Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing : Ibu Sri Susanti Papuke, S.Kep.,Ns.,M.Kep

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


“SINDROM NEFROTIK”

Oleh :
Kelompok 3 – Kelas IIB

 Juang Wahyu Rinaldi Abas


 Iqshalliandro Putra Gagowa
 Meylanti Rahmatiya Muslim
 Indra Septian Abdullah

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO
T.A 2020/2021

Page 1 of 21
KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta
sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama
Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam
yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah  Keperawatan Medial
Bedah I pada Program Studi DIII-Keperawatan, dengan ini penulis mengangkat
judul “Konsep Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik”. Dalam penulisan makalah
ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 2 Oktober 2020

Kelompok 3

Page 2 of 21
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang...............................................................................................................4
B.  Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C.  Tujuan............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi .........................................................................................................................6
B. Etiologi..........................................................................................................................6
C. Patofisiologi ..................................................................................................................7
D. Manifestasi klinis...........................................................................................................8
E. Pemeriksaan fisik...........................................................................................................8
F. Pemeriksaan penunjang.................................................................................................10
G. Penatalaksanaan ............................................................................................................10
H. Konsep asuhan keperawatan .......................................................................................12

BAB III PENUTUP                                                                                    


A.    Kesimpulan..................................................................................................................20
B.    Saran............................................................................................................................20

Daftar Pustaka......................................................................................................................21

Page 3 of 21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada anak.
Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu
>2 mg/mg atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia <2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai
hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak
diketahui (Trihono et al., 2008).
Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16
kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Trihono et al., 2008).
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi menjadi primer/idiopatik
termasuk di dalam nya kongenital dan sekunder akibat penyakit sistemik (Kliegman et al.,
2007). Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria,
gejala infeksi, nafsu makan berkurang, diare, nyeri perut akibat terjadinya peritonitis, dan
hipovolemia. Prognosis sindrom nefrotik menjadi gagal ginjal berkisar antara 4- 25% dalam
waktu 5-20 tahun. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh diagnosis dini dan penatalaksanaan
awal yang tepat (Atalas et al., 2002).
Kompetensi dokter umum untuk kasus sindrom nefrotik adalah tingkat kemampuan
dua yang artinya dokter mampu membuat diagnosis dan merujuk pasien secepatnya kepada
spesialis yang relevan dan mampu menindak lanjuti sesudahnya. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman mengenai sindrom nefrotik sehingga dapat mengenali secara dini sindrom nefrotik
dengan harapan dapat mencegah progresivitas dan komplikasi akibat keterlambatan
penatalaksanaan. Pada refreshing ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai sindrom nefrotik, yang
meliputi definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari sindrom nefrotik?
2. Bagaimana etiologi dari sindrom nefrotik?
3. Bagaimana proses patofisiologi dari sindrom nefrotik?
4. Apa saja manifestasi klinik yang ditimbulkan oleh sindrom nefrotik?
5. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien dengan sindrom nefrotik?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien dengan sindrom nefrotik?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis terhadap sindrom nefrotik?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari sindrom nefrotik

Page 4 of 21
2. Mengetahui etiologi dari sindrom nefrotik
3. Mengetahui proses patofisiologi dari sindrom nefrotik
4. Mengetahui manifestasi klinik yang ditimbulkan oleh sindrom nefrotik
5. Mengetahui apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien dengan sindrom
nefrotik
6. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien dengan
sindrom nefrotik
7. Mengetahui penatalaksanaan medis terhadap sindrom nefrotik
8. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik

Page 5 of 21
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang
massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).
Sindrom nefrotik adalah penyakit pada ginjal yang biasanya terjadi pada anak akibat
peningkatan permeabilitas membrane dasar glomerolus, yang memungkinkan pengeluran
protein secara abnormal ke dalam urin.

B. Etiologi
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan,
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun
tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder,


a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
c. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun oak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya ),


Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop
biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan

Page 6 of 21
minimal, nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal
segmental.

