Anda di halaman 1dari 21

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KLIEN SLE

(Systemic Lupus Erythematosus)

DISUSUN OELH :
KELOMPOK 4
1. NI MADE DWI SUDIARI
2. NI WAYAN WIDIADNYANI
3. NIDA NUR HASANA
4. NOFRIANSA
5. NOVITA D. LASANUDA
6. NUR AISYAH OKTAVIA

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnya lah makalah tentang “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK PADA KLIEN SLE” ini dapat terselesaikan dengan baik.meskipun bamyak
kekurangan baik dari isi, sistematika, maupun cara penyajiannya. Makalah ini adalah
sebagian pememuhan tugas mata kuliah keperawatan Anak II bagi semester 5
program SI Keperawatan di Universitas Widya Nusantara.
Ucapan terimkasih, kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Anak II ini. Serta bagi semua pihak yang turut mendukung dalam
pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat mempermudah mahasiswa dalam
mempelajari materi SLE. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti
lainnya yang akan menulis tema yang sama, khususnya bagi kami sendiri sebagai
penyusun.
Demikian makalah ini dibuat, sekian dan terimakasih.

Palu, 08 September 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau
inflamasi multisystem yang disebabkan oleh banyak faktor dan di karakterisasi oleh
adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap Double Stranded
Deoxyribose-Nucleid Acid (dsDNA), berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler,
sel-sel darah fisfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme
pengaktifan komplemen (Hasdianah dkk, 2014).
Kejadian SLE berdasarkan hasil studi dokumentasi KTI tahun 2019 terdapat beberapa
penyakit, penyakit yang termasuk dalam 3 besar adalah SLE, syndrome nefrotik (SN),
dan gagal ginjal. Pasien yang mengalami SLE terdapat 26 pasien dari 146 pasien atau
sekitar 17,8%, kasus lain seperti SN terdapat 15 kasus atau sekitar 10,3%, dan gagal
ginjal terdapat 14 kasus atau sekitar 9,6%.
Penyebab terjadinya penyakit lupus diduga faktor genetik, infeksi, dan lingkungan
ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk
membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Dalam keadaan normal, sistem
kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi.
tubuh, di mana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Sehingga,
kompleks imun yang terdapat dalam jaringan akan mengakibatkan terjadinya
peradangan, kerusakan pada jaringan, dan orang dengan penyakit lupus (odapus) akan
mudah mengalami penyakit infeksi (Judha & Setiawan, 2015).
Penyebab utama kematian pasien SLE yang diakibatkan infeksi sebesar 90%
diakibatkan oleh infeksi dan 10% kematian pasien SLE diakibatkan organ yang sudah
mengalami komplikasi seperti gagal ginjal dan kerusakan sistem saraf pusat (SSP) (Asih
dkk, 2016). Tingginya kasus SLE dan komplikasi yang ditimbulkan membutuhkan peran
perawat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar SLE.
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan SLE.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit LSE.
2. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan penyakit LSE.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


1. Pengertian
Penyakit SLE adalah gangguan auto imun multisystem yang mempengaruhi
imunitas humoral dan selular. Penyakit SLE dapat menyerang banyak system organ
sehingga awitan dan rangkaian penyakit sedikit beragam. SLE biasanya di diagnosis
setelah 5 tahun (biasanya antara usia 15 sampai 45 tahun), tetapi dapat terjadi pada
setiap usia. Rasio wanita terhadap pria untuk orang yang terkena SLE adalah 4:1
pada masa kanak-kanak dan 9:1 pada masa remaja. SLE lebih umum terjadi pada
orang non-Kaukasia dan umumnya anak serta remaja Afrika Amerika dan Hispanik
mengalami efek yang lebih berat akibat SLE dibandingkan kelompok ras atau etnis
lain (Kyle, 2014).

2. Etiologi
Etiologi dari SLE tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit SLE, yaitu faktor jenis kelamin dan
faktor faktor genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya SLE, hal ini dibuktikan
konkordansi penyakit SLE pada kembar identik adalah sekitar 20-25% dan bahwa
dalam kembar di zigot adalah sekitar 5%. Selain faktor di atas, faktor lingkungan
yang dapat menjadi relevan dengan kejadian SLE diantaranya faktor zat kimia seperti
pewarna rambut, sinar ultraviolet, rokok, obat-obatan (procainamide, hydralazine,
chlorpomazine, isoniazid, phenytoin, penicillamine), faktor makanan
(L-canavanine/alfalfa sprouts dan intake lemak jenuh yang berlebihan), faktor agen
infeksius seperti retrovirus dan endotoksin atau bakterial DNA, faktor hormon
(hormonal replacement therapy, kontrasepsi oral, dan prenatal yang terekspose
dengan estrogen) (Mok & Lau, 2013).

