Anda di halaman 1dari 59

PATOFISIOLOGI PERADANGAN PADA SITEM URINARY PADA ANAK

(NEFROTIK SYNDROM, GLOMERULONEFRITIS AKUT,


GLOMERULONEFRITIS KRONIS)

Disusun oleh :
KELOMPOK 5 :
1. Flegita Yora Irlandia : (0118018)
2. Muhammad Halim A : (0118023)
3. Putri Aulia Soraya : (0118031)
4. Dhita Audina Hakim : (0117070)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

DIAN HUSADA MOJOKERTO

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi
peradangan pada sitem urinary pada anak (nefrotik syndrom, glomerulonefritis
akut, glomerulonefritis kronis)”dalam makalah ini, penyusun tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen pembimbing yang telah sabar dan telaten membimbing kami
2. Orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi kami dalam belajar
3. Teman-teman yang selalu memberikan kritik dan sarannya
Penyusun menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun
maupun bagi pembaca.

Mojokerto, 09 Oktober 2020

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak
usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan nefrotik sindrom pada anak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan glomerulonefritis akut pada anak?
3. Bagaimana asuhan keperawatan glomerulonefritis kronis pada anak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan nefrotik sindrom pada anak.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glomerulonefritis akut pada anak.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glomerulonefritis kronis pada anak.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sindrom Nefrotik Pada Anak

1. Definisi sindrom nefrotik


Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004)
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), sindroma nefrotik merupakan gangguan
klinis ditandai dengan peningkatan protein dalam urin secara bermakna
(proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema, dan
serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang ssngat merusak membran
kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerolus.
Sindroma ini bisa terjadi pada segala usia. Pada anak-anak, paling sering
timbul pada usia 18 bulan sampai 4 tahun, dan lebih banyak menyerang anak laki-
laki.
2. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-
antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini
resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder

4
Disebabkan oleh:
1) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
2) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
3) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
4) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi
dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal, nefropati membranosa,
glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:
a. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi
dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung
bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan
berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
c. Pucat
d. Hematuri
e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
g. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
4. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal (MCNS: minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir
normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

5
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan
bayi jika tidak dilakukan dialysis.
5. Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus.
Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar
dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini
menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan
edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam
ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan
sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Hilangnya protein  dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Menurunnya respon
imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena
hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia.

6
6. Pathway

7. Komplikasi
Menurut Rauf, .2002 : .27-28 :
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine

7
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna
urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin,
mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi
saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK).
Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat
sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fosfat dan
magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin
menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan
gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan
memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal
untuk menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).
9. Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat
badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi

8
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan
negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat
kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/
hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk
menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester
atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.
10. Pengobatan
a. Donperidon syr 3xI cth
b. Furosemid 3x20mg
c. Spironolacton 3x6.25mg
d. Prednisolon 20mg selang sehari
e. Penicilin V 2x125mg
11.  Asuhan keperawatan berdasarkan teori
A. Pengkajian
1. Identitas klien:
a. Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-
6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
b. Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1
c. Agama
d. Suku/bangsa
e. Status
f. Pendidikan

9
g. Pekerjaan
2. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3) Kaji adanya anoreksia pada klien
4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
c. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang
memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
4. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
a. Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
b. Pola eliminasi: diare, oliguria.
c. Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
d. Pola istirahat tidur: susah tidur
e. Pola mekanisme koping :  cemas, maladaptif
f. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
5. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum

10
1) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Kesadaran: biasanya compos mentis
3) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
b. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala : Kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran
pada  kepala. Ukuran kepala normal sesuai dengan umur. Wajah
simetris kiri dan kanan, tetapi pada klien akan terlihat wajah
sembab.
2) Mata : Pupil sama, bulat, reaktif terhadap cahaya dan akomodasi.
Konjungtiva tidak anemis, sklera putih.
3) Telinga : Mendengar suara yang dibisiki dalam jarak 60 cm.
kedua aurikel utuh. Saluran bersih, membrane timpani utuh dan
tanpa jaringan parut.
4) Hidung : Simetris kiri dan kanan, paten. Membran mukosa
lembab, utuh tanpa rabas. Mengidentifikasi bau dengan benar.
5) Mulut : Membran mukosa berwarna merah jambu/ coklat,
lembab, dan utuh. Uvula digaris tengah, refleks muntah aktif.
Tidak ada lesi.
6) Leher : Trake di garis tengah, tidak teraba nodus. Tiroid tidak
teraba.
7) Paru-paru   : bila hydrothorax, frekuensi pernafasan meningkat,
kadang sesak nafas, suara nafas normal (vasikuler)/melemah,
perkusi redup/pekak.
8) Payudara : Bentuk bulat, putting susu kecil, medium atau besar.
Simetris kiri dan kanan. Puting susu menonjol keluar, tidak ada
rabas atau lesi. Tidak ada pembengkakan di aksila. Tidak ada
nyeri tekan, massa atau nodul.
9) Jantung : S1S2lundup
10) Abdomen : Simetris. Bising usus positif di keempat kuadran.
Tidak ada massa. Klien dengan sindrom nefrotik, bisa saja
terdapat asites.
11) Genitalia : Penis tidak nyeri tekan, tidak ada rabas atau lesi.
Testis tidak nyeri tekan, terdapat edema. Tidak ada rabas vagina.

11
12) Rektum /anus : Mampu mengkontraksi sfingter ani. Pemeriksaan
rektum negatif terhadap massa atau lesi.
6. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum,
terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.
B. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
C. Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional


1. Kelebihan Tujuan : pasien 1. Kaji masukan yang 1. Perlu untuk
volume cairan tidak relatif terhadap menentukan fungsi
berhubungan menunjukkan keluaran secara akurat. ginjal, kebutuhan
dengan bukti-bukti 2. Timbang berat badan penggantian cairan
kehilangan akumulasi cairan setiap hari (ataui lebih dan penurunan resiko
protein (pasien sering jika kelebihan cairan.
sekunder mendapatkan diindikasikan). 2. Mengkaji retensi
terhadap volume cairan 3. Kaji perubahan cairan
peningkatan yang tepat) edema : ukur lingkar 3. Untuk mengkaji
permiabilitas Kriteria hasil: abdomen pada ascites dan karena
glomerulus. - Penurunan umbilicus serta pantau merupakan sisi umum
edema, ascites edema sekitar mata. edema.
- Kadar protein 4. Atur masukan cairan 4. Agar tidak
darah dengan cermat. mendapatkan lebih
meningkat 5. Pantau infus intra dari jumlah yang
- Output urine vena dibutuhkan
adekuat 600 – 6. Kolaborasi: Berikan 5. Untuk

