Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DAN KASUS PADA PASIEN

SINDROMA NEFROTIK

DISUSUN OLEH :

MUTHMAINNAH G1B111017

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai


oleh proteinuria, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas.Di klinik (75 % - 80 %) kasus Sindroma Nefrotik merupakan
Sindroma Nefrotik Idiopatik. Pada anak-anak (<16 tahun) paling sering ditemukan
nefropatik lesiminimal (75 % - 85 %) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80 % < 6
tahun saatdiagnosis di buat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita.
Pada orangdewasa paling banyak nefropati membranosa (30 % - 50 %), umur
rata-rata 30-50tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2:1. Kejadian
Sindroma Nefrotik idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun, sedangkan pada
dewasa 3/1.000.000/tahun.

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit yang sering


ditemukan diIndonesia. Angka kejadian SN pada anak tidak diketahui pasti,
namun diperkirakan pada anak berusia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai
7 kasus per tahun padasetiap 1.000.000 anak. Sindroma nefrotik tanpa disertai
kelainan sistemik disebut SN primer, ditemukan pada 90% kasus SN anak.
Insiden sindroma nefrotik primer ini 2kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur
kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak
kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-lakidan perempuan pada anak sekitar 2:1.
Laporan dari luar negeri menunjukkan dua pertiga kasus anak dengan SN
dijumpai pada umur kurang dari lima tahun.

Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling


banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal.  International Study Kidney
Disease inChildren ( ISKDC ) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan
minimal. Apabila penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik

2
dan berhubungandengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik
sekunder.

1.1 Rumusan Masalalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar teori Sindrom Nefrotik?
2. Bagaimana asuhan keperawatan Sindrom Nefrotik secara teoritis ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan scenario kasus Sindrom
Nefrotik?

1.2 Tujuan 
a. Tujuan Umum:
       Mengetahui dan memahami konsep darsar Sindrom Nefrotik dan Asuhan
Keperawatan gangguan Sindrom Nefrotik
b. Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahuii letak anatomi dan fisiologi ginjal
2. Untuk mengetahui definisi Sindrom Nefrotik
3. Untuk mengetahui epidemiologi Sindrom Nefrotik
4. Untuk mengetahui etiologi penyakit Sindrom Nefrotik
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan woc Sindrom Nefrotik
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Sindrom Nefrotik
7. Untuk mengetahui klasifikasi Sindrom Nefrotik
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Sindrom Nefrotik
9. Untuk mengetahui penata laksanaan Sindrom Nefrotik
10. Untuk mengetahui komplikasi Sindrom Nefrotik
11. Untuk mengetahui pengkajian teori Sindrom Nefrotik
12. Untuk mengetahui diagnosa teori Sindrom Nefrotik
13. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori Sindrom Nefrotik
14. Untuk mengetahui pengkajian berdasarkan kasus Sindrom Nefrotik
15. Untuk mengetahui diagnosa berdasarkan kasus Sindrom Nefrotik

3
16. Untuk mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan kasus Sindrom
Nefrotik

1.4 Manfaat
1. Masyarakat
Untuk mengetahui bagaimana mengetahui penyebab penyakit Sindrom
Nefrotik dan bagaimana mencegah penyakit Sindrom Nefrotik
2. Mahasiswa Keperawatan
Untuk mengetahui dan memahami penyakit Sindrom Nefrotik serta asuhan
keperawatan stroke sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik
di rumah sakit.
3. Perawat
Sebagai bahan kajian dan informasi bagi mahasiswa serta menambah
wawasan tentang Sindrom Nefrotik

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitonel dengan panjang ± 11-12 cm, di samping kiri kanan vertebra. Pada
umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan
lebih dekat ke garis tengah tubuh.
Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas
bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infant, ginjal
berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu
dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula
terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata12 buah.
Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh columna bertini. Dasar piramid di tutup
oleh korteks, sedang puncaknya (papila marginalis) menonjol kedalam kaliks
minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor / minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di
pelvis renalis inilah keluar ureter. Korteks sendiriterdiri atas glomerulus dan
tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini
akan membentuk nefron, satu unit nefron terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang di masukkan pula duktus
koligentes) (Price, 2001).
Tiap ginjal mempunyai ± 1,5 – 2 jutanefron, berarti pula ± 1,5 – 2 juta juta
glomeruli.Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini
filtrat dimulai, filtrat adalah isotonik dengan plasma pada angka 285 mosmol.
Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat telah diabsorbsi, meskipun
konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah
melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas
melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya
menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat filtrat bergerak sepanjang

5
tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotik
denganplasma darah pada ujung duktus mengumpul.
Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi
konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah
direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,
2001).