3. Manifestasi Klinis
a. Alopesia
b. Anemia
c. Artralgia
d. Artritis
e. Keletihan
f. Lupus Nefritis
g. Fotosensivitas
h. Pleurisi
i. Fenomena Raynaud
j. Kejang
k. Ruam kulit, termasuk ruam malar
l. Stomatitis
m. Trombositopenia

4. Patofisiologi dan Pathway


Pada SLE, autoantibodi bereaksi dengan antigen anak sendiri untuk
membentuk kompleks imun. Kompleks imun berakumulasi dalam jaringan dan
organ, menyebabkan respon inflamasi yang mengakibatkan vaskulitis. Cedera
terhadap jaringan dan nyeri terjadi. Penyakit SLE dapat menyerang banyak sistem
organ sehingga gangguan atau kerusakan hebat pada jaringan di manapun dalam
tubuh dapat terjadi. Pada beberapa kasus, respons autoimun dapat didahului oleh
reaksi obat, infeksi atau pajanan sinar matahari berlebihan. Pada kutaneus dan
muskuloskeletal. Penyakit bersifat kronik dengan periode remisi (sembuh) dan
eksaserbasi (flare-up). (Kyle, 2014).
5. Komplikasi
Penyakit SLE dapat menyebabkan peradangan jaringan dan masalah pembuluh
darah yang parah di hampir semua bagian tubuh, terutama menyerang organ ginjal.
Jaringan yang ada pada ginjal, termasuk pembuluh darah dan membran yang
mengelilinginya mengalami pembengkakan dan menyimpan bahan kimia yang
diproduksi oleh tubuh yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini menyebabkan
ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penderita biasanya tidak
menyadari adanya gangguan pada ginjalnya, hingga kerusakannya menjadi parah,
bahkan mungkin baru disadari setelah ginjal mengalami kegagalan.
Peradangan pada penderita SLE juga dapat terjadi pada selaput dalam, selaput
luar dan otot jantung. Jantung dapat terpengaruh meskipun tidak pernah mengalami
gejala gangguan jantung. Masalah yang paling umum adalah terjadi pembengkakan
pada endokardium dan katup jantung. Penyakit SLE juga menyebabkan peradangan
dan kerusakan kulit berupa ruam merah terutama dibagian pipi dan hidung.
Hampir seluruh penderita SLE mengalami rasa sakit dan peradangan sendi.
Penyakit SLE dapat mempengaruhi semua jenis sendi, namun yang paling umum
adalah tangan, pergelangan tangan dan lutut. Terkadang sendi-sendi mengalami
pembengkakan. Selain itu otot juga tidak luput dari serangan SLE. Biasanya
penderita mengeluhkan rasa sakit dan melemahnya otot-otot atau jaringan otot
mengalami pembengkakan. Pada stadium lanjut, SLE dapat menyebabkan kematian
tulang yang disebut dengan osteonekrosis. Hal ini dapat menyebabkan cacat yang
serius.
Penyakit SLE dapat menyerang sistem syaraf dengan gejala sakit kepala,
pembuluh darah di kepala yang tidak normal dan organik brain syndrom, yaitu
masalah serius pada memori, konsentrasi dan emosi serta halusinasi. Selain itu,
serangan pada paru-paru dan darah juga biasanya terjadi. Masalah pada jantung dapat
berupa peradangan, perdarahan, penggumpalan darah pada arteri, kontraksi
pembuluh darah pembengkakan paru-paru. Sedangkan penurunan jumlah sel darah
merah dan sel darah putih sehingga menyebabkan anemia.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
1) Leukopenia/limfopeni
2) Anemia
3) Trombositopenia
4) Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Imunologi
1) Antibodi Anti Nuklear (ANA)
2) Antibodi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) untai ganda (dsDNA) meningkat
3) Tes C-reactive Protein (CRP) positif
c. Fungsi ginjal
1) Kreatinin serum meningkat
2) Penurunan Gromerular Filtration Rate (GFR)
3) Protein uri (>0,5 gram per 24 jam)
4) Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
d. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulasi lupus:
1) Activated Partial Thromboplastin Time (APPT) memanjang yang tidak
memperbaiki pada pemberian plasma normal
e. Tes Vital Lupus:
Adanya deposit Imunoglobulin (Ig M) pada persambungan dermoepidermis pada
kulit yang terlibat dan yang tidak terlibat.
B. Konsep dasar keperawatan Systemic Lupus Erythematosus (LSE)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pertama dalam proses keperawatan. Pengkajian
merupakan metode penggalian informasi atau data yang dibutuhkan untuk
menentukan diagnosa dan intervensi keperawatan. Pengkajian dapat dilakukan
dengan teknik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi
(Tarwoto dan Wartonah, 2015). Pengkajian risiko infeksi pada pasien anak dengan
SLE menurut Kyle (2014) sebagai berikut :
a. Riwayat Kesehatan
Kaji penjelasan lengkap sakit saat ini dan keluhan utama. Tanda dan gejala umum
yang dilaporkan selama riwayat kesehatan adalah riwayat infeksi, keletihan,
demam, perubahan berat badan, nyeri atau pembengkakan pada sendi, baal,
kesemutan atau rasa dingin pada ekstremitas, atau perdarahan yang memanjang.
Kaji untuk faktor risiko, yang meliputi jenis kelamin wanita; riwayat keluarga;
keturunan Afrika, Amerika Asli, atau Asia; infeksi terbaru; reaksi obat; atau
pajanan sinar matahari berlebihan.
b. Pemeriksaan Fisik
Ukur suhu dan dokumentasikan adanya demam. Observasi kulit untuk ruam
malar (ruam yang berbentuk seperti kupu-kupu di pipi); lesi diskoid pada wajah,
kulit kepala atau leher; perubahan pada pigmentasi kulit; atau jaringan parut.
Dokumentasikan alopesia. Inspeksi rongga mulut terhadap ulkus / ulserasi yang
tidak terasa nyeri dan sendi untuk edema. Ukur tekanan darah, karena hipertensi
dapat terjadi akibat terpengaruhnya ginjal. Auskultasi paru; suara nafas tambahan
dapat ditemukan jika sistem pulmonal terpengaruh. Palpasi sendi, observasi area
nyeri tekan (pada SLE, gangguan abdomen lebih umum ditemukan pada anak
daripada orang dewasa).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Fatigue
c. Risiko infeksi
d. Gangguan citra tubuh
e. Risiko injuri
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut Factor yang Pain control Pain Management


