OLEH : KELOMPOK 2
Buruk......................................................................................................................
G. Penyampaian berita buruk yang kurang tepat…………………………………..
H. Jenis-jenis Reaksi Pasien Terhadap Frustasi……………………………….......
I. Penyampaian Berita Buruk Dengan Metode SPIKES………………………….
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melakukan pekerjaan sehari hari, seorang petugas medis tidak jarang
menghadapi situasi yang dilematis terkait dengan kondisi pasien dan keluarganya.
Salah satu kondisi yang sering kali berpengaruh secara fisik dan mental bagi
penderita, keluarganya maupun masyarakat lingkungannya adalah suatu berita buruk
dalam medis yang harus disampaikan. Berita buruk dalam medis yang dimaksud
adalah suatu berita yang secara drastis dan negatif mengubah pandangan pasien
terhadap dirinya dan atau masa depannya.
Berita buruk yang dimaksud adalah setiap informasi yang merugikan dan
berpotensi serius untuk mempengaruhi individu terhadap pandangan pada dirinya
dan atau masa depannya dan atau menempatkan mereka pada situasi akan perasaan
tidak adanya harapan, putus asa, ancaman terhadap kesejahteraan mental atau fisik
seseorang, berisiko mengganggu kemapanan, atau di mana suatu pesan yang
diberikan menimbulkan suatu pilihan yang sempit bagi individu dalam hidupnya.
Ada banyak alasan mengapa seorang petugas medis merasa mengalami kesulitan
dalam menyampaikan berita buruk. Sutau rasa empati dan keprihatinan bersama
terhadap suatu berita yang akan mempengaruhi pasien sering kali digunakan untuk
membenarkan pemotongan berita buruk sehingga tidak tersampaikan. Ketrampilan
berkomunikasi dalam penyampaian kepada pasien dengan baik bukan merupakan
keterampilan opsional. Hal itu adalah suatu bagian penting dari praktek profesional.
Kesalahan dalam komunikasi dapat menimbulkan dampak yang serius baik secara
fisik maupun psikis bahkan dapat menimbulkan permasalahan yang harus
diselesaikan di pengadilan. Itu sebabnya penguasaan ketrampilan dalam komunikasi
khususnya dalam menyampaikan sutau berita buruk merupakan hal penting dalam
praktek medis.
B. Rumusan Masalah
Selama karirnya, seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya akan mengalami
keadaan dimana ia harus menyampaikan informasi buruk kepada pasien atau
keluarganya. Penyampaian berita buruk akan menjadi sangat menegangkan ketika
seorang perawat kurang berpengalaman, sedang menghadapi pasien yang masih
muda, dan ketika prospek keberhasilan pengobatan minim (Campble,2013).
2. Pasien menginginkan kebenaran
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 96% orang berharap diberi tahu ketika
ia menderita kanker dan 85% berharap mendapat informasi mengenai perkiraan
umur mereka (Campble,2013)..
3. Prinsip hukum dan etik
Di Amerika Utara, prinsip informed consent, otonomi pasien, dan hukum telah
menciptakan kewajiban etika dan hukum yang jelas untuk memberikan informasi
sebanyak yang pasien inginkan tentang penyakit mereka dan pengobatannya.
Dokter tidak mungkin menahan informasi medis bahkan jika mereka tahu itu akan
memiliki efek negatif pada pasien (Campble,2013).
4. Hasil pemeriksaan klinis
Pada penyakit kronis atau penyakit yang disertai dengan kecacatan yang berat,
sebaiknya dokter memberitahukan kenyataan atau fakta yang ada. Terutama cara
adaptasi yang cepat dan tepat terhadap perubahan hidupnya. Pasien penyakit
kronis seharusnya menerima kenyataan agar mereka lebih cepat untuk
menyesuaikan diri dengan keadaannya. Kecemasan dan rasa takut yang berlebihan
tidak saja ditimbulkan dari penyakit yang diderita, tetapi juga dari tekanan
masyarakat yang sering memberikan simbol tertentu pada penyakitnya
(Campble,2013).
Jika semua stress menumpuk, pasien akan banyak menghadapi masalah. Hal ini
dapat melampaui kemampuan dirinya dalam menangani stress. Dokter seharusnya
sadar akan segala kemungkinan dan siap membantu serta menolong pasiennya.
