Anda di halaman 1dari 30

1

Nama : David Raymond Ludji Leo

NIM : 2153031

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN

KESEHATAN TENTANG PRE EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

A. Pengertian Preeklamsia Dan Eklamsia


Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi
yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di
dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan mengalami
pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada
pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang
ditemukan pada awal masa kehamilan.
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria
tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur
28 minggu atau lebih  (Rustam Muctar, 1998). Tidak berbeda dengan definisi
Rustam, (Manuaba, 1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia
gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria
(protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada
kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selain
itu, (Mansjoer, 2000) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000). Menurut
kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan
lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.
Preeklampsia atau keracunan kehamilan sering juga disebut toksemia
adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil tapi tak terjadi
pada wanita yang tidak hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya
tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di dalam urine.
2

Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan mengalami pembengkakan pada


kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada pertengahan umur
kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa
kehamilan.
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
protein urine yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul
dalam triwulan ke-3 kehamilan. Hipertensi biasanya timbul lebih dulu daripada
tanda-tanda lain. Umumnya untuk menegakkan diagnostik pre-eklampsia,
kenaikan tekanan siskolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang
biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Apabila tekanan
diastolik naik hingga 15 mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg atau lebih,
Maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan TD dilakukan minimal 2x
dengan jarak 6 jam pada keadaan istirahat (Menurut Sarwono, 2005 “Ilmu
Kebidanan”).
Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak
teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang
terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat
menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah
melahirkan.
Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan
atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklamsi (hipertensi, edema,
proteinuria) (Wirjoatmodjo, 1994: 49).
Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik
pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra
dan post partum (Angsar MD, 1995: 41).
Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak
teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang
terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat
menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah
melahirkan.

B. Klasifikasi
3

1. Menurut penggolongan dibagi menjadi 3 yaitu : PE ringan, sedang dan


berat (Menurut Sarwono, 2005 “Ilmu Kebidanan”).
Diagnosis Tekanan Darah Tanda Lain
Pre-Eklamsi Kenaikan TD diastolic 15 Protein Urin +1
Ringan mmHg/79 mmHg dengan 2x
pengamatan berjarak 1
jam/tekanan diastolic
mencapai 110 mmHg.
Pre-Eklamsi Kenaikan TD systolic 30 Protein urin positif 2 oedem umum,
Sedang mmHg/lebih atau mencapai kaki, jari tangan dan muka, kenaikan
140 mmHg. BB 1 kg tiap minggu.
Pre-Eklamsi Tekanan diastolic >110 Protein urine positif ¾ oliguria (urine
Berat mmHg 5 gr/L) hiperefleksia, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrik,
terdapat oedem paru dan sinosis.

2. Eklamsi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:


a. Berdasarkan waktu terjadinya, yaitu:
1) Eklamsi gravidarum
Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil.
2) Eklamsi Parturientum
Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat inpartu dimana batas dengan
eklamsi gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.
3) Eklamsi Puerperium
Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma
setelah persalinan berakhir.( Manuaba, 1998: 245)

b. Berdasarkan lamanya, yaitu :


1) Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan
bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini
berlangsung kira-kira 30 menit.
2) Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam
dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan
4

berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.


Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 menit.
3) Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat, mulut
terbuka dan tertutup. Keluar ludah berbusa dan lidah dapat digigit,
mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita
tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4) Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama beberapa
menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul
serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma. Selama
serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai
400 celcius.

C. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik preeklampsi bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang –kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang
timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada
preeclampsia ialah edema, hipertensi dan terakhir proteinuria. Sehingga bila
gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria
merupakan gejala yang paling penting, namun penderita seringkali tidak
merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan
nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini
sudah cukup lanjut.
Sedangkan eklampsia kasus akut pada penderita preeclampsia yang
disertai kejang dan koma, sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia dapat
timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Dua gejala yang sangat penting diatas pada preklampsia yaitu hipertensi
dan proteinuria yang biasanya tidak di sadari oleh wanita hamil, penyebab dari
kedua masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Tekanan darah
5

Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang


penting pada preeklampsia. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih andal dibandingkan dengan tekanan sistolik.
Tekanan sistolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terjadi terus-menerus
menunjukkan kedaan abnormal.
2. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan preklampsia
dan bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan merupakan tanda
pertama preklampsia pada sebagian wanita. Peningkatan BB normal
adalah 0,5 Kg perminggu. Bila 1 Kg dalam seminggu, maka kemungkinan
terjadinya preklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan terutama
di sebabkan kerena retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum
timbul gejala edema yang terlihat jelas seperti kelopak mata yang bengkak
atau jaringan tangan yang membesar.
3. Proteinuria
Pada preklampsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu, positif
dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat di temukan
dan dapat di capai 10 g/dL. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
dibandingkan hipertensi dan kenaikan BB yang berlebihan.

Gejala-gejala subjektif yang dirasakan pada preklampsia adalah sebagai berikut:

1. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi pada kasus-
kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal dan
oksipital, serta tidak sembuh dengan pemberian analgetik biasa.
2. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preklampsia berat.
Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar akibat edama
atau pendarahan.
3. Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasies arterial,
iskemia, dan edema rutina dan pada kasus-kasus yang langka disebabkan
oleh ablasio retina, pada preklampsia ringan tidak ditemukan tanda-tanda
subjektif ( Cuningham, 1995:767 ).
6

D. Prognosis
1. Kerusakan akibat preeklampsia antara lain sbb :
a. Otak
Dapat terjadi pembengkakan di otak sehingga timbul kejang dengan
penurunan kesadaran yang biasa disebut eklampsia. Dapat juga terjadi
pecahnya pembuluh darah di otak akibat hipertensi.
b. Paru-paru
Bengkak yang terjadi di paru-paru menyebabkan sesak napas hebat dan
bisa berakibat fatal.
c. Jantung
Terdapat payah jantung.
d. Ginjal
Ditemukan adanya gagal ginjal.
e. Mata
Bisa terjadi kebutaan akibat penekanan saraf mata yang disebabkan
bengkak maupun lepasnya selaput retina mata. Kebanyakan bersifat
sementara. Kendati demikian, pemulihannya memakan waktu cukup
lama.
f. Sistem darah
Terjadi pecahnya sel darah merah dengan penurunan kadar zat
pembekuan darah.

g. Akibat pada janin


Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan
hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen di bawah normal.
Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang menyalurkan
darah ke plasenta menyempit.
Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat
sehingga terjadi bayi dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga janin
dilahirkan kurang bulan (prematur), biru saat dilahirkan (asfiksia), dan
sebagainya.Pada kasus preeklampsia yang berat, janin harus segera
dilahirkan jika sudah menunjukkan kegawatan. Ini biasanya dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa ibu tanpa melihat apakah janin sudah
7

dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi, adakalanya keduanya tak
bisa ditolong lagi.
2. Pada eklamsi
Eklamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa
kurang baik untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas,
usia dan keadaan saat masuk rumah sakit.
a. Kematian ibu
Disebabkan oleh pendarahan otak, kegagalan jantung, paru,
kegagalan ginjal, infeksi, kegagalan hepar, dan lain-lain.
Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah menambah gangguan
fungsi paru, tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak
dan kegagalan jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari
tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi
ginjal: oligo sampai anuria, pendarahan atau ablasio retina,
gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
b. Kematian janin
Disebabkan hipoksia intrauterin dan prematuritas. Asfiksia
mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR (Intra
Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia
yang terdiri dari :
a. Koma yang lama
b. Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
c. Suhu 39,4 celcius atau lebih
d. Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
e. Konvulsi lebih dari 10 kali
f. Proteinuria 10 gr atau lebih
g. Tidak ada oedema, oedema menghilang
Bila dijumpai salah satu tanda-tanda yang diatas maka disebut dengan
eklampsia ringan, bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan
prognosis akan lebih jelek

E. Etiologi
8

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari kelainan ini, namun
penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya
preeklampsia dan eklampsia. Faktor - faktor tersebut antara lain, gizi buruk,
kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.
Sedikit teori yang menerangkan mengenai hal itu adalah sebagai berikut :
1. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.
2. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
4. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan.
2. Peran faktor imunologis.
3. Adanya aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
4. Peran faktor genetik/familial
5. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsi/eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita
preeklampsi/eklampsi.
6. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
7. Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).

