Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH (HDR)

1. DEFINISI 
Gangguan jiwa yaitu adanya respon maladaptive terhadap stressor dan
menjadi kumpulan beberapa tanda dan gejala gangguan seperti gangguan
kecemasan, bipolar, depresi, gangguan mood, gangguan kepribadian, dan
skizofrenia. Skizofrenia adalah salah satu penyakit otak yang serius di mana
seorang individu akan mengalami gangguan persepsi dalam panca inderanya,
perasaan negative terhadap dirinya dan orang lain, inkohern ketika berbicara,
kurang motivasi bekerja, dan tidak mampu merawat diri (NIMH, 2016). Salah
satu gejala negatif dari skizofrenia adalah perubahan perilaku individu yang
mana selalu menilai diri dan orang lain negative, atau menilai rendah terhadap
kemampuan yang dimilikinya yang disebut harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen,
1995). Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. 
Harga diri merupakan variabel yang sangat penting dalam konsep diri
karena harga diri merupakan komponen evauatif dari konsep diri itu sendiri.
Lenner dan Spanier (1980) mengemukakan harga diri merupakan tingkat
penilaian yang positif atau negate yang berkenan dengan konsep diri seseorang.
Harga diri rendah, individu senantiasa menampakkan perilaku penuh
keputusasaan dan depresi. Merasa terisolasi, tidak menarik, tidak mampu
mengekpresikan diri, serta terlalu takut menghadapi kelemahan dan
kekurangan dirinya. Branden (1981) mengemukakan seseorang yang memiliki
harga diri rendah mudah dihinggapi rasa takut seperti perasaan tidak diterima,
takut gagal atau takut berbuat kesalahan dan cenderung mudah putus asa bila
menghadapi masalah serta cenderung menenggelamkan diri pada rutinitas. Hal
lain yang terdapat pada individu dengan harga diri rendah adalah takut
menunjukkan rasa marah terhadap orang yang bersalah, lebih suka menjadi
pendengar dari pada aktif berpartisipasi, sangat peka terhadap kritik, sering
disibukkan oleh persoalan dalam dirinya, dan cenderung menarik diri dari
pergaulan.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan tidak
berdaya akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri dalam
waktu yang lama dan terus menerus (SDKI, 2016).
Harga diri rendah merupakan suatu penyakit ditandai dengan adanya
perasaan tidak berharga, penilaian buruk terhadap dirinya, perasaan tidak
berguna, dan memalukan (Townsend, 2011).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berguna, tidak berarti, dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.

2. TANDA DAN GEJALA HARGA DIRI RENDAH


1. Pesaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahgunakan/mengejek dan mngkritik diri
sendiri.
3. Merendahkan martabat.misalnya saya tidka bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan hubungan social, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri, akibat harga diri yangrendah disertai harapan yang suram
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI RENDAH


1. Perkembangan Individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang
tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengakibatkan anak gagal
mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat
anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan
pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa
tidak adekuat karena selalu tidak percaya untuk mandiri dan memutuskan
sendiri akan bertanggung jawab terhadap perilakunya.

2. Sikap Orang Tua yang Terlalu Mengatur


Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak
merasa tidak berguna.

3. Ideal Diri tidak Realistis


Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak
untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak dapat
dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis yang pada
kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri
dan akhirnya percaya diri akan hilang. Gangguan fisik dan mental dapat
membuat individu dan keluarga merasa rendah diri. System keluarga yang
tidak berfungsi.

4. Klasifikasi Harga Diri Rendah


1. Situasional
Yaitu terjadi trauma tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecalakaan, dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena
sesuatu (korban pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena:
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perianal.
b. Harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai dan berbagai
tindakan tanpa persetujuan.

2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama
sebelum penyakit dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang
negative, sehingga kejadian sakit dan dirawat akan menambah
persepsi negative pada dirinya. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.

5. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Masalah Keperawaan Harga Diri


Rendah Kronik
1. Faktor Biologis
Faktor ini berkaitan dengan patofisioli. Faktor risiko yang
berhubungan dengan penampilan tubuh akibat kehilangan anggota
tubuh (kecacatan tubuh); penurunan atau kehilangan fungsi tubuh
akibat penyakit seperti diabetes mellitus, penyakit kardivaskuler,
gagal ginjal, kanker dan sebagainya. Trauma, pembedahan,
maupun cacat bawaan juga menjadi faktor resiko harga diri rendah
kronis. Faktor lainnya berhubungan dengan ketidakseimbangan
neurofisiologi/biokimiawi tubuh seperti neurotrasmiter.

