Anda di halaman 1dari 11

 

TEHNIK PENYAMPAIAN BERITA BURUK


A.  DEFINISI BERITA BURUK
Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan
 pandangan buruk bagi kesehatan seseorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan
 perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik
 pasien, atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien
(Wright dkk, 2013). Menurut Baile dkk (2000), berita buruk dapat didefinisikan sebagai
segala informasi yang secara serius dapat memperburuk pandangan seseorang tentang
masa depannya. Sedangkan menurut Aitini & Aleotti (2006) Kabar buruk adalah
 pengalaman tidak nyaman untuk pemberi
pemberi dan penerima berita.

Ada dua tahap dalam menyampaikan berita buruk

a.  Penyampaian Berita Buruk Secara Tidak Langsung

Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan dokter,
misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian, menyampaikan
diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau menyampaikan rencana
terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan ini setiap dokter akan
mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan menimbulkan frustasi pada
 pihak pasien (Sarwono, 1982).

b.  Penyampaian Berita Buruk Secara Langsung

Penyampaian berita buruk secara langsung merupakan cara yang lebih efektif dalam

 penyampaian berita buruk kepada pasien. Dengan penyampaian langsung ini, maka jelas
dokter berada dalam keadaan ‘siap mental’ untuk menghadapi frustasi pasien dan
selanjutnya dapat menampung dan meredakan frustasi itu (Sarwono, 1982).
Dalam penyampaian berita buruk secara langsung, ada 3 tahap yang harus dilalui
dokter, yaitu:
1)  Tahap 1: penyampaian berita buruk itu sendiri
2)  Tahap 2: memperendah tingkat frustasi
3)  Tahap 3: mencari pemecahan persoalan (Sarwono, 1982)
 

Setiap berita buruk tentu akan menimbulkan frustasi, tetapi yang terpenting adalah
mencari jalan keluar dari keadaan yang buruk itu. Untuk bisa mencari jalan keluar,
tingkat frustasi harus direndahkan dulu agar pasien tidak terlalu emosional.Tugas
mencari pemecahan persoalan dan merendahkan tingkat frustasitermasuk dalam
kewajiban dokter juga (Sarwono, 1982).

B.  JENIS-JENIS BERITA BURUK


Di dunia kedokteran, terdapat berbagai jenis berita buruk yang hendak
disampaikan kepada pasien. Berikut contoh-contohnya:
c ontoh-contohnya:

1.  Kegagalan operasi


2.  Vonis kanker.
3.  Penyakit kronik seperti gagal ginjal kronik
4.  Terminal Ilness 
Ilness 
5.  Tidak bisa mempunyai anak.
6.  Kematian, dan lain-lain.

Menyampaikan
Menyampaikan kabar buruk bahwa pasien menderita penyakit terminal merupakan
merupakan

momok bagi setiap tenaga kesehatan. Pasien dengan penyakit terminal dapat diartikan dengan

kondisi ireversibel yang dalam waktu dekat akan mengakibatkan kematian atau penurunan

kesadaran menetap yang tidak memungkinkan untuk disembuhkan.[1] Dalam artian yang lebih

sederhana, penyakit terminal adalah penyakit yang dalam jangka waktu dekat akan berujung

pada kematian, walaupun sudah dilakukan upaya pengobatan. Tidak ada batasan jelas

mengenai batas harapan hidup pasien dengan penyakit terminal. Terdapat beberapa literatur

yang menyampaikan batasan waktu penyakit terminal yakni “24 bulan atau kurang”, “12 bulan
atau kurang”, “9 bulan atau kurang”, “6 bulan atau kurang”, “hari hingga minggu”, “segera”,

“dalam waktu dekat” hingga “prognosis yang tidak menguntungkan.”[1]


menguntungkan.”[1]  

C.  TUJUAN PENYAMPAIAN BERITA BURUK

1.  Pasien menginginkan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyakitnya. Seburuk


apapun itu, pasien dan keluarganya ini mengetahui kebenarannya. Pada kondisi
terminal, pasien dan keluarganya juga ingin mengetahui bagaimana prognosis
 penyakitnya, berapa angka harapan hidupnya
hidupnya dan terapi apa yang dapat diup
diupayakan.
ayakan.
2.  Menentukan tujuan pengobatan. Penyampaian kabar buruk memfasilitasi pertemuan
ekspektasi pasien dengan kenyataan yang ada. Dengan mengetahui kebenarannya,
 

 pasien dan dokter dapat menentukan bersama tujuan pengobatan yang dilakukan pada
 pasien.
3.  Aspek legal dan hukum.

Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan dokter
maupun dokter , misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian,
menyampaikan diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau
menyampaikan rencana terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan
ini setiap dokter akan mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan
menimbulkan frustasi pada pihak pasien (Sarwono, 1982).

Langkah-langkah dalam menyampaikan kabar buruk bagi pasien dengan penyakit


terminal dikenal dengan 6 Langkah

1.   Se
 Settting up the i nt
nte
er vie
iew
w

Persiapan adalah langkah pertama dan paling penting dalam menyampaikan kabar
 buruk. Dalam persiapan dilakukan peninjauan ulang apa yang akan disampaikan pada
 pasien, kelengkapan data pendukung diagnosis, bagaimana cara menyampaikan kabar
 buruk dan bagaimana kira-kira pasien akan merespons kabar buruk tersebut. Hal ini
 bukanlah hal yang mudah, terutama bagi dokter yang pertama kali melakukannya.
Langkah persiapan yang harus dilakukan adalah:

  Mempersiapkan ruangan yang dapat menjamin privasi pasien dan keluarganya.


Penyampaian kabar buruk dapat dilakukan di ruang dokter, ruang edukasi khusus,
nurse station atau
station atau ruang rawat pasein (bila pasien hanya dirawat 1 orang satu kamar).
Bila kabar buruk harus disampaikan pada ruang rawat yang berisi lebih dari 1 pasien,
 berikan privasi dengan memberikan pembatas tiara antara pasein dengan dengan
 pasien lainnya. Bila dibutuhkan dapat
dapat disediakan tissue.
  Sebelum menyampaikan kabar tersebut pada pasien, tanyakan apakah dia butuh
ditemani oleh keluarganya atau tidak. Pada pasien geriatri sebaiknya ditemani anak
dan/atau pasangan mereka. Terkadang harus juga melibatkan pihak yang bertanggung
 jawab pada pembiayaan perawatan pasien misalnya anak atau pengurus yayasan
sosial.
  Sebaiknya, penyampaian kabar buruk disampaikan dalam keadaan duduk. Dengan
duduk, pasien dapat lebih tenang. Hal ini juga menunjukkan bahwa dokter tidak
dalam keadaan terburu-buru dan menunjukkan kesediaan untuk berdiskusi dengan
 pasien. Bila memungkinkan, duduklah berhadapan langsung dengan pasien, tanpa
 penghalang apapun, seperti meja.
  Bina hubungan baik dengan pasien. Buatlah pasien merasa mendapat perhatian dokter
dengan kontak mata yang cukup. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyentuh
dan menggenggam tangan pasien. Hindari kemungkinan gangguan yang ada
misalnya, suara telepon.

2.   Assessing the patient’s


patient’s Perception 
 

  Sebelum menyampaikan informasi pada pasien, sebaiknya menanyakan pemahaman


 pasien terhadap kondisi dan penyakitnya. Tanyakan juga harapan-harapannya
 berkaitan dengan penyakitnya.
  Seringnya pasien akan berkata “Saya ingin yang terbaik , Dok.” Bila pasien menjawab
seperti ini, tanyakan lagi bagaimana persepsi pasien tentang
t entang yang yang terbaik
  Mulailah dengan pertanyaan terbuka.
  Hal yang terpenting adalah mendapatkan persepsi pasien tentang harapannya terhadap
 penyakitnya. Persepsi pasien bervariasi mulai dengan ingin sembuh seutuhnya, ini
tidak nyeri, ingin tumornya diangkat, tidak ingin dioperasi tidak ingin minum obat
sampai sudah berpasrah.
  Dapat pula ditemukan kekeliruan pemahaman dan informasi pasein mengenai
 penyakitnya. Hal ini perlu dikoreksi dokter agar pasien memiliki pemahaman yang
tepat.

3.  Obtaining the patient’s I nvi


nvi tati on 

  Tanyakan keinginan pasien akan keingintahuannya atas informasi akan diagnosis,


 prognosis dan pilihan tata laksana yang ada. Ada pasien yang ingin mengetahui
 penyakitnya secara mendetail, namun sebagian lagi hanya ingin mengetahui
 penyakitnya secara garis besar.
  Bila pasien menyatakan secara eksplisit bahwa dia ingin mendengar informasinya
secara mendetail, akan lebih mudah untuk dokter menyampaikan kabar buruk
tersebut.
  Beberapa pasien menolak mendengarkan infomasi penyakit secara detail. Hal ini
sering ditemukan pada pasien-pasien dengan sakit berat, sudah tidak memiliki
harapan lagi, cenderung berpasrah diri. Penolakan atas informasi detail tersebut
 biasanya merupakan coping.
coping.  

4.  G i vi
ving
ng K now
nowled
ledgge and i nforma
nf ormati
tioon to the pati
patieent  

  Akan lebih mudah bagi pasien untuk dapat mempersiapkan diri menerima kabar
 buruk apabila dokter memberikan petunjuk di awal pembicaraan. Pembicaraan bisa
dimulai dengan “Ada hal penting namun kurang menyenangkan yang harus saya
sampaik aan.”
n.” atau “Dari hasil pemeriksaan, ada kabar buruk yang saya harus
sampaikan”  
sampaikan”
  Pemberian informasi pada pasien harus memperhatikan hal-hal berikut:

  Pahami tingkat pengetahuan pasien akan penyakitnya (langkah ke-2)


  Gunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pasien. Hindari penggunaan

 jargon-jargon medis. Hindari pula pemakaian kata-kata


kat a-kata yang bersifat ambigu.
Kata-kata yang digunakan harus bersifat tegas, lugas namun tidak
mematahkan harapan pasien.
  Hindari memberikan ketakutan yang berlebihan misalnya “Anda m emiliki

kanker paru yang sangat parah dan harus segera diobati kalau tidak anda akan
segera mati”. Respons yang paling mungkin diterima oleh dokter dari pasien
adalah pasien dan keluarganya tidak terima dan memarahi dokter.
  Berikan informasi dalam potongan-potongan singkat. Berikan pasien jeda

waktu antara masing-masing potongan untuk dapat mencerna informasi yang


diberikan. Berikan waktu jeda setelah mengatakan kalimat di atas.
a tas. Pasien tidak
akan mampu menangkap informasi apapun yang disampaikan setelah
 

mendengar kata “kanker”. Berikan waktu untuk pasien mencerna informasi


mendengar
tersebut, setelah beberapa saat, barulah potongan informasi lain disampaikan.
dis ampaikan.

  Walaupun pasien dalam kondisi terminal, tidak memiliki kemungkinan untuk sembuh,
 jangan memutuskan pengharapan pasien
pengharapan pasien seketika dengan mengatakan “Sudah tidak
ada hal yang kita bisa perbuat.” 
perbuat.”  

Sebaliknya, dokter dapat memberikan informasi mengenai tidak adanya modalitas


terapi untuk menyembuhkan pasien namun masih adal hal yang dilakukan untuk
hidup pasien yang lebih
lebi h baik, misalnya “Sayangnya, sampai saat ini terapi kanker
seperti kemoterapu atau radiasi tidak dapat menyembuhkan kanker ibu secara
sempurna. Namun demikian ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membuat
ibu merasa lebih baik.” 
baik.”  

  Perlu disampaikan bahwa masih ada tata laksana yang kita lakukan
l akukan yang mungkin
tidak menyembuhkan penyakitnya, namun membuat kehidupannya lebih baik,
misalnya mengurangi gejala, kontrol nyeri atau transfusi darah.

5.   Addressing the patient’s E mot


otii ons with em
empa
pathi
thicc re
r espo
sponses
nses 

Pasien akan memberikan respons terhadap berita buruk yang didengarnya dari dokter.
Respons pasien bervariasi, mulai dari diam, marah, tidak percaya, menangis atau menolak
dan menarik diri. Dokter harus mampu menunjukkan sikap empati dalam merespons
emosi pasien tersebut. Dokter harus mampu memberikan dukungan empati pada pasien
dengan cara:

  Amati secara mendalam emosi pasien. Seringnya pasien hanya diam, menangis atau
mengisolasi diri.
  Dalami perasaan pasien dengan menanyakan apa yang dirasakan pasien. Bila pasien
pa sien
hanya diam, gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui apa yang pasien rasakan
dan pikirkan.
  Dalami apa yang menjadi alasan emosi pasien. Bila pasien berkata dia sedih atas
 berita yang didengarnya, dalami bagian mana
mana yang menjadi kesedihannya, apakah
kenyataan tentang diagnosisnya, atau kenyataan bahwa penyakitnya
pen yakitnya sulit
disembuhkan atau hal lain.
   Nyatakan dukungan terhadap pasien. Pada tahap ini pasien tidak ingin mengetahui
hal-hal medis akan penyakitnya, dia ingin
i ngin mendapatkan dukungan dan tidak merasa
sendiri berjuang untuk penyakitnya.
  Tunda pembicaraan yang bersifat teknis dan medis sampai pasien merasa
meras a lebih tenang
atau lebih baik. Ada kemungkinan pasien tidak sanggup sehingga bagian ini
dilanjutkan dengan anak atau keluarganya yang lain. Keluarga juga pasti memiliki
respons terhadap berita buruk tersebut, pastikan keluarga dalam keadaan tenang dan
siap sebelum melanjutkan

6.   Stra
 Strattegy and Sum
Summ
mary  

  Pastikan pasien dalam keadaan siap untuk berdiskusi. Menentukan langkah kerja pada
 pasien bukan semata-mata keputusan dokter. Pasien dan keluarganya
keluarganya harus terlibat
dalam pengambilan keputusan.
 

  Dokter sering sekali merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan pilihan tata laksana
dan prognosis pada pasien bila prognosisnya buruk.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:

  Pahami pengetahuan pasien.

Seringnya pasien sudah berpikir mengenai penyakit dan langkah-langkah


selanjutnya (langkah ke-2). Pemahaman pengetahuan pasien akan penyakitnya,
harapan dan ekspektasi pasien akan membantu dokter dalam memulai diskusi.

  Mulailah dengan hal-hal yang pasien tahu.

Pendekatan pada pasien dimulai dari apa yang pasien pahami tentang
 penyakitnya. Ketika ekspektasi pasien lebih tinggi dan cenderung tidak
rasional, mintalah pasien menjelaskan lebih lanjut mengenai ekspektasi
tersebut.

  Jabarkan semua pilihan terapi yang ada

Jabarkan semua pilihan terapi yang ada pada pasien. Saat memberikan
 pilihan pada pasien, penting pula untuk menetapkan tujuan bersama. Sering
sekali pasien berharap terapi yang diberikan bertujuan untuk
menyembuhkannya kembali namun dokter memberikan terapi hanya untuk
mengurangi gejala. Tujuan terapi harus dipahami secara baik oleh dokter,
 pasien dan keluarganya.

  Buatlah kesimpulan secara bersama.

Pasien yang dalam kondisi terminal perlu mendapatkan terapi untuk


meningkatkan kualitas hidupnya. Tentukan bersama langkah-langkah yang
akan dilaksanakan selanjutnya. Nyatakan dukungan secara empatik pada
 pasien dan bangun harapan pasien dalam
dalam hal-hal yang mungkin bisa dicapai.

Secara garis besar, penyampaian kabar buruk pada pasien terminal memiliki 4 tujuan,
yakniMendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi
tentang penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan kabar buruk.

1.  Menyampaikan informasi yang relevan dan benar guna menjawab kebutuhan pasien.
2.  Memberikan dukungan pada pasien secara empatik guna mencegah pasien masuk dalam
fase penolakan dan isolasi diri.
3.  Membangun tujuan dan strategi bersama untuk rencana tata laksana pasien.
4.  Mendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi tentang
mendapatkan kabar buruk. 
penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan
 

PRINSIP KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF

Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
 pendekatan multidisiplin
multidisi plin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi
me ngurangi penderitaan
 pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan

support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya
adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang
dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
 penyakit kronis sehingga tuntutan untuk
untuk suatu perkembangan adalah mu
mutlak
tlak adanya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat

fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat adalah
dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20
tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam pemenuhan
219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi kesehatan dapat
mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya
 berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan
 paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
 
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2.  Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3.  Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
menganggu.
4.  Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5.  Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6.  Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
 

KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALLIATIV

A.  Komunikasi pada pasien denga


dengan
n penyakit kronis
kronis

Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung


lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh.
(Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala
tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatAn yang baru dirasakan.
(Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Tiap fase yang di alami oleh psien kritis mempunyai karakteristik yang
 berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon yang berbeda pul. Dalam
 berkomonikasi perwat juga
j uga harus memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana,
sehingga mudah bagi perawat dalam menyesuaikan fase kehilangan yang di alami
 pasien.
1)  F ase D eni
niaal ( pengi
ngikr
kr ar an )  
Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok. Tidak
 percaya atau menolak kenyataan bahwa kehlangn itu terjadi dengan mengatakan “
Tidak,  saya tidak percaya bahwa itu terjadi “. 
“.  Bagi individu atau keluarga yang
mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus
 berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dlam waktu beberapa menit sampai
 beberapa tahun.
Teknik komunikasi yang di gunakan :
a)  Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam
menghadapi kehilangan dan kematian
 b)  Selalu berada di dekat klien
c)  Pertahankan kontak mata
2)  F ase ange
ng er ( mar ah )  
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang
sering di proyeksikan kepada orang yang ada di sekitarnya, orang  – orang
orang tertentu
 

atau di tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku
agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter
tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:

a)  Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya,


hearing.. hearing.. dan hearing..dan menggunakan teknik respek
3)  F ase barg
bargeeni
ning
ng ( ta
tawa
warr menaw
nawa
ar )  
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan tuhan. Respon ini sering di nyataka dengan kata kata “ kalau saja
kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan selalu berdoa   “ . apabila proses
 berduka ini di alami keluarga, maka pernyataan seperti ini sering di jumpai “
kalau saja yang sakit bukan anak saya
s aya  

Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:


a)  Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan
kepada pasien apa yang di ingnkan

4)  F ase de
depressi
pression
on 
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut atau dengan ungkapAn yang menyatakan keputus asaan, perasaan tidak
 berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah

tidur, letih, dorongan libugo menurun


Teknik komunikasi yang di gunakan adalah:
a)  Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.
5)  F ase acce
accepta
ptance
nce ( pener
penerii maan
maan ) 
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase
menerima ini biasanya di nyatakan
nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh?”
sembuh?” Apabila individu dapat memulai fase
fa se fase
tersebut dan masuk pada fase damai atau penerimaan, maka dia akan dapat

mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilnagannya secara tuntas.


Tapi apabila individu tetep berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
 

 penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase
 penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah:
a)  Meluangkan waktu
waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan
mendiskusikan
 perasaan keluarga terhadap kematian pasien

B.  Komunikasi pada pasien yang tidak sadar

Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan


menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak
dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan
dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu
fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat
disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di tingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.

Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini,

kita tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi.

Ini dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita

komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar. Nyatanya dilapangan atau di

 banyak rumah sakit pasien yang tidak sadar ini atau pasien koma di ruangan-

ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit

(ICCU) dan lain sebagainya, sering mengabaikan komunikasi terapeutik

dengan pasien ketika mau melakukan sesuatu tindakan atau bahkan suatu

intervensi. 

Hal ini yang menjadi banyak perdebatan sebagaian kalangan ada yang

 berpendapat dia adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara,

sedangkan sebagian lagi berpendapat walau dia tidak sadar dia juga masih

memiliki rasa atau masih mengatahui apa yang kita perbuat, maka kita harus
 

 berkomunikasi walau sebagian orang beranggapan janggal. Maka dari itu kita

sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik untuk menghargai perasaan

 pasien serta berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia berada dalam

keadaan yang tidak sadar atau sedang koma.  

Anda mungkin juga menyukai