12
700 ml/hari kortikosteroid sesuai mempertahankan
- Tekanan darah ketentuan. masukan yang
dan nadi 7. Berikan diuretik bila diresepkan
dalam batas diinstruksikan. 6. Untuk menurunkan
normal. ekskresi proteinuria
7. Untuk memberikan
penghilangan
sementara dari edema.
2. Ketidakseimba Tujuan : Dalam 1. Catat intake dan 1. Monitoring asupan
ngan nutrisi waktu 2x24 jam output makanan secara nutrisi bagi tubuh
kurang dari kebutuhan nutrisi akurat 2. Gangguan nuirisi
kebutuhan akan terpenuhi 2. Kaji adanya dapat terjadi secara
berhubungan anoreksia, perlahan. Diare
dengan Kriteria Hasil : hipoproteinemia, diare. sebagai reaksi edema
malnutrisi - Napsu makan 3. Pastikan anak intestinal Mencegah
sekunder baik mendapat makanan status nutrisi menjadi
terhadap - Tidak terjadi dengan diet yang lebih buruk.
kehilangan hipoprtoeinem cukup. 3. Membantu
protein dan ia 4. Beri diet yang bergizi pemenuhan nutrisi
penurunan - Porsi makan 5. Batasi natrium anak dan
napsu makan. yang selama edema dan meningkatkan daya
dihidangkan trerapi kortikosteroid tahan tubuh anak
dihabiskan 6. Beri lingkungan yang 4. Asupan natrium
- Edema dan menyenangkan, bersih, dapat memperberat
ascites tidak dan rileks pada saat edema usus yang
ada. makan menyebabkan
7. Beri makanan dalam hilangnya nafsu
porsi sedikit pada makan anak
awalnya dan Beri 5. agar anak lebih
makanan dengan cara mungkin untuk makan
yang menarik 6. untuk merangsang
8. Beri makanan spesial nafsu makan anak
dan disukai anak 7. untuk mendorong

13
agar anak mau makan
8. untuk menrangsang
nafsu makan anak
3. kerusakan Tujuan : Kulit 1. Berikan perawatan 1. memberikan
integritas kulit anak tidak kulit kenyamanan pada
berhubungan menunjukkan 2. Hindari pakaian ketat anak dan mencegah
dengan edema, adanya kerusakan 3. Bersihkan dan bedaki kerusakan kulit
penurunan integritas : permukaan kulit 2. dapat
pertahanan kemerahan atau beberapa kali sehari mengakibatkan area
tubuh. iritasiKerusakan 4. Topang organ edema, yang menonjol
integritas kulit seperti skrotum tertekan
tidak terjadi 5. Ubah posisi dengan 3. untuk mencegah
Kriteria hasil: sering ; pertahankan terjadinya iritasi pada
- Menunjukka kesejajaran tubuh kulit karena gesekan
n perilaku dengan baik dengan alat tenun
untuk 6. Gunakan penghilang 4. untuk
mencegah tekanan atau matras menghilangkan aea
kerusakan atau tempat tidur tekanan
kulit. penurun tekanan sesuai 5. karena anak dengan
- Turgor kulit kebutuhan edema massif selalu
bagus letargis, mudah lelah
- Edema tidak dan diam saja
ada. untuk mencegah
terjadinya ulkus
12. Asuhan keperawatan sindrom nefrotik pada anak
Skenario Kasus:
An. A (6 tahun), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan
keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian
wajah dan mata. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari
mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga
menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek (-) dan sesak nafas
(-). Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum

14
pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV
didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,7 0C, dan tekanan darah
130/80mmHg. BB= 42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh
HB : 10,9 g/dl, WBC : 5.900, trombosit : 398.000, Ht : 33%, kolesterol total 479
gr/dl, protein total 2,4 g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum :
31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada pemeriksaan urin
lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH
5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit
(+1). Th/ medikamentosa yg diberikan furosemid 2x30gr.
Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 6 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Diagnosa medis : Sindrom Nefrotik
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian
wajah dan mata
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga
menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari
yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak Ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
e. Riwayat Obat – Obatan
Tidak Ada
3. Pengkajian persistem
a. Sistem pernapasan.

15
RR: 44x/i,
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 112 X/mnt, tekanan darah 130/80 mmHg, 
c. Sistem persarafan.
Tidak ada gangguan
d. Sistem perkemihan.
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1).
Sejak 4 hari yang lalau BAK berwarna merah tua dan sedikit.
e. Sistem pencernaan.
Sembab di daerah perut, HB: 10,9g/dl, pasien anoreksia (+),
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga
menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, pada saat
pengkajian terlihat terdapat luka borok pada kulitAn.A, oedem
priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
h. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan
i. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan
j. Persepsi orang tua
Tidak ada gangguan
4. Tanda- Tanda Vital
No Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
.
1. Nadi 112 x/menit 90 – 110 x/menit Tidak Normal
2. RR 44 x/menit 15 – 25 x/menit Tidak Normal
3. Suhu 36,7 oC Rektal : 36,5 – 38 oC Normal

16
Oral : 36 – 37,5 oC
Aksila : 35,5 – 37oC
4. TD 130/80mmHg 60 – 110 / 40 – 75 Tidak Normal
mmHg
5. BB 42kg Normal
6. PB 136cm Normal
5. Pemeriksaan Lab Darah Rutin
No Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
.
1. Hb 10,9 g/dl 11- 16 gr% Tidak Normal
2. WBC 5.900 4500-13500/mm3 Normal
3. Trombosit 398.000 200000 - 475000 Normal
mikroliter
4. Ht 33% 31-43% Normal
5. Kolesterol total 479 gr/dl < 200 Tidak Normal
6. Protein total 2,4 g/dl 6,2 – 8,0 Tidak Normal
7. Albumin 1,0 g/dl 4,0 – 5,8 Tidak Normal
8. Globulin 1,46 g/dl 1,3 – 2,7 Normal
9. Ureum 31mg/dl 5 – 20 Tidak Normal

6. Pemeriksaan Urin Lengkap

No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan


1. Warna Kuning, Kuning jernih Tidak Normal
kejernihan :agak
keruh
2. Berat jenis 1,005 1,010 – 1,020 Tidak Normal
3. Ph 5,5 5 -7 Normal

7. DATA FOKUS
DS:
a. An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit
dengan keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan
terutama dibagian wajah dan mata.

17
b. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga
menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
c. Ibunya mengatakan sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan
sedikit.
DO:
a. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A.

b. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos


mentis,
c. pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit,
suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. BB= 42kg, PB
136cm.
d. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC :
5.900, trombosit : 398.000, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl,
protein total 2,4 g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl,
e. Ureum : 31mg/dl
f. Pasien anoreksia (+)
g. oedem priorbita (+),
h. hipoalbuminemia (+)
i. dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada
j. pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak
keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
k. bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit
(+1).

18
ANALISA DATA
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS : Retensi natrium Kelebihan Volume
 Ibu An.A mengatakan badan Cairan
anaknya bengkak-bengkak di
seluruh badan terutama
dibagian wajah dan mata
 Ibunya mengatakan 5 hari
SMRS saat bangun tidur pagi
hari mata anaknya sembab,
namun sembab berkurang di
sore hari, sembab juga
menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki,
 Ibunya mengatakan Sejak 4
hari yag lalu BAK berwarna
merah tua dan sedikit.