C. Patofisiologi
Peningkatan permeabilitas glomerolus mengakibatkan peningkatan protein plasma yang
lebih besar melewati membrane dasar glomerolus. Hal ini mengakibatkan pengeluaran banyak
protein (albumin) kedalam urin (proteinuria) dan terjadi penurunan protein serta kadar albumin
(hipoalbiuminemia) di dalam aliran darah. Protein yang hilang dalam sindrom nefrotik sebagian
besar berupa albumin. Hipoalbumin mengakibatkan tekanan osmotic, dan cairan berpindah dari
aliran darah kedalam jaringan interstisial(menyebabkan edema). Penurunan volume darah ini
memicu ginjal untuk berespon dengan meretensi natrium dan air yang memeperparah
edema.Hati “merasakan” kehilangan protein dan meningkatkan produksi lipoprotein.
Hiperlipidemia kemungkinan terjadi karena kelebihan lipid tidak dapat diekkresi kedalam
urinhiperlipidemia akibat sindrom nefrotik dapat cukup parah , tetapi kadar kolesterol mungkin
rendah ketika sindrom nefrotik berada dalam masa remisi, dan kembali meningkat tajam dalam
masa relaps.

Ekresi jumlah besar protein diurine, terutama albumin dengan berat molekul rendah,
adalah kelainan primer pada Ns. Derajat proteinuria sangat bervariasi dari satu anak ke anak
yang lain, dan setidaknya proporsional terhadap konsentrasi protein plasma . fungsi albumin
sendiri adalah untuk mengatur tekanan dalam pembulu darah dan menjaga agar cairan yang
terdapat dalam pembulu darah tidak bocor ke jaringan tubuh sekitarnya. Kadar albumin normal
dalam darah berkisar antara 3,5-4,5 Mg/dl. Sedangkan dengan anak NS aktif yang mempunyai
konsentrasi albumin serum 2,0 g/dl akan mensekresikan albumin dalam jumlah lebih besar
daripada anak yang sama dengan konsentrasi albumin serum 0,5 g/dl. Beberapa anak akan
mensekresikan sebanyak 15g/dl luas permukaan tubuh dalam periode 24jam,dan eksresi
minimal yang cocokdengan diagnosis adalah sekitar 1g//hari.

Anak yang menderita sindrom nefrotik beresiko tinggi terhadap pembekuan bekuan
darah (tromboebolisme) karena penurunan intra vaskuker.Anak tersebut juga beresiko
mengalami infeksi serius, yang paling sering mengalami pneumonia pneumokokus, sepsis atau
peritonitis sontan.Sindrom nefrotik resisten steroid dapat engakibatkan gagal ginjal akut.
Steroid sendiri merupakan senyawa organic lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari
hasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena.

Page 7 of 21
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Udema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.

E. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat


2) Kesadaran: biasanya compos mentis
3) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
4) Pemeriksaan sistem tubuh Inspeksi dan observasi
 Observasi anak terhadap adanya edema (periorbital), menyeluruh (anarsaka) atau asitesis
abdomen. Seiring perkembvangan penyakit mada edema akan semakin luas, tersebar
keseluruh tubuh dan akhirnya menjadi sangat parah
 Inspeksi kulit untuk mengidentifikasi manifestasi kulit yang tampak tegang atau
kencang,pucat atau kerusakan kulit akibat edema berat. Dokumentasikan tinggi (atau
panjang badan)dan BB. Perhatikan RR dan upaya pernafasan yang terjadi akibat asites
dan edema
5) Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dan suara paru dengarkan abnormalitas yang berkeitan dengan
berlebihan beban cairan. Catat TD , tekanan darah yang tinggi pada anak yang menderita
sindrom nefrotik walaupun aling sering normal atau rendah , kecuali kondisi anak
memburuk menjadi gagal ginja
6) Palpasi
Palpasi kulit , perhatikan ketegangan. Palpasi abdomen dan dokumentasikan temuan asites.

Pitting edema
Edema adalah penumoukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. edema akan tetap cekung
setelah penekanan ringan dengan ujung jari dan akan jelas terlihat setelah terjadi rotasi
cairan sebanyak 4,5kg. edema disebabkan oleh kegagalan jantung memompa darah yang

Page 8 of 21
cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrient tubuh. Hal ini disebabkan akibat
disfungsi diastolic atau sistolik.
Langkah – langkah pemeriksaan :
1. Ucapkan salam
2. Inspeksi daerah edema (simetris, apakah ada tanda-tanda peradangan)
3. Lakukan palpasi pitting dengan cara meneksn dengan menggunakan ibu jari dan amati
waktu kembalinya

PENILAIAN
Derajat I : kedalamanya 1-3mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat II : kedalamanya 3-5mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat III : kedalamanya 5-7mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat IV : kedalamanya 7mm dengan waktu kembali 7 detik

Skala pitting edema

7) Status kesehatan umum

a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut.Pada fase lanjut sering
didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik.Status neurologis mengalami
perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola

Page 9 of 21
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Darah
Tes darah penting karena pengidap sindrom nefrotik biasanya memiliki kadar albumin yang
rendah dalam darah. Selain itu, tes darah juga berguna untuk mengevaluasi fungsi ginjal.

2. Tes urine
Tes ini jelas dibutuhkan karena sindrom umumnya ditandai dengan kadar protein yang tinggi
dalam urine. Kamu biasanya diminta untuk memberikan sampel urine selama 24 jam untuk
memastikan diagnosis. Bila hasil tes menunjukkan adanya kadar protein yang tinggi dalam
urine, maka kamu dipastikan mengidap  sindrom nefrotik.

3. Biopsi ginjal
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal untuk diperiksa lebih
lanjut di laboratorium

G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi. Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifatsimptomatik, untuk mengurangi
atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
3. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
4. Diuretikum, boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon,
furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti
spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
5. Kortikosteroid

Page 10 of 21
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara
pengobatan sebagai berikut:
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
c. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
6. Diet. Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak
perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia.
Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi
pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
7. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan
jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg
berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk
menjamin masukan yang adekuat.
8. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam
minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet
rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
9. Kemoterapi
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan
dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-
10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi
terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan
berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik (imunosupresif). Pemilihan
obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk
obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

Page 11 of 21
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas `
Sindrome nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 th dengan perbandingan
pasien wanita dan pria 1:2

b. Status kesehatan saat ini


- Keluhan Utama
Di tandai dengan gejala edema / odeme anasarka
- Alasan Masuk Rumah Sakit
Edema, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan,dan didapatkan edema
anasarka
- Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami tanda edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidermia

c. Riwayat kesehatan terdahulu


- Riwayat Penyakit Sebelumnya
Biasanya memiliki diabetes (yang telah berlangsung lama), glomerulonefritis
(lesiminimal, membranosa, fokalsegmental) ,amiloid ginjal (primer, mieloma),
penyakit autoimun, misalnya SLE

- Riwayat penyakit keluarga


Biasanya tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga sebab sindrome nefrotik bukan
penyakit menular

- Riwayat pengobatan
Penyebab sekunder akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid atau preparat
emas organik.

d. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
 Kesadaran : Pada umumnya compos mentis
 Tanda-tanda vital : Biasanya abnormal

- Body System
 Sistem pernafasan
Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura.
Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan ekspansi paru tidak maksimal ditandai
dengan asites,dyspnea

 Sistem kardiovaskuler
Penurunan curah jantung berdasarkan perubahan afterload, kontraktilitas dan
frekuensi jantung.

 Sistem persarafan
Ditemukannya hipertensi ringan.

 Sistem perkemihan
Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urine berbusa, akibat penurunan
tekanan permukaan akibat proteinuria.

Page 12 of 21
 Sistem pencernaan
Biasanya pada pasien, dengan nefrotik sindrom pada sistem pencernaan ditemukan
adanya nyeri pada abdomen.

 Sistem integument
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.

 Sistem musculoskeletal
Gangguan metabolisme kalsium dan tulang sering dijumpai pada sindrom nefrotik.

 Sistem endokrin
Biasanya tidak ditemukan komplikasi pada sistem endokrin.

 Sistem reproduksi
Sistem reproduksi normal.

 Sistem penginderaan
Terjadi edema pada tangan dan kaki yang berfungsi sebagai indera peraba.

 Sistem imun
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan,kemungkinan disebabkan oleh
karena hypoalbuminemia,hyperlipidermia atau defisiensi seng 

2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipervolemia
b. Pola napas tidak efektif
c. Gangguan citra tubuh
d. Perfusi perifer tidak efektif
e. Intoleransi aktivitas
f. Defisit nutrisi
g. Risiko infeksi

Page 13 of 21
1. Intervensi, Implementasi, Evaluasi (SDKI SIKI SLKI, 2016)

No Diagnosa SDKI SLKI SIKI


1. Hipervolemia Setelah dilakukan intervensi Latihan Batuk Efektif
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam,
Sub Kategori : Nutrisi dan Cairan maka Status Cairan Membaik, 1. Observasi
dengan kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala hypervolemia
Definisi : 1. Edema anasarka menurun  Identifikasi penyebab hypervolemia
Peningkatan volume cairan 2. Berat badan membaik  Monitor status hemodinamik, tekanan darah,
intravaskular, interstisial, dan / atau 3. Intake cairan membaik MAP, CVP, PAP, PCWP, CO jika tersedia
intraselular  Monitor intaje dan output cairan
 Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium,
Penyebab : BUN, hematocrit, berat jenis urine)
1. Gangguan mekanisme regulasi  Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
2. Kelebihan asupan cairan plasma
3. Kelebihan asupan natrium  Monitor kecepatan infus secara ketat
4. gangguan aliran balik vena  Monitor efek samping diuretik
5. Efek agen farmakologis (mis. 2. Therapeutik
kartikosteroid, chlorpropamide,  Timbang berat bada setiap hari pada waktu yang
tolbutamide, vincristine, sama
tryptilinescarbamazepine)  Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Gejala dan tanda Mayor 3. Edukasi
Subjektif :  Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5
1. Ortopnea ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Dispenea  Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea dalam sehari
(PND)  Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
Objektif : haluaran cairan
1. Edema anasarka dan/atau  Ajarkan cara membatasi cairan
ederma perifer 2. Kolaborasi
2. Berat badan meningkat dalam  Kolaborasi pemberian diuritik
waktu singkat  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
Page 14 of 21
3. Jugular Venous Pressure (JVP) diuretic
dan/atau Cental Venous  Kolaborasi pemberian continuous renal
Pressure (CVP) meningkat replacement therapy
4. Refleks hepatojugular positif

Gejala dan tanda Minor:


Subjektif :
(tidak tersedia)

Objektif :
1. Ditensi vena jugularis
2. Terdengar suara nafas
tembahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari output
(balans cairan positif)
7. Kongesti paru

Kondisi Klinis Terkait :


1. Penyakit ginjal : gagal ginjal
akut/kronis, sindrome nefrotik
2. Hipoalbuminemia
3. Gagal jantung kongestif
4. Kelainan hormon
5. Penyakit hati (mis. sirosis,
asites, kanker hati)
6. Penyakit vena perifer (mis.
varises vena, trombus vena,
plebtis)
7. imobilitas

Page 15 of 21
2. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam, 1. Observasi :
Subkategori :Respirasi maka Pola Napas Membaik, - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
dengan kriteria hasil : - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
Definisi: 1. Kapasitas vital meningkat wheezing, ronkhi kering)
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak 2. Dispnea menurun - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
memberikan ventilasi adekuat. 3. Frekuensi napas membaik 2. Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
Gejala dan Tanda Mayor : - Posisikan semi-fowler atau fowler
Subjektif : - Berikan minuman hangat
1. Dispnea - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Objektif : - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
1. Penggunaan otot bantu - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
pernapasan endotrakeal
2. Fase ekspirasi memanjang - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep Mcgill
3. Pola napas abnormal (mis. - Berikan oksigenasi, jika perlu
Takipnea, bradipnea, 3. Edukasi :
hiperventilasi, kussmaul, cheyne- - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
stokes) kontraindikasi
Gejala dan Tanda Minor : - Ajarkan teknik batuk efektif
Subjektif : 4. Kolaborasi :
1. Ortopnea - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
Objektif : mukolitik, jika perlu
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

Page 16 of 21
Kondisi Klinis Terkait :
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol

3. Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan intervensi Promosi Citra Tubuh


Kategori : Psikologis keperawatan selama 3x24 jam,
Subkategori : Integritas Ego maka Citra Tubuh Meningkat, 1. Observasi
dengan kriteria hasil :  Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
Definisi: 1. Verbalisasi perasaan perkembangan
Perubahan presepsi tentang negative tentang perubahan  Identifikasi budaya, agama, jenis kelami, dan
penampilan, struktur dan fungsi fisik tubuh menurun umur terkait citra tubuh
individu 2. Fokus pada bagian tubuh  Identifikasi perubahan citra tubuh yang
menurun mengakibatkan isolasi sosial
Penyebab : 3. Hubungan social membaik  Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri
1. Perubahan struktur/bentuk sendiri
tubuh (mis. amputasi, trauma,  Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh
luka bakar, obesitas, jerawat) yang berubah
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. 2. Terapiutik
proses penyaakit, kehamilan,  Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
kelumpuhan)  Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap
3. Perubahan fungsi kognitif harga diri
4. Ketidaksesuain budaya,  Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan
keyakinan atau sistem nilai dan penuwaan
5. Transisi perkembangan  Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi
6. Gangguan psikososial citra tubuh (mis.luka, penyakit, pembedahan)

Page 17 of 21
7. Efek tindakan/pengobatan  Diskusikan cara mengembangkan harapan citra
(mis. pembedahan, kemoterapi, tubuh secara realistis
terapi radiasi)  Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Gejala dan Tanda Mayor 3. Edukasi
Subjektif :  Jelaskan kepad keluarga tentang perawatan
1. Mengungkapkan perubahan citra tubuh
kekacauan/kehilangan bagian  Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap
tubuh citra tubuh
Objektif :  Anjurkan menggunakan alat bantu( mis. Pakaian ,
1. Kehilangan bagian tubuh wig, kosmetik)
2. Fungsi/struktur tubuh  Anjurkan mengikuti kelompok pendukung( mis.
berubah/hilang Kelompok sebaya).
   Latih fungsi tubuh yang dimiliki
Gejala dan Tanda Minor  Latih peningkatan penampilan diri (mis.
Subjektif : berdandan)
1. Tidak mau mengungkapkan  Latih pengungkapan kemampuan diri kepad
kecacatan/kehilangan bagian orang lain maupun kelompok
tubuh
2. Mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan
tubuh
3. Mengungkapkan kekhawatiran
pada penolakan/reaksi orang
lain
4. Mengungkapkan perubahan
gaya hidup
 
Objektif :
1. Menyembunyikan/menunjukan
bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau
menyentuh bagian tubuh

Page 18 of 21
3. Fokus berlebihan perubahan
tubuh
4. Respon nonverbal pada
perubahan dan presepsi tubuh
5. Fokus pada penampilan dan
kekuatan masa lalu
6. Hubungan sosial berubah

Kondisi Klinis Terkait :

1. Mastektomi
2. Amputasi
3. Jerawat
4. Parut atau luka bakar yang
terlihat
5. Obesitas
6. Hiperpigmentasi pada
kehamilan
7. Gangguan psikiatrik
8. Program terapi neoplasma
9. Alopecia chemically induced

Page 19 of 21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia.
 Etiologi sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, glomerulopati
primer/idiopatik, dan sekunder akibat penyakit sistemik.
 Gejala klinis sindrom nefrotik yang khas adalah pitting edema akibat proteinuria
dan hipoproteinemia. Gejala lain berupa komplikasi seperti asites, efusi pleura,
edema anasarka. Hipertensi juga dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.
 Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 hal, yaitu :
1. proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
 Penatalaksanaan pasien dengan sindrom nefrotik meliputi pengaturan diit,
penanggulangan edema, pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada
saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.Apabila
terdapat kesalahan mohon dimaafkan dan dimaklumi, karena kami adalah hamba Allah
yang tak luput dari salah dan khilaf.

Page 20 of 21
DAFTAR PUSTAKA

Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Nefrologi
Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

Bagga, A. dan Mantan, M. 2005. Nephrotic syndrome in children. Indian Journal of Medical
Research, vol. 122, hal. 13-28.

Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran, no. 150, hal. 50-54.

Eddy, AA dan Symons, JM. 2003. Nephrotic syndrome in childhood. THE LANCET , vol 362, hal.
629-639.

Hammersmith, J., Bradley Tirner, dan George H. Roberts. 2006. Nephrotic Syndrome. Continuing
Education Topics & Issues

Jalanko, H. 2009. Congenital nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology, vol. 24, hal. 2121–2128

Noer, MS. 2002. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting.
Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal. 73-87

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Page 21 of 21

Anda mungkin juga menyukai