2. Faktor Psikologis (situasi personal, perkembangan maupun


lingkungan) seperti:
 Kebutuhan yang tidak terpenuhi.
 Perasaan ditinggalkan oleh orang yang dicintai karena
kematia, perpisahan dengan orang yang berarti, penculikan
atau pembunuhan anak.
 Perasaan kegagalan seperti kehilangan pekerjaan atau
kemampuan bekerja, tidak bekerja, penurunan/peningkatan
berat badang, konflik pernikahan, masalah keuangan,
sindrom premenstruasi, kegagalan akademik.
 Harapan orang tua tidak realistis terhadap anak dan
sebaliknya.
 Penolakan dari orang tua.
 Kurang mempunyai tanggung jawab personal.
 Ketergantungan pada orang lain.
 Ideal diri yang tidak realistis.
 Pengaruh penilaian internal individu.
 Riwayat institusionalisasi seperti penjara, panti asuhan, panti
wreda, rumah sakit jiwa.
 Riwayat kegagalan berulang.

3. Faktor Perkembangan individu juga dapat menjadi faktor


risiko harga diri rendah meliputi:
1. Tahap perkembangan bayi, toddler, dan prasekolah
 Kurang stimulasi emosi sehingga tidak terpengaruhi
kebutuhan emosional.
 Perpisahan dengan orang yang dekat dengan anak.
 Penilaian negative yang terus menerus oleh orang lain
terutama orang tua.
 Kurangnya dukungan social dari orang tua.
 Tidak mampu membangun rasa percaya kepada orang lain.

2. Tahap perkembangan usia sekolah


 Umpan balik negative yang berulang-ulang.
 Kehilangan kelompok teman sebaya.
 Kegagalan pencapaian nilai akademik di sekolah.
3. Tahap perkembangan remaja
 Kehilangan kelompok teman sebaya.
 Kegagalan pencapaian akademik di sekolah.
 Kehilangan orang yang berarti.
 Kegagalan memiliki otonomi atau kebebasan.

4. Tahap perkembangan dewasa tengah


 Berkaitan dengan proses penuaan, pernikahan, dan peran
baru sebagai orang tua.

5. Tahap perkembangan lanjut usia


 Berkaitan dengan berbagai macam kehilangan (pasangan,
penurunan fungsi tubuh, pekerjaa/pension, finansial) dan
sebagainya.

4. Faktor Sosial Budaya


 Penilaian negative dari lingkungan terhadap pasien yang
mempengaruhi penilaian pasien
 Social ekonomi rendah
 Riwayat penolakan lingkungan masyarakat
 Tingkat pendidikan rendah.

6. Rentang Respon

Rentang Respon Konsep Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Difusi Disosiasi


Diri Positif Rendah Indentitas Depersonalisasi

Rentang repon konsep diri (Stuart, 2013)


7. Diagnosis 
Penetapan diagnosis keperawatan: harga diri rendah kronis
1) Gejala Mayor (80% s.d 100%) antara lain:
 Mengatakan hal-hal negative terhadap diri sendiri (contoh: merasa tidak
berguna, tidak tertolong.
 Merasa malu/bersalah.
 Merasa tidak mampu mengatasi masalah.
 Merasa tidak mampu melakukan sesuatu.
 Menolak pemberian umpan balik positif terhadap diri sendiri.
 Menilai diri negative secara berlebihan.
 Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif apapun.
 Ragu-ragu untuk melakukan hal yang baru.

2) Gejala Minor (50% s.d 79%) antara lain:


 Sering menyampaikan kegagalannya
 Bergantung pada keputusan orang lain
 Penampilan tubuh tidak sesuai dengan budaya yang diharapkan
(berjalan lamban, postur tubuh menunduk, kontak mata berkurang)
 Pasif, tidak mampu asertif
 Mencari pembenaran yang berlebihan
 Berbicara pelan dan lirih.

8. Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah


1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah, situasional atau kronik
2. Keputusasaan
3. Isolasi social: menarik diri
4. Risiko perilaku kekerasan 
(Stuart and Sundeen, 1995)

9. Penatalaksanaan 
1. Psikofarmaka
1) Chlorpromazine (CPZ): 3 x100 mg
a. Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dam melakukan kegiatan
rutin.
b. Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak
khususnya sistem ekstra piramidal.  
c. Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan
kesadaran yang disebabkan CNS Depresi.
d. Efek samping
 Sedasi.
 Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik /
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi
dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung).
 Gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindrom parkinsontremor, bradikinesia rigiditas).
 Gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti).
 Metabolik (Jaundice).
 Hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka Panjang

2) Halloperidol (HP): 3 x 5 mg
a. Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia
pada lansia, pengendalian hiperaktivitas dan masalah
perilaku berat pada anak-anak.
b. Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja
sebagai antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania,
penyebab maniak depresif, skizofrenia dan sindrom
paranoid. Di samping itu halloperidol juga mempunyai
daya anti emetik yaitu dengan menghambat sistem
dopamine dan hipotalamus. Pada pemberian oral
halloperidol diserap kurang lebih 60–70%, kadar puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap 2-
4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi
berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama
urine dan sebagian kecil melalui empedu. 
c. Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita
yang hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan
koma.
d. Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat
terjadi reaksi ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau
gemetar. Kadang-kadang terjadi gangguan percernaan dan
perubahan hematologik ringan, akatsia, dystosia, takikardi,
hipertensi, EKG berubah, hipotensi ortostatik, gangguan
fungsi hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi,
oedem, retensio urine, hiperpireksia, gangguan akomodasi.

3) Trihexypenidil (THP): 3 x 2 mg
a. Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra
piramidal berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik. 
b. Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan
keseimbangan kedua neurotransmiter mayor secara alamiah
yang terdapat di susunan saraf pusat asetilkolin dan
dopamin, ketidak seimbangan defisiensi dopamin dan
kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor
asetilkolin disekat pada sinaps untuk mengurangi efek
kolinergik berlebih.
c. Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain,
glaukoma, ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau
obstruksi leher kandung kemih, anak di bawah 3 tahun,
kolitis ulseratif. 
d. Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing,
penglihatan kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori,
kegugupan, delirium, kelemahan, amnesia, sakit kepala.
Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, hipertensi,
takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering,
mual, muntah, distres epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon,
ileus paralitik, parotitis supuratif. Pada perkemihan seperti
retensi urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan mencapai
atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti
depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.

2. Psikoterapi 
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan
atau latihan bersama.
3. Therapy Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang
satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis
terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005) 

4. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata. 
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok
stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy
aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005). Dari empat jenis
therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada
individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapy
aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai
stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah
(KeliatdanAkemat,2005).

PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN HDR

Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien
sebagai respon terhadap situasi saat ini.

Penyebab :
 Perubahan pada citra tubuh
 Perubahan peran sosial
 Ketidak adekuatan pemahaman
 Perilaku tidak konsisten dengan nilai
 Kegagalan hidup berulang
 Riwayat kehilangan
 Riwayat penolakan
 Transisi perkembangan

Gejala dan Tanda Mayor :


Subjektif :
 Menilai diri negatif (mis. tidak berguna, tidak tertolong)
 Merasa malu/bersalah
 Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
 Melebih-lebihkan penilaian positif tentang diri sendiri
Objektif :
 Berbicara pelan dan lirih
 Menolak berinteraksi dengan orang lain
 Berjalan menunduk
 Postur tubuh menunduk

Gejala dan Tanda Minor :


Subjektif
 Sulit berkonsentrasi
Objektif
 Kontak mata kurang
 Lesu dan tidak bergairah
 Pasif
 Tidak mampu membuat keputusan

Kondisi Klinis Terkait :


 Cedera traumatis
 Pembedahan
 Kehamilan
 Kondisi baru terdiagnosis (mis.diabetes melitus)
 Stroke
 Penyalahgunaan zat
 Demensia
 Pengalaman tidak menyenangkan

Diagnosa keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah Kronis
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Gangguan konsep Setelah 2 kali interaksi 1) Sapa klien
diri : Harga Diri klien menunjukkan dengan ramah
Rendah Kronis eskpresi baik verbal
1. wajah bersahabat maupun non
2. menunjukkan verbal.
rasa senang 2) Perkenalkan
3. ada kontak mata, diri dengan
4. mau berjabat sopan.
tangan 3) Tanyakan nama
5. mau lengkap dan
menyebutkan nama panggilan
nama, mau yang disukai
menjawab salam, klien.
6. klien mau duduk 4) Jelaskan tujuan
berdampingan pertemuan.
dengan perawat, 5) Jujur dan
7. mau menepati janji.
mengutarakan 6) Tunjukan sikap
masalah yang empati dan
dihadapi. menerima klien
apa adanya
7) Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan
dasar klien.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Buku


Abdul Muhith, Monica Bendetu (ed), Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: CV Andi Offset, 2015.
Emi Wuri Wuryaningsih, Heni Dwi Windarwati, dkk, Keperawtan Kesehatan
Jiwa 1. Jember: UNEJ Press, 2018.
I Wayan Mustika (ed), Psikologi Landasan Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: CV Andi Offset, 2017.

Sumber dari Jurnal


KHani Tuasikal, Moomina Siauta, Selpina Embuai, Upaya Peningkatan Harga
Diri Rendah Dengan Terapi Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi) di
Ruang Sub Akut Laki RSKD Provinsi Maluku. Jurnal Kesehatan, Vol. 2
No. 4 (Oktober, 2019): 345-351.
Dewi Narullita, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Rendah Lansia di
Kabupaten Bungo. Jurnal Endurance 2(3) October 2017 (354-361).

Sumber dari Tesis


Meryana, Upaya Meningkatkan Harga Diri Dengan Kegiatan Positif Pada Pasien
Harga Diri Rendah. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017.

Anda mungkin juga menyukai