2.2. Fisiologi Ginjal


Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi
yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output..
Menurut Syarifuddin (2002) “ Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-
zattoksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan
keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa
metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak”. Tiga tahap
pembentukan urine :
a.Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air
dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau
sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR
normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan tubuh). GFR normal
umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus

6
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekananhidrostatik filtrat
dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus
tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-teka
nan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b.Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
c.Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar daricairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau
ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa
hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan
kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik

2.3 Definisi
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemiadan hiperkolesterolemia,kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).

7
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbumenemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda.
2002).
Sindroma Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
injuri oleh glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria,hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi
dan Rita Yuliani, 2001).
Sindroma Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/ 100 ml) yang disertai atau tidak di sertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa sindroma nefrotik pada anak adalah status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif, dengan karakteristik : proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia.

2.4 Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-
antibodi. Menurut Ngatisyah 2005 ada 3 etiologi yaitu:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten
terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.

8
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena
renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam
4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis
proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

2.5 Epidemiologi
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. (1)
Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering
ditemukan pada usia 18 bulan-4 tahun. (2)
kejadian sindrom nefrotik pada anak
sekitar 1-2/100.000 anak. (3)
Rasio laki-laki:perempuan = 2:1, sehingga dikatakan
pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

2.6 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:
a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan
periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.

9
2.7 Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir
normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan
bayi jika tidak dilakukan dialysis.

2.8 Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan
ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein
terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang

10
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan
edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang
peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air
dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma
tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan
memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone
akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,
trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002:
383).

2.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine
kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan

11
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

2.10 Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan
keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan
untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan
berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai
1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah
terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan.
Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang
timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/
kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan
bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester
atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester
harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak
mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab
dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen
dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan
infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga

12
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan
siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga
dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul
pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn
sakit.

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain:
1. Infeksi sekunder
Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
2. Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
3. Trombosis vaskuler
Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X. Trombus lebih sering
terjadi di sistem vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid
4. Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal
(Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Penerbit Buku Kedokteran)

13
2.12 Diagnosa Keperawatan
1. Pengkajian

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya


peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat


badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang
timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan
abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah
lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).

d. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin
ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
( Wong, Donna L, 2004 : 550)
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
(Carpenito,1999: 204)
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito,
1999:204).
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna,
2004:553).
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

3. Perencanaan Keperawatan

14
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma
(Wong, Donna L, 2004)
Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat
mempertahankan keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak
terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi
edema.
Intervensi:
1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
2) Observasi perubahan edema
3) Batasi intake garam
4) Ukur lingkar perut
5) timbang berat badan setiap hari
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes,
2000)
Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor
efeknya
Tujuan : Pola nafas adekuat
Kriteria Hasil : Frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas
normal
Intervensi:
1) auskultasi bidang paru
2) pantau adanya gangguan bunyi nafas
3) berikan posisi semi fowler
4) observasi tanda-tanda vital
5) kolaborasi pemberian obat diuretic
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
(Carpenito,1999)
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan
masukan yang adekuat, mempertahankan berat
badan

15
Intervensi:
1) tanyakan makanan kesukaan pasien
2) anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3) pantau adanya mual dan muntah
4) bantu pasien untuk makan
5) berikan makanan sedikit tapi sering
6) berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif.
(Carpenito, 1999).
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl
dalam batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
1) cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2) pantau adanya tanda-tanda infeksi
3) lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4) anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5) kolaborasi pemberian antibiotic
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004)
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat
energi
Kriteria Hasil : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan
kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan
toleransi aktivitas
Intervensi:
1) pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2) rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3) anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4) berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004)
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit

16
Kriteria Hasil : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan
kulit
Intervensi:
1) inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2) berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3) ubah posisi tidur setiap 4 jam
4) gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong,
Donna, 2004).
Tujuan : tidak terjadi gangguan boby image
Kriteria Hasil : menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan
perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1) gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2) dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3) berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan : tidak terjadi diare
Kriteria Hasil : pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
1) observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2) identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3) berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.

