Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi Berita Buruk

Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan pandangan
buruk bagi kesehatan seseorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan perasaan tanpa
harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien, atau resiko
mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien (Wright dkk, 2013).

Menurut Baile dkk (2000), berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi yang
secara serius dapat memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya. Sedangkan
menurut Aitini & Aleoti (2006) kabar buruk adalah pengalaman tidak nyaman untuk pemberi
dan penerima kabar.

B. Tujuan Penyampaian Berita Buruk

1. Merupakan pekerjaan yang akan sering dilakukan namun membuat stress

Selama karirnya, seorang dokter akan mengalami keadaan dimana ia harus


menyampaikan informasi buruk kepada pasien atau keluaraganya. Penyampaian berita
buruk akan menjadi sangat menegangkan ketika seorang dokter kurang berpengalaman,
sedang menghadapi pasien yang masih muda, dan ketika prospek keberhasilan
pengobatan minim (Baile dkk, 2000).

2. Pasien menginginkan kebenaran

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 96% orang berharap diberi tahu ketika ia
menderita kanker dan 85% berharap mendapat informasi mengenai perkiraan umur
mereka (Baile dkk, 2000).

3. Prinsip hukum dan etik

Di Amerika Utara, prinsip informed consent, otonomi pasien, dan hukum telah
menciptakan kewajiban etika dan hukum yang jelas untuk memberikan informasi
sebanyak yang pasien inginkan tentang penyakit mereka dan pengobatannya. Dokter
tidak mungkin menahan informasi medis bahkan jika mereka tahu itu akan memiliki efek
negative pada pasien (Baile dkk, 2000).

4. Hasil pemeriksaan klinis

Bagaimana cara penyampaian kabar buruk dapat mengubah pemahaman pasien


akan informasi, kepuasaan perawatan, tingkat harapan, dan psikologi pasien. Banyak
pasien mengharapkan informasi yang akurat untuk membantu mereka menentukan
pilihan (Baile dkk,2000).
Masalah muncul bila dokter harus berhadapan dengan keadaan khusus atau
kepribadian pasien yang berbeda-beda. Contohnya, penyakit yang dipengaruhi oleh
faktor psikososisal. Keadaan lainnya adalah pasien yang berpenyakit kronis, menderita
cacat, dan pada pasien kanker. Permasalahan yang sebenarnya muncul ketika kita harus
menyampaikan prognosis penyakit dan berapa lama pasien itu dapat bertahan hidup
(Sukardi dkk,2007).

5. Penyampaian pada pasien mengenai kecacatan/penyakit kronis

Pada penyakit kronis atau penyakit yang disertai dengan kecacatan yang berat,
sebaiknya dokter memberitahukan kenyataan atau fakta yang ada. Terutama cara adaptasi
yang cepat dan tepat terhadap perubahan hidupnya. Pasien penyakit kronis seharusnya
menerima kenyataan agar mereka lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan
keadaannya. Kecemasan dan rasa takut yang berlebihan tidak saja ditimbulkan dari
penyakit yang diderita, tetapi juga dari tekanan masyarakat yang sering memberikan
symbol tertentu pada penyakitnya (Sukardi dkk, 2007).

6. Penyampaian pada pasien mengenai penyakit kanker/tumor ganas

Penyakit kanker merupakan penyakit yang sering ditanggapi dengan cara yang
tidak realistis. Pasien yang sering dijauhi oleh masyarakat dan seolah-olah kemtiannya
sudah dekat.

C. Jenis-Jenis Berita Buruk

Di dunia kedokteran, terdapat berbagai jenis berita buruk yang hendak disampaikan
kepada pasien. Berikut contoh-contohnya :

 Kegagalan operasi

 Vonis kanker

 Penyakit kronik seperti gagal ginjal kronik

 Terminal Ilness

 Tidak bias mempunyai anak

 Kematian, dan lai-lain

D. Teknik Menyampaikan Berita Buruk

1. Penyampaian Berita Buruk Secara Tidak Langsung

Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan oleh
dokter, misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian,
menyampaikan diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau
menyampaikan rencana terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan ini
setiap dokter akan mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan
menimbulkan frustasi pada pihak pasien.

Hampir setiap dokter akan berusaha mengurangi reaksi frustasi pasien. Usaha ini
wajar sepanjang dokter tidak memalsukan informasi (berbohong kepada pasien) tetapi
sesungguhnya kurang baik, karena dokter justru memberi peluang bagi bertambah
besarnya frustasi pasien.

Usaha mengurangi frustasi pasien dalam penyampaian berita buruk ini biasa
dilakukan dengan beberapa cara yang kurang benar.

