Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. M DENGAN SINDROM NEFROTIK

DISUSUN OLEH :
YOANA SAMUL
NPM : 21203030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS
RUTENG
2021/2022
.

1
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA AN. M DENGAN SINDROM NEFROTIK

Menyetujui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns. Maria Getrida Simon.,MAN Ns. Filomena Asni Gara., S.Kep


NIDN:

2
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan


glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang
dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (Betz & Sowden, 2009).

Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,


hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

2. Anatomi Fisiologi

Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah yang
berada di kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah tulang rusuk
manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan
letaknya di sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung.
Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.
Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa
beratnya kira-kira 140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan
keluar pada hilus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar
suprarenalis (Irianto, 2013).

Gambar 1. Anatomi Ginjal (Abi, 2017)


3
Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan membentuk
pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri
atas bagian korteks dari sebelah luar dan bagian medula di sebelah dalam. Bagian
medula ini tersusun atas 15 sampai 16 massa berbentuk piramida yang disebut
piramis ginjał. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di
kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2013).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul
fibrosa terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh fasia gerota.
Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul gerota terdapat rongga perirenal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau
disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Di sebelah posterior,
ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI
dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2011).

Fisiologi Ginjal
Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan
plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh melalui
penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat yang dikehendaki tubuh
direabsropsi di tubulus. Sedangkan mekanisme kedua nefron adalah dengan
sekresi (prostaglandin oleh sel dinding duktus koligentes dan prostasiklin oleh
arteriol dan glomerulus). Beberapa fungsi ginjal adalah sebagai berikut
(Syaifuddin, 2011):
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin
yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urin yang diekskresikan jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion

4
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran
yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau
penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal akan meningkatkan
ekskresi ion-ion yang penting misalnya Na, K, Cl, Ca, dan fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makan (mixed diet) akan
menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari enam. Hal ini
disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan
sayur-sayuran, urin akan bersifat basa, pH urin bervariasi antara 4,8 sampai
8,2. Ginjal mengekskresikan urin sesuai dengan perubahan pH darah.
d. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, kreatinin, dan asam urat)
Nitrogen nonprotein meliputi urea, kreatinin, dan asam urat. Nitrogen dan
urea dalam darah merupakan hasil metabolisme protein. Jumlah ureum yang
difiltrasi tergantung pada asupan protein. Kreatinin merupakan hasil akhir
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir
konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama.
Peningkatan kadar ureum dan kreatinin yang meningkat disebut azotemia
(zat nitrogen dalam darah). Sekitar 75% asam urat diekskresikan oleh ginjal,
sehingga jika terjadi peningkatan konsentrasi asam urat serum akan
membentuk kristalkristal penyumbat pada ginjal yang dapat menyebabkan
gagal ginjal akut atau kronik.
e. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mengekskresikan hormon renin yang mempunyai peranan penting
dalam mengatur tekanan darah (system rennin-angiotensis-aldesteron), yaitu
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoesis). Disamping itu
ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
f. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat
kimia asing lain dari tubuh.

5
3. Etiologi

Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab Sindroma


Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun. Umumnya,
etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klien
ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang diberikan. Adapun
gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada masa neonatus. Umumnya,
perkembangan pada klien terbilang buruk dan klien akan meninggal pada
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan kromosom,
namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabit, dll
3. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga disebut
Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada
biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik kedalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat
normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus
sel epitel berpadu.
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler
glomerulus
3. Glomerulonefritis Proliferatif
4. Glomerulonefritis fokal segmental

Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu


sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.

6
4.Patofisiologi dan Patoflowdiagram

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat


pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik
plasma sehingga cairan intravaskuler akan berpindah ke interstisial.
Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler
berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi
hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi
aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi terhadap natrium
dan air yang berdampak pada edema. Penurunan daya tahan tubuh juga
mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien
dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan
selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol
dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu,
peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar akibat kompensasi hilangnya
protein dapat mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia, dan akan ditemukan
lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma nefrotik
atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang sekresi hormon
renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya renin
mengubah angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel kapiler
paru selanjutnya mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang
mengonsentrasi otot polos sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan
anak mengalami tekanan darah tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan
natrium akibat konsumsi natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan
anak mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).

7
Penyakit Sekunder Reaksi Autoimun Idiopatik Penyakit Sistemik

Kerusakan Glomerulus
Suhu tubuh
meningkat,
Proteinuria demam, leukosit
meningkat
Hipoalbuminemia

BB meningkat, edem Edema


anasarka,perut membesar,
sesak napas, oliguri
Nyeri,hematom. Kulit NEFROTIK SINDROM
tampak kering MK : Resiko
tinggi Infeksi
Perubahan permeabilitas glomerulus

Protein terfiltrasi bersama urine Sistem Imun ↓


(proteinuria)

Hilangnya protein plasma Merangsang sintesis LDL di hati

MK : Kelebihan vol. cairan


hipoalbuminemia Mengangkut kolesterol dlm darah
MK : resiko tinggi kerusakan
integritas kulit
MK : Gangguan Citra tubuh
↓ Tek. Osmotic plasma Hiperlidemia

Edema Cairan Intravaskuler berpindah ke intersisisal

Peritoneal Paru Kemaluan Mata ↓ Vol. intravaskuler

MK : resiko
Asites Efusi Plura Bengkak Periorbital hipovolemia kehilangan
cairan
Menekan gaster Sekresi Renin
Haus, TD
mnrn,mata
Persepsi Kenynag ↑ Renin Angiotensin (angiotensin I-III) cekung,turgor
kulit jelek, mulut
kering,DJ lemah
Anoreksia
Pelepasan ADH ↑ Aldosteron
Vasokonstriks
MK: Perubahan Nutrisi i
Hipertensi
Reabsorbsi Na dan air

BB menurun MK : Gangguan
Serum albumin Perfusi Jaringan
menurun
↓ Produksi urine (oliguri) ↑ Vol. Plasma

TD meningkat,
pusing,nyeri kepala

8
5.Manifestasi Klinis
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses
penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik adalah:
1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan
ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.
5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m 2/hari, albumin
serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl. (Betz & Sowden,
2009)
6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Urine
 Urinalisis
 Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urin lebih dari 2
gr/m2/hari.
 Ditemukan bentuk hialin dan granular.
 Terkadang pasien mengalami hematuri.
 Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
 Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
( normalnya 50-1.400 mOsm).
 Osmolaritas urine akan meningkat.
i Uji Darah
 Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl
(normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
 Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl
(normalnya <200 mg/dl).
 Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).

9
 Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
 Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium
4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
ii Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis
dan melihat proses perjalanan penyakit.(Betz & Sowden, 2009)
7. Komplikasi
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabakan oleh streptococcus,
staphylococcus, bronkopneumoia dan tuberkolosis.
Komplikasi yang dapat terjadi:
1. Hipovolemi
2. Infeksi pneumokokus
3. Dehidrasi
4. Hilangnya protein dalam urin
5. Nenous trombosis
8.Penatalaksanaan
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk sindrom nefrotik
meliputi :
1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin
melalui makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.
 Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan
trombus maupun ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
 Membatasi pemberian natrium.

10
 Mempertahankan keseimbangan elektrolit.

 Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan


dengan edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
 Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat
pasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya
tahan tubuhnya yang rendah.
 Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi
steroid.
Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindroma
nefrotik meliputi :
1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila
edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan
sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian
terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping
penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat hati-
hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema

6. Berikan terapi kortikosteroid. International Kooperative Study Of Kidney


Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai
berikut:
 Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas
permukaan badan.
 Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis
60 mg/hari/lpb.

