Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN LUPUS

(SLE)
Dosen Pengampu : Ns. Biyanti Dwi Winarsih S.Kep M.Kep

Disusun Oleh Kelompok IV :

Nova Fitri Nurdiana


Putri Arum Sari
Septika Faulia
Silfia Istikomah
Wahyu Esterina

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS


2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “LUPUS ERITMATIKUS SISTEMIK” makalah ini adalah satu tugas mata
kuliah KEPERAWATAN ANAK.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dan terimakasih juga
penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Ns. Biyanti Dwi Winarsih S.Kep M.Kep.
Penulis memahami bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Hal ini karena
keterbatasan pengetahuan dari penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun dan untuk memperbaiki di masa yang akan datang.
Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya bagi mahasiswa STIKes Cndekia Utama Kudus

Kudus,4 Oktober 2021

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak
organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat
ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan
kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus
Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam
dan kehilangan berat badan. Sekitar 80% kelainan melibatkan jaringan persendian,
kulit, dan darah 30-50% menyebabkan kelainan ginjal, jantung dan sistem saraf, serta
10-30% menyebabkan trombosis arteri dan vena yang berhubungan dengan antibodi
antikardiolipin.
Manifestasi klinis LES pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiartik
psikiosis, kejang, stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka
kejadian mielopati transversa pada LES sekitar 1-2%, sedangkan insiden kejadian
mielopati transversa pada populasi umum 1,34/satu juta. Prevalensi LES diantara
etnik adalah wanita kulit hitam 1:250, wanita kulit putih 1:4300, dan wanita cina
1:1000.
SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit
yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai
banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi
dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun
terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut .

3
1.2 Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui etiologi Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui patofisiologi Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui manifestasi klinis Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui penatalaksanaan Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui komplikasi Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Lupus eritematosus Sistemik
 Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Lupus eritematosus Sistemik

4
BAB II
KONSEP TEORITIS PENYAKIT

2.1. Definisi
Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang
menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk kulit,
persendian dan organ dalam.
SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit
yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai
banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi
dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun
terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi
karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan
dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan
ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik
diselangi episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit
ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.

2.2 Etiologi
Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui,
Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).

5
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat
menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam
komplek imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan
Mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas selbe.hal ini
dapat terjadi sekunder
Terhadap beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor

Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :


 Infeksi
 Antibiotik
 Sinar ultraviolet
 Stres yang berlebihan
 Obat-obatan yang tertentu
 Hormon

Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun
10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita
sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada
masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa
hormon (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang
akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan

6
2.3 Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan produksi
autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.

2.4 Manifestasi Klinis


Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak
disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga
menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang
terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya
mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya
disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan,
berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-
kadang disertai menggigil.
 Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa
artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal
didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan
kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis

7
biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala
terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan
ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi.
Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
 Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE.
Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut, subakut,
diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada
hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh
tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam
kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit
subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan
atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik
keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan
berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai
yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis
suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
 Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering
ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang
terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan
nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat.
Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan.
Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan
penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.

8
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab
kematian SLE kronik.
 Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis
organik dan kejang-kejang.
Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE
pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala
khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali
gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak
dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat
diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis
lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain
yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
 Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan
adanya badan sitoid di retina
 Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.
 Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut
sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
 Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan
diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat

9
pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril
atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan
ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
 Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan
karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali
yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau
trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada
periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-
imun.
2.5 WOC
faktor genetik Factor lingkungan faktor hormonal Obat-obatan
(sinar ultraviolet) (Hidration)

Keterlibatan gen
Hormon proklatin
Gangguan kulit
Obat
Gen membawa terakumulasi
Merangsang dalam tubuh
SLE pada
infeksi system imun
keturunan
selanjutnya
Obat berikatan
Obat-obatan Pembentukan
dengan kompleks
Faktor pemicu tidak cocok kompleks
anti bodi
(mengikat imun
komplemen)
Stres berlebihan Aktivasi Imun kompleks
komplemen

Perubahan reaksi imun


(reaksi Hipersensitivitas dan
Autoimun)

Lupus Eritematosus Sistemik

Kulit akut artritis Efusi pleura kelelahann

10
Ruam kulit Sendi Pneumonitis lupus Meningkatnya
berbentuk interfalngeal beban kerja
kupu-kupu proksimal
Kompleks
Merangsang
imun pada
Eritema system imun
Efusi sendi alveolus
dan purpura

Reaksi inflamasi pembekakan sesak Pembentukan


nyeri komples antibodi

nyeri nyeri
Gangguan
mobilitas Anemia

MK : gg. MK : intoleransi
Integritas aktivitas
kulit Mk : gg rasa
nyaman (nyeri
kronik)

2.6 Penatalaksanaan
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ
yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter
laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

11
a. Pendidikan terhadap Pasien

Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan


penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap
penanggulangan penyakit.
b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE
1. Monitoring yang teratur
2. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan
waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang
cukup.

3. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga
digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.
4. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya,
pasien harus memeriksanya.
5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
c. pengobatannya
 Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim
luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan
hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.
 Serositis lupus (plueritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan
ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.
 Arthritis lupus

12
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan
pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk
keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor
antidepresan (amitriptilin)
 Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison
dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai
dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping
pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih
tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.
 Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan
nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
 Lupus nefritis
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan
terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna menggambarkan
perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi
yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid
dengan siklofosfamid intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan,
setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid
selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya
(normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di berikan
adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid
dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil. Pada lupus
nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.
 Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah
kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi
yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan spelenektomi.
 Pneumonitis intersititialis lupus

13
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena.
 Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena

2.7 Komplikasi
Komplikasi LES meliputi :
 Hipertensi (41%)
 Gangguan pertumbuhan (38%)
 Gangguan paru-paru kronik (31%)
 Abnormalitas mata (31%)
 Kerusakan ginjal permanen (25%)
 Gejala neuropsikiatri (22%)
 Kerusakan muskuloskeleta (9%)
 Gangguan fungsi gonad (3%)

8. Pemeriksaaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia
2. Kelainan Imunologis
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA,
faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.

14
b. Histopatologi
 Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-
Sacks.
 Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa
 Kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada
dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada
kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika
ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan.

15
BAB III
KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan terakhir,
alamat
2. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun.
 Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri sendi.
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang
sama dengan penyakit yang dialami pasien.
3.Kebiasaan sehari-hari
 Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan, makanan yang
disukai dan tidak disukai
 Pola minum : frekuensi
 Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur
 Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi
 Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai mau
tidur kembali
 Rekreasi : rekreasi yang pernah dilakukan, bersama siapa, frekuensinya.
4.Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan
 TTV :
- TD : 140/90 mmHg

16
- ND : 100 x/i

- RR : 18 x /i

- S : 40 C

 BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)


 Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah
 Mulut : Terdapat luka
 Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru
 Sendi : adanya artritis
 Darah :
- Anemia

- Leukosit < 4000 sel/mm

- Limfosit < 1500 sel/mm

- Trombosit < 100.000 sel/mm

5. Pemeriksaan Penunjang
 Rontgen dada : menunjukkan pleuritis
 Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan
pleura
 Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas
 Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
 Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan

3.2 Dasar Data Pengkajian Pasien


1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan
Tanda : Penurunan semangat bekerja
Toleransi terhadap aktivitas rendah

17
Penurunan rentang gerak sendi
Gangguan gaya berjalan

2.Sirkuasi
Gejala : Nyeri dada
Tanda : TD : tekanan nadi melebar
Desiran (menunjukkan mekanisme anemia)
Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa
Kulit terdapat ruam
3.Integritas Ego
Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain
Harga diri buruk
Kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat
Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri
4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
Tanda : Nyeri tekan pada abdomen
Urine encer : terdapat darah atau protein
5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah, anoreksia
Haus
Kesulitan menelan
Adanya penurunan BB
Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam
Lidah tampak merah daging
Bibir : disudut bibir terdapat luka
6. Higiene
Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat)
Berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi
Tanda : cerobaoh, tak rapih

18
Kurang bertenaga
7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing
Penurunan penglihatan, bayangan pada mata
Kelemahan, keseimbangan buruk
Kesemutan pada ekstremitas
Tanda : kelemahan otot
Penurunan kekuatan otot
Kejang
Pembekakan sendi simetris

8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi
Sakit kepala berulang, tajam, sementara
Nyeri tekan abdomen
Nyeri dada
Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman
Sensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit
9. Penapasan
Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : takipnea
Distres pernapasan akut
Bunyi napas menurun
10. Keamanan
Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa
Demam ringan menetap
Lesi kulit
Gangguan penglihatan
Penyembuhan luka buruk