2. Penyampaian Berita Buruk Secara Langsung

Penyampaian berita buruk secara langsung merupakan cara yang lebih efektif
dalam penyampaian berita buruk kepada pasien. Dengan penyampaian langsung ini,
maka jelas dokter berada dalam keadaan “siap mental” untuk menghadapi frustasi pasien
dan selanjutnya dapat menampung dan meredakan frustasi itu.

Dalam penyampaian berita buruk secara langsung, ada 3 tahap yang harus dilalui dokter,
yaitu ;

1) Tahap 1 : penyampaian berita buruk itu sendiri

2) Tahap 2 : memperendah tingkat frustasi

3) Tahap 3 : mencari pemecahan persoalan

Setiap berita buruk tentu akan menimbulkan frustasi, tetapi yang terpenting adalah
mencari jalan keluar dari keadaan yang buruk itu. Untuk bisa mencari jalan keluar,
tingkat frustasi harus direndahkan dulu agar pasien tidak terlalu emosional. Tugas
mencari pemecahan persoalan dan merendahkan tingkat frustasi termasuk dalam
kewajiban dokter juga.

 Tahap 1 Penyampaian berita buruk

Seringkali pasien sudah mempunyai dugaan tentang keadaan yang buruk itu,
hanya saja ia belum merasa pasti. Pasien mempunyai hak untuk segera bebas dari
ketidakpastian ini. Dalam menyampaikan berita buruk dokter harus
memperhatikan hal-hal beriut:

a) Berita buruk langsung disampaikan pada awal percakapan. Dokter jangan


melakukan berbagai aksi menghindar.
b) Dokter harus menyampaikan berita dalam kalimat yang sesingkat
mungkin, tetapi dalam kalimatnya itu dokter juga harus menunjukkan
bahwa ia memperlihatkan perasaan pasien.

c) Nada suara dokter harus menunjukkan bahwa dokter ikut menghayati apa
yang dirasakan pasien.

 Tahap 2 Penurunan tingkat frustasi

Setelah berita buruk disampaikan, dokter harus berusaha menurunkan frustasi


pasien. Untuk itu ada 2 macam cara, yaitu :

a) Mengucapkan kata-kata simpati

b) Memberikan informasi kepada pasien bahwa ada hal-hal yang


membuatnya tidak usah terlalu kecewa.

Mengurangi frustasi sampai tingkat yang paling rendah adalah sangat penting
karena bila tingkat frustasi masih tinggi dokter tidak akan sampai pada
pemecahan persoalan. Kalau frustasi tidak dapat diturunkan sekaligus, usaha ini
sebaiknya ditunda dan dilanjutkan lain kali.

 Tahap 3 Pemecahan persoalan

Disini dokter meberikan nasehat-nasehat berupa pilihan-pilihan yang dapat


ditempuh oleh pasien untuk mengatasi persoalan yang akan dihadapinya sebagai
akibat dari keadaannyayang tidak diharapkan tersebut.

3. Penyampaian Berita Buruk dengan Metode SPIKES

Metode SPIKES mengacu pada enam tahap dalam penyampaian berita buruk.

1) SETTING UP the interview

 Aturlah privasi

Idealnya, disiapkan ruangan khusus. Penyampaian berita buruk


harus dilakukan pada tempat yang nyaman yang menyediakan privasi
bagi pasien dan relative tenang. Ruangan harus cukup luas untuk
menampung para staf atau perawat serta seluruh anggota keluarga pasien
yang mendapingi pasien saat penyampaian berita buruk. Siapkan tissue
untuk berjaga-jaga apabila pasien menangis.
 Libatkan orang lain

Kebanyakan pasien biasanya ingin ditemani oleh orang lain.


Namun, orang tersebut haruslah pilihan pasien. Ketika ada anggota
keluarga pasien, mintalah pasien memilih satu atau dua perwakilan
keluarga.

 Duduk

Posisi duduk akan membuat pasien lebih relaks dan menadakan


bahwa dokter tidak terbur-buru. Pemilihan waktu dalam penyampaian
berita buruk sangat penting. Penjadwalan ulang atau pemilihan waktu lain
perlu dilakukan agar dapat menyampaikan berita buruk kepada pasien
pada saat yang tepat. Ketika duduk usahakan tidak ada batas antara dokter
dan pasien. Mengatur koneksi dengan pasien. Melakukan kontak mata
mungkin saja terasa kurang nyaman, namun ini merupakan cara penting
untuk membangun sebuah hubungan. Memegang lengan atau tangan
pasien apabila pasien bersedia juga merupakan cara mencapainya.
Mengelola waktu dan interupsi. Ketika menyampaikan kabar buruk pada
pasien usahakan jangan ada interupsi. Sebaiknya seorang dokter mengatur
telepon genggamnya dalam keadaan diam.

2) Assesing the Patient’s PERCEPTION

Langkah kedua dan ketiga dari SPIKES merupakan interview yang


menerapkan “sebelum berkata, tanyalah”. Sebelum mendiskusikan hasil medis,
dokter menggunakan pertanyaan terbuka untuk menilai persepsi pasien akan
keadaannya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dokter dapat mengoreksi
informasi yang salah dan menyesuaikan kabar buruk dengan pemahaman pasien.
Dari sini juga dapat dilihat apakah pasien menyangkal suatu penyakit, angan-
angan ataupun harapan pengobatan yang tidak realistis.

3) Obtaining the patient’s INVITATION

Kebanyakan pasien menginginkan informasi penuh akan diagnosis,


prognosis, hingga detail penyakit yang pasien derita. Namun beberapa pasien
tidak. Penting untuk menanyakan pasien sedetail apa informasi yang mereka
inginkan.

4) Giving KNOWLEDGE and information to the patient

Memulai percakapan dengan kalimat seperti, “Saya khawatir bahwa kabar


yang saya sampaikan adalah kabar yang kurang baik” atau “Dengan berat hati
saya sampaikan bahwa…” dapat mengurangi syok pada pasien saat
mendengarkan berita buruk. Dalam menyampaikan hasil medis, terjemahkan
istilah medis kedalam Bahasa Indonesia, misalnya gunakan kata “menyebar”
untuk menggantikan kata “metastasis”. Dokter juga harus menghindari
pernyataan yang berlebihan. Berikan informasi dalam potongan kecil, dan
pastikan untuk berhenti menjelaskan untuk memastikan bahwa pasien paham
dengan apa yang dijelaskan.

5) Adressing the patient’s EMOTIONS with emphatic responses

Merespon emosi pasien merupakan salah satu hal sulit dalam


menyampaikan berita buruk. Pasien dapat bereaksi dengan diam, menangis,
menyangkal, hingga marah, pada situasi seperti ini, seorang dokter dapat
memberi dukungan dan solidaritas dengan memberi respons empati. Diskusi
tidak akan dapat berlanjut selama emosi pasien masih ada.

6) STRATEFY and SUMMARY

Sebelum menentukan rencana perawatan, penting untuk mananyakan


apakah pasien sudah siap untuk berdiskusi. Buatlah rencana langkah demi
langkah dan berikan penjelasan yang lengkap kepada pasien mengenai rencana
perawatannya. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan sebagai antisipasi
jika tejadi suatu hal yang tidak diinginkan selama perawatan.

KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF

A. KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS


Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai
bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. (purwaningsih dan karbina, 2009).
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya
tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan
kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (purwaningsih dan karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit kronis yang dialami oleh
seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seseorang pasien mengalami
ketidakmampuan contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang
baru dirasakan.

1. Teknik komunikasi fase denial (pengingkaran)


 Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang konstruktif dalam
menghadapi kehilangan dan kematian.
  Selalu berada didekat klien
 Pertahankan kontak mata
2. Teknik komunikasi fase anger (marah)
 Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing
dan menggunakan teknik respek.
3. Teknik komunikasi fase Bargening (tawar menawar)
 Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kapada pasien
apa yang diinginkan
4. Teknik komunikasi fase depression
 Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga mengekspresikan
kesedihannya.
5. Teknik komunikasi fase occeptance (penerimaan)
 Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian pasien.

B. KOMUNIKASI PADA PASIEN YANG TIDAK SADAR


Komunikasi dengan pasien yang tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusus/trapeutik dikarenakan fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat
membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi
utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh
beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial maupun ekstrakranial yang
mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik ditingkat korteks serebri, batang otak
keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda saat kita berkomunikasi dengan
pasien yang tidak sadar, yakni tidak mendapatka feedback (umpan balik) yang menjadi
salah satu elemen komunikasi. Hal ini dapat kita temukan diruangan-ruangan tertentu
seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit (ICCU) dan lain sebagainya.
Walaupun banyak perdebatan bahwa komunikasi trapeutik tetap dilaksanakan walau
pasien koma, maka dari itu kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik ini
untuk menghargai perasaan pasien serta berperilaku baik sekalipun dia dalam keadaan
yang tidak sadar atau koma.
REFERENSI

https://id.scribd.com/document/375508654/Makalah-Teknik-Menyampaikan-Berita-Buruk

http://nursing-doc.blogspot.com/2019/09/makalah-konsep-komunikasi-pada-pasien.html

Anda mungkin juga menyukai