F. Patofisiologi
1. Patofisiologi preeklamsia/eklamsia (KDM)
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah sakibat spasme
pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus.
Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis yang
9

menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan


mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme, sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan
trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan
faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama
darah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen menjadi
angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme
menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah.
Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi
organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya
otak, darah, paru-paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia
hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan
terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah
menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga
menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
10

penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi


peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada
ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein
akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga
menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan
memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas
terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan
lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan
retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan
perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko
gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual
dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas
dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
2. Patofisiologi preeklamsia/eklamsia (Maternitas)
11

Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan


volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik
systemic vascular resistance (SVR), peningkatan curah jantung, dan
penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklampsia, volume plasma yang
beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal
menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik
lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah
merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme
merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai
preeklampsia. Vasopasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas
terhadap tekanan darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu
ketidakseimbangan antara prostasiklin prostagladin dan tromboksan A2.
Peneliti telah menguji kemampuan aspirin (suatu inhibitor prostagladin)
untuk mengubah patofisiologi preeklampsia dengan mengganggu produksi
tromboksan. Investigasi pemakaian aspirin sebagai suatu pengobatan
profilaksis dalam mencegah preeklampsia dan rasio untung-rugi pada ibu dan
janin. Peneliti lain sedang mempelajari pemakaian suplemen kalsium untuk
mencegah hipertensi pada kehamilan. Selain kerusakan endotelil, vasospsme
arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini
meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular,
mempredisposisi pasien yang mengalami preeklampsia mudah menderita
edema paru. Preeklampsia ialah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan
khas hipertensi dan proteinurea merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk
mengendalikan sejumlah besar darah yang berfungsi di ginjal, timbul reaksi
vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini akhirnya
akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas untuk
preeklampsia. Hubungan sistem imun dengan preeklampsia menunjukkan
bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam
perkembangan preeklampsia. keberadaan protein asing, plasenta atau janin
bisa membangkitkan respons imunologis lanjut.

G. Komplikasi
1. Komplikasi preeklamsia :
12

Bergantung pada derajat preeklamsia yang dialami. Namun, yang termasuk


komplikasi antara lain sebagai berikut :
a. Pada ibu
1) Eklamsia
2) Solusio plasenta
3) Perdarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah (DIC)
5) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low
platelet count).
6) Ablasio retina
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b. Pada janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Asfiksia neonatorum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.
2. Komplikasi eklamsia :
Komplikasi yang dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah :
a. Lidah tergigit
b. Terjadi perlukaan dan fraktur
c. Gangguan pernafasan
d. Perdarahan otak
e. Solutio plasenta dan merangsang persalinan.

(Muchtar Rustam, 1995:226)

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah :
a. Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia.
b. Hendaknya janin lahir hidup.
c. Trauma pada janin seminimal mungkin.
1. Preeklamsi
a. Medis
13

1) Pre-eklamsi ringan dan sedang


a) Pantau tekanan darah, proteinuria, reflex dan kondisi janin.
b) Lebih banyak istirahat.
c) Diet biasa.
d) Tidak perlu diberi obat-obatan.
e) Jika rawat jalan tidak mungkin, segera rawat di rumah sakit :
 Diet biasa.
 Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1x sehari.
 Tidak perlu obat-obatan.
 Tidak perlu diuretic,kecuali jika terdapat edema
paru,dekompensasi kordisatau gagal ginjal akut.
 Jika tekanan diastolic turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan :
 Berikan nasehat untuk istirahat, tidak terlalu banyak
beraktifitas dan perhatikan tanda-tanda preeclampsia
berat.
 Kontrol 2x seminggu.
 jika tekanan diastolic naik lagi  rawat kembali.
 jika tidak ada tanda-tanda perbaikan  tetap dirawat.
 jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat,pertimbangkan terminasi kehamilan.
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat
inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema
periksa ulang yang lebih sering,
 jika proteinuria meningkat, tangani sebagai pre eklampsia
berat.
 misalnya 2 kali seminggu, penanganan pada penderita
rawat jalan atau rawat inap adalah dengan :
 istirahat ditempat,
 diit rendah garam, dan
 berikan obat-obatan seperti
14

valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau


fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1
sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak
dianjurkan, karena obat ini tidak begitu
bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan
gejala pre-eklampsi berat.
 Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat
inap.
 Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan
aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.
 Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi
partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
2) Pre-eklamsia berat
Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru
dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah
sebagai berikut :
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr
intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr
intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi).
b) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai
dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada
kontraindikasi).
c) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin
dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-
eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan
terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain
tergantung keadaan.
e) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan
paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada
kehamilan diatas 37  minggu.
15

Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu

Penanganan umum

a) Jika tekananan diastolic >110 mmHg,berikan anti


hipertensi,sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
b) Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau
>)
c) Ukur keseimbangan cairan,jangan sampai terjadi overload
d) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e) Jika jumlah urin <30 ml/jam:
 Infus cairan dipertahankan 8 jam
 Pantau kemungkinan edema paru
f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
g) Observasi TTV,refleks,dan DJJ setiap jam
h) Auskulatasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
Krepitasi merupakan tanda edema paru.jika ada edema
paru,stop pemberian cairan,dan berikan diuretic misalnya
furosemide 40 mg IV
i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit,kemungkinan
terdapat koagulopati.
j) Anti hipertensi obat pilihan adalah
 hidralazin,yang diberikan 5mg IV pelan-pelan selama
5menit sampai tekanan darah menurun
 Jika perlu pemberian hidralazin dapat diulang setiap
jam,atau 12,5mg IM setipa 2jam
 jika hidralazin tidak tersedia,dapat diberikan:
Nifedipine 5mg sublingual. Jika respon tidak baik
setelah 10 menit,beri tambahan 5mg sublingual
Labetolol 10 mg IV, yang jika respon tidak baik
setelah 10 menit,diberikan lagi labetolol 20 mg IV.
16

k) Anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat


pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada pre
eklampsia dan eklampsia.
Dosis awal
 MgSO4 4g I.V. sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Segera dilanjutkan dengan pemberian 10g larutan MgSO4
50%, masing-masing 5g dibokong kanan dan kiri secara
IM. Ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit yang sama.
Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian
MgSO4.
 Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2g
(larutn 40%) IV selama 5 menit.
Dosis pemeliharaan
 MgSO4 (50%) 5g + lignokain 2% 1ml IM setiap 4 jam.
 Lanjutkan sampai 2 jam pasca persalinan atau kejang
terakhir.
 Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
 Frekuensi perafasan minimal 16/menit
 Refleks pattela (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
 Stop pemberian MgSO4, jika :
 Frekuensi pernafasan <16/menit
 Refleks pattela (-)
 Urin < 30 ml/jam
l) Siapkan anti dotum :
 Jika terjadi henti nafas : bantu dengan ventilator, beri
kalsium glukonat 2g (20 ml dalam larutan 10%) IV
perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
m) Alternatif lain adalah diazepam, dengan resiko terjadinya
depresi neonatal.

Pemberian IV

a) Dosis awal
 Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
17

 Jika kejang berulang, ulangi dosis awal


b) Dosis pemeliharaan
Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus
 Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >30
mg/jam
 Jangan berikan >100 mg/24 jam

Pemberian melalui rektum:

a)
b)
c) Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan
per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam samprit 10 ml
d) Jika masih terjadi kejang, beri tambahan 10 mg/jam
e) Dapat pula diberikan melalui kateter urin yang dimasukkan
kedalam rektum.
b. Keperawatan
1) Preeklamsia ringan dan sedang
a) Bisa rawat jalan dengan anjuran untuk banyak istirahat/ tirah
baring.
b) Diet rendah garam dan tinggi protein.
c) Pasien preeklamsia ringan yang dilakukan rawat inap, bila
penyakit membaik dapat dilakukan rawat jalan; sedangkan jika
penyakit menetap atau memburuk, kehamilan dapat diakhiri
pada usia kehamilan 37 minggu.
2) Preeklamsia Berat (PEB)
a) Perawatan konservatif (usia kehamilan <36 minggu) :
 Tirah baring.
 Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia)
 Pasang kateter tetap (bila perlu).
b) Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan-
keadaan di bawah ini :
 Umur kehamilan >36 minggu.
 Terdapat tanda-tanda impending eklamsia atau eklamsia
 Gawat janin.
18

 Sindroma HELLP.
 Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam
perawatan tidak terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.
3) Eklamsi
Secara prinsip kehamilan dengan eklamsia harus segera dilakukan
terminasi (diakhiri), sedangkan perawatan/pengobatan yang
dilakukan adalab untuk stabilisasi kondisi pasien dalam rangka
terminasi kehamilan tersebut.

I. Penkes Diet
1. Tujuan Diet
a. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
b. Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
c. Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air
d. Mencapai keseimbangan nitrogen
e. Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal
f. Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit
baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan
2. Syarat Diet
a. Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan
diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima
makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan
atau diet sebelum hamil.
b. Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam
atau air. Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah
1 Kg/minggu.
c. Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan).
d. Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan
lemak tdk jenuh ganda.
e. Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi.
f. Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
g. Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.
19

h. Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi


dan disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat
dan pernafasan
3. Macam Diet Preeklampsia
a. Diet Preeklampsia I
1) Diberikan kepada pasien dengan pre eklampsia berat
2) Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari
buah
3) Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan
kekurangannya diberikan secara parental
4) Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan 1
– 2 hari
b. Diet Pre eklampsia II
1) Sebagai makanan perpindahan dari diet pre eklampsia I atau kepada
pasien pre eklampsia yg penyakitnya tdk begitu besar
2) Makanan berbentuk saring atau lunak.
3) Diberikan sebagai diet rendah garam I
4) Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya
c. Diet Preeklampsia III
1) Sebagai makanan perpidahan dari diet pre eklampsia II atau kepada
pasien dengan pre eklampsia ringan.
2) Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam .
3) Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa .
4) Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg
boleh lebih dari 1 kg per bulan

TEORI ASKEP IBU HAMIL DENGAN PRE-EKLAMSI/EKLAMSI

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu
proses kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya.
Pengkajian dilakukan melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam
pengkajian dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul
20

lebih akurat, sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui


masalah dan kebutuhan ibu terhadap perawatan.
Pengkajian yang dilakukan pada ibu dengan preeklamsia/eklamsia antara lain
sebagai berikut :
1. Identitas umum ibu.
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada
kehamilan terdahulu.
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit gagal kronis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
 Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrum.
 Gangguan virus : penlihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
 Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
 Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi,
dan tidak tenang.
 Edema pada ekstremitas.
 Tengkuk terasa berat.
 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat
preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga.
d. Riwayat perkawinan : Biasanya terjadi pada wanita yang menikah
dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.
3. Pemeriksaan fisik biologis
a. Keadaan umum : lemah.
28
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtifa sedikit anemis, edema pada retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan
muntah
e. Ektremitas : oedema pada kaki juga pada tangan dan jari-
jari
21

f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.


g. Genituorinaria : oligura, proteinuria.
h. Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur, gerakan janin
melemah.
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ).
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ).
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
2) Urinalisis : Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati :
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=
15-45 u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat
(N= <31 u/l).
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ).
 Tes kimia darah : Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ).
b. Radiologi
1) Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit.
2) Kardiofotografi : Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
3) )   USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d. Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
e. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosa Keperawatan
22

1. Gangguan Perfusi Jaringan b/d Penurunan Kardiak output Sekunder


terhadap Vasospasme Pembuluh Darah.
2. Resiko terjadi gawat janian intra uteri (Hipoksia) b/d penurunan suplay
O2 dan nutrisi ke jaringan plasenta sekunder terhadap penurunan
Cardiac out put.
3. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan retensi urine dan edema
berkaitan dengan hipertensi dalam kehamilan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurangnya
asupan makanan.
5. Risiko kejang pada ibu b/d penunrunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
6. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
7. Risiko cidera ibu b/d oedema/ hipoksia jaringan
8. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan
b/d mis interpretasi informasi
9. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

C. Rencana Keperawatan
Setelah data terkumpul kemudian dianalisis, langkah selanjutnya adalah
menentukan diagnose dan intervensi keperawatan. Diagnose yang mungkin
ditemukan pada ibu hamil dengan pre eklamsia/ eklamsia adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kardiak out put sekunder
terhadap vasospasme pembuluh darah.
Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat dan tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
b. Menunjukan fungsi sensori motori kranial yang utuh : tingkat
kesadarn membaik, tidak ada gerakan involunter.
Intervensi :
a. Monitor poerubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu
(cemas, bingung, letargi, pingsan).
b. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab,
cacat kekuatan nadi perifer.
23

c. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi),


eritema, dan oedema.
d. Dorong latihan kaki aktif/ pasif.
e. Pantau pernafasan
f. Kaji fungsi Gastro Intestinal, catat anoreksia, penurunan bising
usus, muntah/mual, distensi abdomen, konstipasi.
2. Resiko terjadi gawat janian intra uteri (Hipoksia) b/d penurunan
suplay O2 dan nutrisi ke jaringan plasenta sekunder terhadap
penurunan Cardiac out put.
Tujuan : gawat janin tidak terjadi, bayi dapat dipertahankan sampai umur
37 mgg dan atau BBL > 2500 gr
Intervensi :
a. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
b. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai
dengan masa kehamilan :
1) 1 x/ bln pada trimester I
2) 2 x/ bln pada trimester II
3) 1 x/minggu pada trimester III
c. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janian setiap hari
d. Motivasi pasien untuk mneingkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan retensi urine dan edema
berkaitan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Tujuan : kelebihan volume cairan teratasi.
Kriteria hasil :
a. Bebas dari oedema dan effuse
b. Bunyi nafas bersih tidak ada dispneu/ ortopneu
c. Terbebas dari distensi vena jugularis
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
b. Catat adanya DJV, adanya oedema dependen
c. Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
d. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler.
24

e. Berikan diet rendah garam atau natrium.


4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurangnya
asupan makanan.
Tujuan :
a. Status nutrisi normal
b. Berat badan meningkat
c. Tidak ada tanda malnutrisi
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Nafsu makan meningkat
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak terjadi malnutrisi
e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak ada tanda penurunan berat badan.
Intervensi:
a. Kaji alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang di makan mengandung serta tinggi untuk
mencegah konstipasi.
g. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
h. Ajarkan pasien bagaiamana membuat catatan makanan harian
i. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
j. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

5. Risiko kejang pada ibu b/d penunrunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kejang pada
ibu.
Kriteria hasil :
25

a. Kesadaran kompos mentis, GCS : 15 (4-5-6)


b. Tekanan darah normal
Intervensi :
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekana diastole > 110 mmHg dan Sistole 160 mmHg atau lebih
merupakan indikasi dari PIH.
b. Catat tingakat kesadaran pasien.
R/. penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah
otak.
c. Kaji adanya tanda-tanda eklamsia (hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi dan respirasi, neri epigastrium dan oliguria).
R/. gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada
otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang.
d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejal persalinan atau adanya
kontraksi uterus.
R/. kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya persalinan.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan
SM.
R/. anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang.
6. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat
hipertensi.
Tujuan :
a. Nyeri mendekati normal.
b. Nyeri terkontrol.
c. Pasien merasa nyaman
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekwensi dan tanda)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
26

Intervensi :
a. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
b. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri.
c. Kaji penyebab nyeri.
d. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak
efektifan control nyeri masa lamapau
f. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menentukan
dukungan.
g. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
h. Kurangi factor presipitasi.
i. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi, dan interpersonal).
j. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
k. Ajarkan tehnik relaksasi.
l. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
m. Evaluasi keefektifan control nyeri.
n. Tingkatkan istirahat tidur.
o. Kolaborasi dengan tim medis lain jika ada keluhan dan tindakan
yang tidak berhasil.
p. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
7. Risiko cidera ibu b/d oedema/ hipoksia jaringan.
Tujuan : Ibu tidak mengalami risiko cedera karena mengalami oedema.
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam tindakan atau modifikasi lingkungan untuk
melindungi diri dan meningkatkan keamanan.
b. Bebas dari tanda-tanda iskemia serebral (gangguan penglihatan,
sakit kepala, perubahan pada mental).
c. Menunjukkan kadar factor pembekuan dan kadar enzim hepar
normal.
Intervensi :
27

a. Kaji adanya masalah SSP (mis; sakit kepala, peka rangsang,


gangguan penglihatan atau perubahab pada pemeriksaan
funduskopi).
R/ edema serebral dan vasokonstriksi dapat dievaluasi dari masa
perubahan gejala, perilaku atau retina.
b. Tekankan pentingnya klien melaporkan tanda-tanda dan gejala
yang berhubungan dengan SSP.
R/ keterlambatan tindakan atau awitan progresif gejala-gejala yang
dapat mengakibatkan kejang tonik-klonik atau eklamsia.
c. Perhatikan pada perubahan tingkat kesadaran.
R/ Pada kemajuan HKK vasokonstriksi dan vasospasme pembuluh
darah serebral menurunkan konsumsi oksigen 20% dan
mengakibatkan iskemia serebral.
d. Kaji tanda-tanda eklamsia yang akan datang, hiperaktifitas (3+
sampai 4+) dari reflek tendon dalam, klonus pergelangan kaki,
penurunan nadi dan pernafasan, nyeri epigastrik, dan oliguria
(kurang dari 50 ml/jam).
R/ oedema/ vasokonstriksi umum, dimanifestasikan oleh masalah
SSP berat dan masalah ginjal, hepar, kardiovaskuler dan pernafasan
mendahului kejang.
e. Implementasikan tindakan pencegahan kejang perprotikol.
R/ Menurunkan risiko cidera bila kejang terjadi.
f. Pada kejadian kejang , miringkan klient; pasng jalan nafas/blok
gigitan bila mulut rileks; berikan oksigen lepaskan pakaian yang
ketat ; jangan membatasi gerakan ; dan dokumentasikan masalah
motorik , durasi kejang , dan pereilaku pascakejang.
R/ Mempertahankan jalan nafas menurunkan resiko aspirasi dan
mencegah lidah menyumbat jalan nafas . memaksimalkan
oksigenasi .(catatan ; waspada dengan penggunaan jalan nafas /
blok gigitan ; jangan mencoba bila rahang keras karena dapat
terjadi cidera). 

8. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan


perawatan b/d mis interpretasi informasi
28

Tujuan                 : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.


Kriteria Hasil       :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemaham tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau
situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan
marah, takut dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien (tanpa adanya keyakinan
yang salah)
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan
aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang
konsisten, ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif
dalam perawatan.

9. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.


Tujuan                : Pola nafas yang efektif.
Kriteria Hasil       :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih , tidak ada
sianosis dan dispneu
b. Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips    
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
b. Atur posisi fowler atau semi fowler.
c. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
d. Berikan obat sesuai petunjuk.
e. Sediakan oksigen tambahan
29

D.  IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah
direncanakan.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan
menilai sejauh mana masalah ibu dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga
memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang
ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses peawatan dapat di
modifikasi.
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat  adalah :
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau
gejala sesuai dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
2. Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala   
sebagian dari kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda dan gejala
sesuai dengan kreteria hasil yang sudah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
2. Prawirohardjo, Sarwono.2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
30

3. Sumapraja, Sudraji.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta
4. Mansjoer.arif,DKK.1999.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1,edisi 3.Jakarta :Media
Aesculapsois Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

41

Anda mungkin juga menyukai