Anda di halaman 1dari 12

GLOMORULONETRITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II
1. AYULI ALMAWATI HUSAIN
2. BIMO SETIAWAN
MONOARFA
3. CRISTIYANI
MANANGKALANGI
4. ENJEL M ENTE

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO


TAHUN AJARAN 2019/2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya

angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk

menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada

struktur ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai

dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi

utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,

sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada

tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi,

meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit

pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul

berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan

perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun

(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,

kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar

80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Tujuan

Dapat memahami tentang pengertian, penyebab, tanda gelaja, proses perjalanan penyakit,

pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan dari glomerulonefritis.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah

sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).

Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti

pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).

Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :

1.      Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal.

Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi streptococus.

2.      Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami pengerasan

(sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik dan

arteriosklerosis.

B. Etiologi

Penyebab dari glomerulonefritis  antara lain :

a.       Infeksi kuman streptococus.

b.      Reaksi immunologis.

c.       Penyakit metabolik.

d.      Virus dan bakteri.


C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis glomerulonefritis akut  meliputi tahap awal dan tahap akhir. Tahap

awal meliputi :

a.       Hematuria.

b.      Proteinuria.

c.       Azotemia (abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea, kreatinin,

senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada darah).

d.      Berat jenis urin meningkat.

e.       Laju endap darah meningkat.

f.       Oliguria.

Sedangkan pada tahap akhir meliputi :

a.       Bendungan sirkulasi.

b.      Hipertensi.

d.      Gagal ginjal tahap akhir.

Menifestasi klinis pada glomerulonefritis kronis meliputi :

a.       Edema.

b.      Nocturia.

c.       Berat badan menurun.

d.      Pada urinalisis terlihat adanya albumin dan eritrosit.

e.       Dysuria.
f.       Urine berwarna merah kecoklat-coklatan.

g.      Menurun output urine.

D. Patofisiologi

1.      Glomerulonifritis Akut.

Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh lain sehingga tubuh

berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman penyebabnya. Apabila pengobatan

terhadap peradangan tubuh lain itu tidak adekuat, maka tubuh akan memproduksi antibodi dan

antibodi dalam tubuh akan meningkat jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak glomerulus

ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari peradangan tersebut, maka glomerulus ginjal

tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dengan baik, karena menurunnya lagu filtrasi ginjal

(GFR) dan aliran darah ke ginjal (REF) mengalami penurunan. Darah, protein dan substansi

lainnya yang masuk ke ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang dalam urine sehingga dapat

menyebabkan terjadinya proteinuria dan hematuria. Pelepasan sejumlah protein secara terus

menerus ini akan mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik sel akan

menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan hidrostatik sehingga cairan akan berpindah dari

plasma keruangan interstisial dan menyebabkan edema fasial yang bermula dari kelopak mata

dan kondisi kronik edema ini akan mengenai seluruh tubuh. Adanya peningkatan tekanan darah

akibat mekanisme renin angiotensin yang merupakan respon tubuh untuk mengurangi sirkulasi

volume cairan dan reabsorbsi air dan natrium ditubuh akan bertambah sehingga terjadi edema.

2.      Glomerunofritis Kronik.
GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulus secara progesif lambat dan kehilangan

filtrasi renal secara perlahan-lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran

normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang

tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak korteks, menyebabkan

permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah glomerulus dan tubulusnya berubah menjadi

jaringan parut dan bercabang-cabang arteri menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus

yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.

E. Pathway

Terlampir

F.      Komplikasi

1.      Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Trjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus

2.      Ensefalopati hipertensi

3.      Gagal ginjal kronik

4.      Edema di otak

G.    Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan glomerulonefritis

mencakup :

a.       Penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin,

b.      Tes dipstik urin dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari seldarah merah dan

silinder,
c.       Ekskresi protein 24 jam,

d.      USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal.

e.       Tes-tes imunologis penting untuk menemukan apakah glomerulonefritis tersebut bersifat

sekunder atau tidak, dan tes ini harus mengikutsertakan antibodi sitoplasmik

antineurotrofil (antineurotrophil cytoplasmic antibodies [ANCA]), faktor antinuklear

tors [ANF]), komplemen C3 dan C4, antibodi anti-membran basal glomerulus (anti-

glomerular basal membran [anti-GMB]), dan titer antistreptolisin O (ASO)

f.       Biopsi ginjal dibutuhkan untuk menegakan diagnosis yang akurat, namun biasanya tidak

dilakukan apabila ginjalnya berukuran kecil.

g.      Urinalisis (UA) menunjukan hematnya gross, protein dismonfik dan bentuk tidak serasi

Sdm, leusit dan gips hialin.

h.      Laju filtrasi glomerulus menurun, klerins kreatinin pada urin digunakan sebagai pengukur

dal LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung

dengan cara arus tengah (midstream).

i.        Nitrogen Urea Darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai

menurun.

j.        Albumin serum dan protein total mungkin normal atau sedikit menurun (karena

hemodilusi).

k.      Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifikasi jenis protein urin yang

dikeluarkan dalam urin.


l.        Elektrolit serum menunjukan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-

kadar kalium dan klorida.

H.    Penatalaksanaan

TERAPI

a.       Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulus pasca streptococcus akut, maka diperlukan

terapi antibiotik profilaksis obat pilihan (penicilin). Terapi profilaksis harus dilanjutkan

sampai beberapa bulan walaupun tahap akut sudah berlalu.

b.      Terapi diuretik juga diberikan apabila ada kelebihan beban cairan yang berat (edema berat).

Apabila kelebihan cairan tidak dapat dikendalikandengan diuretik dan diet, kemudian

terjadi hipertensi, obat antihipertensi harus diberikan.

c.       Kerusakan glomerulus akibat proses otoimune dapat diobati dengan kortikosteroid untuk

immunospresi.

d.      Inhibitor ACL (Enzim Pengubah Angiotensin) dapat mengurangi kerusakan pada individu

dengan hipertensi kronis.

DIET

Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus rendah garam. Apabila BUN

dan kretinin meningkat, supan protein juga dibatasi pada 1-1,2 g/kg per hari. Diet pasien harus

mengandung cukup karbohidrat agar tubuh tidak menggunakan protein sebagai sumber energi

untuk mencegah mengecilnya otot (pelisutan otot) dan ketidakseimbangan nitrogen. Pasien ini

memerlukan 2.500-3.500 kalori per hari. Berat badan ditimbang setiap minggu untuk memantau

penurunan berat badan karena edema berkurang atau berat badan menurun akibat ada pelisutan
otot. Asupan kalium juga dibatasi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 19

ml/menit. Kontrol glukosa yang ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat atau

mengurangi progres glomerulonefritis.

AKTIVITAS

Selama masih ada tanda-tanda klinis glomerulonefritis, pasien harus melakukan tirah

baring/ bed rest sampai manifestasi klinis hilang


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus

kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).

Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti

pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).

Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal.


Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi

streptococus.

2) Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami pengerasan


(sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik

dan arteriosklerosis.

B. Saran

Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan kepada

pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar sudi kiranya

memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.


DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC

Chris O’calloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga

Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai