Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


NEFROTIK SYNDROME

Devira Pradnya Pratisista 183222904

Ni Ketut Nanik Astari 183222925

Ni Komang Megawati 183222929

Ni Wayan Cintia Devi Utami 183222947

Ni Wayan Wahyu Esti Udayani 183222950

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah laporan pendahuluan asuhan keperawatan ini tepat pada
waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari keperawatan anak II.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan
beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bias terwujud. Oleh karena itu, melalui
media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami
miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik
yang dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 20 September 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri


glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan
Rita Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari


proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,


hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang
disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus.
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi
pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia,
hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis Sindrom nefrotik (SN) pada Anak ?
2. Bagiaman konsep asuhan keperawatan pada Sindrom nefrotik (SN) pada
Anak ?

1.3 Tujuan

3
Untuk mengetahui bagaimana konsep medis Sindrom nefrotik (SN) pada
Anak dan konsep asuhan keperawatan pada pasien anak dengan Sindrom nefrotik
(SN).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan


peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,
2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh


injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi
dan Rita Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari


proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan
edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan


proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan
filtrasi glomerulus. Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan
kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria
massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai
edema dan hiperkolestrolemia.

5
B. Insiden
 Insiden lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.

 Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik


bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia
anak, kondisi yang mendasari, dan responnya terhadap
pengobatan.
 Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
dan biasanya berkembang pada usia 2-6 tahun.
 Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) mencakup 60 –
90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak.
 Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi
5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
 Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk
nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz,
2002)
 Merupakan gangguan gunjal yang dapat terjadi pada semua usia.
NS pada anak, terutama berkembang pada usia 2-6 tahun,
kejadiannya 2/100.000 anak, dan lebih umum di Asia dan anak
laki-laki. Insiden pada orang dewasa adalah 3-4/100.000 dan
tanpa usia dominan. Pada dewasa, rasio terjadi NS pada laki-laki
dan perempuan sama. Dan lebih sering terjadi di Native
American (orang-orang pribumi Amerika), Hispanic, dan
populasi orang hitam dibandingkan kelompok etnis lain.

C. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui,


akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi
merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli
membagi etiologinya menjadi:
6
1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi


maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
disebabkan oleh:
a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid
c. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena
renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi


ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop
elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu:
kelainan minimal ,nefropati membranosa, glumerulonefritis
proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

D. Patofisiologi

7
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling
utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai
manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya
belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak
akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari


yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan
hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema
belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler
yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan


volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume
sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang
akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
8
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam
duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume
plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas,
2002: 383).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti


diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada
sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein
serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan
kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).

E. Manifestasi klinik
1. Edema yang berat dan menyebar

Catatan : edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan,


umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut
ke abdomen, daerah genitalia, dan ekstremitas bawah.
2. Proteinuria (> 3,0 – 3,5 g/hari)

3. Hipoalbuminemia (< 3,0 g/mL)

4. Oliguria (< 400 mL/24 jam)

5. Lipiduria (oval fat bodies/maltase cross bodies)

6. Ascites

7. Berat badan meningkat signifikan

8. Efusi pleura: suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura


dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang
9
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah
cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 mL. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan
pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 g/dl.
9. Dyspnea

10. Hipertensi

11. Hipertensi ortostatik

12. Stria kulit


13. Mungkin pasien mengeluh sakit kepala, iritabilitas, anoreksia,
dan/atau kelelahan

F. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : Minimal Change


Nephrotic Syndrome)

Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal


jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak. Di Indonesia
gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya
44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik
primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan
39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik
primer yang dibiopsi..

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau


sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya
efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
10
✓ Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus,
amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.
✓ Infeksi : hepatitis B, malaria kuartana, schistosomiasis,
lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
✓ Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin,
probenesid, racun serangga, bisa ular.
✓ Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein,
sarkoidosis.
✓ Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor
gastrointestinal.

✓ Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena


renalis.

✓ Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,


garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
✓ Penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit
ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialysis.

G. Faktor risiko
a. Jenis kelamin: pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki.
Dengan angka kejadian 2/100.000 kelahiran/tahun. Sementara
untuk orang dewasa perbandingannya sama antara laki-laki dan

11
perempuan.
b. Usia: biasanya banyak di usia 2-6 tahun .

c. Punya riwayat keluarga yang pernah menderita NS


d. Penyakit genetic
e. Penyakit imun
f. Penggunaan obat intravena (heroin, dll)
g. Infeksi hepatitis B atau C, HIV
h. Imunosupresi (hasil penggunaan cyclosprine)
i. Kanker
j. Penggunaan analgesik kronik
k. Kehamilan
l. Alergi

H. Pemeriksaan penunjang
1. Uji urine
a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2
g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450
sampai 1000 mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit meningkat (mencapai 500.000 sampai
1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan.
12
c. Uji diagnostic : biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
I. Pathway

(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
kekebalan terganggu proliferasi
Mekanisme
abnormal leukosit
Kerusakan penghalang
glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobul
masuk ke urine in)
Gangguan
citra tubuh
Protein dalam Protein dalam Pengeluaran
(D.0083) urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


kan pada sirkulasi
periorbita menurun

Ekstravaksi SINDROM Gangguan


Mata cairan NEFROTIK imunitas

Penumpukan Volume Resiko infeksi (D.0142)


Oedema cairan ke ruang intravaskuler
intestinum
Reabsorbsi
ADH air

Penekanan Paru-paru Asites Hipervolemia


pada tubuh (D.0022)
terlalu
Efusi pleura Tekanan
dalam Menekan
abdomen
meningkat diafragma
Nutrisi & O2
13
bersihan jalan
nafas tidak Otot
Mendesak Nafas tidak
efektif (D.0001) Anoreksia, pernafasan
Hipoksia Metabolism rongga lambung adekuat
nausea, vomitus tidak optimal
jaringan anaerob

Gangguan Pola napas


Iskemia Produksi asam pemenuhan tidak efektif
laktat nutrisi (D.0005)

Nekrosis
Menumpuk di Defisit nutrisi Volume urin
otot (D.0019) yang diekskresi
Perfusi
perifer tidak
efektif Kelemahan, Oliguri
(D.0009) keletihan,
mudah capek

Intoleransi
aktivitas (D.0056)

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus

Mengubah
Konstipasi
angiotensin Aldosterone
(D.0049)
menjadi
angiotensin I &
II Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer

Tekanan darah

14
Beban kerja Penurunan curah
J. Penatalaksanaan jantung jantung (D.0008)

1. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan


terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk
mengurangi protenuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan
diberi terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya
disingkirkan.
2. Diuretik
Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium
sparing diuretic (spironolakton) digunakan untuk mengobati edema
dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5
kg/hari.
3. Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri
dari karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus
diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman,
dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi
ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus.
Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang
kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan.
Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi
proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan kalau pasien
mengalami kekurangan vitamin ini.
4. Terapiantikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi
antikoagulan dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang

15
diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT)
terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah
antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral
dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.
5. TerapiObat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal
pagi hari selama 4 – 6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu
sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5
mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat
tapering off, keadaan penderita memburuk kembali (timbul edema,
protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian
tapering off kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama
untuk menangani sindroma nefrotik (prednisone, metil prednisone)
terutama pada minimal glomerular lesion (MGL), focal segmental
glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien
dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk
mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan
intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria
sampai 75 %. Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone
tidak ada respon, kambuh yang berulang kali atau timbul efek
samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5
mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti
simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol
LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
6. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5
mg), kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat
penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
16
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat
menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek
aditif dalam menurunkan proteinuria..

K. Komplikasi
1. Malnutrisi karena hipoalbuminemia berat dan berlangsung lama
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien
2. Gangguan koagulasi karena SN mempunyai sifat hiperkoagulasi
(peningkatan faktor pembekuan V dan VII, fibrinogen, dan
trombosit) menyebabkan fenomena tromboemboli pada arteri dan
vena misal trombosit vena renalis (dapat sebagai etiologi dan
komplikasi).
3. Akselerasi aterosklerosis disebabkan hiperlipidemia.
4. Kolaps hipovolemia disebabkan proteinuria > 60 g per hari
terutama pada anak.
5. Efek samping dari obat-obatan diuretic, antibiotik, kortikosteroid,
anti hipertensi, dll.
6. Infeksi sekunder mungkin terjadi karena kadar imunoglobulin
yang rendah akibat hipoalbuminemia.
7. Shock: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 g / 100
mL) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
8. Trombosis vaskuler mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma. Akibat kehilangan
anti-thrombin 3 yang berfungsi mencegah terjadinya trombosis.
9. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan
ginjal.
10. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia.
11. Edema pulmonalakibat kebocoran cairan kadang- kadang masuk
pada paru-paru dan bisa mengakibatkan dispnea atau apnea.
12. Anemia

17
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
b) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada
fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan
dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa
ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
c) Agama
d) Suku/bangsa
e) Status
f) Pendidikan
g) Pekerjaan
2. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:

18
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3) Kaji adanya anoreksia pada klien
4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
6. Riwayat kehamilan
a) Prenatal
Adakah penyakit penyerta selama kehamilan seperti HT, DM,
penyakit jantung dll. Bagaimana keadaan kehamilan ibu, diperiksakan
atan tidak?
b) Intranatal
Bagaimana proses persalianan ibu dan cara persalinan ibu?
c) Postnatal
Adakah masalah kesehatan pada bayi dan ibu setelah proses
persalianan? Seperti Hpp pada ibu, sepsis neonatum pada bayi
7. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga
dalam menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien
kurang baik (gelisah) dan keluarga biasanya cemas.

19
8. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana
dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi
klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah
sakit.

9. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
a) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
b) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
c) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
d) Pola istirahat tidur: Susah tidur
e) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
f) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri

10. Pertumbuhan dan perkembangan anak


Dengan mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini
sehingga upaya-upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta
pemulihannya dapat dilakukan sedini mungkin pada masa-masa peka
proses tumbuh kembang anak. Pengkajian antropemetri anak diwajibkan
untuk mengetahui pertumbuhan anak.

Perkembangan anak :
1) Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak pada
posisi telungkup.
2) Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.
3) Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.
4) Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.
5) Anak pada usia 1-3 tahun mampu melakukan toilet training.

20
6) Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa
berpegangan, melepas pakaian sendiri.
7) Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling sedikit
1 warna.
8) Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan tanpa
bantuan (Depkes RI, 2009).

11. Pemeriksaan Fisik


1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh

a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
21
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum

12. Pemeriksaan Diagnostik


Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus. (Astuti, 2014; Munandar, 2014).

Menurut Wong (2008), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai


berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan
adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan
berat badan, edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar
mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari),
pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi pleura),
pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urine (peningkatan
volume, urine berbusa).
d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein (total
albumin/globulin ratio, kolesterol) jumlah darah, serum sodium.

22
B. Diagnosa
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
maksimal
2. bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
3. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
4. Defisit nurtrisi berhubungan dengan dengan ketidakmampuan
menelan makanan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
6. perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penekanan tubuh
terlalu dalam akibat edema
7. penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
9. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan
10. Risiko infeksi berhubungandengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder

23
C. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Pola napas tidak efektif NOC : 1. Observasi keadaan umum pasien
berhubungan dengan  Respiratory Status : 2. Kaji keluhan pasien
ekspansi paru tidak ventilation 3. Monitor vital sign
maksimal (status respirasi : 4. Berikan pasien posisi yang
ventilasi) nyaman
 Respiratory Status : 5. Ajarkan pasien teknik napas
airway patency dalam
(status respirasi 6. Ajarkan pasien batuk efektif
:kepatenan jalan nafas) 7. Kolaboratif dalam pemberian
 Vital Sign Status terapi
(tanda-tanda vital)
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
napas yang bersih
b. Tidak ada sianosis dan
dispnea
c. Menunjukkan jalan napas
yang paten
d. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
2. Bersihan jalan nafas tidak NOC : 1. Monitor respiratori dan status
efektif berhubungan  Respiratory Status : oksigen pasien
dengan hipersekresi jalan ventilation 2. Posisikan pasien untuk
napas  Respiratory Status : memaksimalkan ventilasi
airway patency 3. Aukultasi suara napas, catat jika
Kriteria hasil : terdapat suara tambahan

24
a. Pasien mampu batuk 4. Atur intake untuk cairan
efektif mengoptimalkan keseimbangan
b. Suara napas bersih 5. Kolaboratif dalam pemberian
c. Tidak ada sianosis dan oksigen menggunakan nasal
dispnea kanul dengan dosis yang sesuai
d. Frekuensi pernapasan dengan intruksi
dalam rentang normal 6. Berikan bronkodilator bila perlu
e. Tidak ada suara napas
tambahan
3. Hipervolemia NOC : 1. Kaji indikasi retensi atau
berhubungan dengan  Electrolit and Acid Base kelebihan cairan (cracles, CVP,
gangguan mekanisme Balance (keseimbangan edema, distensi vena leher,
regulasi asam basa) asites)
 Fluid Balance 2. Monitor masukan cairan
(keseimbangan cairan) 3. Monitor vital sign
 Hydration (hidrasi) 4. Monitor hasil Hb yang sesuai
Kriteria Hasil : dengan retensi cairan
a. Terbebas dari edema, 5. Timbang popok jika perlu
efusi, anaskara 6. Pertahankan catatan intake dan
b. Tidak ada suara napas output yang akurat
tambahan 7. Pasang urine kateter jika
c. Vital sign dalam rentang diperlukan
normal 8. Kolaboratif dalam pemberian
d. Tidak mengalami diuretic sesuai intruksi
kelelahan
4. Defisit nurtrisi NOC : 1. Observasi adanya penurunan
berhubungan dengan  Nutritional Status : berat badan
dengan ketidakmampuan Food and Fluid Intake 2. Kaji adanya alergi makanan
menelan makanan (status nutrisi : intake 3. Kaji kemampuan pasien untuk