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir, panjang
badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak
ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sebab pada beberapa bagian
tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia. Orang
tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya
tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga
dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudarasaudaranya yang memiliki
riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu,
apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta
adanya penurunan volume haluaran urine.
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah
menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau kencing manis,
konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang diminum serta
kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
d. Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan
intrastisial dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
e. Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada ketidakseimbangan

12
perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak perlu mendapatkan
stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
a. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darahsistole normal 80
sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan
hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan
darah kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan
hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
b. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun105x/ menit,
frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia
10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun
82x/menit.
c. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 2130x/menit, anak 6
sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam
tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit
untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma
nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat
Badan >30%.
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala,
normalnyaJugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas
angulussternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan
hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus
mandibularis pada posisi anak 450.
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami
edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun
tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
5. Hidung
13
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola
napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping
hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering
serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat polanapas
yang tidak teratur
2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran
gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak
simetris bila anak mengalami dispnea
3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan.
Namun, frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen
kerongga dada.
9. Abdomen
 Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat
bila anak asites
 Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur
lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
 Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
14
 Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak
tegang akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas
kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja.Selain itu
dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada
skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia
mayora.

II. Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Urine
i. Urinalisis :
a. Proteinuria dapat ditemukan sejumlah protein dalam urin lebih dari
2 gr/m2/hari.
b. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
c. Terkadang pasien mengalami hematuri.
ii. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
iii. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
(normalnya 50-1.400 mOsm).
iv. Osmolaritas urine akan meningkat.
2) Uji Darah
i. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl
(normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
ii. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl
(normalnya <200 mg/dl).

15
iii. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi (normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).
iv. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
v. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium
4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
3) Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis
dan melihat proses perjalanan penyakit.(Betz & Sowden, 2009)

III.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul:
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2. Resiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi
3. Resiko hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelebihan volume cairan
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi
tubuh

