Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN KONSEP

DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI


PERILAKU KEKERASAN

Disusun sebagai : Tugas untuk mengikuti mata kuliah Keperawatan jiwa


Dosen Pengampu : Sri Hindriyastuti S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun : kelompok 1 PSIK 5 B


1. Nadia Mazaya (2019012190)
2. Putri Arum Sari (2019012200)
3. Shofiyatun (2019012209)
4. Zella Evita Sari (2019012217)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS


2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul

" LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN KONSEP


DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN YANG MENGALAMI PERILAKU
KEKERASAN’’
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti diskusi dan
tugas mata kuliah kepereawatan jiwa Disamping itu, penulisan makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca. makalah ini dapat
diselesaikan semata karena penulis menerima banyak bantuan dan dukungan. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang
ikut serta dalam pembuatan makalah ini

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karenanya, saran dan kritik yang bersifat
membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap semoga
makalh ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Demak,23 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan...................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Laporan Pendahuluan
A. Pengertian............................................................................................................6
B. Rentang Respon Marah.......................................................................................7
C. Fase-fase perilaku kekerasan.............................................................................10
D. Mekanisme Koping...........................................................................................13
E. Tanda dan Gejala...............................................................................................13
F. Penyebab............................................................................................................14
G. Factor Prediposisi..............................................................................................14
H. Factor Prespitasi................................................................................................17
I. Akibat.................................................................................................................17
J. Penatalaksanaan..................................................................................................18
K.Pohon Masalah...................................................................................................18

2.2 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)


Proses Keperawatan..............................................................................................19

2.3 Strategi Pelaksanaan Resiko Pelaku Kekerasan


Proses Keperawatan..............................................................................................20

2.4 Asuhan Keperawatan........................................................................................27

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................34
3.2 Saran................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................35

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu efek stigmatisasi gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan yang dilakukan
oleh penderita terhadap orang orang di sekitarnya termasuk keluarga, perawat dan
masyarakat. Sebaliknya, penderitamengalamikekerasan dari keluarga, masyarakat
dan profesional keperawatan. Penelitian ini bertujuan memahami dampak
stigmatisasi dalam hubungannya dengan perilaku kekerasan terhadap penderita; serta
untuk mengetahui perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita terhadap orang
lain. Penelitian ini menggunakan Constructivist  Grounded Theory. Metode
pengumpulan data termasuk wawancara semi-terstruktur, dokumen reviw, catatan
lapangan, dan memo. Analisis data menggunakan metode Paillé. Perilaku kekerasan
adalah efek stigmatisasi termasuk kekerasan diri sendiri dan kekerasan terhadap
keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan.Kekerasan fisik juga dialami penderita
dari orang lain. Dampak stigmatisasi dimanifestasikan dengan perilaku kekerasan
yang dilakukan oleh penderita, keluarga, staf rumah sakit, masyarakat, dan
aparat.Hasil temuan ini relevan untuk para perawat jiwa yang memberikan asuhan
keperawatan terhadap pasien perilaku kekerasan.Penelitian lanjut diperlukan untuk
melihat perspektif keluarga, masyarakat dan staf pemerintah  terkait stigma dengan
perilaku kekerasan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Laporan pendahuluan
2. Starategi pelakasanaan
3. Konsep dan asuhan keperawatan yang terjadi pada klien dengan perilaku
kekerasan

1.3 Tujuan
1. Memberikan informasi terkait perilaku kekerasan pada klien gangguan jiwa
yang disusun dalam laporan pendahuluan
2. Menjelaskan strategi pelaksanaan perilaku kesehatan

4
3. Menguraikan konsep dan asuhan keperawatan yang terjadi pada klien dengan
perilaku kekerasan

5
BAB 11
PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan


A. Pengertian

1. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria, 2009).
2. Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang
bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga
diartikan sebagai perang atau menyerang
3. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri,
maupun orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah
bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang
disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain,
bahkan membakar rumah.
4. Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik
dapat membahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L.
Videbeck, 2008).
5. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain
(Carpenito, 2000).
6. Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri,
orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.

6
B. Rentang Respon Marah

1. Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah, seperti


pada gambar 1 berikut:

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif


Amuk
Gambar 1 Rentang Respon Marah
Keterangan:

1. Asertif, adalah perilaku yang bisa menyatakan perasaan dengan jelas dan
langsung, jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam, sikap serius
tapi tidak mengancam, tubuh lurus dan santai, pembicaraan penuh percaya
diri, bebas untuk menolak permintaan, bebas mengungkapkan alasan pribadi
kepada orang lain, bisa menerima penolakan orang lain, mampu menyatakan
perasaan pada orang lain, mampu menyatakan cinta orang terdekat, mampu
menerima masukan/kritik dari orang lain. Jadi bila orang asertif marah, dia
akan menyatakan rasa marah dengan cara dan situasi yang tepat, menyatakan
ketidakpuasannya dengan memberi alasan yang tepat.
2. Frustasi, merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang
tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
3. Perilaku Pasif, orang yang pasif merasa haknya di bawah hak orang lain. Bila
marah, orang ini akan menyembunyikan marahnya sehingga menimbulkan
ketegangan bagi dirinya. Bila ada orang mulai memperhatikan non verbal
marahnya, orang ini akan menolak dikonfrontasi sehingga semakin
menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Sering berperilaku seperti
memperhatikan, tertarik, dan simpati walau dalam dirinya sangat berbeda.
Kadang-kadang bersuara pelan, lemah, seperti anak kecil, menghindar kontak
mata, jarak bicara jauh dan mengingkari kenyataan. Ucapan sering menyindir
atau bercanda yang keterlaluan.

7
4. Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa
muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar.

5. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
Menurut Fitria (2006), adapun perbedaan perilaku pasif, asertif dan agresif,
seperti pada tabel 1, berikut:
Tabel 1 Perbandingan Antara Perilaku Pasif, Asertif, Dan Agresif

Pasif Asertif Agresif


Isi pembicaraan Negatif dan merendahkan Positif dan Menyombongkan diri,
diri,contohnya perkataan: menawarkan merendahkan orang
”Dapatkah saya” diri,contohnya lain,contohn ya
“Dapatkah perkataan: perkataan:
kamu” “Saya dapat….” Kamu selalu…”
“Saya akan…” “Kamu tidak
pernah….”

Tekanan suara Cepat, lambat,mengeluh Sedang Keras dan


ngotot
Posisi badan Menundukkan kepala Tegap dan Kaku,condong ke
santai depan

Jarak Menjaga jarak dengan Mempertah ankan Siap dengan jarak


sikap mengabaikan jarak yang nyaman yang akan menyerang

Penamp ilan Loyo, Sikap tenang Mengancam, posisi


tidak dapat tenang menyerang

8
Kontak mata Sedikit/sama sekali tidak Mempertahankan Mata melotot dan
kontak mata sesuai dipertahankan
dengan

9
hubungan

C.Fase- fase perilaku kekerasan

1. Triggering incidents

Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran
batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien
dan keluarga baru datang.
a. Escalation phase

i. Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat


diseterakan dengan respon fight or flight. Pada fase
escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien
gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi,
gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.

b. Crisis point

i. Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi


dan teknik de escalation gagal mencapai tujuannya.
Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan
kekerasan.
c. Settling phase

i. Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan


energi marahnya. Mungkin masih ada rasa cemas dan
marah dan berisiko kembali ke fase awal.
d. Post crisis depression

i. Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan


dan depresi dan berfokus pada kemarahan dan
kelelahan.

10
e. Return to normal functioning

i. Klien kembali pada keseimbangan normal dari


perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.
f. Perilaku

a. Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

b. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

1. Pada keadaan ini respon fisiologis timbul


karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi
HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku
dan disertai reflek yang cepat
c. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

1. Perilaku yang sering ditampilkan individu


dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik
untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan
diri klien
d. Memberontak (acting out)

1. Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat


konflik perilaku “acting out” untuk menarik
perhatian orang lain.

11
e. Perilaku kekerasan

1. Tindakan kekerasan atau amuk yang


ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

12
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat
D. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat


membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif
dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego sepertidisplacement,
sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang


berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap
sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka
dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang
lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau
bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal
tersebut akan berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan
berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam
menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping
keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif.