25
makanan dan cairan) mendapatkan nutrisi yang
 Nutritional Status : dibutuhkan
Nutrient Intake 4. Monitor jumlah nutrisi dan
 Weight Control (kontrol kandungan kalori
berat badan) 5. Berikan makanan yang terpilih
Kriteria Hasil : (sudah dikonsultasikan dengan
a. Adanya peningkatan ahli gizi)
berat badan sesuai tujuan 6. Ajarkan keluarga pasien
b. Berat badan ideal sesuai bagaimana membuat catatan
dengan tinggi badan makanan harian
c. Mampu mengidentifikasi 7. Berikan keluarga informasi
kebutuhan nutrisi mengenai kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
malnutrisi menentukan jumlah kalori dan
e. Tidak terjadi penurunan nutrisi yang dibutuhkan pasien
berat badan yang berarti
5. Intoleransi aktivitas  Energy Conservation 1. Observasi keadaan umum pasien
berhubungan dengan (konservasi energi) 2. Bantu pasien untuk
ketidakseimbangan antara  Activity Tolerance mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dan kebutuhan (toleransi aktivitas) mampu dilakukan
oksigen  Self Care : ADLs 3. Bantu untuk mengidentifikasi
(perawatan diri : ADL) aktivitas yang disukai
Kriteria Hasil : 4. Bantu klien dan keluarga untuk
a. Mampu melakukan membuat jadwal latihan di waktu
aktivitas sehari-hari luang
secara mandiri 5. Kolaborasi dengan tenaga
b. Vital sign dalam rentang rehabilitasi medic dalam
normal merencanakan program terapi
c. Mampu berpindah yang tepat

26
dengan atau tanpa
bantuan alat
d. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6. perfusi perifer tidak efektif NOC : 1. Monitor adanya daerah tertentu
berhubungan dengan  Circulation Status yang hanya peka terhadap
penekanan tubuh terlalu (status sirkulasi) panas/dingin/tajam/tumpul
dalam akibat edema  Tissue Perfusion : 2. Monitor adanya paretese
cerebral 3. Intruksikan keluarga untuk
(perfusi jaringan mengobservasi kulit jika ada lesi
serebral) atau laserasi
Kriteria hasil :
a. Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
normal
b. Vital sign dalam rentang
normal
c. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
7. penurunan curah jantung NOC : 1. Monitor balance cairan
berhubungan dengan  Cardiac Pump 2. Monitor adanya perubahan
perubahan frekuensi Effecktiveness tekanan darah
jantung (efektivitas pompa 3. Monitor toleransi aktivitas pasien
jantung ) 4. Monitor adanya dispnea, fatigue,
 Circulation Status tacipnea, dan ortopnea
(status sirkulasi) 5. Monitor vital sign

27
 Vital Sign Status (status 6. Monitor irama jantung
tanda-tanda vital) 7. Monitor suhu, warna dan
Kriteria hasil : kelembaban kulit
a. Tanda vital dalam
rentang normal
b. Dapat melakukan
aktivitas dan tidak
kelelahan
c. Tidak ada edema paru,
perifer, dan asites
d. Tidak ada penurunan
kesadaran
8. Gangguan citra tubuh NOC : 1. Kaji secara verbal dan nonverbal
berhubungan dengan  Body Image (citra respon pasien terhadap tubuhnya
perubahan bentuk tubuh tubuh) 2. Dorong pasien mengungkapkan
 Self Esteem (harga diri) perasaannya
Kriteria hasil : 3. Fasilitasi kontak dengan individu
a. Body image positif lain dalam kelompok kecil

9. Konstipasi berhubungan NOC : 1. Monitor tanda dan gejala


dengan ketidakcukupan  Bowel Elimination konstipasi
asupan cairan (elimimasi fekal) 2. Monitor bising usus
 Hydration (hidrasi) 3. Monitor feses : frekuensi,
Kriteria hasil : konsistensi, dan volume
a. Mempertahankan bentuk 4. Anjurkan pasien/keluarga pasien
feses lunak 1-3 hari untuk diet tinggi serat
b. Bebas dari 5. Ajarkan pasien/keluarga pasien
ketidaknyamanan dan mengenai cara pemakaian obat

28
konstipasi pencahar yang benar
c. Feses lunak dan 6. Konsultasikan dengan dokter
berbentuk tentang penurunan dan
peningkatan bising usus
7. Kolaborasi dalam pemberian
laktasif
10. Risiko infeksi NOC : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungandengan  Immune Status (status sistemik dan local
ketidakadekuatan imun) 2. Monitor hitung granullosit, WBC
pertahanan tubuh sekunder  Knowledge : Infection 3. Bersihkan ligkungan setelah
Control (Pengetahuan: digunakan oleh pasien lain
Pengendalian Infeksi) 4. Batasi pengunjung bila perlu
 Risk Control (kontrol 5. Instruksikan pada pengunjung
resiko) untuk mencuci tangan saat
Kriteria hasil : berkunjung dan setelah
a. Tidak terdapat tanda dan berkunjung
gejala infeksi 6. Ajarkan pasien/keluarga pasien
b. Jumlah leukosit dalam cara menghindari infeksi
rentang normal 7. Kolaboratif dalam pemberian
c. Menunjukkan perilaku terapi antibiotik (Infection
hidup sehat Protection) bila perlu

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien

29
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada tahap
implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang diberikan dan
kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap hasil yang diharapkan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi
dalam hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian
berdasarkan respon klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang
diperlukan. Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan
computer keperawatan, yaitu :
1. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan.
2. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien

30
BAB 3
TINJAUAN KASUS

4.1 Pengkajian

Pengkajian diambil pada tanggal 16 April 2012 di Ruangan Anak RSUD Dr.

Soetomo Surabaya dengan diagnosa medik Nefrotic Syndrome. Anak masuk rumah

sakit tanggal 16 April 2012 dengan nomor register 10153559.

1. Identitas.

Nama : An. Lia Nama ayah : Tn. Yakiyah (34 tahun).

Umur : 5 Pendidikan : SMP tidak lulus

Jenis kelamin : perempuan Pekerjaan : petani

Agama : Islam Nama ibu : Ny. Tumini (33 tahun).

Pendidikan : SD tidak lulus

Pekerjaan : petani

Alamat : Desa Karangpilang, Kec. Modo,


Lamongan

Agama : Islam

Suku : Jawa

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama.

Mengeluh muka dan badan bengkak, perut tambah besar, kencing jarang dan

sedikit.

31
b. Riwayat penyakit dahulu.

Agustus 2001, klien mengalami bengkak pada muka, kaki dan perut tambah

besar. Oleh keluarga diperiksakan ke dokter di Lamongan dan dapat pil hijau

3 X ½ selama satu minggu. Setelah bengkak turun, pasien tidak kontrol lagi.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Tanggal 16 April 2002 pagi, pasien tidak mau makan karena sakit perut,

tegang, muka tangan dan kaki mulai bengkak. Sesak, klien dibawa ke dokter

dan kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan.

Antenatal : saat hamil ibu pernah sakit jantung/paru-paru. Dan minum obat

dari dokter di rumah sakit, Kontrol kehamilan di bidan satu bulan sekali

secara teratur.

Natal : klien lahir dibantu dukun (bidan tidak ada). Berat 3 kg, usia kehamilan

9 bulan, lahir spontan, langsung menangis.

Neonatal : warna kulit merah, pucat, kejang dan lumpuh tidak ada, menangis

kuat.

e. Imunisasi
32
BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali dan TT satu kali.

f. Riwayat tumbuh kembang

Berat badan 16 kg, panjang badan 102 cm, perkembangan fisik dan mental

meliputi dapat menghitung jari 1 – 10, menyebut warna merah, hijau, kuning

dan biru, menurut ibu klien kalau sehat anak bermain dengan teman

seusianya.

g. Status nutrisi

Status gii 16/18 X 100 % = 88,9 %.

Sejak sakit tahun 2001, klien tidak makan ikan laut dan telur. Dari dokter

dianjurkan juga tidak makan asinan dan makanan snack yang mengandung

banyak penyedap rasa. Tetapi anak tidak mau karena kesukaan seperti mie

remes, chiki dan snack lainnya. Klien akan mengamuk jika tidak diberikan.

Dua hari sebelum MRS minum air putih bisa sampai 1 liter/hari, tidak mau

minum susu dan makan, mual dan sakit perut.

3. Pengkajian per sistem.

a. Sistem pernapasan.

33
RR 40 X/menit (takipnea), ronki positif dan whezeeng negatif, terpasang

oksigen nasal 2 L/menit.

b. Sistem kardiovaskuler.

Nadi 148 x/menit, reguler, Tekanan darah 90/60 mmHg, berbaring, tangan

kanan, suara jantung S1S2 tunggal di midklafikula 5 sinestra.

c. Sistem persarafan

Kesadaran komposmentis, rewel, gelisah, reaksi pupil baik.

d. Sistem Perkemihan

Menurut ibunya sejak pagi klien jarang kencing walaupun minumnya tetap,

kalau kencing klien ngompol, blass kosong.

e. Sistem pencernaan.

Abdomen tegang, kembung, bising usus normal suara lemah. Klien tidak mau

makan karena sakit, nyeri abdomen, saat diraba dan diperkusi klien menangis

dan menjerit. Vena abdomen menonjol, ascites, BAB positif, mencret sedikit-

sedikit, berlendir, minum air putih + 300 cc.

f. Sistem muskuloskeletal.

Kekuatan otot 5 – 5 pada ekstremitas atas dan 3 – 3 ekstremitas bawah.

g. Sistem integumen.

34
Edem ekstremitas atas dan bawah, akral hangat, suhu/aksila 392 0C, muka

sembab, nampak pucat.

h. Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

i. Sistem endokrin

Tidak ada riwayat alergi.

4. Respon keluarga.

Kelaurga atau ibu cemas akan keadaan anaknya karena biaya sudah banyak yang

dikeluarkan tetapi klien tidak sembuh. Terlebih saat ini biaya menipis dan

keluarga sudah mengurus JPS. Keluarga berharap klien cepat sembuh agar cepat

pulang.

5. Pemeriksaan penunjang.

Tanggal 16-4-2002

Laboratorium : WBC 8,2 K/uL ; Hb 13,1 g/dl ; Hct 38 % ; albumin 0,87 gr

% (3,6-5 gr %), BUN 16 mg % (5-10 mg %) dan creatinin serum 0,51

mg % (0,75-1,25 mg %), kalium 3,0 meq/L, natrium 128 meq/L,

kalsium 6,29 meq/L, kolesterol 373 mg/dl.

Urine lengkap : pH 5,0 ; leukosit negatif ; nitrogen negatif, protein 75

mg/dl (positif) ; eritrosit 25/uL (positif)

35
Radiologi : foto thoraks : cor besar dan bentuk normal, pulmo tidak

tampak infiltrat, kedua sinus phrenicol costalis tajam, dengan

kesimpulan tidak tampak tanda lung edema.

6. Pengobatan/therapi.

Lasiks 3 X 18 mg

Diit TKTPRL

Transfusi plasma 200 cc, prelasiks 1 ampul

Analisa data

Data Etiologi Masalah

Subyektif : Kelainan-kelainan glomerulus Kelebihan


volume cairan
- menurut ibu klien ;pernah tubuh
mengalami sakit yang
sama bulan Agustus 2001
Albuminuria
- sejak 16 April 2002 pagi
muka, tangan dan kaki
mulai bengkak.
Obyekif : Hipoalbuminemia
- edema ekstremitas atas
dan bawah, muka
sembab,
ascites,venaabdomen Tekanan onkotik koloid plasma
menurun
menonjol, albumin 0,87
36
g/dl, protein urine 75
mg/dl (positif) dan roncii
pada paru kiri dan kanan.
Volume plasma meningkat

Retensi natrium renal meningkat

Edema

Kelebihan volume cairan

Subyektif : Hipoalbuminemia Perubahan nutrisi


kurang dari
- menurut ibu 2 haris kebutuhan tubuh
SMRS klien tidak mau
makan, mual dan
Sisntesa pritein hepar meningkat
mengeluh perut sakit
Obyektif :

- status gizi 88,9% (gizi


kurang), edema, ascites, Hiperlipidemia
albumin 0,87 g/dl, klien
hanya mau makan
satusendok makan.
Malnutrisi

37
4.2 Diagnosa

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipoalbuminemia.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubugan dengan malnutrisi

sekunder dari katabolisme protein

4.3 Perencanaan dan Rasional

No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

keperawatan

1 Pola napas tidak NOC : 1. Observasi keadaan umum


efektif  Respiratory Status : pasien
berhubungan ventilation 2. Kaji keluhan pasien
dengan ekspansi (status respirasi : 3. Monitor vital sign
paru tidak ventilasi) 4. Berikan pasien posisi yang
maksimal  Respiratory Status : nyaman
airway patency 5. Ajarkan pasien teknik napas
(status respirasi dalam
:kepatenan jalan nafas) 6. Ajarkan pasien batuk efektif
 Vital Sign Status Kolaboratif dalam pemberian
(tanda-tanda vital) terapi
Kriteria hasil :
e. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
napas yang bersih