16
IV. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN


N
KEPERAWA KRITERIA HASIL INTERVENSI (SIKI)
o
TAN (SLKI)
1. Hipervole Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
mia tindakan keperawatan Observasi:
berhubung selama 3x24 jam  Periksa tanda dan gejala
an dengan diharapkan hipervolemia (ortopnea,
gangguan keseimbangn cairan
dispnea, edema, JVP/CVP
mekanism meningkat dengan
meningkat, suara napas
e regulasi criteria hasil :
tambahan, reflek
 Hluaran
hepatojugular positif ).
urine
 Monitor status
meningkat
hemodinamik ( frekuensi
 Edema
jantung, TD, MAP, CVP,
menurun
PAP, PCWP, CO, CI) jika
 Tekanan
ada
darah
 Monitor intakae dan output
menurun
cairan
 BB
 Monitor tanda
membaik
hemakosentrasi, ( kadar
 Membrane
natrium, BUN, hematokrit
mukosa
dan berat jenis urine)
membaik
 Monitir tanda peningkatan
 Turgor kulit
tekanan onkotik plasma
membaik
( kadar protein dan albumin
meningkat )
 Monitor kecepatan
infuse secara ketat )
 Minitor efek samping
diuretic (hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemi dan hipo
natremia ).
Terapeutik
 Timbang BB pada waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan dan
garam
 Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat
Edukasi
 Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Ajarkan cara membatasi
cairan
 Anjurkan melaporkan jika
BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
 Anjurkan jika haluaran
urin < 0,5 mL /kg/jam
dalam 6 jam.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretic
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic.
2 Resiko Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
perfusi tindakan keperawatan tekanan intracranial
jaringan selama 3 x 24 jam Observasi
cerebral diharapkan perfusi  Indentifikasi penyebab
tidak serebral meningkat, peningkatan TIK ( gangguan
efektif dengan criteria hasil:
metabolism )
berhubung  Tingkat
 Monitor tanda dan gejala
an dengan kesadaran
penungkatan TIK ( TD
hipertensi meningkat
meningkat, tekanan nadi
 Nilai rata –
melebar, bradikardi, pola
rata TD
napas ireguler, kesadaran
membaik
menurun)
 Tekanan
 Monitor MAP,CVP,ICP,
darah
CPP.
sistolik
 Monitor status pernapasan
membaik
 Monitor intake dan output
 Tekanan
cairan
darah
Terapeutik
diastolic
 Berikan posisi semi fowler
membaik
 Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian duretik
3 Resiko Setelah dilakukan Manajemen hipovolemi
hipovolem tindakan keperawatan Obsevasi
ia selama 3 x 24 jam  Periksa tanda dan gejala
berhubung diharapkan, status hipovolemi ( frekuensi nadi
an dengan cauran membaik
meningkat, nadi teraba
kegagalan dengan criteria hasil :
lemah,TDmenurun, turgor
mekanism  Output urine kulit menurun, volume
e regulasi. meningkat urine menurun )
 Turgor kulit  Monitor intakae dan output
meningkat cairan
 Edem anasarka Terapeutik
menurun  Hitung kebutuhan cairan
 Edem perifer  Berikan posisi modified
menurun trendelenburg
 BB menurun  Berikan asupan cairan oral
 Distensi vena Edukasi
jugularis  Anjurkan memperbanyak
menurun asupan cairan oral
 Frekuensi  Anjurkan menghindari
nadi perubahan posisi
membaik mendadak
 TD Kolaborasi
membaik  Pemberian cairan IV
 Intake isotonis ( NaCl, RL)
cairan  Pemberian cairan IV
membaik hipotonis ( glokosa 2,5 %,
NaCl 0,4 % )
 Pemberian cairan koloid
( albumin, plasnmanate )
 Pemberian produk darah.
4 Resiko Setelah dilakukan Perawatan Integritas kulit
gangguan tindakan keperawatan Obsevasi
integritas selama 3 x 24 jam  Identifikasi penyebab
kulit diharapkan, integritas gangguan integrits kulit
berhubung kulit dan jaringan
( perubahan sirkulasi,
an dengan meningkat dengan
kelebihan criteria hasil : perubahan status nutrisi,
volume  Elastisitas penurunan kelembaban,
cairan meningkat suhu di lingkungan ekstrim,
 Suhu kulit penurunan mobilitas )
membaik Terapeutik

 Sensasi  Ubah posisi tiap dua jam


membaik jika tirah baring
tekstur  Gunakan produk berbahan
membaik petroleum atau minyak pada
 Hidrasi kulit kering
meningkat  Gunakan produk berbahan
perfusi jaringan ringan / alami dan
meningkat hipoalergik pada kulit
sensitive
 Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi,buah, dan
sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
5 Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi tindakan keperawatan Observasi
berhubung selama 3 x 24 jam  Indentifikasi status nutrisi
an dengan diharapkan, status  Identifikasi alergi dan
kurangnya nutrisi membaik
intoleransi makanan
asupan dengan criteria hasil :
 Identifikasi makanan yang
makanan.  Porsi makanan
disukai
yang dihabiskan
 Identifikasi kebutuhan
meningkat
kaloridanjenis nutrisi
 Kekuatan otot
 Identifikasi pengguanaan
menguyanh dan
NGT
menelan
 Monitor BB, asupan
meningkat
makanan, dan hasil
 Serum albumin
pemeriksaan laboratorium
meningkat
Terapeuti
 Verbalisasi
 Lakukan oral hygiene
keinginan untuk
sebelum makan
meningkatkan
 Fasilitasi menentukan
nutrisi
pedoman diet
meningkat
 Sajikan makanan secara
 Pengetahuan
menarik atau suhu yang
tentang pilih
sesuai
makan yang
 Berikan makanan tinggi
sehat meningkat
serat untuk mencegah
 Pengetahuan
konstipasi
tentang pilihan
 Berikan makanan tinggi
minuman yang
protein dan kalori
sehat
 Berikan suplemen makanan
 Pengetahuan
standar asupan bila perlu
nutrisi yang Edukasi
tepat  Anjurkan posisi duduk jika
 Sikap terhadap mampu
makanan dan  Ajarkan diet yang
minuman sesuai diprogramkan
dengan tujuan Kolaborasi
kesehatan  Kolaborasi pemberian
 Perasaan cepat medikasi sebelum makan
kenyang (pereda nyeri, antiemetic )
menurun  Kolaborasi dengan ahli gizi
 Nyeri abdomen untuk menentukan jumlah
menurun kalori dan jenis nutrient yang
 BB membaik dibutuhkan