E.Tanda dan Gejala

Menurut Fitria, (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan,


adalah sebagai berikut:
 Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah, serta postur tubuh kaku.
 Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,

13
bicara dengan nada keras dan kasar, sikap ketus.
 Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang
lain, merusak lingkungan, sikap menentang, dan
amuk/agresif.
 Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan
terganggu, dan ingin berkelahi.
 Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel,
meremehkan, suka berdebat, dan mengeluarkan kata-kata
bernada sarkasme.
 Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri,
melakukan kekerasan, suka mengejek, dan mengkritik.
 Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas
terlambat, ingin orang lain memenuhi keinginannya, dan
merasa diri tidak berdosa.

F. Penyebab

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Frustasi, seseorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan

G. Factor predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan


menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik

14
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls


agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
2) Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,


asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku


agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku


agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

15
b. Teori Psikologik

c. Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk


mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
d. Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran


mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang
orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
e. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya


dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada
kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak
kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan
dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara

16
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.
Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan
dalam hidup individu.

H. Factor presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan


dengan (Yosep, 2007):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak


membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

I. Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

17
J.PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1. Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan


hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah


pada keadaan amuk.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Psikoterapeutik

b. Lingkungan terapieutik

c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d. Pendidikan kesehatan

K. POHON MASALAH

Resiko mencederai orang lain, lingkungan

Perilaku kekerasan
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Inefektif proses terapi Gangguan harga diri kronis Isolasi sosial

Koping keluarga tidak efektif Berduka disfungsional

18
2.2 STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

 Masalah : Perilaku Kekerasan

 Pertemuan : Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawatan

1.Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga


karena di rumah marah-marah dan menggigit
badan ibunya dan memukuli ibunya
2.Diagnosa : Risiko perilaku kekerasan

3.Tujuan Keperawatan :

a. Tujuan umum

Klien dapat mengontrol perasaan marah sehingga


prilaku kekerasan tidak terjadi

b. Tujuan khusus

1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab marah

2) Klien dapat mengidentifikasi yang dirasakan pada saat marah

3) Klien dapat mengidentifikasi bentuk marah yang pernah dilakukan

4) Klien dapat mengidentifikasi kerugian dari bentuk marah yang

dilakukan

5) Klien dapat mendemonstrasikan cara marah yang konstrutifari

6) Klien dapat memasukkan kegiatan cara mengontrol


marah dengan cara fisik relaksasi dalam kegiatan
harian pasien
4.Intervensi keperawatan

19
a. Bantu klien mengidentifikasi penyebab marah

b. Bantu klien mengidentifikasi gejala yang dirasakan pada saat marah

c. Bantu klien mengidentifikasi bentuk-bentuk marah yang pernah dilakukan

d. Bantu klien mengenalkan kerugian akibat marah yang dilkukan

2.3 STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi klien

Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua


pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus

a. Pasien dapat mengidentifikasi PK

b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK

c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya

d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya

e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKnya

4. Tindakan Keperawatan

SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi


penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
Orientasi :

“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Sari. Saya senang


dipanggil Sari. Saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Ngudi
Waluyo Ungaran. Siapa nama anda kemudian senang diapanggil
apa ? baiklah, Saya perawat yang dinas diruangan cempaka 1 ini,
saya dinas diruangan ini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi

20
dari jam 7 sampai jam 1 siang, jadi selama2 minggu ini saya yang
merawat ibu. Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”“
Bagaimana perasaan ibu N saat ini?” masih ada perasaan kesal atau
marah? Apa yang terjadi dirumah ?’’ “ Baiklah sekarang kita akan
berbincang-bincang tentang perasaan marah ibu,”“ Berapa lama ibu
mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20 menit“
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diruang tamu?”
Kerja :

apa yang menyebabkan ibu N marah? Apakah sebelumnya ibu N


pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang? Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang
berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya
ini penyebab marah klien), apa yang ibu N rasakan?“ Apakah ibu N
merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan
selanjutnya”“ Apakah dengan ibu N marah-marah, keadaan jadi lebih
baik?“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-
marah?“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik
tanpa menimbulkan kerugian?” ada beberapa cara fisik untuk
mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu, “
begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu
tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara
perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba
lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu N sudah dapat
melakukan nya.“ nah sebaiknya latihan ini ibu N lakukan secara
rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu N
sudah terbiasa melakukannya”.