19
Tanda : berkeringat
Mengigil berulang, gemetar
Luka pada wajah
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi
Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan
Pertimbangan rencana pemulangan :
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari
Memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah

13. pemeriksaan diagnostik


 Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebab
penyebab AR
 Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan lunak,
erosi sendi, memperkecil jarak sendi
 Kerapuhan erirosit : menurun
 Jumlah trombosit : menurun
 JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial

3.3. Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DO : Gangguan Gangguan
 Klien tampak lemah mobilitas integritas pada
 Klien tampak gelisah dan kulit
cemas
 TTV :
- TD : 140/90 mmHg

20
- ND : 100 x/i

- RR : 18 x/i

- S : 40 C

 Terdapat ruam kupu-kupu


pada tulang pipi dan pangkal
hidung
 Ruam pada kulit memburuk
karena terkena sinar matahari
 Ruam tersebar di bagian
tubuh yang terkena/terpapar
sinar matahari
2 DO : Adanya efusi sendi Gangguan rasa
 Klien tampak merasa dan sesak nyaman (nyeri
kesakitan kronik)
 Kilen tampak kesulitan
bernapas
 Klien tampak gelisah
 Adanya Artritis dan efusi
sendi
 TTV :
- TD : 140/90 mmHg

- ND : 100 x /i

- RR : 18 x /i

 Pernapasan dangkal
 Hasil rontgen menunjukkan
pleuritis

21
 Pemeriksaan dada dengan
bantuan stestokop
menunjukkan adanya
gesekan pleura
3 DO : Tidak Intoleransi
 Klien tampak lemah dan seimbangnya aktivitas
demam suplai dan
 Nafsu makan klien kebutuhan O2
berkurang
 TTV :
- TD : 140/90 mmHg

- ND : 100 x/i

- S : 40 C

 Klien sering mual dan


muntah
 BB : 58 kg (turun 2 kg dari
60 kg)
 Ada luka di bibir
 Hb : 10,5 gr/dl
 Leukosit < 4000 sel/mm
 Limfosit < 1500 sel/mm
 Trombosit < 100.000
sel/mm

3.4 kemungkinan Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas

22
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan
sesak
3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan
kebutuhan O2 (anemia)

3.5 Rencana Asuhan keperawatan (NCP)


No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Kolaborasi
Keperawatan Hasil
1 Gangguan setelah  Mempertaha Mandiri : 1. Kondisi kulit
integritas kulit dilakukan nkan 1. Kaji dipengaruhi
berhubungan intervensi integritas integritas oleh
dengan keperawatan kulit kulit, catat sirkulasi dan
gangguan selama 3x24  Mengidentifi perubahan mobilitas
mobilitas jam, kasi faktor pada turgor, jaringan
diharapkan resiko/perila gg. Warna, dapat
gangguan ku klien eritema menjadi
integritas kulit untuk 2. Bantu untuk rapuh dan
berkurang mncegah latihan cenderung
cedera rentang untuk infeksi
dermal gerak pasif berat
 Melakukan atau aktif 2. Meningkatka
aktivitas 3. Inspeksi n sirkulasii
sehari-hari kulit/titik jaringan,

 Observasi tekanan mencegah

perbaikan secara teratur statis

luka/penyem untuk 3. Potensial

23
buhan lesi kemerahan, jalan masuk
bila ada berikan untuk
pijatan organisme
lembut patogen,
4. Awasi pada adanya
tungkai gg. Sistem
terhadap imun, ini
kemerahan, meningkatka
perhatikan n resiko
dengan ketat infeksi/pela
terhadap mbatan
pembentukan penyembuha
ulkus n
Kolaborasi : 4. Menungkatk
5. Gunakan an aliran
pelindung, balik vena
mis : lotion menurunkan
sesuai statis
dengan vena/pemben
indikasi tukan edema
5. Menghindari
kerusakan
kulit dengan
mencegah/m
enurunkan
tekanan
terhadap
permukaan
kulit
2. Gangguan rasa Setelah  Menyatakan Mandiri : 1. Nyeri dada

24
nyaman (nyeri dilakukan nyeri biasanya ada
kronik) intervensi hilang/terkon 1. Tentukan dalam
berhubungan keperawatan trol karakteristik beberapa
dengan efusi selama 3x24  Menunjukka nyeri, mis : derajat pada
sendi dan sesak jam, n rileks, tajam, pneumonia,
diharapkan istirahat/tidur ditusuk. juga dapat
rasa nyeri , peningkatan Selidiki timbul
berkurang dan aktivitas perubahan komplikasi
berangsur- dengan cepat lokasi/intensi pneumonia
angsur  Menggabung tas nyeri seperti
menghilang kan 2. Pantau tanda perikarditis
keterampilan vital dan
relaksasi dan 3. Berikan endokarditis
aktivitas tindakan 2. Perubahan
hiburan ke nyaman, frekuensi
dalam mis : jantung
program relaksasi/lati menunjukka
kontrol/nyeri han napas n pasien
4. Dorong merasa
untuk sering nyeri.
mengubah 3. Tindakan
posisi. Bantu non-
pasien untuk analgesik
bergerak di diberikan
atas tempat dengan
tidur, sentuhan
songkong lembut dapat
sendi yang menghilangk
sakit di atas an
dan dibawah, ketidaknyam

25
hindari anan dan
gerakan yang memperbesa
menyentak r efek
5. Anjurkan terapianalges
pasien untuk ik
mandi air 4. Mencegah
hangat. terjadinya
Sediakan kelelahan
waslap umum dan
hangat untuk kekakuan
mengompres sendi.
sendi-sendi Menstabilka
yang sakit n sendi,
beberapa kali mengurangi
sehari. gerakan/rasa
6. Berikan sakit pada
masae yang sendi
lembut 5. Panas
Kolaborasi : meningkatka
7. Bantu n relaksasi
dengan terapi otot dan
fisik mis : mobilitas,
bak mandi menurunkan
dengan rasa sakit
kolam dan
bergelomban melepaskan
g kekakuan di
pagi hari.
Sensitivitas
terhadap

26
panas dapat
dihilangkan
dan luka
dermal dapat
disembuhkan
6. Menigkatkan
relaksasi/me
ngurangi
tegangan
otot
7. Memberikan
dukungan
panas untuk
sendi yang
sakit.
3. Intoleransi Setelah  Adanya Mandiri : 1. Mempengaru
aktivitas dilakukan peningkatan 1. Kaji hi pilihan
berhubungan intervensi toleransi kemampuan intervensi/ba
dengan tidak keperawatan aktivitas pasien untuk ntuan
seimbangnya 3x24 jam, (termasuk melakukan 2. Manifestasi
suplai dan diharapkan aktivitas tugas. Catat kardiopulmo
kebutuhan O2 menunjukkan sehari-hari) laporan nal dari
(anemia) penurunan  Berpartisipas kelelahan upaya
tanda fisiologis i dalam dan keletihan jantung dan
intorelansi aktivitas 2. Awasi TD, paru untuk
sehari-hari nadi membawa
sesuai pernapasan, jumlah
tingkat selama dan oksigen
kemampuan sesudah adekuat ke
aktivitas.

27
3. Rencanakan jaringan
kemajuan 3. Meningkatka
aktivitas n secara
dengan bertahap
pasien, tingkat
termasuk aktivitas
aktivitas sampai
yang pasien normal dan
pandang memperbaila
perlu i tonus otot
4. Gunakan tanpa
teknik kelemahan.
penghematan 4. Mendorong
energi pasien
5. Anjurkan melakukan
pasien banyak
berhenti bila dengan
terjadi nyeri membatasi
dada, penyimpang
kelemahan an energi
atu pusing dan
terjadi mencegah
Kolaborasi : kelemahan
6. Berikan 5. Sters
oksigen berlebihan
tambahan dapat
menimbulka
n kegagalan.
6. Memaksimal
kan sediaan

28
oksigen
untuk
kebutuhan
seluler

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak
organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat
ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan
kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus
Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam
dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor
genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.
penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan
organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang
sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan
serologis.

4.2 Saran
 Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus Sistemik.
 Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus Sistemik
dengan cepat, teliti dan terampil.
 Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun
pasien dalam tahap pengobatan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi. Edisi 4. Volume 2.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2
Jakarta : EGC
Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI
Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
Buku
Kedokteran EGC.

30
31

Anda mungkin juga menyukai