Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan dokter,
misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian, menyampaikan
diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau menyampaikan rencana
terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan ini setiap dokter akan
mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan menimbulkan frustasi pada
pihak pasien (Sarwono, 1982).
Penyampaian berita buruk secara langsung merupakan cara yang lebih efektif dalam
penyampaian berita buruk kepada pasien. Dengan penyampaian langsung ini, maka jelas
dokter berada dalam keadaan ‘siap mental’ untuk menghadapi frustasi pasien dan
selanjutnya dapat menampung dan meredakan frustasi itu (Sarwono, 1982).
Dalam penyampaian berita buruk secara langsung, ada 3 tahap yang harus dilalui
dokter, yaitu:
1) Tahap 1: penyampaian berita buruk itu sendiri
2) Tahap 2: memperendah tingkat frustasi
3) Tahap 3: mencari pemecahan persoalan (Sarwono, 1982)
Setiap berita buruk tentu akan menimbulkan frustasi, tetapi yang terpenting adalah
mencari jalan keluar dari keadaan yang buruk itu. Untuk bisa mencari jalan keluar,
tingkat frustasi harus direndahkan dulu agar pasien tidak terlalu emosional.Tugas
mencari pemecahan persoalan dan merendahkan tingkat frustasitermasuk dalam
kewajiban dokter juga (Sarwono, 1982).
Menyampaikan
Menyampaikan kabar buruk bahwa pasien menderita penyakit terminal merupakan
merupakan
momok bagi setiap tenaga kesehatan. Pasien dengan penyakit terminal dapat diartikan dengan
kondisi ireversibel yang dalam waktu dekat akan mengakibatkan kematian atau penurunan
kesadaran menetap yang tidak memungkinkan untuk disembuhkan.[1] Dalam artian yang lebih
sederhana, penyakit terminal adalah penyakit yang dalam jangka waktu dekat akan berujung
pada kematian, walaupun sudah dilakukan upaya pengobatan. Tidak ada batasan jelas
mengenai batas harapan hidup pasien dengan penyakit terminal. Terdapat beberapa literatur
yang menyampaikan batasan waktu penyakit terminal yakni “24 bulan atau kurang”, “12 bulan
atau kurang”, “9 bulan atau kurang”, “6 bulan atau kurang”, “hari hingga minggu”, “segera”,
pasien dan dokter dapat menentukan bersama tujuan pengobatan yang dilakukan pada
pasien.
3. Aspek legal dan hukum.
Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan dokter
maupun dokter , misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian,
menyampaikan diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau
menyampaikan rencana terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan
ini setiap dokter akan mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan
menimbulkan frustasi pada pihak pasien (Sarwono, 1982).
1. Se
Settting up the i nt
nte
er vie
iew
w
Persiapan adalah langkah pertama dan paling penting dalam menyampaikan kabar
buruk. Dalam persiapan dilakukan peninjauan ulang apa yang akan disampaikan pada
pasien, kelengkapan data pendukung diagnosis, bagaimana cara menyampaikan kabar
buruk dan bagaimana kira-kira pasien akan merespons kabar buruk tersebut. Hal ini
bukanlah hal yang mudah, terutama bagi dokter yang pertama kali melakukannya.
Langkah persiapan yang harus dilakukan adalah:
4. G i vi
ving
ng K now
nowled
ledgge and i nforma
nf ormati
tioon to the pati
patieent
Akan lebih mudah bagi pasien untuk dapat mempersiapkan diri menerima kabar
buruk apabila dokter memberikan petunjuk di awal pembicaraan. Pembicaraan bisa
dimulai dengan “Ada hal penting namun kurang menyenangkan yang harus saya
sampaik aan.”
n.” atau “Dari hasil pemeriksaan, ada kabar buruk yang saya harus
sampaikan”
sampaikan”
Pemberian informasi pada pasien harus memperhatikan hal-hal berikut:
kanker paru yang sangat parah dan harus segera diobati kalau tidak anda akan
segera mati”. Respons yang paling mungkin diterima oleh dokter dari pasien
adalah pasien dan keluarganya tidak terima dan memarahi dokter.
Berikan informasi dalam potongan-potongan singkat. Berikan pasien jeda
Walaupun pasien dalam kondisi terminal, tidak memiliki kemungkinan untuk sembuh,
jangan memutuskan pengharapan pasien
pengharapan pasien seketika dengan mengatakan “Sudah tidak
ada hal yang kita bisa perbuat.”
perbuat.”
Perlu disampaikan bahwa masih ada tata laksana yang kita lakukan
l akukan yang mungkin
tidak menyembuhkan penyakitnya, namun membuat kehidupannya lebih baik,
misalnya mengurangi gejala, kontrol nyeri atau transfusi darah.
Pasien akan memberikan respons terhadap berita buruk yang didengarnya dari dokter.
Respons pasien bervariasi, mulai dari diam, marah, tidak percaya, menangis atau menolak
dan menarik diri. Dokter harus mampu menunjukkan sikap empati dalam merespons
emosi pasien tersebut. Dokter harus mampu memberikan dukungan empati pada pasien
dengan cara:
Amati secara mendalam emosi pasien. Seringnya pasien hanya diam, menangis atau
mengisolasi diri.
Dalami perasaan pasien dengan menanyakan apa yang dirasakan pasien. Bila pasien
pa sien
hanya diam, gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui apa yang pasien rasakan
dan pikirkan.
Dalami apa yang menjadi alasan emosi pasien. Bila pasien berkata dia sedih atas
berita yang didengarnya, dalami bagian mana
mana yang menjadi kesedihannya, apakah
kenyataan tentang diagnosisnya, atau kenyataan bahwa penyakitnya
pen yakitnya sulit
disembuhkan atau hal lain.
Nyatakan dukungan terhadap pasien. Pada tahap ini pasien tidak ingin mengetahui
hal-hal medis akan penyakitnya, dia ingin
i ngin mendapatkan dukungan dan tidak merasa
sendiri berjuang untuk penyakitnya.
Tunda pembicaraan yang bersifat teknis dan medis sampai pasien merasa
meras a lebih tenang
atau lebih baik. Ada kemungkinan pasien tidak sanggup sehingga bagian ini
dilanjutkan dengan anak atau keluarganya yang lain. Keluarga juga pasti memiliki
respons terhadap berita buruk tersebut, pastikan keluarga dalam keadaan tenang dan
siap sebelum melanjutkan
6. Stra
Strattegy and Sum
Summ
mary
Pastikan pasien dalam keadaan siap untuk berdiskusi. Menentukan langkah kerja pada
pasien bukan semata-mata keputusan dokter. Pasien dan keluarganya
keluarganya harus terlibat
dalam pengambilan keputusan.
Dokter sering sekali merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan pilihan tata laksana
dan prognosis pada pasien bila prognosisnya buruk.
Pendekatan pada pasien dimulai dari apa yang pasien pahami tentang
penyakitnya. Ketika ekspektasi pasien lebih tinggi dan cenderung tidak
rasional, mintalah pasien menjelaskan lebih lanjut mengenai ekspektasi
tersebut.
Jabarkan semua pilihan terapi yang ada pada pasien. Saat memberikan
pilihan pada pasien, penting pula untuk menetapkan tujuan bersama. Sering
sekali pasien berharap terapi yang diberikan bertujuan untuk
menyembuhkannya kembali namun dokter memberikan terapi hanya untuk
mengurangi gejala. Tujuan terapi harus dipahami secara baik oleh dokter,
pasien dan keluarganya.
Secara garis besar, penyampaian kabar buruk pada pasien terminal memiliki 4 tujuan,
yakniMendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi
tentang penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan kabar buruk.
1. Menyampaikan informasi yang relevan dan benar guna menjawab kebutuhan pasien.
2. Memberikan dukungan pada pasien secara empatik guna mencegah pasien masuk dalam
fase penolakan dan isolasi diri.
3. Membangun tujuan dan strategi bersama untuk rencana tata laksana pasien.
4. Mendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi tentang
mendapatkan kabar buruk.
penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin
multidisi plin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi
me ngurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya
adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang
dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk
untuk suatu perkembangan adalah mu
mutlak
tlak adanya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat adalah
dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20
tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam pemenuhan
219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi kesehatan dapat
mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya
berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan
paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
atau di tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku
agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter
tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
4) F ase de
depressi
pression
on
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut atau dengan ungkapAn yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak
berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah
penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah:
a) Meluangkan waktu
waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan
mendiskusikan
perasaan keluarga terhadap kematian pasien
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini,
kita tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi.
Ini dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita
banyak rumah sakit pasien yang tidak sadar ini atau pasien koma di ruangan-
ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit
dengan pasien ketika mau melakukan sesuatu tindakan atau bahkan suatu
intervensi.
Hal ini yang menjadi banyak perdebatan sebagaian kalangan ada yang
berpendapat dia adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara,
sedangkan sebagian lagi berpendapat walau dia tidak sadar dia juga masih
memiliki rasa atau masih mengatahui apa yang kita perbuat, maka kita harus
berkomunikasi walau sebagian orang beranggapan janggal. Maka dari itu kita
pasien serta berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia berada dalam