Terminasi :

“ Bagaimana perasaan ibu N setelah berbincang-bincang tentang


kemarahan ibu? ” Coba ibu N sebutkan penyebab ibu marah dan yang
ibu rasakan dan apa yang ibu lakukan serta akibatnya. Sekarang kita
buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari ibu mau latihan nafas

21
dalam ?”“baik bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu N.” tempatnya disini saja ya
Bu?”Selamat Pagi.”

SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan


dengan cara fisik ke dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul
kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.

Orientasi :
“ Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya
datang lagi. “Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang
menyebabkan ibu marah?”“Baik, sekarang kita akan belajar cara
mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang
kedua.”“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”“ Dimana kita
bicara?
Kerja :

“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan


kesal, selain nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“
Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar
ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal atau marah, ibu langsung kekamar dan
lampiaskan marah ibu tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah
coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali ibu
melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada
perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
Terminasi :

“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah


tadi?”“ Coba ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”“
Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul
berapa ibu mau mempraktikkan memukul kasur/bantal? Bagai mana
kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau

22
ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“
sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa
SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian
tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku
kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun
jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu
sekarang kita ketemu lagi”. “Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik
nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat jadual kegiatan
hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri
tulis M, artinya mandiri: kalau diingatkan suster baru dilakukan ditulis
B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T,
artinya belum bisa melakukan. “Bagaiman kalau kita

23
sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”“Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang
sama?”“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaiman
kalau 15 menit?”

Kerja :

“Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah


marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam
atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara
dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya bu : 1.
Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu mengatakan
penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, Coba ibu minta sediakan makan dengan baik:” bu,
tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba
disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu
praktekkan . Bagus bu. “2. Menolak dengan baik, jika ada yang
menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya
tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba ibu
praktekkan . Bagus bu.”3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada
perlakuan orang lain yang membuat kesal ibu dapat
mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba
praktekkan. Bagus.”

Terminasi :

“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara


mengontrol marah dengan bicara yang baik?’ “Coba ibu sebutkan lagi
cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali, sekarang
mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau latihan
bicara yang baik? bisa kita buat
jadwalnya?” “Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu!” “
Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”. “ besok kita akan

24
membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu dengan
cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti
ya

SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara


spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara fisik dansosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat
jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :

“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya
datang lagi”
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa
marahnya?”“Bagaimana kalau sekarang kita selatihan cara lain untuk
mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?” “Berapa lama
ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus,


yang mana yang mau di coba?” “Nah, kalau ibu sedang marah coba
langsung duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”.“Ibu bisa melakukan sholat secara teratur
untuk meredakan kemarahan.” “Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu?
Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya?”
Terminasi :

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara


yang ketiga ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita
pelajari? Bagus” “Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal
kegiatan ibu. Mau berapa kali ibu sholat. Baik kita masukkan sholat
…….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).” “Coba ibu sebutkan lagi

25
cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang marah”“Setelah ini
coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah
kitabuat tadi” “ 2 jam lagi kita ketemu ya bu,nanti
kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah, yaitu dengan
patuh minum obat! “ “Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ibu, setuju bu

SP 5 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu


pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
Orientasi :

“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu,
sekarang kita ketemu lagi” “Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan
tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Coba
kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan
latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat tadi?. “Berapa lama ibu mau kita berbincang- bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :

“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang ibu
minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?
Bagus”“Obatnya ada 3 macam bu, yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar
rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa
marah berkurang. Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut
ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya ibu bias mengisap-
isap es batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat
dan jangan beraktivitas dulu”.

26
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama
obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian cek
lagi apakah benar obatnya”. “Jangan penah menghentikan minum obat
sebelum berkonsultasi dengan dokter ya bu, karena dapat terjadi
kekambuhan.”. “ Sekarang kita masukkan waktu minum obat kedalam
jadwal ya bu”.
Terminasi :

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara


kita minum obat yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat
yang ibu minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah,
sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita
ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu melaksanakan kegiatan dan
sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai
jumpa.”

2.4 ASUHAN KEPERAWATAN

1. Diagnose keperawatan utama Perilaku kekerasan


2. Fokus intervensi keperawatan

a. Mandiri

Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi


pasien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat
harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan perilaku
agresif. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam
membina hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang
berpontensi kekerasan, mengembangkan suatu perencanaan,
mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku kekerasan.
(Yosep, 2010). Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi
untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui

27
rentang intervensi keperawatan.

b. Kesadaran Diri

Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat


mempengaruhi komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut
merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya
membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka perawat
harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah
pasien.
c. Pendidikan Pasien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara


mengekpresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami
kesulitan mengekpresikan perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan
kesulitan mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi dengan
perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau
mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang
diberikan pasien adaptif atau maladaptif.
d. Latihan Asertif

Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu


mampu berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang,
mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup
melakukan komplain, dan mengekpresikan penghargaan dengan tepat.
e. Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang,


bicara lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan
cara yang kongkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata
langsung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan pembicaraan, jangan
terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang
tidak dapat ditepati.
f. Perubahan Lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:


membaca, kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien

28
yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi
aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah
satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien
yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi
sedangkan kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan
Akemat, 2005). TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: perilaku kekerasan.
g. Tindakan Perilaku

Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien


mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima,
konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.

Modalitas

NO Strategi Perencanaan Pasien Strategi Perencanaan Keluarga


1 SP I P SP I k

1. Mengidentifikasipenyebab 1. Mendiskusikan masalah


PK yang dirasakan keluarga
2. Mengidentifikasi Tanda dalam merawat pasien.
dan Gejala PK 2. Menjelaskan pengertian PK,
3. Mengidentifikasi PK yang tanda dan gejala, serta proses
dilakukan terjadinya PK.
4. Mengidentifikasi akibat PK 3. Menjelaskan cara merawat
pasien dengan PK.
5. Mengajarkan cara
mengontrol PK
6. Melatih Pasien cara
mengontrol PK FISIK I
( Nafas Dalam )
7. Membimbing pasien
8. memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

29
2. SP II P SP II k

1. Memvalidasi masalah 1. Melatih keluarga


dan latihan mempraktekkan cara
sebelumnya merawat pasien
2. Melatih pasien cara dengan PK.
kontrol marah FISIK 2. Melatih keluarga
II ( memukul bantal / melakukan cara
kasur / konversi merawat langsung
3. energi ) kepada pasien PK.

4. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
3.SP IV P SP III k
1. Membantu keluarga
1. Memvalidasi masalah
membuat jadual
dan latihan sebelumnya
aktivitas di rumah
2. Melatih pasien cara
termasuk minum obat
mengontrol PK secara
(discharge planning).
spiritual (berdoa,
2. Menjelaskan followup
berwudhu, sholat)
pasien setelah pulang
3. Membibing pasien
memasukkan dalam
jadwal
4. kegiatan harian
4.SP V P

1. Memvalidasi masalh dan


dan latihan sebelumnya
2. Menjelaskan cara
mengontrol PK dengan
meminum obat ( Prinsip 5
benar minum obat )

3. Membimbing pasien
memasukkan dalam

30
jadwal kegiatan harian

31
3.Kolaboratif

a. Psikofarmakologi

Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-


hipnotics. Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
BenzodiazepineS seperti lorazepam dan clonazepam, sering
digunakan dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan pasien.
i. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)

ii. Obat anti depresi, amitriptyline

iii. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam

iv. Obat anti insomnia, phneobarbital

b. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)

ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran


listrik dan menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun klonik.
c. Somatoterapi yang lain

i. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan


larutan kardiazol 10% sehingga timbul konvulsi
ii. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin
sehingga pasien menjadi koma, kemusian dibiarkan
1-2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan
gluk
d. Psikoterapi

Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap


suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan
melalui wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu
misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara
individu atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan
daya tahan mental penderita, mengembankan mekanisme pertahanan
diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan
keseimbangan adaptifnya.

32
e. Manipulasi lingkungan

Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan


pasien, sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis
ini terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita,
khususnya keluarga. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau
merubah/menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap
lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada
lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu
mendukung proses penyembuhan yang dilakukan.

33
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan

3.2 Saran

Jangan melakukan perilaku kekerasan baik pada diri sendiri,orang lain


ataupun lingkungan sekitar

34
Daftar Pustaka

1. Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP
& SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1
Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
2. Townsend C. Mary , 2000, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
3. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

4. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC

5. Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Edisi 8. Jakarta: EGC

35
36

Anda mungkin juga menyukai