DO :
 Ureum : 31mg/dl
 Berat jenis : 1,005,
 Tekanan darah 130/80mmhg
 Oedem priorbita (+),
 Nadi 112x/menit,
 RR : 44x/menit
 Pada ektstremitas pitting
edema (+) dengan derajat ii
 Pada pemeriksaan urin
lengkap diperoleh warna :
kuning, kejernihan :agak
keruh,
 Urobilonogen (+1),

19
 Leukosit (+1)
2. DS : Asites Ketidakseimbangan
 Ibunya mengatakan sembab (menekan Nutririsi
juga menyebar dibagian perut lambung)
DO :
 Pasien anoreksia (+),
 Hipoalbuminemia (+)
 Protein total 2,4 g/dl,
 Albumin: 1,0 g/dl
 Kolesterol total 479 gr/dl,
3. DS : Imobilisasi Kerusakan Integritas
DO : Kulit
 Pada saat dikaji terlihat
terdapat luka borok pada kulit
An. A
 Keadaan umum pasien tampak
sakit sedang

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Edema ditandai dengan Ibu
An.A mengatakan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan
terutama dibagian wajah dan mataIbunya mengatakan 5 hari SMRS saat
bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua
kaki, Ureum :31mg/dlBerat jenis : 1,005,Tekanan darah
130/80mmhgOedem priorbita (+),Nadi 112x/menit, RR : 44x/menitPada
ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat iiTh/ Sejak 4 hari yag lalu
BAK berwarna merah tua dan sedikit Pada pemeriksaan urin lengkap
diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, Urobilonogen (+1),
Leukosit (+1)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Imobilisasi d.d Pada saat
dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. AKeadaan umum pasien
tampak sakit sedang

20
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Asites(menekan lambung) d.d Ibunya mengatakan sembab juga
menyebar dibagian perutPasien anoreksia (+), Hipoalbuminemia (+)
Protein total 2,4 g/dl,Albumin: 1,0 g/dl Kolesterol total 479 gr/dl,
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan dan
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan 1. Timbang berat badan 1. Merupakan indikator
berhubungan. Edema tindakan pasien. yang sensitif untuk
ditandai dengan keperawatan 2 x 24 menunjukkan
DS : jam diharapkan penambahan cairan.
 Ibu An.A tidak terjadi 2. Awasi pemasukan dan 2. Membandingkan
mengatakan kelebihan volume pengeluaran cairan. pengeluaran actual dan
badan anaknya cairan dengan yang diantisipasi
bengkak-bengkak Kriteria Hasil : membantu dalam
di seluruh badan 1. Anak tidak evaluasi adanya
3. Ukur lingkar abdomen
terutama dibagian bengkak- kerusakan ginjal,
setiap hari.
wajah dan mata bengkak di mendeteksi retensi urin.
4. Pantau tanda-tanda vital
 Ibunya seluruh badan 3. Untuk mengetahui
pasien.
mengatakan Sejak terutama perkembangan
4 hari yag lalu dibagian akumulasi cairan
5. Kurangi pemasukan
BAK berwarna wajah dan 4. Apabila terdapat
cairan.
merah tua dan mata peningkatan volume
sedikit. 2. Ureum cairan tanda-tanda vital
6. Batasi natrium dan
normal, berat akan terpengaruh.
cairan sesuai indikasi.
DO : jenis normal, 5. Mempertahankan
 Ureum : 31mg/dl tekanan darah keseimbangan cairan
7. Kaji adanya odema.
 Berat jenis : normal, oedem untuk homeostatis.
1,005, priorbita ( - ), 6. Natrium dibatasi untuk
 Tekanan darah ekstremitas 8. Kaji ekstremitas bawah meminimalkan retensi
130/80mmhg piting edema atau edemis dependen. cairan dalam area ekstra

 Oedem priorbita (-) vaskuler.

(+), 9. Pantau jumlah dan 7. Odema menunjukan


adanya penimbunan
21
 Nadi 112x/menit, karakteristik urin. cairan yang berlebih.
 RR : 44x/menit Identifikasi output urin. 8. Perpindahan cairan pada

 Pada ektstremitas jaringan sebagai akibat

pitting edema (+) dari retensi natrium dan

dengan derajat ii air.

 Pada pemeriksaan 9. Mendeteksi komplikasi.

urin lengkap Untuk membantu intervensi

diperoleh warna : dalam pemberian Input

kuning, cairan.

kejernihan :agak
keruh,
 Urobilonogen
(+1),
 Leukosit (+1)
2. Kerusakkan Setelah dilakukan 1. Kaji lingkungan dan 1. Untuk menghindari
integritas kulit tindakan peralatan yang kulit pasien dari
b.d imobilisasi keperawatan menyebabkan tekanan.
d.d selama 3x24 jam terjadinya tekanan.
DS : kerusakkan 2. Anjurkan pasien
DO : integritas kulit untuk menggunakan 2. Agar tidak terjadi
1. Pada saat dikaji teratasi. pakaian yang gesekan pada kulit
terlihat terdapat Kriteria Hasil: longgar. pasien
luka borok pada  Luka borok 3. Hindari adanya
kulit An. A berkurang lipatan pada tempat 3. Menghindari lecet
2. Keadaan umum atau hilang, tidur. padaa kulit pasien
pasien tampak keadaan 4. Jaga kebersihan 4. Menjaga kelembapan
sakit sedang umum sakit kulit agar tetap kulit pasien.
berkurang bersih dan kering. 5. Memberi
5. Lakukan mobilisasi kenyamananan pasien
pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua 6. Memantau kulit
jam sekali. pasien
6. Monitor integritas

22
kulit akan adanya 7. Mengurangi
kemerahan. kerusakan kulit
7. Oleskan lotion atau pasien
minyak/baby oil
pada derah yang 8. Bantu mobilisasi
tertekan . pasien
8. Monitor aktivitas
dan mobilisasi 9. Mencukupi nutrisi
pasien. pasien
9. Monitor status
nutrisi pasien. 10.Menghindari kulit pasien
10. Mandikan dari iritasi
pasien dengan sabun
dan air hangat.
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi seperti 11. Menyediakan data dasar
nutrisi kurang dari tindakan perubahan BB, untuk memantau
kebutuhan tubuh keperawatan pengukuran perubahan dan
berhubungan dengan selama 2x24 jam antropometrik, nilai mengevaluasi intervensi.
asites (menekan klien terhindar dari laboratorium (elektrolit,
lambung) resiko serum, BUN, kreatinin,
DS : ketidakseimbangan protein, transferin dan
4. Ibunya nutrisi. kadar besi).
mengatakan Kriteria Hasil: 2. Kaji pola diet dan nutrisi 12. Pola diet sekarang dan
sembab juga  Sembab di perut pasien seperti riwayat dahulu dapat
menyebar menghilang, diet, makanan kesukaan, dipertimbangkan dalam
dibagian perut  anoreksia (-), hitung kalori. menyusun menu.
DO :  hipoalbuminea 3. Tingkatkan masukan
5. Pasien anoreksia (-), protein total protein yang 13. Protein lengkap
(+), normal, albumin mengandung nilai diberikan untuk
6. Hipoalbuminemia normal biologis tinggi: telor, mencapai keseimbangan
(+) produk susu, daging. nitrogen yang diperlukan
3. Protein total 2,4 4. Catat intake dan output untuk pertumbuhan dan
g/dl, makanan secara akurat. penyembuhan.
4. Albumin: 1,0 5. Kaji adanya anoreksia, 14. Monitoring asupan
23
g/dl hipoproteinmia, diare. nutrisi bagi tubuh.
Kolesterol total 15. Gangguan nutrisi dapat
479 gr/dl, 6. Memberikan asupan terjadi secara perlahan.
makanan sedikit tapi Diare sebagai reaksi
sering. edema intestinal.
16. Meminimalkan
anoreksia dan mual
7. Timbang berat badan. sehubungan dengan
status uremik atau
8. Berikan perawatan mulut menurunnya peristaltik.
sering. 17. Mengetahui kehilangan
berat badan.
18. Menurunkan
ketidakyamanan
9. Kolaborasi dengan ahli stomatitis oral dan rasa
gizi. tak disukai dalam mulut
yang dapat
10. Kolaborasi pemberian mempengaruhi masukan
penambah nafsu makan makanan.
atau vitamin, dan anti 19. Menentukan kebutuhan
emetik. nutrisi tubuh pasien.
20. Meningkatkan nafsu
makan.

