien
konsisten menggunakan mengidentifikasi
aktivitas fisik untuk kemarahannya
mengurangi rasa marah h. Bantu pasien
yang tertahan mengidentifikasi sumber
h. Dilakukan secara dari kemarahan
konsisten membagi i. Identifikasi konsekuensi
perasaan marah dengan dari ekspresi kemarahan
orang lain secara baik yang tidak tepat
i. Dilakukan secara j. Bantu pasien terkait
konsisten menggunakan dengan strategi perencanaan
strategi untuk untuk mencegah ekspresi
mengendalikan amarah kemarahan yang tidak tepat
k. Berikan model peran
2. Setelah dilakukan yang bisa mengekspresikan
tindakan keperawatan marah dengan cara yang
diharapkan menahan diri tepat
dari agresifitas dapat l. Dukung pasien untuk
dilakukan dengan mengimplementasik an
kriteria hasil : strategi mengontrol
kemarahan dengan
a. Dilakukan secara menggunakan ekspresi
konsisten mengidentifikasi kemarahan yang tepat
tanggung jwab untuk m. Sediakan penguatan
mempertahankan kendali untuk ekspresi kemarahan
diri yang tepat
b. Dilakukan secara
konsisten mengidentifikasi 2. Manajemen perilaku
saat merasa agresif
c. Dilakukan secara a. Berikan pasien tanggung
konsisten menunjukkan jawab terhadap perilakunya
perasaan negatif dengan (sendiri)
cara yang tidak merusak b. Komunikasi harapan
d. Dilakukan secara bahwa pasien dapat tetap
konsisten menahan diri dari mengontrol (perilakunya)
memaki/berteriak c. Komunikasikan dengan
e. Dilakukan secara keluarga dalam rangka
konsisten menahan diri dari mendapatkan (informasi)
menyerang orang lain mengenai kondisi kognisi
f. Dilakukan secara dasar klien
konsisten menahan diri dari
d. Tingkatkan aktivitas fisik
membahyakan orang lain
g. Dilakukan secara dengan cara yang tepat
konsisten menahan diri dari
e. Gunakan suara bicara
menghancurkan barang-
barang yang lembut dan rendah
h. Dilakukan secara
f. Jangan memojokkan
konsisten mengendalikan
rangsangan pasien
i. Dilakukan secara
g. Turunkan (motivasi)
konsisten menggunakan
teknik untuk perilaku pasif agresif
mengendalikan amarah h. Acuhkan perilaku yang
tidak tepat
i. Berikan penghargaan
apabila pasien dapat
mengontrol diri
3. Isolasi sosial NOC NIC
1. Setelah dilakukan 1. Peningkatan sosialisasi
tindakan keperawatan
diharapkan keparahan a. Anjurkan peningkatan
kesepian dapat dilakukan keterlibatan dalam
dengan kriteria hasil : hubungan yang sudah
mapan
a. Tidak ada rasa perasaan b. Tingkatkan hubungan
terisolasi secara sosial dengan orang-orang yang
b. Tidak ada kesulitan memiliki minat dan tujuan
dalam membuat kontak yang sama
dengan orang lain c. Anjurkan kegiatan sosial
c. Tidak ada rasa dan masyarakat
keputusasaan d. Anjurkan partisipasi
d. Tidak ada rasa dalam kelompok dan/atau
kehilangan harapan kegiatankegiatan
reminiscence individu
2. Setelah dilakukan e. Bantu meningkatkan
tindakan keperawatan kesadaran pasien mengenai
diharapkan keterlibatan kekuatan dan
sosial dapat dilakukan keterbatasanketerbatasan
dengan kriteria hasil : dalam berkomunikasi
dengan orang lain
a. Secara konsisten f. Anjurkan pasien untuk
menunjukkan berinteraksi
dengan teman dekat mengubah lingkungan
b. Secara konsisten seperti pergi ke luar untuk
menunjukkan berinteraksi
dengan tetangga jalan-jalan
c. Secara konsisten
menunjukkan berinteraksi
dengan keluarga 2. Peningkatan
d. Secara konsisten
keterlibatan keluarga
menunjukkan berpatisipasi
dalam aktivitas waktu
luang dengan orang lain a. Bangun hubungan pribadi
dengan pasien dan anggota
keluarga yang akan terlibat
dalam perawatan
b. Identifikasi kemampuan
anggota keluarga untuk
terlibat dalam perawatan
pasien

3. Terapi aktivitas

a. Kembangkan kemampuan
klien dalam berpatisipasi
melalui aktivitas spesifik
b. Bantu klien utuk
mengeksplorasi tujuan
personal dari aktivitas-
aktivitas yang biasa
dilakukan (misalnya,
bekerja dan aktivitas-
aktivitas yang disukai)
c. Bantu klien memilih
aktivitas dan pencapaian
tujuan melalui aktivitas
yang konsisten dengan
kemampuan fisik, fisiologis
dan sosial
d. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang diinginkan
e. Bantu klien untuk
menjadwalkan waktuwaktu
spesfik terkait dengan
aktivitas

2. Strategi Pelaksanaan
a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara berdiskusi dengan
klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar Effect Perubahan sensori persepsi
Halusinasi Core problem Cause atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien
saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi
yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi,
memperagakan cara menghardik, meminta klien memperagakan ulang, memantau
penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien.
2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan obat
secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah
seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi fokus
perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan
orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan
aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak akan mengalami
banyak waktu luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu
klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasi dengan
cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan untuk
klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan
klien dalam mengontrol halusinasi.
Tujuan : keluarga mampu :
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
3) Merawat klien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up klien secara teratur.