38
f. Tidak ada sianosis dan
dispnea
g. Menunjukkan jalan napas
yang paten
Tanda-tanda vital dalam

rentang normal

2. Bersihan jalan NOC : 1. Monitor respiratori dan


nafas tidak efektif  Respiratory Status : status oksigen pasien
berhubungan ventilation 2. Posisikan pasien untuk
dengan  Respiratory Status : memaksimalkan ventilasi
hipersekresi jalan airway patency 3. Aukultasi suara napas, catat
napas Kriteria hasil : jika terdapat suara tambahan
f. Pasien mampu batuk 4. Atur intake untuk cairan
efektif mengoptimalkan
g. Suara napas bersih keseimbangan
h. Tidak ada sianosis dan 5. Kolaboratif dalam
dispnea pemberian oksigen
i. Frekuensi pernapasan menggunakan nasal kanul
dalam rentang normal dengan dosis yang sesuai
Tidak ada suara napas dengan intruksi
Berikan bronkodilator bila perlu
tambahan

3 Hipervolemia NOC : 1. Kaji indikasi retensi atau


berhubungan  Electrolit and Acid kelebihan cairan (cracles,
dengan gangguan Base Balance CVP, edema, distensi
mekanisme (keseimbangan asam vena leher, asites)
regulasi basa) 2. Monitor masukan cairan
 Fluid Balance 3. Monitor vital sign

39
(keseimbangan cairan) 4. Monitor hasil Hb yang
 Hydration (hidrasi) sesuai dengan retensi cairan
Kriteria Hasil : 5. Timbang popok jika perlu
e. Terbebas dari edema, 6. Pertahankan catatan intake
efusi, anaskara dan output yang akurat
f. Tidak ada suara napas 7. Pasang urine kateter jika
tambahan diperlukan
g. Vital sign dalam rentang Kolaboratif dalam pemberian
normal diuretic sesuai intruksi
Tidak mengalami kelelahan

4.4 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal 17 April 2002

1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam Implementasi Evaluasi

07.15 Mengukur berat badan : 16 kg Pukuil 14.00

Mengobservasi edem : tungkai kanan dan S : ibu mengatakan bengkak


kiri edema, ascites dan edema pada belum menurun
kelopak mata
O : edema periorbital, tungkai
Produksi urine 24 jam 150 cc, kuning kanan dan kiri serta ascites,
07.30 pekat tanda vital N 115 X/mnt, T
115/75 mmHg, RR 35 X/mnt,
8.10 Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv ada balans cairan, ronki pada
Ngompol 25 cc kedua paru.

Tanda vital : N 100X/mnt, T 110/60 A : masalah belum teratasi


mmHg, RR 36 X/mnt P : intervensi no 1 – 6 masih
Ibu mengatakan kalau bengkaknya belum diteruskan.
berkurang

40
08.30 Minum 50 cc

11.15 Ngompol 50 cc

Tanda vital : N 115 X/mnt, T 115/75


mmHg, RR 35 X/mnt
11.45
Minum 25 cc
14.00
Bunyi napas ronki

Minum 50 cc

Balans cairan + 25 cc

2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam Implementasi Evaluasi

11.50 Mengobservasi bising usus : meningkat, Pukuil 14.00


asvites, linkgarp erut 57 cm
S : ibu menanyakan mengapa
Klien menangis terus kesakitan pada perut bertambah sakit
perut, P : saatmakan, dipegang, Q : nyeri
sekali saat dipegang, R : seluruh daerah O : bising usus 40 x/mnt,
pereut, S : skala 8-9, T : terus menerus distensi, meteorismus, vena
abdomen menonjol, tanda
Tanda vital : N 100X/mnt, T 100/60 vital N 120 X/mnt, T 110/70
mmHg, RR 36 X/mnt mmHg, RR 40 X/mnt, klien
masih menangis terus
Kolaboratif : sementara puasa, pasang
NGT untuk dekompresi, pasang lingkar A : masalah belum teratasi
13.10
abdomen
P : intervensi no 1 – 4 masih
Foto thoraks : kesimpulan ileus paralitik diteruskan, mrmasang NGT,
13.30 lingkar perut dan pasien
Hasil lab : kalium 3,7 (3,8 – 5,5). dipuasakan.

41
3. Diagnosa keperawatan 3.
Jam Implementasi Evaluasi

08.30 Klien muntah, mengatakan tidak mau Pukuil 14.00


makan, perut terasa sakit, ascites dan
meteorismus. S : ibu mengatakan sakit perut
dan tidak mau makan
11.00 Hasil lab : kalium 3,7 (3,8-5,5) ; natirum
128 (136-144), kalsium 6,66 (8,1-10,4) O : bising usus meningkat,
puasa, infus D5 ½ S 1150
Memasang infus D5 ½ saline 1150 cc/24 cc/24 jam, NGT ada keluar
jam cairan hijau kecoklatan 25 cc.
12.10
BAB mencret 3 kali, sedikit-sedikit arnaa A : masalah belum teratasi
13.10 kehijauan
P : intervensi no 2 –4 masih
Klien dipuasakan, pasang NGT : keluar diteruskan.
cairan warna hijau kecoklatan 25 cc,
bising usus meningkat, lingkar perut 57
cm.

4. Diagnosa keperawatan 4.
Jam Implementasi Evaluasi

08.00 Memperkenalkan diri kepada pasien Pukuil 14.00


,emnanyakan kondisinya hari ini, klien
masih menangis, ibu mengatakan S : pasein mengatakan tidak mau
semalam menangis terus, rewel dan tidak pada saat akandisuntik
mau tidur. O : sering menangis, rewel dan
Saat disuntik klien berontak, mengatakan berontak
08.30 tidak mau, menanyakan kepada ibu siapa A : masalah kecemasan anank
lagi yang terdekat dengan klien (menurut
42
ibu bude-nya). belum teratasi

Melibatkan ibu untuk memasang P : intervensi no 2, 4 dan 5


termometer : pasien tenang diteruskan.
12.00
Menjelaskan kepada ibu agar selalu ada
yang menunggu klien agar ia tidak
bertambah takut

Tanggal 18 April 2002

1. Diagnosa keperawatan 1.
Jam Implementasi Evaluasi

08.25 BAK 24 jam 250 cc Pukuil 14.00

Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv S : ---

Tanda vital : N 120X/mnt, T 100/60 O : BB 15,5 kg, edema palpebra,


mmHg, RR 32 X/mnt. tungkai kanan dan kiri serta
ascites, lingkar perut 55 cm,
Mengobservasi : ronki pada kedua paru, hasil BOF kesimpulan
oksigen nasal 2 L/menit, edem palpebra, meteorismus
kedua tungkai, ada ascitees, bising usus
37 x/menit, meteorismus, lingkar perut A : masalah kelebiahn volume
55 cm dan vena abdomen menonjol. cairan belum teratasi

Foto BOF ulang P : intervensi no 1 – 6 masih


diteruskan.
11.15 Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T
115/75 mmHg, RR 35 X/mnt
11.45
Jumlah urine 100 cc, input 250 cc, balans
: : kelebihan 150 cc
13.30

43
2. Diagnosa keperawatan 2.
Jam Implementasi Evaluasi

08.00 Ibu mengatakan anak sudah tidak terlalu Pukuil 14.00


sakit pada pe perutnya, saat dipegang
perutnya anak lebih tenang dari hari S : anak kadang masih mengeluh
kemarin, skala 7-8 sakit jika perut agak ditekan

Lingkar perut 55 cm, masih ascites, O : skala 7 – 8, bising usus 37


meteorismus, bising usus 37 x/menit, x/mnt, meteorismus, tanda
cairan keluar dari NGT warna kehijauan vital N 110 X/mnt, T 115/75
(25 cc/24 jam), flastus ada. mmHg

A : masalah belum teratasi

P : intervensi diteruskan,

3. Diagnosa keperawatan 3.
Jam Implementasi Evaluasi

10.15 Infus D5 ½ saline 1500 cc/24 jam, dicoba Pukuil 14.00


minum sedikit-sedikit, NGT ditutup,
tidak mual. S : ibu mengatakan sudah
memberi minum 5 sendok
Menjelaskan kepada ibu bahwa anak
boleh dicoba minum sedikit-sedikit, bila O : bising usus dan flastus ada,
muntah dihentikan mencret dua kali, masih
minum sedikit – sedikit, infus
Ibu mengatakan tadi pagi klienmencret D5 ½ S 1500 cc/24 jam,.
dua kali warna hijau kecoklatan, ada
flastus. A : masalah nutrisi kurang belum

44
12.30 Mengobservasi bising usus 37 x/menit, teratasi
lingkar perut 55 cm.
P : intervensi diteruskan.

45
Daftar Pustaka

Alatas, H., 2002, Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal, dalam Alatas, H.,
Tambunan, T., Trihono, P., dan Pardede, S. (Editor), Buku Ajar Nefrologi
Anak: Jakarta, Balai Penerbit FKUI, hal. 51-72.

Betz, cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Donna L. Wong. et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama.
Jakarta : EGC

Munandar, Utami. (2014). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:


Rineka Cipta

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit”. Edisi : 4. Jakarta : EGC.

SDKI, DPP & PPNI, 2016. Sandar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indicator diagnostic. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Agung Setia.

Whaley and Wong. (2000). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC

46
47

Anda mungkin juga menyukai