berhubungan: Agen Indicator Aktivitas
injuri fisik a. Mengenali onset a. Melakukan
nyeri pengkajian nyeri
b. Menjelaskan factor termasuk lokasi,
penyebab karateristik,
c. Melaporkan onset/durasi,
perubahan nyeri frekuensi, kualitas
d. Melaporkan gejala atau keparahan nyeri,
yang tidak terkontrol dan factor pencetus
e. Menggunakan nyeri
sumber daya yang b. Observasi tanda
tersedia untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri ketidaknyamanan,
f. Mengenali gejala terutama pada pasien
nyeri yang yang tidak bisa
berhubungan dengan berkomunikasi secara
penyakit efektif
g. Melaporkan nyeri c. Gunakan strategi
terkontrol komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalama nyeri
pasien dan respon
pasien terhadap nyeri
d. Kaji pengetahuan dan
kepercayaan pasien
tentang nyeri
e. Tentukan dampak
dari nyeri terhadap
kualitas hidup (tidur,
selera makan,
aktivitas, dll)
f. Evaluasi keefektifan
manajemen nyeri
yang pernah
diberikan
sebelumnya
g. Control factor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
ketidaknyamanan
pasien
h. Kolaborasi dengan
pasien, anggota
keluarga, dan tenaga
kesehatan lain untuk
implementasi
manajemen nyeri
nonfarmakologi
i. Dukung pasien untuk
menggunakan
pengobatan nyeri
yang adekuat

Fatigue Karakteristik : Fatigue level Energy Management


Factor yang Indicator Aktivitas :
berhubungan : anemia a. Kelelahan a. Kaji status fisik
b. Kualitas tidur pasien untuk
c. Kualitas istirahat kelelahan dengan
memperhatikan umur
d. Hematocrit dan perkembangan
b. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
keterbatasan
c. Gunakan instrument
yang valid untuk
mengukur kelelahan
d. Tentukan aktivitas
yang boleh dilakukan
dan seberapa berat
aktivitasnya
e. Monitor asupan
nutrisi untuk
mendukung sumber
energy yang adekuat
f. Konsultasi dengan
ahli gizi tentang
peningkatan asupan
energy
g. Bantu pasien untuk
beristirahat sesuai
jadwal - Dorong
pasien untuk tidur
siang
h. Bantu pasien
melakukan aktivitas
fisik regular

Risiko infeksi Factor Infection severity Infection Control


risiko : Imunosupresi Indicator : Aktivitas :
a. Demam a. Pertahankan teknik
b. Nyeri isolasi jika
c. Limpadenopati diperlukan
d. Penurunan jumlah b. Batasi jumlah
sel darah putih pengunjung
Risk control c. Ajarkan kepada
tenaga kesehatan
untuk meningkatkan
cuci tangan
d. Ajarkan pasien dan
pengunjung untuk
cuci tangan
e. Cuci tangan sebelum
dan sesudah
melakukan
perawatan kepada
pasien
f. Lakukan perawatan
aseptic pada IV line
g. Tingkatkan asupan
nutrisi yang adekuat
h. Dorong pasien untuk
istirahat
i. Ajarkan pada pasien
dan keluarga cara
untuk mencegah
infeksi

Gangguan citra tubuh Body image Body image enhancement


Karakteristik : Indicator : Aktivitas :
a. Perilaku a. Gambaran internal a. Tentukan harapan
menghindari salah diri pasien tentang citra
satu bagian tubuh b. Keserasian anatara tubuhnya
b. Respon nonverbal realitas tubuh, ideal berdasarkan tingkat
terhadap perubahan tubuh, dan perkembangan
pada tubuh b. Bantu pasien
penampilan tubuh mendiskusikan
c. Kepuasan terhadap penyebab penyakit
penampilan tubuh dan penyebab
d. Perilaku terjadinya perubahan
menggunakan pada tubuh Bantu
strategi untuk pasien menetapkan
meningkatkan batasan perubahan
fungsi tubuh actual pada tubuhnya
c. Gunakan anticipatori
guidance untuk
menyiapkan pasien
untuk perubahan
yang dapat diprediksi
pada tubuhnya
d. Bantu pasien
menentukan
pengaruh dari
kelompok sebaya
dalam
mempresentasikan
citra tubuh
e. Bantu pasien
mendiskusikan
perubahan yang
disebabkan karena
masa pubertas
f. Identifikasi
kelompok dukungan
unutk pasien
g. Monitor frekuensi
pernyataan pasien
tentang kritik
terhadap dirinya
h. Gunakan latihan
pengakuan diri
dengan kelompok
sebaya

Risiko Injuri Risk control Risk identification


Factor Risiko : Indicator : Aktivitas :
Disfungsi autoimun a. Mencari informasi a. Review riwayat
tentang risiko pada kesehatan pasien
kesehatannya b. Review data yang
b. Identifikasi factor berasal dari
risiko pengkajian risiko
c. Mengakuir factor c. Tentukan sumber
risiko personal daya yang tersedia
d. Monitor factor seperti tingkat
risiko lingkungan pendidikan,
e. Melakukan strategi psikologis, finansial,
untuk control risiko dan dukungan
keluarga
d. Identifikasi sumber-
sumber ynag dapat
meningkatkan risiko
e. Identifikasi factor
risiko biologis,
lingkungan, dan
perilaku serta
hubungan antara
factor risiko
f. Tentukan rencana
untuk mengurangi
risiko
g. Diskusikan dan
rencanakan aktivitas
mengurangi risiko
dengan berkolaborasi
dengan pasein dan
keluarga
h. Implementasikan
rencana aktivitas
mengurangi risiko

Ketidakseimbangan NOC : a. Kaji adanya alergi


nutrisi kurang dari a. Nutritional status : makanan
kebutuhan tubuh Adequacy of b. Kolaborasi dengan
Berhubungan nutrient ahli gizi untuk
dengan :Ketidakmampu b. Nutritional Status : menentukan jumlah
an untuk memasukkan food and Fluid kalori dan nutrisi
atau mencerna nutrisi Intake yang dibutuhkan
oleh karena faktor c. Weight Control pasien
biologis, psikologis atau c. Yakinkan diet yang
Setelah dilakukan
ekonomi. dimakan
tindakan keperawatan
DS : mengandung tinggi
selama 1x24 jam nutrisi
a. Nyeri abdomen serat untuk mencegah
kurang teratasi dengan
b. Muntah konstipasi
indikator:
c. Kejang perut d. Ajarkan pasien
a. Albumin serum
d. Rasa penuh tiba-tiba bagaimana membuat
b. Pre albumin serum
setelah makan catatan makanan
c. Hematokrit
harian.
DO: d. Hemoglobin
e. Monitor adanya
a. Diare e. Total iron binding
penurunan BB dan
b. Rontok rambut yang capacity
gula darah
berlebih f. Jumlah limfosit
f. Monitor lingkungan
c. Kurang nafsu makan
selama makan
d. Bising usus berlebih
g. Jadwalkan
e. Konjungtiva pucat
pengobatan dan
f. Denyut nadi lemah
tindakan tidak selama
jam makan
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
j. Monitor mual dan
muntah
k. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
l. Monitor intake
nuntrisi
m. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
n. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
o. Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
p. Kelola pemberian
anti emetik
q. Anjurkan banyak
minum
r. Pertahankan terapi
IV line
s. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oval
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau
inflamasi multisystem yang disebabkan oleh banyak faktor dan di karakterisasi oleh
adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap Double Stranded
Deoxyribose-Nucleid Acid (dsDNA), berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler,
sel-sel darah fisfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme
pengaktifan komplemen (Hasdianah dkk, 2014).

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai