Anda di halaman 1dari 5

Komunikasi yang Baik Memiliki Hasil Kesehatan yang

Lebih Baik

Oleh ; Amallia Ashari, Fakultas Ilmu Keperawatan, 1706977891

Kesehatan adalah dimana komunikasi efektif yang sangat penting, karena


komunikasi yang baik berkontribusi terhadap hampir semua aspek perawatan
kesehatan. Sekarang ada sejumlah besar bukti untuk menunjukkan bahwa pasien
yang ditangani oleh penyedia layanan kesehatan dengan kemampuan komunikasi
yang baik memiliki hasil kesehatan yang lebih baik. Kebalikannya, baik secara
langsung, maupun pada tingkat kesehatan individu atau tingkat kesehatan
masyarakat yang lebih luas, dapat menyebabkan pasien bahkan tidak terlibat
dengan sistem layanan kesehatan, menolak untuk mengikuti saran yang
direkomendasikan atau untuk mematuhi dosis pengobatan dan gagal mengatasi
konsekuensi psikologis dari penyakit mereka (Berry, 2007). Setiap orang yang
melakukan pembicaraan baik dalam pembicaraan formal maupun non formal
adalah berkomunikasi, berkomunikasi bisa melalui tulisan, lisan, dan lainnya, hal
tersebut yang menyebabkan adanya komunikasi terhadap pasien dengan dokter
dan pasien dengan perawat.

Komunikasi kesehatan dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu dan


pendekatan teoritis. Beberapa teori yang paling penting dapat dibagi menjadi
beberapa kategori berikut: teori perilaku dan ilmu sosial, teori komunikasi massa,
pemasaran dan pemasaran sosial, dan pengaruh teoretis lainnya, termasuk model
medis, sosiologi, dan antropologi. Ikhtisar berikut berfokus pada teori dan model
pilihan serta potensi atau dampak aktualnya terhadap praktik komunikasi
kesehatan ( Schiavo, 2007). Komunikasi kesehatan sangat dibutuhkan dalam
bidang kesehatan tentunya bagi dokter terhadap pasien atau perawat terhadap
pasiennya untuk menyampaikan suatu berita yang sedang di hadapi atau yang
akan dihadapi oleh pasien tersebut. Komunikasi kesehatan sangat diperlukan
karena untuk tidak menimbulkan adanya berita simpang siur yang belum jelas
sumbernya. Penyampaian suatu berita dapat di kategorikan menjadi dua, yaitu :
penyampain berita baik dan penyampaian berita buruk, yang dimana dapat
menimbulkan persepsi berbeda terhadap pasien dengan dokter maupun perawat
dengan pasiennya karena tidak semua orang berpikiran yang sama dan tidak
semua orang dapat menerima berita tersebut. Berita atau kabar buruk adalah suatu
situasi di mana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman terhadap kesejahteraan
fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan gaya hidup yang
sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki lebih sedikit
pilihan dalam hidupnya. Berita buruk juga bisa disebut Informasi negatif tentang
masa depan seseorang (Rohmanintyas).

Penyampaian kabar atau berita baik selalu disambut dan agak mudah
disampaikan. Bahkan bila disampaikan dengan cara yang buruk, pasien sering
memaafkan kekurangannya jika mereka mendengar kabar baik. Tetapi berbeda hal
nya dengan Penyampaian kabar baik, Menyampaikan berita buruk sama sekali
berbeda. Berita buruk masih buruk meski sudah diantisipasi, Hal ini jauh lebih
buruk bila tidak diantisipasi. Bagaimanapun, perlu dikomunikasikan atau
diungkapkan kepada pasien, keluarga, atau kepada mereka yang mewakili pasien.
Bila terjadi sesuatu yang buruk, bukan hanya pasien dan keluarga yang merasa
tidak enak, sedih, dan kecewa. Kita, sebagai tenaga medis, merasakan hal yang
sama. Bahkan ketika semuanya selesai dengan sesuai, hampir semua orang merasa
mungkin seseorang atau sesuatu bisa dilakukan lebih atau lebih baik. Ini
merupakan perasaan alami dan sehat setelah ada kerugian (Javad & Panah, 2013).

Meskipun setiap perlakuan yang tepat, tidak biasa bila terjadi sesuatu yang
buruk. Seseorang dengan mudah bisa menyalahkan orang laindan beberapa
menyalahkan diri mereka sendiri. Sementara alasan kecelakaan seringkali
alasannya mungkin disembunyikan di suatu tempat di masa lalu atau disebabkan
oleh akumulasi kejadian yang bervariasi. Satu kata yang tidak benar atau tidak
akurat dapat menyebabkan kesalahpahaman atau ketidakpercayaan. Tuduhan yang
tidak adil atau salah tentang seseorang, sebuah sistem, atau bahkan instrumen
dapat menyebabkan kerugian yang tidak beralasan bagi orang-orang yang tidak
bersalah. Ketika terdapat kesalahan atau kerugian dan menimbulkan adanya
kesedihan yang meyelimuti, kita harus menyemangati dan mendorong satu sama
lain untuk menumbuhkan atau membangkitkan semangat agar lebih baik lagi dan
tidak mengulangi kerugian tersebut (Javad & Panah, 2013). Ketika ingin
menyampaikan berita buruk kita harus memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi cara penerimaan pasien terhadap berita buruk, yaitu : Faktor usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, kematangan pribadi, jenis kepribadian, faktor
sosial budaya, cara pandang tentang hidup itu sendiri dan lainnya.

Sebelum berkomunikasi dengan pasien, sangat penting bagi seorang


dokter maupun suster untuk mengenali pasiennya, paling tidak dapat mengetahui
latar belakang pasien dan keluarganya karena dalam hal penerimaan berita buruk,
kita tidak bisa mengharapkan reaksi yang sama dari setiap pasien. Faktor - faktor
yang disebutkan di atas memang akan sangat berpengaruh. Informasi tentang
pasien, terutama usia, jenis kelamin, sosial ekonomi dan budaya dapat diketahui
dengan mempelajari rekam medis, sedangkan jenis kepribadian dapat dinilai
melalui interaksi yang dilakukan dengan pasien. Dalam meyampaikan berita uruk
terhadap pasien, kita harus memperhatikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan
pada saat penyampaian berita buruk , yaitu seperti :
1. Menyampaikan berita buruk tidak sesuai dengan tempatnya dan tidak
dapat menjamin privasi. Contohnya : di lorong rumah sakit, di pintu
IGD, dll.
2. Pada saat menyampaikan berita buruk ada sesuatu hal yang memotong
pembicaraaan atau terganggu karena suatu hal. Contohnya : Hp
berbunyi, Menerima atau menjawab telepon, dll.
3. Penyampaian berita buruk melalui telepon. Hindari hal ini karena kita
tidak mengetahui situasi dan keadaan pasien saat menerima berita atau
kabar buruk tersebut.

Tahapan atau langkah yang harus diperhatikan dalam menyampaikan berita buruk
kepada pasien yaitu :
1. Persiapan
 Pilihlah ruangan yang menjamin privasi dan usahakan pasien
bisa duduk dalam posisi yang nyaman.
 Tanyakan kepada pasien apakah menghendaki orang lain untuk
menemaninya, baik itu suami/istri, anak, orangtua dan keluarga
lainnya.
 Mulailah dengan memberikan pertanyaan seperti :
“Bagaimana perasaan anda sekarang ?”
2. Mencari tahu sebanyak apa informasi yang sudah dimiliki
 Mulailah mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi
dari pasien supaya dapat memahaminya. Misalnya seperti ini:
 Apakah pasien sudah mengetahui mengenai penyakit
dan situasinya ?
Contoh : “Saya menderita kanker paru-paru, dan saya
memerlukan pembedahan”.
 Seberapa banyak yang diketahui ? Darimana semua itu?
Contoh : “ Dari dokter C mengatakan ada sesuatu
kelainan yang ditemukan pada foto hasil rontgen dada
saya”.
 Situasi emosional seorang oasien. “ Saya takut jangan-
jangan saya terkena kanker, sampai-sampai seminggu
ini saya susah untuk tidur”.
3. Mencari tahu seberapa banyak informasi yang ingin diketahui oleh
pasien.
 Penting untuk menanyakan pada pasien seberapa detil
informasi yang ingin didengarnya. Apakah sangat detil, atau
hanya gambaran besarnya saja.
 Memperhatikan bagaimana cara bertanya dan reaksi pasien
karena setiap pasien tidak sama. Contoh beberapa pertanyaan
yang sering digunakan dalam hal ini, yaitu:
 Bapak/ ibu, bila nanti situasi/hasil tes menunjukkan sesuatu
yang serius. Apakah saya bisa memberitahukan pada anda
mengenai masalah tersebut ?
 Apakah bapak/ibu ingin saya menjelaskan dengan rinci atau
garis besarnya saja dari kondisi bapak/ibu sekarang ?
 Bapak/ibu hasil tes anda sudah keluar. Apakah saya bisa
menjelaskan pada bapak/ibu, atau bapak/ibu ingin saya
menjelaskan kondisi anda pada keluarga ?
4. Berbagi Informasi
 Hal ini penting untuk mempersiapkan segala data sebelum
bertemu dengan pasien.
 Topik pada tahap ini biasanya mengenai diagnosis, terapi /
penanganan, serta dukungan / fasilitas apa saja yang bisa
diperoleh oleh pasien dan keluarganya.
 Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk
berhenti menjelaskan atau beri jeda diantara sebagian informasi
itu untuk memastikan bahwa pasien paham dengan yang
dijelaskan.
Ingatlah untuk menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa
Indonesia, dan jelaskan dengan lebih sederhana. Contoh bahasa
yang digunakan dalam menyampaikan berita buruk, yaitu
seperti:
 “Bu Ajeng, hasil tes putri anda sudah keluar dan
ternyata hasilnya tidak sesuai seperti yang kita
harapkan. Hasil tersebut menunjukan bahwa putri anda
terkena leukimia”.
 “Pak Burhan, saya khawatir bahwa kabar yang saya
sampaikan adalah kabar yang kurang baik. Hasil tes
anda ternyata menunjukan bahwa anda positif terkena
HIV’’.
5. Menanggapi perasaan pasien
 Saya tahu bahwa hasil ini tidak sesuai dengan apa yang kita
harapkan
 Setelah mengetahui hasilnya, kira-kira hal apakah yang bisa
saya bantu ?

6. Perencanaan dan tindak lanjut


 Pada hal ini di perlukan untuk mensitesis rasa kekhawatiran
yang dapat dilakukan dalam rencana perawatan terhadap
pasien.
 Membuat rencana bertahap dan berikan penjelasan yang
lengkap kepada pasien tentang apa yang harus dilakukan pada
tiap tahap tersebut. Mengetahui kemungkinan apa yang akan
terjadi dan dapat membantu mengatasi jika terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan.
Contoh kalimat dan pertanyaan yang di gunakan terhadap
pasien:
 “Jadi, apa yang menjadi kekhawatiran ibu mengenai
pengobatan ini ?”
 “Situasinya memang seperti ini bu, tetapi masih ada
sesuatu yang bisa saya bantu untuk ibu”.

Pada intinya, Komunikasi sangat penting dibutuhkan dalam hal apapun


dengan semua orang karena dengan komunikasi kita dapat mengetahui dan
memahami setiap sisi sudut seseorang. Komunikasi juga sangat bermanfaat dan
memang kebutuhan pokok manusia yang dimana kita harus menggunakannya
dengan baik. Dalam kesehatan, komunikasi merupakan hal yang harus
diperhatikan karena jika tidak diterapkan dengan baik akan berakibat fatal dan
menimbulkan pemahaman yang berbeda. Ditingkat lain sejumlah besar orang
dapat terpengaruh oleh komunikasi yang tidak memadai yang terjadi sebagai
bagian dari kampanye kesehatan masyarakat atau laporan media yang
disosialisasikan dan disengaja mengenai masalah kesehatan ( Payne & Horn,
2007).
Daftar Pustaka

Hekmat, J & Panah. (2013). Communication With and on Behalf of Patients.


North Charleston, South Carolina.
Berry, Dianne. (2007). Healt Communication Theory and Practice. New York :
Sheila Payne and Sandra Horn.
Schiavo, R. (2007). Healt Communication From Theory to Practice. John Wiley
& Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai