Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai
dengan edema anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia, dan lipiduria (Prodjosudjadi, 2007).
Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh
histologi, yaitu sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang
merupakan penyebab paling umum dari sindrom nefrotik pada anak dengan
umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang siapa
saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5
tahun. Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua
kali lebih besar dibandingkan anak perempuan. (Gunawan, 2006)
Angka kejadian SN pada anak tidak diketaui pasti, namun laporan
dari luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16 tahun berkisar
antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000 anak (Pardede, 2002).
Menurut Raja Syeh angka kejadian kasus sindroma nefrotik di Asia
tercatat 2 kasus setiap 10.000 penduduk (Republika, 2005).
Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindroma nefrotik mencapai 6
kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas,
2002). Untuk kejadian di Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung
mulai dari tahun 2006. (Israr, 2008)

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep dasar teori dari Nefrotik Syndrome ?
1.2.3 Bagaimana konsep Asuhan keperawatan pada penyakit Nefrotik
Syndrome ?

Hal. 1
1.3. Tujuan
1.3.1 tujuan Umum
1) Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir
secara ilmiah kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta
mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada
gangguan Nefrotik Sydrome.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mendeskripsikan  pengertian Nefrotik Syndrome.
2) Mendeskripsikan penyebab Nefrotik Syndrome.
3) Mendeskripsikan patofisiologi Nefrotik Syndrome.
4) Mendeskripsikan tanda dan gejala Nefrotik Syndrome.
5) Mendeskripsikan penatalaksanaan Nefrotik Syndrome.
6) Mendeskripsikan asuhan keperawatan Nefrotik Syndrome.

Hal. 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah merepakan manifestasi klinik dari
glumerulonefritis (GN) ditandai dengan gejala edema, proteinuria massif ≥
3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl, lipiduria dan hiperkolesterolemia.
Kadang- kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(sudoyo Aru).
Sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun
dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nanda NIC-NOC, 2015).
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi proteinuria massif >3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,
hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus
(dr.nursalam, dkk. 2009).
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5
g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN
normal. Disertai penyakit glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin
berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang
secara sekunder. (sylvia A. Price. 2005)

Hal. 3
2.2 Etiologi
Menurut Patrick Devey penyakit penyebab sindrom nefrotik seperti
diabetes (yang telah berlangsung lama), glumerulenofritis (lesi minimal,
membranosa, fokal segmental), amyloid ginjal (primer, myeloma), penyakit
autoimun, misalnya SLE, obat-obatan misalnya preparat emas, panisilamin.
Menurut Wiguno penyebab SN dan klafisikasinya dibagi menjadi:

Penyebab Kriteria

Glumerulonefritis primer - GN lesi minimal (GNLM)


- glomerulosklerosis fokal (GSF)
- GN membranosa (GNMN)
- GN membranoproliferatif (GNMP)
- GN proliferative lain
Glumerulonefritis sekunder Infeksi :
akibat : - HIV, hepatitis virus B dan C
- sifilis, malaria, skistosoma
- Tuberkulosis, lepra
Keganasan :
- Adennokasinoma paru, payudara, kolon,
limfoma Hogkin, myeloma multiple, dan
karsinoma ginjal
Penyakit jaringan penghubung :
- Lupus eritematosus sistemik, arthritis
rheumatoid, MCTD (mixed connective
tissue disease)
Efek dan oabat toksin :
- obat antiinfalamasi non-steroid, preparat
emas, penisilinamin, probenesid, air
raksa, kaptropil, heroin.
Lain-lain:

Hal. 4
- Diabetes militus, amyloidosis, pre-
eklamsia, rejeksi alograf kronik, reflusk
vesikoureter, atau sengatan lebah.
Sumber: Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo Aru

Whaley dan Wong (1999: 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:


2.2.1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal (MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2.2.2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
2.2.3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-
yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

2.3 Patofisiologi
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, yang
menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke
dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal

Hal. 5
karena hypovolemi. Karena terjadi penurunan aliran darah ke renal, maka
ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin –
angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air, dengan retensi
natrium dan air akan menyebabkan edema (Betz C, 2002 ).
Pada Sindroma Nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida
serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Adanya
hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak yang
banyak dalam urin (lipiduria). Pada Sindroma Nefrotik juga disertai dengan
gejala menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbumin. Hipoalbuminemi disebabkan oleh
hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di
ginjal. Sintesis protein dihati biasanya meningkat (namun tidak memadai
untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun (Carta A Gunawan, 2008).
Proteinuria merupakan kelainan dasar Sindroma Nefrotik. Proteinuria
sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan
hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).
Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak
berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase
protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis
glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu
polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective Barrier (Carta A Gunawan,
2008)
Lipiduri, Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada
sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui
membrana basalis glomerulus yang permeable (Carta A Gunawan, 2008).

Hal. 6
Edema, dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma akibat hipoalbuminemia dan retensi natrium (teori underfill).
Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik
dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP).
Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan
laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang
menyebabkan edema berkurang (Carta A Gunawan, 2008).
Membran glomerulus yang normalnya impermiabel terhadap albumin
dan protein lain menjadi permiabel terhadap protein terutama albumin, yang
melewati membran dan ikut keluar bersama urine (hiperalbuminemia). Hal ini
menurunkan kadar albumin (hipoalbuminemia), menurunkan tekanan osmotik
koloid dalam kapiler mengakibatkan akumulasi cairan diinterstitial (edema)
dan pembengkakan tubuh, biasanya pada abdomnal (ascites). Berpindahnya
cairan dari plasma keinterstitial menurunkan volume cairan vaskuler
(hipovolemia), yang mengaktifkan stimulasi sistem reninangiaotensin dan
sekresi ADH serta aldosteron. Reabsorpsi tubulus terhadap air dab sodium
meningkatkan volume intravaskuler (Donna L. Wong, 2008 : 1404).

2.4 Manifestasi Klinis


2.4.1 Oliguria
2.4.2 Tekanan darah normal
2.4.3 proteinuria sedang sampai berat
2.4.4 Hipoproteinemia dengan rasio albumin: globulin terbaik
2.4.5 Hiperkolesterolemia
2.4.6 Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
2.4.7 Beta 1C globulin (C3) normal

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemeriksaan elektrolit, keratin, bersihan keratin, tes diptik urin
2.5.2 USG saluran ginjal
2.5.3 Immunoglobulin (elektroforesis protein), glukosa, ANF, ANCA
2.5.4 Biopsy ginjal (untuk mengetahui penyebab proteinuria)

Hal. 7
2.6. Penatalaksanaan
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditunjukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria,
mentrol edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom
nefrotik harys dicari dan diberi terapi, dan obat-obaatan yang menjadi
penyebabnya disingkirkan.
2.6.1 Diuretik: Diuretik kuat (loop diuretic) misalnya furosemide (dosis awal
20-40mg/hari)atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi
dengan potassium sparing diuretic (spironolakton) digunakan untuk
mengobatai edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh
melebihi 0,5 kg/hari.
2.6.2 Diet: diet untuk pasien SN adalah 35kal/kgbb./hari, sebagai besar
terdiri dari karbohidrat. Diet rebdah garam (2-3gr/hari), rendah lemak
harus diberikan. Pembatasan asupa protein 0,8-1,0 gr/kgBB/hari dapat
mengurangi proteinuria. tambahan vitamin D dapat diberikan kalau
pasien mengalami vitamin ini.
2.6.3 Terapi antikoagulan: Bila diagnosis adanya peristiwa
tromboembolisim,terapi antikoagulan dengan heparin harus dimulai.
jumlah heparin yang digunakan untuk mencapai waktu tromboplastin
parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah antitrombin III. setelah terapi hepalin intervena, antikogulasi
oral dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat
diatasi.
2.6.4 Terapi obat: Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone 1-1,5 mg/kgBB/haridosis tunggal pagi
hari selama 4-6 minggu. kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai
tercapai dosis maintenance (5-10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang
sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat terpering off,
keadaan penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri),

Hal. 8
diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian terparing off
kembali.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunkan pada
pasien dengan nefropati membranosa dan glumerulosklerosis fokal
untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi.
Ini menyebabkan vasokontriksi ginjal. pengurangan tekanan
intraglomelurus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria
sampai 75.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak
ada respon, kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping
kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari.
Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,
pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolestrol LDL,
triglisserida dan meningkatkan kolestrol HDL.
Oba antiproteinurik misalnya ACE inhibitor (captropril 12,5
mg), kalsium antagonis (herbesar 180 mg) atau beta bloker. Obat
penghambat enzim konversi angiontensin (angiontensin converting
anyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat
menurunkan tekan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek
adiktif dalam menurunkan proteinuria.

2.6. Asuhan Keperawatan Nefrotik Syndrome


2.6.1. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK,
terpapar bahan kimia.
c. Riwayat penyakit sekarang.

Hal. 9
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada
tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
4. Pengkajian Focus
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses
keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar
pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada
kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian
yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik
(Donna L. Wong,2004 : 550) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang
berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini,
disfungsi ginjal
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab:
a) Khususnya di sekitar mata
b) Timbul pada saat bangun pagi
c) Berkurang di siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)

Hal. 10
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a) Diare
b) Anoreksia
c) Absorbsi usus buruk
8) Peka rangsang
9) Mudah lelah
10) Letargi
11) Tekanan darah normal atau sedikit menurun
12) Kerentanan terhadap infeksi
13) Perubahan urin :
a) Penurunan volume
b) Gelap
c) Berbau buah
14) Bantu dengan prosedur diagnostic dan pengujian, misalnya
analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah
merah; analisa darah untuk protein serum (total,
perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah
merah, natrium serum.

2.6.2. Diagnosis Keperawatan


1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
tidak maksimal ditandai dengan asites, dyspnea
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan
didalam jaringan, gangguan mekanisme regulasi (retensio sodium,
natrium dan air)
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan asupan oral, mual, muntah,
vomitus
4) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder imunosupresi, prosedur invasive

Hal. 11
5) Kecemasan anak dan orang tua berhubungan dengan lingkungan
perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).

2.6.3. Intervensi Keperawatan

Dx 1 : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi


paru tidak maksimal ditandai dengan asites, dyspnea

Intervensi Rasional

1. Monitor kecepatan, 1. Monitor keadekuatan


kedalaman dan usaha klien pernapasan
saat bernapas. 2. Mengurangi kebutuhan
2. Anjurkan klien untuk metabolik dan oksigen klien.
membatasi aktivitas. 3. Membantu mengetahui
3. Identifikasi pasien perlunya intervensi selanjutnya.
pemasangan alat bantu 4. Mengurangi tekanan
pernafasan abdominal pada diafragma
4. Berikan posisi nyaman (semi dan memungkinkan
fowler) pengembangan toraks dan
ekspansi paru yang maksimal.

Dx 2 : 2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan


akumulasi cairan didalam jaringan, gangguan mekanisme regulasi
(retensio sodium, natrium dan air)

Intervensi Rasional

1. Kaji masukan yang relatif 1. Perlu untuk menentukan


terhadap keluaran secara fungsi ginjal, kebutuhan
akurat. penggantian cairan dan
2. Timbang berat badan penurunan resiko kelebihan
setiap hari (ataui lebih cairan.
sering jika 2. Mengkaji retensi cairan
diindikasikan). 3. Untuk mengkaji ascites dan
3. Kaji perubahan edema : karena merupakan sisi
ukur lingkar abdomen umum edema.
pada umbilicus serta 4. Agar tidak mendapatkan
pantau edema sekitar lebih dari jumlah yang
mata. dibutuhkan
4. Atur masukan cairan 5. Untuk mempertahankan

Hal. 12
dengan cermat. masukan yang diresepkan
5. Pantau infus intra vena
Kolaborasi : 1. Untuk menurunkan ekskresi
1. Berikan kortikosteroid proteinuria
sesuai ketentuan. 2. Untuk memberikan
2. Berikan diuretik bila penghilangan sementara dari
diinstruksikan. edema.

Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan penurunan asupan oral, mual, muntah,
vomitus

Intervensi Rasional

1. Catat intake dan output 1. Monitoring asupan


makanan secara akurat nutrisi bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia, 2. Gangguan nuirisi dapat
hipoproteinemia, diare. terjadi secara perlahan.
3. Pastikan anak mendapat Diare sebagai reaksi
makanan dengan diet edema intestinal
yang cukup. 3. Mencegah status nutrisi
4. Beri diet yang bergizi menjadi lebih buruk.
5. Batasi natrium selama 4. Membantu pemenuhan
edema dan trerapi nutrisi anak dan
kortikosteroid meningkatkan daya tahan
6. Beri lingkungan yang tubuh anak
menyenangkan, bersih, 5. Asupan natrium dapat
dan rileks pada saat memperberat edema usus
makan yang menyebabkan
7. Beri makanan dalam hilangnya nafsu makan
porsi sedikit pada anak
awalnya 6. Agar anak lebih mungkin
8. Beri makanan spesial dan untuk makan
disukai anak 7. Untuk merangsang nafsu
9. Beri makanan dengan makan anak
cara yang menarik 8. Untuk mendorong agar
anak mau makan
9. Untuk menrangsang
nafsu makan anak

Dx 4: Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan


pertahanan sekunder imunosupresi, prosedur invasif

Intervensi Rasional

Hal. 13
1. Lindungi anak dari orang- 1. Meminimalkan masuknya
orang yang terkena infeksi organisme.
melalui pembatasan 2. Mencegah terjadinya infeksi
pengunjung. nosokomial.
2. Tempatkan anak di ruangan 3. Mencegah terjadinya infeksi
non infeksi. nosokomial.
3. Cuci tangan sebelum dan 4. Membatasi masuknya bakteri
sesudah tindakan. ke dalam tubuh. Deteksi dini
4. Lakukan tindakan invasif adanya infeksi dapat
secara aseptik mencegah sepsis.
5. Gunakan teknik mencuci 5. Untuk meminimalkan
tangan yang baik pajanan pada organisme
6. Jaga agar anak tetap hangat infektif
dan kering 6. Untuk memutus mata rantai
7. Pantau suhu. penyebar5an infeksi
8. Ajari orang tua tentang tanda 7. Karena kerentanan terhadap
dan gejala infeksi infeksi pernafasan
8. Indikasi awal adanya tanda
infeksi
9. Memberi pengetahuan dasar
tentang tanda dan gejala
infeksi

Dx 4: Kecemasan anak dan orang tua berhubungan dengan


lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi)

Intervensi Rasional

Anak: 1. Perasaan adalah nyata dan


1. Validasi perasaan takut atau membantu pasien untuk
cemas. tebuka sehingga dapat
2. Pertahankan kontak dengan menghadapinya.
klien. 2. Memantapkan hubungan,
3. Upayakan ada keluarga yang meningkatan ekspresi
menunggu perasaan.
4. Anjurkan orang tua untuk 3. Dukungan yang terus
membawakan mainan atau menerus mengurangi
foto keluarga ketakutan atau kecemasan
Orang tua yang dihadapi.
1. Dengarkan setiap 4. Meminimalkan dampak
kekhawatiran orang tua hospitalisasi terpisah dari
2. Jelaskan semua prosedur anggota keluarga.
kepada orang tua, dan
libatkan mereka dalam 1. Dapat member dukungan

Hal. 14
diskusi tentang perawatan selama stress
anak 2. Mempertahankan orang tua
untuk tetap memperoleh
informasi, dan melibatkan
mereka dalam diskusi tentang
perawatan anak dapat
mengembangkan control
sehingga mengurangi
kecemasan

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ginjal merupakam salah satu organ penting dalam system urinaria.
Sedangkan sindroma nefrotik merupakan salah satu penyakit kelainan pada
ginjal.
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbunemia, hyperlipedemia dan edema.
Penyebab sindroma nefrotik belum diketahui secara pasti. Namun para ahli
telah membagi dalam beberapa etiologi.

Hal. 15
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Kperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC, Jilid 2. Jogjakarta: MediAction
Speer, K. M. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
Wong, Donna L dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Vol 2. EGC:
Jakarta

Hal. 16

Anda mungkin juga menyukai