17
18
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Skenario Kasus


An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan
keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian
wajah dan mata. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari
mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga
menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-) dan sesak nafas
(-). Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum
pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV
didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,7 0C, dan tekanan darah
130/80mmHg. BB= 42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh
HB : 10,9 g/dl, WBC : 5.900, trombosit : 398.000, Ht : 33%, kolesterol total 479
gr/dl, protein total 2,4 g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum :
31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada pemeriksaan urin
lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH
5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit
(+1). Th/ medikamentosa yg diberikan furosemid 2x30gr.

3.2 Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 6 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Diagnosa medis : Sindrom Nefrotik

19
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah
dan mata
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak Ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
e. Riwayat Obat – Obatan
Tidak Ada

3. Pengkajian persistem
a.    Sistem pernapasan.
RR: 44x/i,
b.   Sistem kardiovaskuler.
Nadi 112 X/mnt, tekanan darah 130/80 mmHg, 
c.    Sistem persarafan.
Tidak ada gangguan
d.    Sistem perkemihan.
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak
keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2),
protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Sejak 4 hari yang lalau
BAK berwarna merah tua dan sedikit.
e.    Sistem pencernaan.
Sembab di daerah perut, HB: 10,9g/dl, pasien anoreksia (+),
f.    Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.

20
g.    Sistem integumen.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, pada saat pengkajian terlihat
terdapat luka borok pada kulitAn.A, oedem priorbita (+), hipoalbuminemia
(+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
h.   Sistem endokrin
Tidak ada gangguan
i.    Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan
j.    Persepsi orang tua
Tidak ada gangguan

Tanda- Tanda Vital


No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Nadi 112 x/menit 90 – 110 x/menit Tidak Normal
2. RR 44 x/menit 15 – 25 x/menit Tidak Normal
3. Suhu 36,7 oC Rektal : 36,5 – 38 oC Normal
Oral : 36 – 37,5 oC
Aksila : 35,5 – 37oC
4. TD 130/80mmHg 60 – 110 / 40 – 75 Tidak Normal
mmHg
5. BB 42kg Normal
6. PB 136cm Normal

(Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan Evaluasi)

21
Pemeriksaan Lab Darah Rutin
No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Hb 10,9 g/dl 11- 16 gr% Tidak Normal
2. WBC 5.900 4500-13500/mm3 Normal
3. Trombosit 398.000 200000 - 475000 Normal
mikroliter
4. Ht 33% 31-43% Normal
5. Kolesterol total 479 gr/dl < 200 Tidak Normal
6. Protein total 2,4 g/dl 6,2 – 8,0 Tidak Normal
7. Albumin 1,0 g/dl 4,0 – 5,8 Tidak Normal
8. Globulin 1,46 g/dl 1,3 – 2,7 Normal
9. Ureum 31mg/dl 5 – 20 Tidak Normal

Pemeriksaan laboratorium and Diagnostik, Joyce LeFever Kee

Pemeriksaan Urin Lengkap


No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Warna Kuning, Kuning jernih Tidak Normal
kejernihan :agak
keruh
2. Berat jenis 1,005 1,010 – 1,020 Tidak Normal
3. Ph 5,5 5 -7 Normal

Pediatrika, edisi : 7

22
DATA FOKUS

Data Subjek:
1. An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit
dengan keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan
terutama dibagian wajah dan mata.
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
3. Ibunya mengatakan sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan
sedikit.
DO:
1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A.
2. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
3. pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu
: 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. BB= 42kg, PB 136cm.
4. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC : 5.900,
trombosit : 398.000, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4
g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl,
5. Ureum : 31mg/dl
6. Pasien anoreksia (+)
7. oedem priorbita (+),
8. hipoalbuminemia (+)
9. dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada
10. pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak
keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
11. bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1).

23
ANALISA DATA

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : Retensi natrium Kelebihan Volume Cairan
 Ibu An.A mengatakan badan anaknya bengkak-
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan
mata
 Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur
pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
 Ibunya mengatakan Sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit.