 IMT membaik
 Nafsu makan
membaik
 Bising usus
membaik

6 Gangguan Setelah dilakukan Promosi citra Tubuh


citra tubuh tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam  Identifikasi harapan citra
dengan diharapkan, bentuk tubuh berdasrkan tahap
perubahan dan fungsi tubuh
perkembangan tubuh
bentuk dan meningkat dengan
 Identifikasi budaya ,
fungsi tubuh criteria hasil :
agama, jenis kelamin,
 Melihat
dan umur terkait citra
bagian
tubuh
tubuh
meningkat  Identifikasi perubahan
 Verbalisasi citra tubuh yang
perasaan mengakibatkan isolasi
negative sosial
tentang  Monitor frekuensi
perubahan pernyataan kritik
tubuh terhadap diri sendiri
menurun  Monitor apakah pasien
 Verbalisasi bisa melihan bagian
kekhawatira tubuh yang berubah
n pada Terapeutik
penolakan /  Diskusikan perubahan
reaksi orang tubuh dan fungsinya
lain  Diskusikan perbedaan
menurun penampilan fisik
 Verbalisasi terhadap harga diri
perubahan  Diskusikan kondisi
gaya hidup stress yang
menurun mempengaruhi citra
 Menyembun tubuh ( luka,penyakit,
yikan bagian pembedahan )
tubuh  Diskusikan cara
berlebihan mengembangkan
menurun harapan citra tubuh
 Fokus pada secara realistis
bagian  Diskusikan persepsi
tubuh pasien dan keluarga
menurun tentang perubahan citra
 Fokus pada tubuh
penampilan
masa lalu Edukasi
menurun  Jelaskan kepada
 Fokus pada keluarga tentang
kekuatan perawatan perubahan
masa lalu citra tubuh
menurun  Anjurkan
 Respon mengungkapkan
nonverbal gambaran diri terhadap
pada citra tubuh
perubahan  Menganjurkan mengikuti
tubuh kelompok pendukung
membaik ( kelompok sebaya )
 Hubungan  Latih fungsi tubuh yang
sosial dimiliki
membaik  Latih peningkatan
penampilan diri
 Latih mengungkapkan
kemampuan diri kepada
orang lain maupun
kelompok.

V. Implementasi
Selama tahap implementasi perawat perawat melaksanakan rencana
asuhan keperawatan. Dalam implementasi terdapat tiga komponen tahap
implementasi yaitu : tindakan keperawatan mandiri, tindakan keperawatan
kolaboratif, dan dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan
VI. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan hasil – hasil yang diamati dengan criteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaliasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibat klien dan tenaga kesehatan lainnya secara umum, evaluasi ditunjukan
untuk melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan,
menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. Evaluasi terbagi
menjadi dua jenis yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada
aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, dirumuskan
dengan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, Subyektif ( data
berupa keluhan klien ). Obyektif ( data hasil pemeriksaan ), Analisa data
( perbandingan data dengan teori ), Perencanaan. Sedangkan evaluasi somatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan
selesai dilakukan.
BAB III
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Aakit.Jakarta : EGC


Betz,Ccily L. 2002. “ Buku Saku Keperawatan Pediatri “. Jakarta : EGC
Harnowo, Sopto. 2001. “ Keperawatan Medikal Bedah Untuk Akademi
Keperawatan “. Jakarta : Widya Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. “ Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
“. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. “ Standar Luaran Keperawatan Indonesia “.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. “ Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia “. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai