SINDROM NEFROTIK
Oleh :
K1A1 14 120
PEMBIMBING
dr. Adry Leonardy Tendean, Sp.PD
A. Pendahuluan
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN,
tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum yang rendah ekskresi
protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkonstribusi terhadap
berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.Hipoalbuminemia, hiperlipidemia
dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan
metabolisme kalsium dan tulang, serta hormone tiroid sering dijumpai pada
SN.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang
berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa
episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respons yang baik
terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.1
B. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas.Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu
tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan
ureter menuju dan meninggalkan ginjal.3
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis
kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis
didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm
(panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170
gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.3
1. Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan
medulla ginjal.Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di
dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional
terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus
kontortus distalis, dan duktus kolengentes.3
C. Fisiologi ginjal
E. Epidemiologi
Sindrom nefrotik dapat terjadi pada semua usia. Pada orang dewasa
sindrom nefrotik yang paling banyak ditemukan yaitu nefropati membranosa
sekitar 30% sampai 50%, dengan umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan
laki-laki dan wanita 2:1dengan angka kejadian 3/1.000.000 tahun. 4
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) Clinical
Practice Guideline tahun 2012. Didapatkan 1-3 kasus dari 100.000 dibawah 16
tahun menderita sindrom nefrotik. Prevalensi sindrom nefrotik di Indonesia
yaitu 6 dari 100.000 dibawah 14 tahun5
F. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective
tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sitemik.1Klasifikasi dan
penyebab sindrom nefrotik :
1. Sindrom nefrotik primer1,6
-
GN lesi minimal (GNLM)
-
Glomerulosklerosis fokal (GSF)
-
GN membranosa (GNMN)
-
GN membranoproliferatif (GNMP)
-
GN proliferative lain
Glomerulonefritis primer / idiopatik merupakan penyebab SN yang
paling sering. Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.6
G. Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien sindrom
nefrotik.Komponen sindrom nefrotik memperlihatkan hubungan logis satu
sama lain. Proses awal adalah kerusakan dinding kapiler glomerulus yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma.7
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glumerulus.Dalam keadaan normal MBG
(Membran Basalis Glomerulus) mempunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein.Mekanisme penghalang pertama berdasarkan
ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik
(charge barrier).Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos
tidaknya protein melalui MBG.1
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non- selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin.Proteinuria selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan
non- selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti
seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan
struktur MBG.1
Secara keseluruhan, walau proteinuria menetap pada lebih dari 60%
pasien, hanya sekitar 40% pasien mengalami penyakit progresif yang
berakhir pada gagal ginjal setelah 2 sampai 20 tahun. Sebanyak 10% sampai
30% memperlihatkan perjalanan penyakit jinak dengan remisi proteinuria
yang parsial atau total.7
b. Edema
Edema, Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan
albuminuria dan akhirnya hipoalbuminemia. Pada gilirannya,
hipoalbuminemia menurunkan tekanan osmotik koloid plasma,
menyebabkan filtrasi transkapiler lebih besar dari air ke seluruh tubuh dan
akhirnya dapat menimbulkan edema.8Edema mula- mula nampak pada
kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat atau anasarka
sering disertai edema pada genitalia eksterna.Selain itu edema anasarka ini
dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa
usus.Akibat anoreksia dan proteinuria masif, pada anak dapat menderita
PEM (Protein Energi Malnutrisi). Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps
rectum dan sesak napas dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini.4
c. Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN,
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis
albumin.Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin
melalui urin.1
d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia dan lipiduria, Hiperlipidemia merupakan keadaan yang
sering menyertai SN.Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan
trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan
kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL. Mekanisme
hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubungkan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.Semula
diduga hiperlipidemia hasil stimulasi non spesifikterhadap sintesis protein
oleh hati. Oleh karen sintesis protein tidak berkorelasi dengan
hiperlipidemia disimpulkan hiperlipdemia tidak langsung diakibatkan oleh
hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat ditemukan pada sindrom nefrotik
dengan kadar albumin mendekati normal dan sebaliknya pada pasien
hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat normal.1
G. Gejala klinis
Gejala utama sindrom nefrotik adalah edema. Pada fase awal, edema
muncul di bagian lokal seperti kelopak mata; pada fase lanjut, edema umum
terjadi dengan efusi pleura dan asites. Sindrom nefrotik kadang-kadang
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas atau reaksi alergi yang dipicu
oleh gigitan serangga. Penting untuk mengevaluasi kemungkinan penyakit
glomerulus sekunder pada pasien usia lanjut dengan sindrom nefrotik.8
Edema merupakan keluhan utama pada sindrom nefrotik, tidak jarang
merupakan keluhan satu-satunya. Timbulnya muncul terutama pada pagi hari
dan hilang pada siang hari. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat
atau pun juga cepat hilang kemudian timbul kembali. Lokasi pada edema
biasanya mengenai mata. Kemudia juga edema dapat menjadi menyeluruh,
yaitu pada pinggang, perut, genitalia dan tungkai bawah. Sebelum mencapai
keadaan pasien biasa mengeluhkan berat badan tidak naik namun kemudian
tiba-tiba mendadak berat badan menjadi bertambah dan terjadinya pertambahan
ini tidak disertai nafsu makan yang meningkat.9
Hematuria dan hipertensi bermanifestasi pada sebagian kecil pasien.
Gejala tambahan akan bervariasi sesuai dengan penyebab dan sebagai akibat
dari apakah ada gangguan fungsi ginjal. Jadi, dalam kasus diabetes yang sudah
berlangsung lama, pasien mungkin menderita retinopati diabetik, yang
berkorelasi erat dengan nefropati diabetik. Jika fungsi ginjal berkurang, pasien
mungkin menderita hipertensi, anemia, atau keduanya9.
H. Langkah diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan tanda-tanda retensi cairan seperti
bengkak dikedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh,
peningkatan berat badan, dan rasa penuh diperut hingga dapat menyebabkan
sesak.Tanyakan juga mengenai riwayat buang air kecil, dalam 24 jam sudah
keluar, adakah oligouria. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin
berwarna kemerahan. Kemudian ditanyakan penyakit yang mengarah
kepenyebab penyakit ginjal seperti hipertensi.1,4,8,9
2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi terdapat edema pada periorbita maupun ekstremitas,
palpasi ditemukan pitting edema, dan pada perkusi dapat timbul asites pada
abdomen (shifting dullness). 1,4,8,9
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah:
Kadar albumin serum secara klasik rendah pada sindrom nefrotik,
serum albumin sering <2,5 g / dL. Konsentrasi kreatinin bervariasi
berdasarkan tingkat kerusakan ginjal. Total kadar kolesterol dan
trigliserida biasanya meningkat.9
b. Urin :
Proteinuria pada kisaran nefrotik akan terlihat 3+ atau 4+ pada
dipstick, atau dengan pengujian semiquantitatif oleh asam sulfosalisilat.
Pembacaan 3+ mewakili 300 mg / dL protein urin atau lebih, yang
berkorelasi dengan kehilangan harian 3 g atau lebih dan dengan demikian
berada dalam kisaran nefrotik. Sampel urin lebih dari 24 jam (untuk
ukuran yang akurat), proteinuria (3 g protein) bersifat diagnostik.
Lipiduria, adanya lipid bebas atau lipid di dalam sel tubular, di dalam
gips, atau sebagai globula bebas, menunjukkan gangguan glomerulus.9
c. Ultrasonografi:
d. Biopsi ginjal:
H. Diagnosa Banding
1. Glomerulonefritis akut
Pada penyakit ini terjadi inflamasi akut glomerulus.Pada stadium akut,
terjadi kerusakan mendadak pada membran glomerulus. Penyakit ini sering
dijumpai pada anak dan dewasa muda setelah mengalami infeksi kuman
Streptococcus grup A pada saluran napas bagian atas. Terjadi pengendapan
kompleks antigen-antibodi pada membrane glomerulus yang dapat merusak
integritas membrane glomerulus.2
Gambar 9 :subakut glomerulonefritis: Peningkatan echogenicity
kortikal dengan piramida sangat hypoechoic
1. Suryono. A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Internal
Publishing:Jakarta.2009
2. Price S, Wilson L. Gagal Ginjal Kronik. In : Huriawati Hartanto. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC; 2006.
3. Purnomo Basuki B. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dasar-Dasar Urologi. Edisi
ke-2. Malang : CV. Sagung Seto; 2009.
4. Prama, PD. Mayetti. Khadri, H. 2013. Hubungan antara Proteinuria dan
Hipoalbuminemia pada anak dengan Sindrom Nefrotik yang dirawa di
RSUP DR.M.Djamil Padang Periode 2009-2012. Jurnal Kesehatan
Andalas.2(2)
5. Purnami, NMA. Nikiwati, IGAP. Faktor Risiko Kekambuhan Pasien Sindrom
Nefrotik. Jurnal Ilmu Kesehatan Anak. 2013 ; 2(1).39-48
6. Arista E. Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Sindroma Nefrotik. J.
Kedokt Meditek. 2017 ; 23 (64) 73-74
7. Kumar Vinay, Ramzi S, Stanley LR. Ginjal dan Sistem Penyalurnya. Buku
Ajar Patologi Robbins. 7 ed. Jakarta: EGC; 2007.
8. Cohen EP. Nephrotic Syndrome Treatment & Management. [Internet].
Medscape 2018. [cite on 30 Mei, 2019]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/244631-treatment.
9. Tapia C dan Bashir K. Nephrotic syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. 2019
10. Kodner, C.. Diagnosis and Management of Nephrotic Syndrom in Adults.
American Family Physician. 2016 ; 93(6): 480-485
11. Purnami, NMA. Nikiwati, IGAP. Faktor Risiko Kekambuhan Pasien Sindrom
Nefrotik. Jurnal Ilmu Kesehatan Anak. 2013 ; 2(1).39-48