DO :
 Ureum : 31mg/dl
 Berat jenis : 1,005,

24
 Tekanan darah 130/80mmhg
 Oedem priorbita (+),
 Nadi 112x/menit,
 RR : 44x/menit
 Pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat ii
 Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna :
kuning, kejernihan :agak keruh,
 Urobilonogen (+1),
 Leukosit (+1)
2. DS : Asites Ketidakseimbangan Nutririsi
 Ibunya mengatakan sembab juga menyebar dibagian (menekan lambung)
perut
DO :
 Pasien anoreksia (+),
 Hipoalbuminemia (+)
 Protein total 2,4 g/dl,
 Albumin: 1,0 g/dl
 Kolesterol total 479 gr/dl,

25
3. DS : Imobilisasi Kerusakan Integritas Kulit
DO :
 Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A
 Keadaan umum pasien tampak sakit sedang

Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Edema ditandai dengan Ibu An.A mengatakan badan anaknya bengkak-bengkak di
seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
Ureum :31mg/dl Berat jenis : 1,005,Tekanan darah 130/80mmhg Oedem priorbita (+), Nadi 112x/menit, RR : 44x/menit Pada
ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat ii Th/ Sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit Pada pemeriksaan
urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, Urobilonogen (+1), Leukosit (+1)

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Imobilisasi d.d Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Asites (menekan lambung) d.d Ibunya mengatakan
sembab juga menyebar dibagian perut Pasien anoreksia (+), Hipoalbuminemia (+)Protein total 2,4 g/dl,Albumin: 1,0 g/dl
Kolesterol total 479 gr/dl,

26
Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Hasil
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan 1. Timbang berat badan pasien. 1. Merupakan indikator yang
berhubungan. Edema tindakan keperawatan 2 sensitif untuk menunjukkan
ditandai dengan x 24 jam diharapkan penambahan cairan.
DS : tidak terjadi kelebihan 2. Awasi pemasukan dan 2. Membandingkan pengeluaran
 Ibu An.A volume cairan dengan pengeluaran cairan. actual dan yang diantisipasi
mengatakan badan Kriteria Hasil : membantu dalam evaluasi
anaknya bengkak- 1. Anak tidak adanya kerusakan ginjal,
bengkak di seluruh bengkak-bengkak mendeteksi retensi urin.
3. Ukur lingkar abdomen setiap
badan terutama di seluruh badan 3. Untuk mengetahui
hari.
dibagian wajah dan terutama dibagian perkembangan akumulasi cairan
4. Pantau tanda-tanda vital
mata wajah dan mata 4. Apabila terdapat peningkatan

27
 Ibunya mengatakan 2. Ureum normal, pasien. volume cairan tanda-tanda vital
Sejak 4 hari yag lalu berat jenis normal, akan terpengaruh.
BAK berwarna tekanan darah 5. Kurangi pemasukan cairan. 5. Mempertahankan keseimbangan
merah tua dan normal, oedem cairan untuk homeostatis.
sedikit. priorbita ( ), 6. Batasi natrium
- dan cairan 6. Natrium dibatasi untuk
ekstremitas piting sesuai indikasi. meminimalkan retensi cairan
DO : edema (-) dalam area ekstra vaskuler.
 Ureum : 31mg/dl 7. Kaji adanya odema. 7. Odema menunjukan adanya
 Berat jenis : 1,005, penimbunan cairan yang
 Tekanan darah berlebih.
8. Kaji ekstremitas bawah atau
130/80mmhg 8. Perpindahan cairan pada
edemis dependen.
 Oedem priorbita (+), jaringan sebagai akibat dari

 Nadi 112x/menit, retensi natrium dan air.


9. Pantau jumlah dan
9. Mendeteksi komplikasi.
 RR : 44x/menit karakteristik urin.
Untuk membantu intervensi dalam
 Pada ektstremitas Identifikasi output urin.
pemberian Input cairan.
pitting edema (+)
dengan derajat ii
 Pada pemeriksaan
urin lengkap