Khususnya bila informasi yang disampaikan dapat meningkatkan kecemasan,
menghilangkan harapan, menimbulkan keinginan untuk bunuh diri, atau timbulya
gejala psikopatologik lain. Dalam menentukan suatu penyakit yang kronis dan
kecacatan, informasi harus diberikan secara perlahan. Pemberian informasi dapat
dimulai dari awal dugaan penyakit sampai diagnosis akhir ditegakkan. Adanya
keinginan pasien untuk mengetahui penyakitnya merupakan kesempatan baik bagi
dokter untuk menyampaikan keadaan yang mungkin terjadi dan risikonya di
kemudian hari (Campble,2013).
Penyakit kanker merupakan penyakit yang sering ditanggapi dengan cara yang
tidak realistis. Pasien sering dijauhi oleh masyarakat dan seolah-olah kematiannya
sudah dekat. Kanker sebagai suatu penyakit yang fatal membuat dan mendorong
keadaan kurangnya perhatian untuk mendapatkan pengobatan. Ketakutan
masyarakat terhadap penyakit kanker memberikan beban tersendiri pada
penderitaan pasien, disamping dari akibat proses kanker itu sendiri. Oleh karena
itu, sebelum diagnosis kanker disampaikan, tim dokter harus benar-benar sudah
yakin. (Campble,2013).
Pengobatan kanker biasanya memerlukan waktu yang lama dan hasilnya sering
diragukan. Tercipta kesan bahwa penyakit ini lebih buruk dari penyakit infark
jantung yang prognosis kematiannya lebih jelek. Namun, karena pengobatan
infark jantung lebih jelas, seolah-olah penyakit itu lebih baik. Pada penyakit
kanker pemberian informasi kepada pasien semestinya meliputi dua hal, yaitu
dokter bersikap jujur dan hormat terhadap pasiennya. Dokter harus dapat
menumbuhkan rasa percaya kepada pasien/keluarganya dengan baik sehingga
memudahkan dalam memberikan terapi, baik itu radioterapi maupun sitostatika
(Campble,2013).
5. Khawatir bahwa akan sulit untuk menangani reaksi pasien atau keluarga
2. Vonis kanker.
4. Terminal Ilness
Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang
traumatik menunjukkan, bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah
attitude (sikap dan perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan
kemampuan penyampai berita menjawab pertanyaan.
Terdapat enam langkah dalam menyampaikan berita
buruk:
1. Melakukan persiapan
a. Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang akan
disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium atau pun
pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga pengetahuan
dasar tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait penyakit pasien.
b. Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman. Pastikan
bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis lain atau pun
dering telepon.
c. Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir. Perkenalkan
diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan mereka dengan
pasien.
d. Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah kata2
spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus dihindari dalam
penyampaian.
Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit
parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya tersebut.
Hal ini bertujuan untuk menjajagi apakah pasien atau keluarganya dapat
memahami berita buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang dapat
diajukan:
a. Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda?
e. Dengan gejala2 yang ada, menurut Anda penyakit apa yang mungkin terjadi?
f. Apakah menurut Anda ada hal serius ketika berat badan Anda turun drastis?
Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien,
orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang
dapat berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing.
Setiap orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih
lanjut. Jika pasien menunjukkan tanda tidak menginginkan informasi yang lebih
detail, maka petugas medis harus menghormati keinginannya dan menanyakan
pada siapa informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk
mengetahui berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa :
a. Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah Anda ingin
mengetahui lebih lanjut?
b. Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci mengenai kondisi
Anda? Jika tidak, apakah Anda ingin saya menyampaikannya pada seseorang?
c. Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang terjadi pada diri
mereka, sementara keluarga justru sebaliknya. Mana yang Anda pilih?
d. Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan menjelaskan
dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan?
e. Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini?
Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak menyampaikan
pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara petugas medis
mempunyai kewajiban secara hukum untuk memberikan inform consent pada
pasien dan disisi lain hubungan terapetik yang efektif juga membutuhkan
kerjasama dengan keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian, tanyakan
mengapa mereka tidak menginginkan petugas medis memberikan informasi pada
pasien, apa yang mereka takutkan akan apa yang petugas medis sampaikan, dan
apa pengalaman mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa petugas medis
bersama keluarga menemui pasien dan menanyakan apakah pasien ingin informasi
mengenai kesehatannya dan apa pertanyaan yang mungkin diajukan.
4. Menyampaikan berita
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh
empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan.
Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana yang
mudah dipahami. Hindari kata-kata manis (eufemisme) ataupun istilah-istilah
kedokteran. Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti meninggal atau kanke‖.
Jangan meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering memberikan jeda
setelah penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang
disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari
kalimat Saya minta maaf‖ atau Maafkan saya‖ karena kalimat tersebut dapat
diniterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang terjadi,
atau bahwa semua ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik gunakan
kalimat Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda mengenai hal ini.
Beberapa kalimat lain yang dapat dipilih untuk menyampaikan berita buruk:
a. Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan Anda terkena
kanker leher Rahim
b. Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah meninggal‖
c. Hasil pemeriksaan laboratorium yag ada tidak sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium awal penyakit kanker
d. Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum tulang
belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia.
5. Memberikan respon terhadap perasaan pasien
b. Anda terlihat sangat marah. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda rasakan?
d. Sampaikan saja perasaan Anda tentang apa yang baru saya sampaikan
e. Saya berharap hasil ini berbeda
f. Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?
Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal. Sebaiknya sediakan kertas tisu.
Komunikasi non verbal yang akan sangat membantu adalah : Petugas medis
menyodorkan tisu, menawarkan minuman. Gunakan sentuhan jika memang
pantas, karena ada juga pasien atau anggota keluarga tidak suka disentuh, bersikap
sensitif terhadap perbedaan budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau
komentar yang tidak pada tempatnya. Beri waktu pasien dan keluarga
mengekspresikan perasaan mereka. Jangan mendesak dengan terburu-buru
menyampaikan informasi lebih lanjut. Jika emosi sudah dikeluarkan, biasanya
pasien atau keluarga lebih mudah diajak pada langkah berikutnya.
6. Merencanakan tindak lanjut
b. Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan penyakit seperti
ini?
c. Apa yang Anda harapkan terjadi?
Yang dimaksud di sini adalah apa saja yang dibicarakan, dan seberapa banyak
informasi atau keterangan yang diberikan oleh perawat. Item ini sangat
berhubungan dengan angapan/ kepercayaan pasien terhadap kompetensi
perawat di bidangnya, juga tentang pengetahuan perawat mengenai
perkembangan terbaru mengenai penyakit/ kasus mereka.
Pasien dengan pendidikan yang lebih tinggi diketahui lebih banyak
mementingkan isi. Pasien muda, wanita, serta pendidikan tinggi dilaporkan
juga menginginkan informasi yang lebih detail mengenai kondisi penyakit,
terapi, serta prognosisnya. Pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi
dan motivasi tinggi untuk menjalankan terapi, juga menginginkan informasi yang
lebih detail.
2. Support
Yang dimaksud di sini adalah aspek supportif dalam komunikasi perawat. Jadi
apakah dalam penyampaian berita buruk ini perawat bersikap baik, memberi
support/ dukungan yang cukup, dll. Termasuk pula di sini apakah perawat
bersedia mengkomunikasikan hal – hal yang menyangkut diagnosis,prognosis,
treatment, dll kepada keluarga atau orang lain, dan juga menyediakan
berbagai informasi yang ingin diketahui pasien.
Diketahui pasien wanita lebih banyak mementingkan hal tersebut di atas.
Aspek penting dalam memberikan support adalah mendengarkan pasien,
serta memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
3. Fasilitas
Yang dimaksud di sini adalah kapan dan di mana informasi diberikan. Apakah dalam
ruangan dengan privacy yang cukup, perawat memperhatikan pasien dengan
sungguh – sungguh (tidak sambil lalu saja). Juga apakah perawat
menunggu sampai seluruh hasil diperoleh, sehingga sudah cukup data untuk
menyimpulkan situasi pasien sebelumakhirnya perawat menyampaikan berita
buruk pada pasien.
Diketahui pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
pasien muda sangat mementingkan hal ini.
4. Cara penyampaian
5. Penyampaian berita buruk yang kurang tepat itu antara lain sebagai berikut:
Kerugian dari cara ini adalah bahwa seringkali pasien dapat menerka maksud
dokter dan reaksi-reaksi emosionalnya muncul justru waktu dokter belum siap
mental. Akibatnya dokter bertambah sulit mengendalikan emosi pasien.
(Pradana,
2012
)
Dalam cara ini dokter tidak secara terbuka menyampaikan berita buruk
itu, akan tetapi pasien diharapkan menyimpulkan nasibnya sendiri. Dokter dalam
cara ini hanya memberikan pertanyaan sambil “mengiringi” pasien ke arah
kesimpulan yang akan dibuatnya. (Pradana, 2012)
Teknik ini hanya dapat dilakukan pada pasien-pasien yang mempunyai
pendidikan atau kecerdasan yang cukup untuk membuat kesimpulan sendiri.
Akan tetapi biasanya pasien tidak sabar dan malahan bertambah jengkel karena
ditanya- tanya terus padahal ia sudah dalam keadaan sangat khawatir terhadap
kesehatannya. Pasien bisa sampai kepada kesimpulan bahwa dokter mau
melepaskan diri dari tangung jawabnya memberi tahu pasien tentang berita buruk
itu. (Pradana, 2012)
3. Membungkus berita buruk
Dalam cara ini dokter “membungkus” berita buruk itu dengan kata-kata,
sedemikian rupa sehingga kedengarannya berita buruk itu lebih baik dari keadaan
yang sebenarnya. (Pradana, 2012)
Kelemahan dari cara ini adalah bahwa tidak semua pasien bisa menerima
kenyataan-kenyataan yang dibungkus seperti itu.Beberapa pasien malah akan
bertambah frustasi karena ia tahu bahwa keadaan yang sebenarnya tidaklah
sebaik yang disampaikan dokter. Pasien bisa beranggapan bahwa dokter
membohonginya. (Pradana, 2012)
2. Bereaksi agresif
Misalnya
:
Pasien : Rahang saya akan diangkat dok? Oh ini adalah kesalahan dokter. Dulu
saya sudah minya agar pengobatan saya dilakukan di luar negeri saja. Tapi dokter
mengatakan bahwa di sini pun dokter dapat melakukannya. Sekarang kalau sudah
begini, apa yang dapat dokter lakukan?
4. Regresi
Regresi yaitu memberi reaksi dengan mundur kepada tingkat yang kekanak-
kanakan. Misalnya, menangis keras-keras, menjerit-jerit sambil menarik-narik
rambutnya atau memukul-mukul meja, pingsan, atau mengeluarkan kata-kata
sebagai berikut:
5. Stereotipi
c. Duduk.
Posisi duduk akan membuat pasien lebih relaks dan menandakan bahwa dokter tidak
terburu buru. Pemilihan waktu dalam penyampaian berita buruk sangat penting.
Penjadwalan ulang atau pemilihan waktu lain perlu dilakukan agar dapat menyampaikan
berita buruk kepada pasien pada saat yang tepat. Jika terburu-buru, dokter dapat
dianggap tidak peduli dengan pasien dan proses. Bukti menunjukkan bahwa dokter
mungkin menunda pencairan berita buruk meskipun pada kenyataannya sebagian besar
pasien ingin mendengarnya (Blanchard dkk, 1988; Hopper dan Fischbach, 1989) dan
beberapa dokter menghindari situasi untuk membicarakan prognosis.
Ketika duduk, usahakan tidak ada batas antara dokter dan pasien. Mengatur koneksi
dengan pasien. Melakukan kontak mata mungkin saja terasa kurang nyaman, namun ini
merupakan cara penting untuk membangun sebuah hubungan. Memegang lengan atau
tangan pasien apabila pasien bersedia juga merupakan cara mencapainya. Mengelola
waktu dan interupsi. Ketika menyampaikan kabar buruk pada pasien usahakan jangan
ada interupsi. Sebaiknya seorang dokter mengatur telepon genggamnya dalam keadaan
diam (Marrelli, 2008)
A. Kesimpulan
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan.
Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan
menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk
bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal
petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang
secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan
tepat, komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan
ketidak percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri
pasien.
B. Saran
Makalah ini membahas tentang teknik menyampaikan berita buruk yang sangat
penting,diharapkan setelah membaca makalah ini dapat di terapkan dalam lingkup
rumh sakit jika ingin menyampaikan berita buruk.
DAFTAR PUSTAKA
ASCO. (2017). Palliative Care Improving Quality of Life for People with Cancer and
Medika