B. GLOMERULOSNEFRITIS AKUT

24
1. Definisi glomerulonefritis akut
Istilah Glomerulonefritis Akut digunakan untuk menunjukkan gambaran klinis
akibat perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus
pasca infeksi streptokok. Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari
urin (proteinuria, hematuria, silinder, eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri,
bendungan sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit
glomerulus (parenkhim) baik primer maupun sekunder dikenal dengan sindrom
nefritik akut (SNA).
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. 
Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua
ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan
infeksi streptococus.
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada
kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus  terjadi akibat pengendapan kompleks
antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10
hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus. Glomerulonefritis
pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi lain. Glomerulonefritis
akut lebih sering terjadi pada laki-laki.
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman
streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan
lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita.
Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit
glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui
sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian
besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta
hemolitik A adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini.
Stapilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela
(chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis  akut pasca infeksi
yang serupa (Porth,2005). 

25
2. Etiologi
Menurut baradero (2008), penyebab glomerulo nefritis akut adalah:
a. Infeksi kuman Streptococcus beta hemoliticus group A
b. Penyakit sipilis
c. Trombosis vena renalis
d. Penyakit kolagen (Kapita Selecta, 2000)
e. Virus dan bakteri.
f. Reaksi imunologis (lupus eritematosus sistemik, infeksi streptococus).
g. Cidera vaskuler (hipertensi).
h. Penyakit metabolik (diabetes malitus).
i. Impetigo.
3. Patofisiologi
Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh lain
sehingga tubuh berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman
penyebabnya. Apabila pengobatan terhadap peradangan tubuh lain itu tidak
adekuat, maka tubuh akan memproduksi antibodi dan antibodi dalam tubuh akan
meningkat jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak glomerulus ginjal dan
menimbulkan peradangan. Akibat dari peradangan tersebut, maka glomerulus
ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dengan baik, karena menurunnya
lagu filtrasi ginjal (GFR) dan aliran darah ke ginjal (REF) mengalami penurunan.
Darah, protein dan substansi lainnya yang masuk ke ginjal tidak dapat terfiltrasi
dan ikut terbuang dalam urine sehingga dapat menyebabkan terjadinya proteinuria
dan hematuria. Pelepasan sejumlah protein secara terus menerus ini akan
mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik sel akan
menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan hidrostatik sehingga cairan akan
berpindah dari plasma keruangan interstisial dan menyebabkan edema fasial yang
bermula dari kelopak mata dan kondisi kronik edema ini akan mengenai seluruh
tubuh. Adanya peningkatan tekanan darah akibat mekanisme renin angiotensin
yang merupakan respon tubuh untuk mengurangi sirkulasi volume cairan dan
reabsorbsi air dan natrium ditubuh akan bertambah sehingga terjadi edema.

4. Pathway

26
5. Manifestasi klinis
a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Proteinuria (protein dalam urine)
c. Oliguria (keluaran urine berkurang)
d. Nyeri panggul
e. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar
ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak
terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).
f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali
pada hari pertama.
g. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan
akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat
kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik.
h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan
diare.
i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
j. Fatigue (keletihan atau kelelahan)

27
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen
urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine
adanya strptococus
b. Pemeriksaan darah :
1) Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
2)  Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
3) Analisa gas darah ; adanya asidosis.
4) Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah.
5) Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya
anemia
c. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus
d. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti
Dnase \
e. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
f. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru  atau payah
jantung
g. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
7. Komplikasi
Komplikasi glomerulonefritis akut:
a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus.
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat
hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

28
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)
8. Penatalaksanaan
a. Istirahat selama 1-2 minggu sampai tinggal edema sedikit.
b. Modifikasi diet.
Makanan yang mengandung protein sebanyak 3-4 mg/kgBB/hari :minimun
bila edema masih berat. Bila edema berkurang diberi garam sedikit
c. Pembatasan cairan dan natrium
d. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
e. Antibiotika. Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi.
f. Anti hipertensi
g. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
h. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
hemodialisa.
i. Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC.
j. Diuretika.
k. Inter national Cooperatife study of Kidney disease in Children
mengajukan:
1) Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan
maksimun sehari 80 mg.
2) Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB / hari
setiap 3hari dalam 1mingggu dengan dosis maksimun sehari : 60mg . Bila
terdapat respons selama (b) maka dilanjutkan dengan 4 minggu secara
intermiten
3) Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada
terapi permulaan diberi setiap hari prednison sampai urine bebas protein.
Kemudian seperti terapi permulaan selama 5 minggu tetapi secara
interminten.
l. Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
Bila ada dekompensasi jantung diberikan digitalisasi.

9. Teori Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Akut pada Anak


A. Pengkajian Anamnesis

29
1. Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak
umur 3-7 tahun lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus atau penyakit autoimun lain.
b) Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak
sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah 
dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
3. Pertumbuhan dan perkembangan :
a) Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB nya  adalah  BB
umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 -  29 kg, tinggi
badan anak  138 cm.  Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,
tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80
kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar, umur 6-7 tahun gigi
susu mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-
11 buah.
b) Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas,
dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas/istirahat
1) Gejala: kelemahan/malaise
2) Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
b) Sirkulasi
Tanda: hipertensi, pucat,edema
c) Eliminasi
1) Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
2) Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
d) Makanan/cairan
1) Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah

30
2) Tanda: penurunan keluaran urine
e) Pernafasan
1) Gejala: nafas pendek
2) Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
f) Nyeri/kenyamanan
1) Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
2) Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
5. Pemeriksaan head to toe
a) Rambut kepala : biasanya kulit kepala bersih, tidak ada ketombe
b) Mata : biasanya terdapat udem daerah mata terutama pada palpebra,
konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik
c) Wajah : biasanya odem pada wajah
d) Hidung : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada polip
e) Telingga : biasanya simetri kiri dan kanan dan fungsi pendengaran baik
f) Leher : biasanya tidak terdapat pembesaran KGB dan tonsil
g) Dada/thoraks
biasanya bentuk dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya vocal premitus teraba
Perkusi : biasanya terdapat bunyi sonor
Auskultasi : biasanya vesikuler
h) Jantung
Inspeksi :  biasanya ictus cordis terlihat
Palpasi : biasanya ictus teraba
Perkusi : biasanya terdapat bunyi pekak
Auskultasi : biasanya bj 1 bj 2 teratur 
i) Abdomen
Inspeksi : biasanya tidak simetris kiri dan kanan
Auskultasi : biasanya peningkatan bising usus
Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan (pada bagian perut bagian
bawah di ginjal hingga menjalar ke kostovetebra)
Perkusi : biasanya abnormal
j) Genita urinaria

31
Biasanya terdapat gangguan eliminasi, perubahan warna urin,
penurunan volume urine
k) Ekstremitas
Biasanya terjadi kelemahan, keletihan pada saat beraktifitas.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pada laboratorium didapatkan:
1) Hb menurun ( 8-11 )
2) Ureum dan serum kreatinin meningkat.
(Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam,
wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan
Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4
mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
3) Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
4) Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å,
Eritrosit Å, leukosit Å)
b) Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
c) Pemeriksaan darah
1) LED meningkat.
2) Kadar HB menurun.
3) Albumin serum menurun (++).
4) Ureum & kreatinin meningkat.
5) Titer anti streptolisin meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan disfungsi
ginjal
2. Potensial kelebihan  volume cairan berhubungan dengan retensi air dan
natrium serta disfungsi ginjal.
3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) berhubungan dengan depresi
sistem imun.
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal
berhubungan dengan resiko krisis hipertensi.
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, uremia,
kerapuhan kapiler  dan edema.

32
C. Intervensi
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan disfungsi
ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.

Intervensi Rasional

1. Pantau kekurangan protein yang 1. Kekurangan protein beerlebihan dapat


berlebihan (proteinuri, albuminuria ) menimbulkan kelelahan.
2. Gunakan diet protein untuk
2. Diet yang adekuat dapat
mengganti protein yang hilang.
mengembalikan kehilangan
3. Beri diet tinggi protein tinggi
karbohidrat. 3. TKTP berfungsi menggantikan
4. Anjurkan Pasien untuk tirah baring
4. Tirah baring meningkatkan mengurangi
5. Berikan latihan selama pembatasan
penggunaan energi.
aktifitas.
6. Rencana aktifitas denga waktu 5. Latihan penting untukmempertahankan
istirahat. tunos otot
7. Rencanakan cara progresif untuk
6. Keseimbangan aktifitas dan istirahat
kembali beraktifitas  normal ;
mempertahankan kesegaran.
evaluasi tekanan darah dan haluaran
protein  urin. 7. Aktifitas yang bertahap menjaga
kesembangan dan tidak mmemperparah
proses penyakit

2. Potensial kelebihan  volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta
disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume  cairan

Rencana Rasional

1. Pantau dan laporkan tanda dan 1. Memonitor kelebihan cairan sehingga


gejala kelebihan cairan: dapat dilakukan tindakan penanganan
2. Ukur dan catat intak dan output
2. Jumlah , karakteristik  urin  dan BB
setiap 4-8 jam
dapat menunjukan adanya ketidak

33
3. Catat  jumlah dan karakteristik urine seimbangan cairan
4. Ukur berat jenis urine tiap  jam  dan
3. Natrium dan protein meningkatkan
timbang BB tiap hari
osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi
5. Kolaborasi dengan gizi dalam
cairan.
pembatasan diet natrium dan protein
6. Berikan es batu  untuk mengontrol 4. Rangsangan dingin ddapat merangsang
rasa haus dan maasukan dalam pusat haus
perhitungan intak
5. Memonitor adanya ketidak seimbangan
7. Pantau elektrolit  tubuh  dan
elektrolit dan menentukan tindakan
observasi adanya tanda kekurangan
penanganan yang tepat.
elektrolit tubuh
Hipokalemia: kram abdomen, 6. Pemberian elektrolit yang tepat
letargi, aritmia mencegah ketidak seimbangan
Hiperkalemia: kram otot, kelemahan elektrolit.
Hipokalsemia: peka rangsang pada
neuromuskuler

Hiperfosfatemia: hiperefleksi,
parestesia, kram otot, gatal, kejang

Uremia : kacau mental, letargi, gelisah

6. Kaji efektifitas pemberian elektrolit


parenteral dan oral

3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan
keperawatan.

Rencana Rasional

1. Kaji efektifitas pemberian 1. Imunosupresan berfunsi menekan


imunosupresan. sisteem imun bila pemberiannya tidak
2. Pantau jumlah leukosit. ekeftif maka tubbuh akan sangat rentan
3. Pantau suhu tiap 4 jam. terhadap infeksi
4. Perhatikan karakteristik  urine.

34
5. Hindari pemakaian alat/kateter pada 2. Indikator adanya infeksi
saluran urine.
3. Memonitor suhu & mengantipasi
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan
infeksi
lakukan tindakan pencegahan  ISK.
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci 4. Urine keruh mmenunjukan adanya
tangan yang baik. infeksi saluran kemiih
8. Anjurkan pada klien untuk
5. Kateter dapat menjadi media
menghindari orang terinfeksi
masuknya kuman ke saluran kemih
9. Lakukan pencegahan kerusakan
integritas kulit 6. Memonitor adanya infeksi sehingga
dapat dilakukan tindakan dengan cepat

7. Tehnik cuci tangan yang baik dapat


memutus rantai penularan.

8. Sistim imun yang terganggu


memudahkan untuk terinfeksi

9. Kerusakan integritas kulit merupakan


hilangnya barrier pertama tubuh

4. Potensial gangguan perfusi jaringan:  serebral/kardiopulmonal b.d. resiko


krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan  perfusi jaringan.

Rencana Rasional

1. Pantau  tanda dan gejala krisis 1. Krisis hipertensi menyebabkan


hipertensi (Hipertensi, takikardi, suplay darah ke organ tubuh berkurang.
bradikardi, kacau mental, penurunan
2. Tekanan darah  yang tinggi
tingkat kesadaran, sakit kepala,
menyebabkan suplay darah berkurang.
tinitus, mual, muntuh, kejang dan
disritmia). 3. Efektifitas obat anti hipertensi
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan penting untuk menjaga adekuatnya
kolaborasi bila ada peningkatan TD perfusi jarringan.
sistole >160 dan diastole > 90 mm

35
Hg 4. Posisi tidur yang rendah menjaga
3. Kaji  keefektifan obat anti hipertensi suplay darah yang cukup ke daerah
4. Pertahankan TT dalam posisi rendah cerebral

5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler  dan


edema.
Tujuan :  Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit
selama menjalani perawatan.

Rencana Rasional

1. Kaji kulit dari kemerahan, 1. Mengantisipasi adanya kerusakan kulit


kerusakan, memar, turgor dan sehingga dapat diberikan penangan dini.
suhu.
2. Kulit yang kering dan bersih tidak
2. Jaga kulit tetap kering dan
mudah terjadi iritasi dan mengurangi
bersih
media pertumbuhan kuman.
Bersihkan & keringkan daerah
perineal setelah defikasi 3. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga
3. Rawat kulit dengan tidak mudah pecah/rusak.
menggunakan lotion untuk
4. Sabun yang keras  dapat menimbulkan
mencegah kekeringan untuk
kekeringan kulit dan sabun yang kasar
daerah pruritus.
dapat menggores kulit.
4. Hindari penggunaan sabun yang
keras dan kasar pada kulit klien 5. Menggaruk menimbulkan kerusakan
5. Instruksikan klien untuk   tidak kulit.
menggaruk  daerah pruritus.
6. Ambulasi dan perubahan posisi
6. Anjurkan ambulasi semampu
meningkatkan sirkulasi dan mencegah
klien.
penekanan pada satu sisi.
7. Bantu klien untuk mengubah
posisi setiap 2 jam jika klien 7. Lipatan menimbulkan tekanan pada
tirah baring. kulit.
Pertahankan linen bebas lipatan
8. Sirkulasi yang terhambat memudahkan
Beri pelindung pada tumit dan
terjadinya kerusakan kulit.
siku
8. Lepaskan pakaian, perhiasan 9. Elastisitas kulit daerah edema  sangat

36
yang dapat menyebabkan kurang sehingga mudah rusak
sirkulasi terhambat.
10. Nutrisi yang adekuat meningkatkan
9. Tangani area edema dengan hati
pertahanan kulit
-hati.
10. Pertahankan nutrisi adekuat.

D. Implementasi
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi dengan memegang prinsip
sebagai berikut :
1. Mempertahankan toleransi anak terhadap aktivitas sehari-hari.
2. Mempertahankan cairan tubuh dalam batas normal.
3. Mencegah terjadinya infeksi.
4. Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap penyakit anaknya.
5. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien adekuat.
E. Evaluasi
Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna untuk mengatasi
masalah keperawatan akan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Tujuan tercapai / masalah teratasi.
2. Tujuan tercapai sebagian, Intervensi dilanjutkan.
3. Tujuan belum tercapai / masalah belum teratasi dilakukan reasesmen.
10. Asuhan keperawatan glomerulonefritis akut pada anak
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Anak                        
Nama : An. A
Umur : 11 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
BB :  40 Kg
TB                               : 155 Cm
Agama                         : I s l a m
Suku/ Bangsa              : Banjar / Indonesia
Alamat lengkap           : Komp. Melati
Tanggal Masuk RS      : 31 Juli 2006   Jam : 19 . 10
No. Regester               : 3258 / 06
Diagnosa medik          : D C A

37
Tanggal pengkajian     : 2 Agustus 2006
B. Identitas Penanggung  Jawab 
Nama                           : Tn. A
Jenis kelamin               : Laki – laki
Pendidikan                  : S M A
Pekerjaan                     ; Swasta
Suku / bangsa              : Banjar / Indonesia
Alamat : Komp. Melati
Hub. dengan  klien      : Ayah Kandung
C. Riwayat  Kesehatan Pasien
1. Keluhan Utama
Pasien kejang
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran setibanya di rumah
sakit Menurut keluarga pasien seminggu sebelum masuk rumah
sakit (SMRS) penderita mengalami  batuk pilek dan sakit kulit
yaitu gatal-gatal di seluruh tubuh. Penderita mengeluh nafsu makan
menurun. Bersamaan dengan itu penderita mengeluh ketika buang
air kecil berwarna merah seperti cucian daging. Tidak ada keluhan
buang air besar.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut keluarga pasien sebelumnya tidak pernah mengalami
penyakit seperti sekarang ini. Biasanya pasien hanya sakit seperti
demam dan batuk dan di beri obat penurun panas yang di beli di
warung atau toko obat.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit
seperti ini. Dalam keluarga Pasien tidak mempunyai penyakit
keturunan dan penyakit menular.
D. Riwayat Anak
1. Masa prenatal
Selama kehamilan ibu memeriksakan kandunganya ke Puskesmas
atau ke bidan desa. dan ibu pasien selalu mendapatkan imunisasi

38
(TT) sebanyak 4x dalam 9 bulan, Trimester I = 1x , Trimester II =
1x , Trimester III = 2x.
2. Masa intranatal
Ibu pasien melahirkan secara normal dan spontan  dibantu oleh
bidan kampung, waktu melahirkan tidak terdapat kelainan, ibu
pasien melahirkan 9 bulan 5 hari.
3. Masa post – natal
Pasien lahir dengan berat badan 3,000 gram dan pada saat pasien
lahir langsung menangis.
E. Pengatahuan Orang Tua
1. Tentang makanan sehat
Orang tua pasien memberikan makanan bubur instant kepada
pasien tetapi pasien tidak menyukai makanan tersebut. Pasien
hanya menyukai makanan nasi dan kue.
2. Tentang personal hygiene
Orang tua pasien mengetahui tentang personal hygiene terutama
tentang kebersihan anaknya, orang tua pasien memandikan di
rumah 2x / hari mandi pakai sabun, memotong kuku 2x/ seminggu,
menggosok gigi pasien.
3. Imunisasi
Ibu mengatakan kalau pasien tidak mendapatkan imunisasi lengkap
karena pada waktu imunisasi pasien sedang sakit.
1) Polio I , Hepatitis B I        1x
2) Polio II , Hepatitis   BI     1x
3) Campak                             1x
4) BCG                                  1x
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pasien  tampak lemah.kesadaran compos mentis GSC : 45 G
TD                                     : 170/100 mmHg
TB / BB                             : 155 Cm / 40 Kg
BB saat pengkajian           : 39 Kg
Pols                                   : 48 x / M+
Temp : 37,7°C

39
2. Keadaan Gizi Anak ;
Gizi Pasien kurang baik,dilihat dari BB anak,
BB                         : 40 Kg ( SMRS )         BB sekarang : 39 Kg
3. Aktivitas
Pasien kelihatan lemah,hanya berbaring saja,tidak dapat berjalan
dan berdiri karena terpasang infus RL 10 tts / mt.terpasang kanul
O2 3 L/mnt
4. Kepala dan Leher
Bentuk semetris, tidak ada luka / lecet. Pertumbuhan rambut
merata dan bentuk rambut lurus, Pasien  dapat menggerakkan
kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid dan limpfe usus normal dan keadaan kepala bersih.
5. Mata ( Penglihatan )
Bentuk simetris, bola mata dapat di gerakkan  kesegala arah,
konjungtiva tidak anemis,sclera tidak ikterius, tetapi terdapat
kotoran pada mata, ketajaman penglihatan baik, mata tampak
cekung dan tidak terdapat peradangan.
6. Telinga ( Pendengaran )
Bentuk simetris, Pasien dapat mendengar dgn baik. Tidak terdapat
kotoran dalam telinga, tidak ada peradangan dan tidak ada cairan
yang keluar dari telinga.
7. Hidung ( Penciuman )
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya kotoran
dalam hidung, tidak ada kelainan pada hidung.
8. Mulut ( Pencekapan )
Bentuk bibir tipis, tidak ada perdarahan dan peradangan. Mokusa
bibir tampak kering, keadaan mulut bersih.
9. Dada ( Pernafasan )
Bentuk permukaan dada simetris, pernapasan cepat frekuensi
pernapasan 48 x /mt.
10. Kulit
Turgor kulit jelek ( tidak kembali dalam 2 detik ). Tidak ada luka/
lesi. Suhu tubuh 37,7° C  warna kulit putih tak ada sianosis.
11. Abdomen

40
Tidak ada luka / perdarahan, turgor abdomen jelek ( tak kembali
dalam 2 detik ).
12. Ekstremitas atas dan bawah
a) Untuk ekstremitas atas : bentuk simetris, tdk ada luka / fraktur
dan terpasang infus Rl 20 tts/ menit yang menyebabkan
keterbatasan gerak.
b) Untuk Ekstremitas bawah : bentuk semetris, tidak ada luka /
faktur pada ekstrimitas bawah, dan tidak ada kekakuan sandi.
13. Genetalia
Jenis kelamin pasien perempuan, genetalia bersih dan tidak
terdapat lecet pada bokong.
G. Pola makan dan minum
1. Di rumah : pasien biasanya makan 3x sehari hari pasien makan
ikan dan minum air putih dan teh manis.
2. Di RS     :  pasien hanya makan bubur nasi 1-2 sendok. Pasien
sering minum air putih dan teh manis, pasien masih minum ASI
dan sering merasa haus.
H. Pola Eliminasi
1. BAB
a) Di rumah : pasien BAB ±1x/ hari dan konsistesi padat lunak
b) Di RS : pasien BAB ± 2x/ hari konsistensi cair berampas
2. BAK
a) Di rumah : pasisen BAK antara 3-5x/hari berwarna kuning
pekat.
b) Di RS : pasien BAK 3-4x/hari.
I. Persentase Kehilangan Cairan
Penggolongan derajat dehidrasi: Pasien termauk ehidrasi sedang
ditandai dengan BAB cair berampas 2x/hari, sering merasa haus,
lemah serta mata cekung, mukosa mulut tampak kering, turgor kulit
jelek.
J. Terapi Yang Didapatkan Di RS
Terapi yang diberikan pada penderita berupa perawatan di ruang
intensif, pengawasan tanda vital terutama tekanan darah, oksigenasi,
infus RL, pembatasan aktivitas, diet rendah garam dan cukup protein,

41
Amoksisilin 50 mg/kgBB, 3 x 1 selama 10 hari, obat anti hipertensi :
Captopril 0,3 mg/kgBB 2 x 1, Furosemid 1-3 mg/kgBB 1 x1,
Parasetamol 10 mg/kgBB.
K. Prosedur Diagnostik
Hasil pemeriksaan feses
Makroskopis                :                       Mikroskopis    :
Warna                          : kuning           Lekosit            : -
Konsistensi                  : lembek           Eritrosit           ; +
Darah                          : -                     Amoeba           : -
Lender                         : -                     Bakteri : + (penuh)
Lain-lain : + (lembek)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan urine
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan penurunan kebutuhan metabolik
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan
menurunnya tingkat antivitas
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue (kelelahan) dan tirah
baring.
5. Nyeri akut (sakit kepala dan pusing) berhubugan dengan gangguan
perfusi darah otak sekunder terhadap hipertensi.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
III. INTERVENSI
1. DX I
NOC: Keseimbangan Cairan
Tujuan: Status cairan pasien dapat dipertahankan secara seimbang.
Kriteria hasil:
a. Pengeluaran urine 1-2 ml/KgBB/jam
b. Tekanan darah dalam batas normal
c. Tidak ada edema
d. Berat jenis urine normal
e. Berat badan stabil
NIC: Manajemen Cairan
a. Monitor intake dan output

42
b. Kaji edema
c. Timbang berat badan
d. Monitor tekanan darah setiap 4 jam
e. Pembatasan cairan dan sodium sesuai program
2. DX II
NOC: Status nutrisi
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan intake (masukan) yang
adekuat
Kriteria hasil:
a. Stamina
b. Tenaga
c. Kekuatan menggenggam
d. Daya tahan tubuh
NIC: Manajemen Nutrisi
a. Timbang berat badan tiap hari
b. Kaji membran mukosa dan turgor kulit setiap hari untuk monitor
hidrasi
c. Pertahankan pembatasan sodium dan cairan sesuai program
pemeriksaan protein sesuai program.
d. Makanan dengan rendah protein.
e. Memilih posisi saat makan yang sesuai dengan keinginan anak.
3. DX III
NOC: Integritas Jaringan
Tujuan: keutuhan kulit pasien dapat dipertahankan
Kriteria Hasil:
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit
serta perawatan alami
NIC: Manajemen Tekanan (Pressure)
a. Kaji edema dan tinggikan ekstremitas jika “pitting” edema ada.
b. Kaji tanda dan gejala potensial atau aktual kerusakan kulit.

43
c. Pertahankan kebersihan perseorangan: mandi setiap hari,
penggunaan pelembab kulit dan ganti tenun setiap hari.
d. Rubah posisi setiap 2 jam jika memungkinkan.
e. Penggunaan matras yang lembut.
4. DX IV
NOC: Konservasi energi
Tujuan: Kebutuhan istirahat pasien terpenuhi
Kriteria Hasil:
a. Istirahat dan aktivitas seimbang
b. Tidur siang
c. Mengetahui keterbatasan energinya
d. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
NIC: Terapi Aktivitas
a. Kaji pola aktivitas dan tidur selama hospitalisasi
b. Tirah baring selama 2-3 minggu
c. Atur jadwal aktivitas yang tidak menyebabkan gangguan istirahat
tidur.
d. Berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan tingkat energi anak
e. Bantu anak untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
5. DX V
NOC: Kontrol Nyeri
Tujuan: Rasa nyeri (sakit kepala dan pusing) pasien berkurang
Kriteria Hasil:
a. Mengenali faktor penyebab
b. Menggunakan metode pencegahan
c. Mengenali gejala-gejala nyeri
d. Mencari bantuan tenaga kesehatan
NIC: Manajemen Nyeri
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi, karakteristik, dan
onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan beratnya nyeri).
b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi, terapi bermain, terapi
aktivitas)
d. Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga

44
e. Anjurkan istirahat yang cukup.
6. DX VI
NOC: Kontrol Cemas
Tujuan: Kecemasan pasien dan orang tua menurun
Kriteria Hasil:
a. Memonitor intensitas kecemasan
b. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas
c. Mencari informasi lingkungan ketika cemas
d. Merencanakan strategi koping
NIC: Penurunan Kecemasan
a. Kaji tanda dan gejala kecemasan
b. Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan dan jawab pertanyaan
dengan jelas dan jujur.
c. Jelaskan kepada keluarga mengenai pengetahuan tentang penyakit
anak dan rencana pengobatannya.
d. Ajarkan dan ijinkan orang tua untuk berpartisipasi dalam
perawatan anak.
e. Libatkan anak dalam aktivitas permainan yang sesuai dengan
kondisi dan usia.
IV. EVALUASI
D
Kriteria Hasil Ket Skala
X
I a.       Pengeluaran urine 1-2 3
ml/KgBB/jam 5
b.      Tekanan darah dalam batas 5
normal 3
c.       Tidak ada edema 5
d.      Berat jenis urine normal
e.       Berat badan stabil
II a.       Stamina 3
b.      Tenaga 3
c.       Kekuatan menggenggam 3
d.      Daya tahan tubuh 3

45
III a.       Integritas kulit yang baik bisa 4
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b.      Tidak ada luka atau lesi pada 5
kulit 5
c.       Perfusi jaringan baik 3
d.      Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembapan
kulit serta perawatan alami
IV a.       Istirahat dan aktivitas seimbang 4
b.      Tidur siang 4
c.       Mengetahui keterbatasan 5
energinya 5
d.      Mengubah gaya hidup untuk
mengurangi resiko.
V a.       Mengenali faktor penyebab 3
b.      Menggunakan metode 3
pencegahan 2
c.       Mengenali gejala-gejala nyeri 4
d.      Mencari bantuan tenaga
kesehatan
VI a.       Memonitor intensitas 1
kecemasan 2
b.      Menurunkan stimulasi
lingkungan ketika cemas 2
c.       Mencari informasi lingkungan
ketika cemas 3
d.      Merencanakan strategi koping

46
C. GLOMERULONEFRITIS KRONIS
1. Definisi glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat
dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut dan akhirnya gagal
ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif 
yang biasanya bersifat ireversibel (Kowalak, 2011). Glomerulonefritis Kronik
adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi
kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun.
Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen  dari penyakit dengan
berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat
meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama
dilihat sebagai sebuah proses kronik.
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan
urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita
glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari
glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa
bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal
yang berkibat gagal ginjal.
2. Etiologi
a. Glomerulonefritis akut
b. Pielonefritis
c. Diabetes mellitus
d. Hipertensi yang tidak terkontrol

47
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Lesi herediter
i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
j. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
3. Manifestasi Klinis
a. Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pembesaran vena leher
3) Pitting edema
4) Edema periorbital
5) Friction rub pericardial
b. Pulmoner
1) Nafas dangkal
2) Krekels
3) Kusmaul
4) Sputum kental dan liat
c. Gastrointestinal
1) Konstipasi / diare
2) Anoreksia, mual dan muntah
3) Nafas berbau ammonia
4) Perdarahan saluran GI
5) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
d. Muskuloskeletal
1) Kehilangan kekuatan otot
2) Kram otot
3) Fraktur tulang
e. Integumen
1) Kulit kering, bersisik
2) Warna kulit abu-abu mengkilat
3) Kuku tipis dan rapuh
4) Rambut tipis dan kasar
5) Pruritus

48
6) Ekimosis
f. Reproduksi
1) Atrofi testis
2) Amenore

4. Patofisiologi
Glomerulonefritis kronis, awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak
sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang sangat
ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini, ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan
fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau
kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem korteks,menyebabkan permukaan
ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi
jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi
perusakan glomerulo yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir
(ESRD).
a. Penurunan GFR
Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
mendeteksi  penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat.
b. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

49
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya akan terjadi
penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi
paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap
peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun
menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
5. Pathway

6. Komplikasi
a. Hipertensi
b. Sindrom nefrotik
c. Gagal ginjal akut
d. Penyakit ginjal kronis
e. Gagal jantung dan edema paru akibat cairan yang menumpuk dalam tubuh
f. Gangguan kesimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium

50
g. Rentan terhadap infeksi
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urin
1) Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
2) Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
4) Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
6) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
7) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
b. Darah
1) Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
2) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
3) SDM:  menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,2
5) Protein (albumin) : menurun
6) Natrium serum : rendah
7) Kalium: meningkat
8) Magnesium: meningkat
9) Kalsium ; menurun
c. Osmolalitas serum:
Lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd:
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal :
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:

51
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal:
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h. EKG:
Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
8. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Dialisis
2) Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid
3) Diit rendah uremi
4) Pembatasan cairan dan Na, tinggi KH & rendah protein, Rendah K Bila
Ada gagal ginjal. Antibiotik jika ada infeksi pemberian korticosteroid &
Cytotoxic.Anti Hypertensi, diuretic, plasmapheresis.
b. Keperawatan
1) TTV setiap 4 jam
2) Monitor BUN, Creatinin dan Protein urine
3) Mengganti cairan yang hilang
4) Monitor intake-Output
9. Teori Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis pada Anak
A. Pengkajian
1. Aktifitas /istirahat
Gejala:
a. Kelemahan malaise
b. Kelelahan ekstrem,
c. Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala:
a. Riwayat hipertensi lama atau berat
b. Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:

52
a. Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki,
telapak tangan
b. Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik
c. Disritmia jantung
d. Pucat pada kulit
e. Friction rub pericardial
f. Kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
Gejala:
a. Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain
b. Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda:
Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian,  mudah
terangsang
4. Eliminasi
Gejala:
a. Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
b. Diare, Konstipasi, abdomen kembung,
Tanda:
a. Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan,
berawan
b. Oliguria, dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
Gejala:
a. Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
b. Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada
mulut ( pernafasan amonia)
Tanda:
a. Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
b. Edema (umum, tergantung)
c. Perubahan turgor kulit/kelembaban
d. Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
e. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori

53
Gejala:
a. Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit
kepala, penglihatan kabur
b. Telapak kaki
c. Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah
(neuropati perifer)
Tanda:
a. Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
lapang perhatian, stupor, koma
b. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
c. Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyei panggul
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Dispnea, nafas pendek,  nokturnal paroksismal, batuk dengan atau
tanpa sputum.
Tanda:
a. Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul
b. Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala: Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
a. Pruritus
b. Demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala: Amenorea, infertilitas, penurunan libido
11. Interaksi social
Gejala: Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
12. Penyuluhan
a. Riwayat diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria

54
b. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
c. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/d bendungan sirkulasi akibat adanya retensi
air dan hipernatremia
2. Kelebihan volume cairan b/d edema dan oliguri
3. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d mual, muntah, dan anorexia.
C. Intervensi  Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1.    1.  Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi status hidrasi
   perfusi tindakan 2 x 24 jam, 2. Pantau hasil laboratorium yang
jaringan b/d diharapkan pasien berhubungan dengan keseimbangan
bendungan dapat menunjukkan cairan (misalnya, hematokrit, BUN,
sirkulasi perfusi jaringan renal albumin, protein, osmolalitas serum,
akibat adanya normal, yang ditandai dan berat jenis urine).
retensi air dan dengan criteria hasil : 3. Pantau hasil laboratorium untuk
hipernatremia - Tidak ada edema retensi cairan (misalnya,
perifer dan asites peningkatan berat jenis urine, 
- Uji laboratorium peningkatan BUN, penurunan
dalam batas normal hemotokrit, dan penungkatan
(misalnya, berat jenis osmolalitas serum)
urine, kadar protein. 4. Observasi adanya tanda – tanda
- Warna dan bau urine retensi atau kelebihan cairan
dalam rentang yang (misalnya, edema dan asites)
diharapkan 5. Laporkan kepada dokter jika
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan bertambah buruk
2. Kelebihan Setelah dilakukan 1. Tentukan lukasi dan derajat
volume cairan tindakan 2 x 24 jam, edema
b/d edema diharapkan pasien 2. Pantau hasil laboratorium yang
dan oliguri dapat relevan terhadap retensi cairan

55
mempertahankan (misalnya, perubahan elektrolit,
volume cairan dalam peningkatan berat jenis urine,
batas normal ditandai peningkatan BUN, dan peningkatan
dengan criteria hasil : kadar osmolalitas urine)
- Tidak ada asites  dan 3. Pantau indikasi kelebihan/retensi
edema cairan (misalnya edema dan asites)
- Berat jenis urine sesuai dengan keperluan
dalam batas normal 4. Konsultasikan ke dokter jika
- Keseimbangan tanda dan gejala kelebihan volume
asupan dan haluaran cairan muncul atau memburuk
dalam 24 jam 5. Ajarkan pasien untuk
memerhatikan penyebab dan
mengatasi edema 
3. Perubahan Setelah dilakukan 1. Ketahui makanan kesukaan
nutrisi tindakan 2 x 24 jam, pasien
(kurang dari diharapkan pasien 2. Identifikasi factor pencetus mual
kebutuhan) akan menunjukan dan muntah
b/d mual, peningkatan asupan 3. Identifikasi factor – factor yang
muntah, dan makanan ditandai dapat berpengaruh terhadap
anorexia. dengan criteria hasil : hilangnya nafsu makan pasien
- Mempertahankan 4. Tentukan kemampuan pasien
massa tubuh dan berat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
badan dalam batas 5. Pantau kandungan nutrisi dan
normal kalori pada catatan asupan
- Melaporkan 6. Timbang pasien pada interval
keadekuatan tingkat yang tepat
energi 7. Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya

D. Evaluasi
1. Gangguan perfusi jaringan masih terjadi, masalah belum teratasi, lanjutkan
intervensi no. 1-5.

56
2. Kelebihan volume cairan masih terjadi, masalah belum teratasi, lanjutkan
intervensi no. 1-5.
3. Perubahan nutrisi teratasi sebagian, lanjutkan intervensi no. 4,5,6.
4. Gangguan pola tidur masih terjadi, masalah belum teratasi, lanjutkan
intervensi no.1-6.
5. Intoleransi aktivitas tidak terjadi, masalah teratasi.

57
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Sindroma nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai dengan peningkatan protein
dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema, dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang ssngat
merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerolus.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
B. Saran
Dari makalah yang telah kami buat, diharapkan semua mahasiswa mampu
menyerap informasi dan isi makalah ini. Baik itu sebagai referensi maupun sebagai
bahan acuan untuk mengerjakan tugas selanjutnya.

58
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.


Harnowo, Sapto. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta:
Widya Medika.
Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. St. Louis Missouri: Mosby INC.
Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mc. Closkey, cjuane, dkk. 1996. NIC. St.Louis missouri: Mosby INC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Sacharin, Rosa M. 1999. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.
Santosa Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama.
Baradero, Mary. (2008). Klien Gangguan Ginjal : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Kowalak, Jennifer P, dkk. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Paulus. (2012). Asuhan Keperawatan Glomerulo Nefritis Akut & Kronik. Diakses pada


tanggal 3 April 2014 di http://pauluspbp.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-
glomerulo-nefritis.html

59

Anda mungkin juga menyukai