Tindakan keperawatan :

a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien


halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
Tahapan sebagai berikut :
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi (gunakan
booklet)
3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara menghardik
4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi
dengan enam benar minum obat
Tahapan tindakan sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi klien,
merawat klien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik
2) Berikan pujian
3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
4) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi
dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien dan
merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan obat
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
3) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama saat
halusinasi
5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up klien halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi pasien,
merawat/melatih pasien mengahrdik, memberikan obat, bercakap-cakap
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga
3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda kekambuhan, rujukan
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan hasil deskripsi asuhan keperawatan pada kedua partisipan dengan halusinasi
yang dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei 2017 maka dapat
disimpulkan :
A. Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian penulis menemukan keluhan partisipan berupa mendengar suara-
suara yang mengajak bercakap-cakap, menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya. Faktor predisposisi partisipan dengan halusinasi adanya faktor biologis
dari keluarga, faktor psikologis dan sosial budaya seperti kegagalan dalam
hubungan sosial. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan keluhan dan kelainan pada
kedua partisipan. Status mental kedua partisipan mengalami gangguan pada
persepsi, isi pikir dan proses pikir. Terapi medis yang diberikan antipsikotik seperti
Haloperidol, Chlorpromazine anti parkinson seperti Trihenski phenidol.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua partisipan yaitu pada diagnosa
keperawatan pertama adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
dan diagnosa keperawatan kedua yaitu resiko perilaku kekerasan. Untuk diagnosa
ketiga partisipan satu mengalami defisit perawatan diri dan partisipan dua
mengalami isolasi sosial. Dalam mengumpulkan data dan menegakkan diagnosa
penulis tidak menemukan hambatan karena partisipan cukup kooperatif dan
keluarga partisipan terbuka dengan penulis.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang ditemukan pada kedua
partisipan sesuai dengan teori. Diagnosa pertama halusinasi untuk kedua partisipan
yaitu membuat intervensi mengacu pada prinsip strategi pelaksanaan halusinasi
mulai dari identifikasi halusinasi, isi, frekuensi,situasi dan latihan mengontrol
halusinasi dengan menghardik, minum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas sehari-hari dan diharapkan dapat mengatasi masalah
partisipan. Diagnosa kedua resiko perilaku kekerasan untuk kedua partisipan
intervensi keperawatan meliputi prinsip strategi pelaksanaan identifikasi penyebab,
tanda dan gejala perilaku kekerasan, latihan tarik napas dalam dan pukul bantal,
minum obat secara teratur, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak
dengan yang baik), dan spiritual. Diagnosa ketiga defisit perawatan diri untuk
partisipan pertama meliputi melatih menjaga kebersihan diri mandi, gosok gigi dan
cuci rambut, melatih cara berdandan yang baik, melaatih cara makan/minum yang
baik, melatih BAB/BAK yang baik. Diagnosa ketiga isolasi sosial untuk partisipan
kedua meliputi latihan berkenalan dengan satu orang, latihan berkenalan dan
berinteraksi dengan 2-3 orang, latihan berkenalan dan berinteraksi dengan 4-5
orang, latihan berinteraksi dengan melakukan kegiatan sosial.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya untuk ketiga masalah keperawatan yang ditemukan untuk
kedua partisipan. Implementasi meliputi strategi pelaksanaan halusinasi, resiko
perilaku kekerasan , defisit perawatan dan isolasi sosial. Dengan harapan hasil
yang dicapai sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Bagi Penulis agar dalam penerapan asuhan keperawatan pada partisipan dengan
halusinasi tidak hanya tertuju kepada klien, tetapi juga kepada keluarga dan orang
terdekat partisipan sebagai wujud asuhan keperawatan yang komprehensif.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan halusinasi di
klinik maupun di komunitas masyarakat.
3. Penulis Selanjutnya
Dapat mengembangkan penulisan lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan pada
klien halusinasi. Selain itu peneiti selanjutnya dapat menggali lebih dalam lagi
proses asuhan keperawatan yang berbasis klien dan keluarga pada masalah
kesehatan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

A fnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar
Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr. AminogondohutomoSemarang.
http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 17 Januari 2017 pukul 13.51 WIB.

Bagyono, Tuntas. 2013. Kunci Praktis Untuk Metodelogi Penelitian Kesehatan Promotif-
Preventif. Yogyakarta: Ombak.

Budiman. 2013. Penelitian Kesehatan. Bandung: PT Refika Aditama.

Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans
Info Media.

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Progam Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota
Padang.

Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Halawa, Aristina. 2015. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya. http://Download.Portalgaruda.Org.
Diakses tanggal 18 Januari 2017 pukul 13.04 WIB.

Herdman, T. Heather. 2017. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Defenisi &


Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Mardalis. 2010. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal) edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara.

Mirza, dkk. 2015. Hubungan Lamanya Perawatan Paseien Skizofrenia dengan Stres Keluarga.
http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 17 Januari 2017 pukul 07.50 WIB.

Medical Record Puskesmas Nanggalo Padang. 2016.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.

Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2 edisi 4. Jakarta:
EGC.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan
PPSDM Kesehatan.

Hasil Riset Kesehatan Dasar. 2013.

Sari. 2014. Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Dengan
Frekuensi Kekambuhan Pasien Halusinasi Di Rumah. http://Download.Portalgaruda.Org.
Diakses tanggal 03 Maret 2017 pukul 06.23 WIB.

Supardi, Sudibyo dan Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: TIM.

Swanson, Elizabeth, dkk. Copyright 2013. Nursing Outcomes (NOC) Edisi Bahasa Indonesia
Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia

Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.


Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wagner, Cherly M, dkk. Copyright 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia.

Yosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

.................... 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba

Medika

Anda mungkin juga menyukai