28
diperoleh warna :
kuning,
kejernihan :agak
keruh,
 Urobilonogen (+1),
 Leukosit (+1)
2. Kerusakkan Setelah dilakukan 1. Kaji lingkungan dan 1. Untuk menghindari kulit
integritas kulit b.d tindakan keperawatan peralatan yang pasien dari tekanan.
imobilisasi d.d selama 3x24 jam menyebabkan terjadinya
DS : kerusakkan integritas tekanan.
DO : kulit teratasi. 2. Anjurkan pasien untuk 2. Agar tidak terjadi gesekan
1. Pada saat dikaji Kriteria Hasil: menggunakan pakaian pada kulit pasien
terlihat terdapat  Luka borok yang longgar.
luka borok pada berkurang atau 3. Hindari adanya lipatan 3. Menghindari lecet padaa kulit
kulit An. A hilang, keadaan pada tempat tidur. pasien
2. Keadaan umum umum sakit 4. Jaga kebersihan kulit agar 4. Menjaga kelembapan kulit
pasien tampak sakit berkurang tetap bersih dan kering. pasien.
sedang 5. Lakukan mobilisasi pasien 5. Memberi kenyamananan
(ubah posisi pasien) setiap pasien

29
dua jam sekali.
6. Monitor integritas kulit 6. Memantau kulit pasien
akan adanya kemerahan.
7. Oleskan lotion atau 7. Mengurangi kerusakan kulit
minyak/baby oil pada pasien
derah yang tertekan .
8. Monitor aktivitas dan 8. Bantu mobilisasi pasien
mobilisasi pasien.
9. Monitor status nutrisi 9. Mencukupi nutrisi pasien
pasien.
10. Mandikan pasien 10.Menghindari kulit pasien dari
dengan sabun dan air iritasi
hangat.
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi seperti 11. Menyediakan data dasar untuk
kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan perubahan BB, pengukuran memantau perubahan dan
tubuh berhubungan dengan selama 2x24 jam klien antropometrik, nilai mengevaluasi intervensi.
asites (menekan lambung) terhindar dari resiko laboratorium (elektrolit,
DS : ketidakseimbangan serum, BUN, kreatinin,
4. Ibunya mengatakan nutrisi. protein, transferin dan kadar

30
sembab juga Kriteria Hasil: besi).
menyebar dibagian  Sembab di perut 2. Kaji pola diet dan nutrisi 12. Pola diet sekarang dan dahulu
perut menghilang, pasien seperti riwayat diet, dapat dipertimbangkan dalam
DO :  anoreksia (-), makanan kesukaan, hitung menyusun menu.
5. Pasien anoreksia  hipoalbuminea (-), kalori.
(+), protein total normal, 3. Tingkatkan masukan protein 13. Protein lengkap diberikan untuk
6. Hipoalbuminemia albumin normal yang mengandung nilai mencapai keseimbangan
(+) biologis tinggi: telor, produk nitrogen yang diperlukan untuk
3. Protein total 2,4 susu, daging. pertumbuhan dan penyembuhan.
g/dl, 4. Catat intake dan output 14. Monitoring asupan nutrisi bagi
4. Albumin: 1,0 g/dl makanan secara akurat. tubuh.
Kolesterol total 479 5. Kaji adanya anoreksia, 15. Gangguan nutrisi dapat terjadi
gr/dl, hipoproteinmia, diare. secara perlahan. Diare sebagai
reaksi edema intestinal.
6. Memberikan asupan makanan 16. Meminimalkan anoreksia dan
sedikit tapi sering. mual sehubungan dengan status
uremik atau menurunnya
peristaltik.
7. Timbang berat badan. 17. Mengetahui kehilangan berat

31
badan.
8. Berikan perawatan mulut 18. Menurunkan ketidakyamanan
sering. stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan
makanan.
9. Kolaborasi dengan ahli gizi. 19. Menentukan kebutuhan nutrisi
tubuh pasien.
10. Kolaborasi pemberian 20. Meningkatkan nafsu makan.
penambah nafsu makan atau
vitamin, dan anti emetik.

32
BAB IV
PENUTUP

 4.1 Kesimpulan
Sindroma Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus
proteinuri masif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per
hari (dalam praktek, cukup > 3,0-3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemi
kurang dari 3,0 gram per ml. Pada SN didapatkan pula lipiduria, kenaikan
serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida, serta
adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan hipoproteinemi.
Beberapa ahli penyakit ginjal menambahkan kriteria lain :
1.Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodies.
2.Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida
3.Sembab.
Masalah keperawatan
1.        Kelebihan volume cairan
2.        Gangguan pola nafas
3.        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4.        Hipertensi
5.        Proteinuria
7.        Intoleransi aktivitas
8.        Resiko Gangguan integritas kulit
9.        Gangguan pola eliminasi:ur

4.2 Saran
1.      Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
2.      Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3.      Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka.

33
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal


Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),


alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:


Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process


(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr.
Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai