Anda di halaman 1dari 10

3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Isu Etik pada Breaking Bad News dan Telling Truth
A. Berdasarkan Autonomy pasien
1. Mendukung breaking bad news
Pasien sebagai manusia memiliki hak untuk tahu apa yang terjadi pada
kesehatannya dan opsi apa yang tersedia untuk tatalaksananya, menghargai
autonomy pasien menandakan menghormati/menghargai pilihan dari pasien
mengenai hidupnya tanpa ikut campur tangan orang lain yang mungkin dapat
menyebabkan akhir yang tidak diinginkan pasien. Menyembunyikan informasi
dari pasien menandakan kurangnya menunjukan rasa hormat kepada keinginan
pasien untuk mengatur dirinya sendiri mengenai tatalaksana, dan rencana
kehidupannya
2. Bertentangan dengan autonomy pasien
Pasien dengan jelas mengatakan untuk tidak ingin mengetahui hasil
temuan dokter tentang kesehatannya. Dibeberapa situasi dan kondisi, individu
yang dinilai berkompeten memilih untuk tidak diberitahu tentang kondisinya.
Argumen kedua yang bertentangan adalah pasien tidak sanggup untuk
memahami informasi. Argumen ini ditujukan kepada pasien yang mengalami
cognitive impaired, confused atau emotionally distress.
B. Berdasarkan Beneficience dan Nonmaleficence
1. Mendukung breaking bad news
Keterbukaan membangun kepercayaan antara pasien dan tenaga medis.
Mengetahui dan memahami diagnosa dan prognosis yang dikomunikasikan
dengan harpan dapan memberikan support psikologis. Pembicaraan dengan
harapan bahwa tindakan dilakukan untuk menolong pasien dapat mengurangi
pemikiran terburuk dan rasa takut tentang perjalanan penyakitnya. Mengetahui
bahwa terapi dan pengatur rasa sakit tersedia untuk penyakitnya pasien akan
mencari bantuan kepada tenaga medis, perawat, dan anggota keluarga.
Membohongi ataupun menyembunyikan informasi dari pasien menghalangi
4

dampak positif tersebut dan dapat menciptakan situasi kerahasiaan antara tenaga
medis, anggota keluarga, dan teman dari pasien yang membuat pasien lebih
terisolasi dan tidak mendapatkan support yang mungkin dibutuhkan dalam
mempersiapkan kematian pasien.
2. Bertentangan dengan breaking bad news
Kenyataan akan menyakiti pasien dengan menyebabkan distres serius dan
mangambil harapan pasien. Menyembunyikan kenyataan dilakukan untuk
mempertahankan harapan. Untuk keuntungan klinis membocorkan atau
memberitahukan informasi dapat berbahaya pada pasien depresi, emotionally
drained, atau pasien yang tidak stabil.
II.2 Isu Agama pada Breaking Bad News dan Telling Truth
1. Islam
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’diy rahimahullah menfsirkan ayat ini :

‫ وأنه ينبغي لهم إذا ج اءهم أمر من األم ور المهمة‬.‫ه ذا ت أديب من هللا لعب اده عن فعلهم ه ذا غ ير الالئق‬
‫ أو ب الخوف ال ذي فيه مص يبة عليهم أن يتثبت وا وال‬،‫والمص الح العامة ما يتعلق ب األمن وس رور المؤم نين‬
‫ أه ِل ال رأي والعلم والنصح‬،‫ بل يردونه إلى الرس ول وإلى أولي األمر منهم‬،‫يس تعجلوا بإش اعة ذلك الخ بر‬
‫ ف إن رأوا في إذاعته مص لحة ونش اطا‬.‫ الذين يعرف ون األم ور ويعرف ون المص الح وض دها‬،‫والعقل والرزانة‬
‫ وإن رأوا أنه ليس فيه مص لحة أو فيه مص لحة ولكن‬.‫للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعل وا ذلك‬
‫ لم يذيعوه‬،‫مضرته تزيد على مصلحته‬

“ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka
[menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika
datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum
yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum mukminin, atau berkaitan
dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar mencari kepastian dan tidak
terburu-buru menyebarkan berita tersebut. Bahkan mengembalikan  perkara
tersebut kepada Rasulullah [pemerintah] dan yang berwenang mengurusi perkara
tersebut yaitu cendikiawan, ilmuan, peneliti, penasehat dan pembuat kebijaksanan.
Merekalah yang mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan
kebalikannya. Jika mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada
kemaslahatan, kegembiraan dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga
dari musuh, maka mereka akan menyebarkannya. Dan jika mereka melihat tidak
5

ada kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya


lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya. (Taisir Karimir Rahmah hal 170,
Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti”. [Al-Hujurat : 6].

Maksudnya mintalah bukti kebenaran suatu berita dari si pembawa berita. Jika ia
bisa mendatangkan buktinya, maka terimalah. Jika ia tidak bisa membuktikan, maka
tolaklah berita itu di depannya; karena ia seorang pendusta.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur,
karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan
seseorang ke surga. Dan apabila seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih
jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh
kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan
kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa
berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta
(pembohong).”

Kesimpulan:

Islam mengajarkan kita untuk memikirkan manfaat dan kerugian sebelum kita
melakukan sesuatu, termasuk juga dalam hal menyampaikan berita. Jika suatu
6

berita hanya akan memberikan dampak buruk atau kerugian kepada orang yang
menerima, lebih baik tidak usah diutarakan. Tetapi dalam dunia medis, breaking
bad news dibutuhkan untuk memberitahukan pasien tentang keadaannya yang
sebenarnya. Sebagai dokter juga harus bersikap jujur kepada pasien. Sebaiknya,
selain dokter menyampaikan berita tersebut, disertakan juga dengan bukti yang jelas
dan pasti, karena pasien berhak mengetahui hal tersebut.

2. Kristen

“Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan
kamu.”Yohanes 8:32

Apa pun yang kita sampaikan kepada pasien atau rekan kerja kita, kita harus
mengatakan yang sebenarnya. Ini tidak selalu mudah, saat kita berhadapan dengan
musibah dan kematian, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Cara kita
menyampaikan kebenaran dalam situasi penuh tekanan sangat penting namun bila
kita tahu hanya dengan mengetahui kondisi sebenarnya maka orang memperoleh
acuan dalam melakukan perencanaan untuk masa depan.

Suatu berita akan ditanggapi secara berbeda oleh orang yang berbeda.
Perbedaan sudut pandang dapat mempengaruhi cara penyampaian berita buruk dan
terlebih penting cara pasien menerimanya. Jadi, kita tidak hanya menyampaikan
kebenaran, tapi melakukannya dengan cara yang mencerminkan perhatian kristiani
kita kepada mereka yang berkepentingan. Kita harus berusaha memberikan waktu
secukupnya untuk berbicara, dan tidak tergesa-gesa dengan pikiran kita yang
bercabang. Ada baiknya bila ada kerabat pasien yang hadir dan pembicaraan
diadakan di tempat yang tenang, sehinga mereka mudah untuk bertanya. Kita perlu
menyediakan waktu di tempat yang tenang, sehingga mudah untuk bertanya. Kita
perlu menyediakan waktu yang cukup agar keadaan pasien benar-benar dapat
dimengerti. Harapan dan ketakutan sebaiknya dinyatakan dengan terbuka. Kita
harus siap menghadapi bermacam-macam reaksi ketika menyampaikan berita buruk
dan untuk itulah seorang Kristen dapat memperoleh kekuatan dari kristus.
7

Kesimpulan:

Sebagai seorang dokter penting untung memberitahukan ke pasien tentang


kondisinya yang sebenarnya. Karena setiap orang menerima suatu berita dengan
reaksi yang berbeda-beda, perlu diperhatikan dalam cara penyampaian berita yang
akan kita lakukan. Perlu juga dikondisikan tempat dan waktu untuk kita
menyampaikan berita buruk tersebut, dan harus dijelaskan keadaan serta kondisi
pasien sampai pasien dan keluarganya mengerti.

3. Buddha

Kejujuran adalah sifat baik yang berkaitan dengan sikap mental positif, terutama
terkait dengan kualitas seseorang ketika ia berbicara. Kejujuran adalah sifat baik
yang sangat selaras dengan ajaran Buddha. Agama Buddha sangat menghargai
kejujuran dan sifat jujur. Semangat kejujuran di dalam agam Buddha tertuang di
dalam jalan suci “Atthangika magga” khususnya point ke 3, yaitu: Samma Vacca :
ucapan benar.

Semangat kejujuran juga tertuang dalam pancasila buddhis, khususnya di sila ke


4 yang berbunyi:

Musayada Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Yang memiliki arti bahwa saya bertekad melatih diri menghindari kebohongan. Sila
ke 4 ini memberi inspirasi pada kita agar membiasakan untuk berbicara dengan
motivasi yang baik dan berbicara dengan energi kasih saying sehingga setiap kata-
kata yang kita ucapkan memunculkan keyakinan dan suka-cita.

Kesimpulan:

Agama Buddha sangat menghargai kejujuran. Kita diharapkan dapat terbiasa


berbicara dengan motivasi yang baik dan berbicara dengan kasih sayang sehingga
setiap kata-kata yang kita ucapkan memunculkan keyakinan dan suka-cita. Begitu
juga dengan konsep breaking bad news yang kita diharuskan untuk berbicara jujur
8

terhadap pasien kita, menyampaikan berita sekaligus memberikan motivasi untuk


pasien, dan pentingnya bersifat empati terhadap pasien.

II.3 Isu Sosial Budaya pada Breaking Bad News dan Telling Truth
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang dokter yang harus dikerjakan dalam praktek kedokteran. Menyampaikan
berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan menantang.
Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi dokter untuk bersikap sensitif dan
sikap yang tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal dokter
berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara potensial
berakibat fatal. Jika dokter tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang
berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidakkepercayaan,
kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien.
Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada
keluarga pasien. Terdapat hubungan yang kuat antara persepsi pasien yang menerima
informasi adekuat tentang penyakit dan pengobatannya dengan penyesuaian
psikologis pasien dalam jangka waktu yang lebih lama. Pasien yang menyadari
mereka menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi mempunyai risiko
lebih besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi cemas dan atau depresi.
Dokter sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk terutama
untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak siap dan
tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir berita
tersebut akan membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan keluarganya,
serta akan mengganggu hubungan terapetik. Dokter merasakan bahwa tugas tersebut
tidak menyenangkan dan tidak nyaman; dokter tidak ingin menghilangkan harapan
pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan atau keluarganya, atau merasa
tidak yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang sangat dalam. Hal-hal tersebut
sering dijadikan alasan dokter untuk menunda menyampaikannya.
Menyampaikan berita buruk sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam
dunia kedokteran, namun bagaimana sikap seorang dokter dalam menyikapinya telah
mengalami banyak perubahan besar dalam 30 tahun terakhir. Pergeseran tersebut
9

diakibatkan karena saat ini otonomi pasien sudah jauh lebih besar, sehingga gaya
paternalistik sudah tidak terlalu cocok lagi untuk digunakan. Hal tersebut disebabkan
oleh peningkatan pengetahuan yang dimiliki pasien (beserta keluarga pasien).
Gaya paternalistik merupakan konsep lama yang digunakan untuk
menyampaikan berita buruk pada pasien (gaya ini masih umum dan masih banyak
dipraktekkan sampai saat ini). Yang mendasari gaya paternalistik adalah :
1. Nasihat dari Hippocrates dalam mengabarkan berita buruk :
“Sembunyikanlah beberapa hal dari pasien saat anda menjumpainya.
Berikan saja perintah – perintah seperlunya dengan tetap tenang dan ramah…
jangan ungkapkan kondisi pasien sekarang atau masa yang akan
datang......sebab bagi sebagian pasien, kondisi mereka akan semakin
bertambah buruk bila mereka mengetahui kondisi tidak baik yang akan
menimpa mereka“
2. Kode Etik dari Asosiasi Medis Amerika (tahun 1847) :
Kehidupan orang sakit dapat dipersingkat tidak hanya oleh tindakan, tetapi
juga oleh kata-kata ataupun perilaku dokter. Oleh karena itu merupakan
sebuah tugas suci bagi para dokter untuk menjaga dirinya sendiri dengan hati-
hati dalam hal ini, dan untuk menghindari segala sesuatu yang memiliki
kecenderungan untuk membuat pasien putus asa dan tertekan semangatnya.

Namun, pada dekade sekarang ini model paternalistik digantikan oleh model
lain yang lebih menekankan otonomi pasien dan penjelasan secara lengkap/ jelas.

Pada model yang baru ini pengungkapan diagnosis dan prognosis diberikan
secara jujur, serta diberikan pula pilihan – pilihan terapi atau penanganan yang dapat
dipilih oleh pasien, sehingga dapat sesuai dengan keinginan dan nilai – nilai yang
dianut pasien. Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan penyakit-
penyakit kronis atau terminal, menunjukkan bahwa sebagian besar pasien ingin
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang bisa dilakukan terhadap
penyakitnya. Komunikasi yang terbuka antara pasien dan dokter sangat penting untuk
kelancaran terapi.
10

Pada tahun 1961; dari 193 dokter ada 169 (88%) yang secara rutin menjelaskan
pada pasien mengenai diagnosis kanker dengan gaya `eufemisme` (contoh: istilah
kanker diganti dengan “pertumbuhan“, dll). Dokter – dokter tersebut menganut
pandangan bahwa lebih baik menerangkan sesedikit mungkin mengenai kanker
dengan harapan dapat terus menjaga perasaan pasien sehingga kerjasama pasien dapat
terus terjaga, dan pengobatan dapat terus berlangsung dengan baik. Namun, dalam
penelitian tersebut juga ditemukan bahwa ternyata sebagian besar pasien justru
menginginkan kebenaran mengenai diagnosis dan situasi mereka.

Selain itu memang disarankan untuk menggunakan pendekatan langsung pada


saat menyampaikan berita buruk , sebab akan menimbulkan ketidakjelasan /
menimbulkan pertanyaan lagi pada pasien maupun keluarganya. Gaya – gaya
eufemisme ini biasanya digunakan oleh para dokter untuk menghindarkan adanya
reaksi emosi dari pasien; sehingga dokter tidak perlu menghadapinya.

Dari penelitian lain tahun 1982 terhadap 1.251 warga Amerika; diketahui bahwa
96%-nya berharap akan diberitahu keadaan yang sesungguhnya oleh dokter apabila
mereka sampai terdiagnosis menderita kanker, 85% pasien menginginkan penjelasan
untuk prognosis penyakit, termasuk tentang seberapa lama lagi mereka masih bisa
bertahan atau bisa hidup. Penelitian ini didukung dengan banyak penelitian lain pada
tahun – tahun berikutnya.

Penelitian yang sama juga telah dibuat di Eropa, dan hasilnya tidak jauh berbeda
dengan penelitian di Amerika. Pasien di sana menginginkan penjelasan yang jujur
mengenai penyakit mereka (kanker), termasuk tentang kesempatan yang bisa
diperoleh dari terapi yang mereka jalani (seberapa persen kemungkinan
keberhasilannya), juga mengenai efek samping terapi.

Penelitian di Asia (China) ternyata juga tidak jauh berbeda. Mayoritas pasien
ingin diberikan informasi mengenai situasi / penyakit mereka yang sebenarnya.
Namun perlu sedikit modifikasi dalam penyampaiannya, karena umumnya di Asia
pembicaraan soal kematian masih dianggap sebagai “tabu“, juga karena adanya peran
keluarga yang cukup besar dan berpengaruh. Namun demikian, dalam hal
11

penyampaian berita buruk tetap disarankan untuk mendengar apa yang diinginkan
pasien, dan bukan keinginan keluarga.

II.4 Isu Hukum Budaya pada Breaking Bad News dan Telling Truth
Di Amerika Utara, prinsip informed consent, otonomi pasien, dan hukum telah
menciptakan kewajiban etika dan hukum yang jelas untuk memberikan informasi
sebanyak yang pasien inginkan tentang penyakit mereka dan pengobatannya. Dokter
tidak mungkin menahan informasi medis bahkan jika mereka tahu itu akan memiliki
efek negatif pada pasien (Adi, et al, 2015).
Walaupun menyampaikan kabar buruk pada pasien terminal bukan hal yang
mudah untuk dilakukan, hal itu harus tetap dilaksanakan karena asalan berikut (Baile,
et al, 2000):
1. Pasien menginginkan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyakitnya.
Seburuk apapun itu, pasien dan keluarganya ini mengetahui kebenarannya.
Pada kondisi terminal, pasien dan keluarganya juga ingin mengetahui
bagaimana prognosis penyakitnya, berapa angka harapan hidupnya dan
terapi apa yang dapat diupayakan.
2. Menentukan tujuan pengobatan. Penyampaian kabar buruk memfasilitasi
pertemuan ekspektasi pasien dengan kenyataan yang ada. Dengan
mengetahui kebenarannya, pasien dan dokter dapat menentukan bersama
tujuan pengobatan yang dilakukan pada pasien.
3. Aspek legal dan hukum.

Kabar buruk harus disampaikan kepada pasien, meskipun sulit untuk dilakukan,
karena kabar buruk berupa diagnosis dan tata cara tindakan medis merupakan bagian
dari hak pasien yang harus dipenuhi dan tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang
No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu mendapat informasi yang meliputi
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. Hak-hak pasien diatur juga dalam pasal
52 UU No. 29 Tahun 2004, yaitu:
12

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis


sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3)
b. meminta pendapat dokter atau dokter lain
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. menolak tindakan medis
e. mendapatkan isi rekam medis

Anda mungkin juga menyukai