Anda di halaman 1dari 26

Makalah KMB 1

“TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN”

O
L
E
H
Kelompok 5
Kelas : IIB
Prodi : DIII Keperawatan

ANGGOTA :
Nicolas Usman Pakaya
Nur Afia Fachrudin
Nur Alda Trinov Ahudulu
Rika Ismail
Vira Aprilia Hunawa

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


GORONTALO
Tahun Ajaran 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena
perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja,
kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan
peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai
sampai dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga
sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus
diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan,
sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul dan trauma tajam.
Trauma tumpul sistem perkemihan lebih besar tingkat kejadiannya 80 – 90% dibandingkan
dengan trauma tajam yang mencapai 10 – 20%. Biasanya cedera saluran kemih disertai
dengan trauma pada struktur organ lain, kecuali cedera atrogenik yang umumnya
merupakan cedera tunggal.
Melihat akibat yang ditimbulkan dari trauma urinaria, maka kami dari kelompok
akan menjelaskan makalah laporan pendahuluan dan konsep asuhan keperawatan gawat
darurat pada sistem perkemihan sebagai penunjang kegiatan perkuliahan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa yang dimaksud dengan trauma urinaria?
b. Bagaimana tanda dan gejalanya?
c. Apa saja klasifikasi dari trauma urinaria?
d. Bagaimana komplikasinya?
e. Bagaimana asuhan keperawtan pada trauma urinaria yang salah satunya trauma VU?
1.3 TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah gawat darurat
Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari trauma urinaria
b. Mengetahui tanda dan gejala dari trauma urinaria
c. Mengetahui klasifikasi trauma urinaria
d. Mengetahui komplikasi trauma urinaria
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma VU
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI TRAUMA URINARIA


Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan adanya benturan
pada saluran perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra). Pada laki-laki dapat pula
mengenai scrotum, testis dan prostat.

Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami
gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar.
Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma
karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala
yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya
proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul,
pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).

Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang melalui saluran
kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses tersebut bisa berakibat fatal.
Mencegah kerusakan menetap pada saluran kemih dan mencegah kematian tergantung
kepada diagnosis dan pengobatan yang tepat.

2.2 KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA


2.2.1 Trauma Ginjal

Definisi Trauma Ginjal


Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada
banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada
trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya.
Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan
oleh kecelakaan lalulintas.

Etiologi trauma ginjal :


a. Trauma tumpul ( tersering ).
Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam.
c. Akselerasi / Deselerasi
Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal.
d. Tatrogenik
Biopsi ginjal, koliktomi.
e. Ginjal patologis
Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan lemahnya
pertahanan ginjal ( seperti : Ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal ektopik).
f. Trauma yang akibat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy)
suatu prosedur rutin untuk menghancurkan batu ginjal) bisa menyebabkan
ditemukannya darah dalam air kemih yang sifatnya sementara, tidak terlalu jelas
dan akan membaik dengan sendirinya, tanpa pengobatan khusus.

Klasifikasi Trauma Ginjal


Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle
a. Grade I Lesi meliputi :
 Kontusi ginjal
 Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices
 Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
75 – 80 % darià keseluruhan trauma ginjal
b. Grade II Lesi meliputi:
 Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi
extravasasi urine
 Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 – 15 % dari
keseluruhan trauma ginjal
c. Grade III Lesi meliputi:
 Ginjal yang hancur
 Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
d. Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
 Avulsi pada ureteropelvic junction
 Laserasi dari pelvis renal
Patofisiologi Trauma Ginjal
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah yang
terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen. Karena benturan yang
keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa
parenkhim ginjal yang selanjutnya menyebabkan kerusakan.

Manifestasi klinis dari trauma ginjal meliputi


 Rasa sakit / nyeri daerah trauma ginjal bahkan sampai syok.
 Hematuri.
 Hematom pada pinggang.
 Teraba masa pada pinggang.
 Nyeri tekan pada daerah trauma.

Pemeriksaan laboratorium / diagnostic untuk trauma ginjal


 Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).
 HB menurun.
 Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu didaerah trauma
karena hematom dan ekstravasi urine.
 Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine pada sisi yang
terkena.
 CT Scan                   : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan konfigurasi
ginjal.

Diagnosa banding:
 Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
 Trauma traktus urogenitalis lain.

Penatalaksanaan:
 Konservatif
1. Istirahat total.
2. Transfusi.
3. Obat-obat konservatif.
 Operatif
1. Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih baik.
2. Nefrotomi.
Komplikasi
 Awal    : Infeksi, perdarahan.
 Lanjut  : Stenosis 9upture9 dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.

2.2.2 Trauma Ureter

Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih)
terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon
atau uteroskopi. Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau
berkurangnya produksi air kemih. Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya
fleksibel dan terlindung oleh tulang dan otot.

Etiologi
 Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.
 Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.
 Pemasukan zat alkali terlalu kuat.

Manifestasi Klinis  
 Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan abdomen.
 Nyeri daerah panggul.
 Ekstravasase urine.
 Drainase urine melalui luka operasi.
 Ileus terus menerus.
Pemeriksaan laboratorium / 10upture101010
 Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.
 Urografi ekskresi : ekstravasase urine.
 Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.

Diagnosa banding
 Vesikovagina dan uretrovaginal.
 Kausa 10upture10 dan anuria pre renal.

Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika
urinaria. Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau
terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan gangguan tersebut.

Komplikasi
 Fistula ureter.
 Infeksi retroperitoneal.
 Pyelonefritis.
 Obstruksi ureter karena stenosis.

Penatalaksanaan
 Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum
dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk identifikasi.
 Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
1. Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke
buli-buli.
2. Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
3. Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
 Terapi konservatif berupa analgetik dan 10upture101010.

2.2.3 Trauma Vesika Urinaria


Definisi
Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan darurat bedah
yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi  seperti peritoritis dan sepsis.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi.
Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila
kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif
muttaqin : 211)

Etiologi
 Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
 Trauma tembus.
 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral Resection
(TUR)

Patofiisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi
peningkatan  tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli
pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan 11upture intraperitoneal.

Manifestasi Klinis
 Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
 Hematuria.
 Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
 Regiditas otot.
 Ekstravasase urine.
 Suhu tubuh meningkat.
 Syok.
 Tanda-tanda peritonitis.

Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik


 Hematokrit menurun.
 Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pinddah atau
tertekan, menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria dapat pindah atau tertekan
yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat
dengan X-ray, disuntikkan ke dalam kandung kemih.
 Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk melihat
kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi selama prosedur
operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak
perlu dilakukan.

Diagnosa banding
 Ruptur uretra atau ginjal.

Komplikasi
 Urosepsis.
 Klien lemah akibat anemia.

Penatalaksanaan
 Atasi syok dan perdarahan.
 Istirahat baring sampai 12upture1212 hilang.
 Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal
dilakukan operasi 12upture alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

2.2.4 Trauma Uretra


Definisi
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya 12upture terjadi pada pars
membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.

Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah 12upture121212 dan pelvis.

Manifestasi Klinis
 Perdarahan dari uretra.
 Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
 Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
 Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan
umum memburuk.
Klasifikasi
 Trauma Grade I ( ringan )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per uretra
( darah langsung keluar dari uretra.
 Trauma Grade II ( sedang )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan
kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.
 Trauma Grade III ( berat ).
Pada tingkat ini uretra mengalami 13upture, bulbus cavernosus hancur dan vesika
buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit, perdarahan mula-mula
pada daerah peritoneum terus ke scrotum selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.

Pemeriksaan Diagnostic
 Rectal Toucher
Bila 13upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya
akan teraba 13upture13 berupa masa lunak dan kenyal.
 Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi 13upture.

Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan 13upture1313 ureter.

Penatalaksanaan
 Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian antibiotika.
 Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi ) untuk
mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.
 Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya striktura.
2.2.5 Trauma Penis
Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau
penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis.
Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan 13upture13 dalam hal
ini mungkin diperlukan skin graf.

2.2.6 Trauma Scrotum


Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila testis
mengalami kontosio, laserasi / 14upture total, mungkin diperlukan eksplorasi scrotum.
Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai atropi testis.

2.2.7 Trauma Testis


Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping dan terdapat jaringan
nekrosis serta cedera ikutan pada daerah sekitarnya. Pada rudapaksa tumpul, besarnya
pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa berbeda. Cedera akibat rudapaksa tajam segera
setelah trauma biasanya penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop.
Terdapat tanda cairan atau darah di dalam skrotum. Ditemukan testis yang membesar dan
nyeri.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA VESIKA URINARIA

4.1 CONTOH KASUS


Tn.S datang ke RSUD Jombang mengeluh sakit di daerah bawah perut setelah terjatuh
dari motor. Klien memegangi perutnya, terdapat jejas di bagian perut bawah. Dari hasil
pemeriksaan urine terdapat hematuria, TD: 100/80 mmHg , RR 25 x/menit, S: 36,5 C, N:
62 x/menit, HB : 6,5 gram/dl
4.2 PENGKAJIAN
Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 45 th
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Bahasa : Indonesia
Alamat : Jombang
Tgl masuk RS : Senin, 24 April 2014
Tgl pengkajian: Senin, 24 april 2014
No. Register :1234
Diagnosa medis : Trauma Vesika Urinaria
 Keluhan Utama
Px mengeluh nyeri pada perut bagian bawah
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari senin tanggal 24 apri 2014 Px hendak ke pasar dengan mengendarai sepeda
motor , namun karena menghindari kucing yang menyebrang jalan Tn S mengerem
mendadak sehingga terjatuh dari sepeda motor (kecelakaan tunggal) perut bagian bawah
klien terbentur pembatas jalan. Sehingga klien dibawa ke RSUD Ploso.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki keluarga yang memiliki penyakit menurun
 Data Subyektife
a. Klien mengeluh pada nyeri pada perutbagian bawah (bledeer) yang terkena
b. Klien mengatakan kencingnya bercampur darah
c. Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia terjatuh
 Data obyektif
a. Nyeri pada daerah trauma
b. Hematuri
c. HT menurun
d. HB menurun
e. Pada pemeriksaan BNO :Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna abu-abu di
daerah trauma dan memperlihatkan ekstravasase urine
f. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi urine pada sisi
yang terkena.
g. CT Scan : Memperlihatkan adanya hematom retropenial dan konfigurasi ginjal.

4.3 PEMERIKSAAN FISIK


 Pemeriksaan ABC
A (Air Way)
 Tidak ada gangguan jalan nafas
 Tidak ada suara tambahan
 Tidak ada jejas di daerah dada
B (Beathing)
 Peningkatan frekuensi nafas
 Nafas dangkal
 Distress pernafasan
 Menggunakan otot-otot pernafasan
C (Cirkulasi)
 TD menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Terjadi hematuri
 Head to Too
a. Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala tegak dapat
digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka jahitan.
b. Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
c. Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi penglihatan
baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, klien tidak memakai alat
bantu penglihatan / kacamata.
d. Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, polip dan tidak ada
peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda asing atau secret serta kotoran yang
menempel
e. Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat luka danj
klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran
f. Mulut dan Gigi
Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi lengkap, kebersihan
gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut, fungsi pengecapan baik (dapat
membedakan rasa) tidak ada masalah dalam menelan tapi klien cuma kurang
nafsu makan.
g. Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat pembesaran
getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada keterbatasan gerak pada leher.
h. Thorax (Fungsi Pernafasan)
Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak terlihat sesak nafas / tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar dan tidak ada nyeri tekan
dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi dan wheezing.
i. Abdomen
Inspeksi      : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian bawah.
Auskultasi  : bising usus normal 8x/m
Palpasi        : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
j. Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, terpasang kateter dan keluar darah saat BAK
melalui kateter.
k. Ekstremitas
 Atas     : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit dan
ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat luka lecet.
 Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua lutut dan
nyeri  apabila digerakkan.
l. Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo matang, suhu 36,5
ºC, dan terdapat hematume serta lesi.
   
4.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan kateterisasi
2. Cemas berhubungan dengan syok hipovolemik
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bleder.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penekanan kandung kemih
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan robekan dinding bleder.
4.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
(NOC)
(NIC)
1. Resiko infeksi berhubungan NOC: NIC:
dengan kateterisasi  Immune status  Bersihkan
Definisi :  Knowledge : infection lingkungan setelah
mengalami peningkatan control dipakai pasien lain
resiko terserang organism  Risk control  Pertahankan
patogenik. Kriteria hasil : teknik isolasi
Factor-faktor resiko:  Batasi pengunjung
 Klien bebas dari tanda dan
 Penyakit kronis bila perlu
gejala infeksi
a.Diabetes b.melitus  Instrusikan pada
 Mendeskripsikan proses
 Pengetahuan yang tidak pengunjung untuk
penularan penyakit,factor
cukup untuk menghindari cuci tangan dan
yang memprngaruhi
pemanjanan pathogen setelah
penularan serta
 Pertahankan tubuh primer berkunjung
penatalaksanaannya
yang adekuat meninggalkan
 Menunjukan kemampuan
a. Gangguan peristalsis pasien
untuk mencegah timbulnya
b. Kerusakan integritas kulit  Monitor tanda dan
infeksi
c. Perubahan seksresi pH gejala infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas
d. Penurunan kerja siliaris sistemik dan local
normal
e. Pecah ketuban dini  Monitor hitung
 Menunjukan perilaku hidup
f. Pecah letuban lama granulosit,WBC
sehat
g. Merokok  Monitor
h. Status cairan tubuh kerentanan
i. Trauma jaringan terhadap infeksi

 Ketidakadekuatan  Ajarkan pasien

pertahanan sekunder dan keluarga

 Vaksinasi tidak adekuat tanda dan gejala


infeksi
 Pemajanan terhadap
 Ajarkan cara
pathogen lingkungan
menghindari
meningkat infeksi
 Prosedur invasive  Laporkan
Malnutrisi kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur
positif.
2. Cemas berhubungan NOC: NIC :

dengan syok hipovolemik - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction


(penurunan
Faktor keturunan, Krisis - Koping
kecemasan)
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan
perubahan  Gunakan
selama klien
pendekatan yang
status kesehatan, ancaman
kecemasan teratasi dgn menenangkan
kematian, perubahan konsep  Nyatakan dengan
kriteria hasil:
diri, kurang pengetahuan jelas harapan
 Klien mampu
dan terhadap pelaku
mengidentifikasi dan
pasien
hospitalisasi
mengungkapkan gejala  Jelaskan semua
DO/DS: cemas prosedur dan apa
 Mengidentifikasi, yang dirasakan
- Insomnia
mengungkapkan dan selama prosedur
- Kontak mata kurang
 Temani pasien
menunjukkan tehnik
- Kurang istirahat untuk
untuk mengontol
memberikan
- Berfokus pada diri sendiri
cemas keamanan dan
- Iritabilitas mengurangi takut
 Vital sign dalam batas
- Takut  Berikan informasi
Normal
faktual mengenai
- Nyeri perut  Postur tubuh, ekspresi diagnosis,
- Penurunan TD dan denyut wajah, bahasa tubuh tindakan

dan tingkat aktivitas prognosis


nadi

- Diare, mual, kelelahan menunjukkan


 Libatkan keluarga
- Gangguan tidur berkurangnya untuk
mendampingi
- Gemetar kecemasan
klien
- Anoreksia, mulut kering  Instruksikan pada

- Peningkatan TD, denyut pasien untuk


menggunakan
nadi, RR
tehnik relaksasi
- Kesulitan bernafas  Dengarkan
dengan penuh
- Bingung
perhatian
- Bloking dalam
 Identifikasi
pembicaraan
tingkat
- Sulit berkonsentrasi kecemasan
 Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian
obat anti cemas
3. Gangguan eliminasi urine NOC: NIC:
berhubungan dengan trauma Pengawasan urin Perawatan retensi
bleder. Kriteria hasil urin
 Mengatakan keinginan  Mengatakan
untuk BAK keinginan
 Menentukan pola BAK untuk BAK
 Mengatakan dapat BAK  Menentukan
dengan teratur pola BAK
 Waktu yang adekuat antara  Mengatakan
keinginan BAK dan dapat BAK
mengeluarkan BAK ke dengan teratur
toilet  Waktu yang
 Bebas dri kebocoran urin adekuat antara
sebelum BAK keingian BAK
dan
mengeluarkan
BAK ke toilet
 Bebas dari
kebocoran urin
sebelum
dengan BAK
 Mampu
memulai dan
mengakhir
aliran BAK
 Mengesakan
kandung
kemih secara
komplet

4.6 IMPLEMENTASI
 Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah proses
keperawatan
 Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya
 Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
 Mengobservasi TTV
 Mengkaji pasien

4.7 Evaluasi
S : Px mengatakan masih terasa nyeri pada perut bagian bawah
O: TD: 110/90 mmHg, N: 65 x/meit, S: 36.5, RR: 20 x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Planing selanjutnya.
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami
gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar.
Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami
trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun
pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin
(hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat
menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat
menurunkan tekanan darah (syok).

Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya terdapat


beberapa organ yang kemungkinan dapat terkena trauma. Diantaranya adlah ginjal, ureter.
Kandung kemih, dan uretra.

5.2 SARAN
Saran kepada pendidikan:  Diharapkan kepada pendidik supaya memperlengkapi
perpustakaan terutama buku buku yang membahas tentang penyakit system perkemihan
agar mempermudah proses belajar dan mengajar.

Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa memahami isi
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.  2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI

Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.

http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal

http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as

http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/

http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih/trauma-
saluran-kemih.html

http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-Dengban-Trauma-
Sistem-Perkemihan

Anda mungkin juga menyukai