Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi

dan urinaria. Sistem urinaria atau disebut juga dengan system ekskretori adalah

sistem organ yang memproduksi, menyimpan dan mengalirkan urin. Pada manusia

normal, organ ini terdiri dari ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-buli dan

uretra.

Cedera pada sistem urogenitalia sebagian besar bukan termasuk cedera yang

mengancam nyawa, kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan

parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan atau putusnya pembuluh darah

ginjal.Cedera yang mengenai organ genitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa

trauma tumpul maupun trauma tajam, cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada

saat operasi atau petugas medic yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa trauma

tusuk maupun trauma tembus oleh peluru, harus dipikirikan untuk kemungkinan

melakukan eksplorasi; sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak

diperlukan tindakan operasi.


2

BAB II
ISI

2.1 TRAUMA GINJAL

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindungi oleh otot punggung

di sebelah posterior dan oleh organ intraperitoneal di sebelah anteriornya; karena itu

cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ yang mengitarinya.

2.1.1 Epidemiologi

Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia,

dengan presentase 10% dari trauma abdomen yang mencederai ginjal.

2.1.2 Etiologi

Jenis cedera yang mengenai ginjal merupakan cedera tumpul, luka

tusuk atau luka tembak.

2.1.3 Patogenesis

Cedera ginjal dapat terjadi secara

1. Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang

2. Tidak langsung, yaitu cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal yang

secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan

regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan pada tunika intima

arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah

yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta cabang-


3

cabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada

kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal.

2.1.4 Derajat trauma ginjal

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal

dibedakan menjadi:

1. Cedera minor

2. Cedera mayor

3. Cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal

Menurut skala cedera organ, cedera ginjal dibagi manjadi :

Tabel 2.1 Derajat Trauma ginjal menurut skala cedera organ


Derajat Jenis Kerusakan
I Kontusio ginjal / Hematoma perirenal
II Laserasi ginjal terbatas pada korteks
III Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat
thrombosis arteri segmentalis
IV Laserasi sampai mengenai sistem kalises ginjal
V Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi thrombosis arteria renalis
Ginjal terbelah (shatered)

Gambar 2.1 Klasifikasi trauma ginjal (dari kiri ke kanan)


4

2.1.5 Diagnosis

Dicurigai adanya trauma ginjal jika terdapat :

1. Trauma di daerah pinggang, dada sebelah bawah dan perut bagian

atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah

tsb.

2. Hematuria

3. Fraktur costa sebelah bawah(T8-T12) atau fraktur proc. Spinosus

vertebra

4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang

5. Cedera deselerasi yang berat akibat jantuh dari ketinggian atau

kecelakaan lalu lintas

Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah

pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis dan terdapat hematuria makroskopik ataupun

mikroskopis. Pada trauma mayor atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam

keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama

makin membesar.

2.1.6 Pemeriksaan

Jenis pemeriksaan tergantung keadaan klinis dan fasilitas yang

dimiliki oleh Rumah Sakit


5

1. IVU

Digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat

keadaan ginjal kontralateral. Pembuatan IVU dikerjakan jika

diduga ada:

a. Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal

b. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria

makroskopik

c. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria

mikroskopik yang diserta dengan syok

2. CT Scan

JIka IVU belum bisa menjelaskan keadaan ginjal (misalkan pada

ginjal non visualized), perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau

arteriografi

3. USG Abdomen

Pemeriksaan ini diharapkan dapat menemukan adanya kontusio

parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler serta memperlihatkan

adanya robekan pada kapsul ginjal. Pemeriksaan ini dikerjakan jika

ada dugaan cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda

hematuria mikroskopik tanpa disertai syok


6

2.1.7 Tatalaksana

1) Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan

ini dilakukan observasi tanda vital (tensi, nadi dan suhu tubuh),

kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya

pembesaran di lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah

dan perubahan warna urine.

2) Operasi

Ditujukan untuk trauma ginjal mayor dengan tujuan menghentikan

perdarahan. Selanjutnya mungkin dilakukan debridement, reparasi

ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak

jarang dilakukan nefrektomi parsial atau total karena kerusakan

ginjal yang sangat berat.

2.2 TRAUMA URETER

2.2.1 Epidemiologi

Trauma ureter sangat jarang dijumpai dan merupakan 1% dari seluruh

cedera urogenital.
7

2.2.2 Etiologi

Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar, yaitu trauma tumpul

maupun tajam atau trauma iatrogenik. Operasi endourologi transureter dan

operasi di daerah pelvis (diantaranya adalah operasi ginekologi, bedah

digestive atau vaskuler) dapat menyebabkan terjadinya cedera ureter

iatrogenik.

2.2.3 Diagnosis

Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar adalah adanya

hematuria pasca trauma, sedangkan kecurigaan adanya cedera ureter

iatrogenik bisa ditemukan pada saat operasi atau setelah pembedahan.

Tabel 2.2.1 Kecurigaan ureter iatrogenik


Saat operasi Pasca operasi
Lapangan operasi banyak cairan Demam
Hematuria Ileus
Anuria/ oliguria jika cedera Nyeri pinggang akibat obstruksi
bilateral
Luka operasi selalu basah
Sampai beberapa hari cairan drainase
jernih dan banyak
Hematuria persisten dan
hematoma/urinoma di abdomen
Fistulaureterokutan/fistula ureterovagina

2.2.4 Pemeriksaan

Pada pemeriksaan IVU tampak ekstravasasi kontras atau kontras

berhenti di daerah lesi atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematoma

atau urinoma. Pada cedera yang lama mungkin didapatkan hidro-


8

ureteronefrosis sampai pada daerah sumbatan. Cedera ureter dari luar

seringkali ditemukan pada saat melakukan eksplorasi laparotomi dari suatu

cedera organ itraabdominal sehingga seringkali tidak mungkin melakukan

pemeriksaan pencitraan terlebih dahulu.

2.2.5 Tatalaksana

1). Ureter saling sambung (anastomosis end to end). Teknik ini

dipilih jika kedua ujung distal dan proksimal dapat didekatkan

tanpa tegangan (tension)

2). Inplantasi ureter ke buli-buli. Cedera ureter distal yang tidak

memungkinkan untuk dilakukan anastomosis end to end atau

implantasi ureter ke buli-buli disebabkan tidak cukup bagian ureter

distal, bagian ureter distal dapat diganti dengan bagian buli-buli

yang dbentuk suatu tabung mirip ureter

3). Uretero-kutaneostomi

4). Transuretero-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter

yang lainnya

5). Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi

2.3 TRAUMA BULI-BULI

Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen.

Namun semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum

pelvis, sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi.


9

2.3.1 Epidemiologi

Angka kejadian trauma pada buli-buli pada beberapa klinis urologi

kurang lebih 2% dari seluruh trauma pada sistem urogenital.

2.3.2 Etiologi

Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur

pelvis. Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvikdan

diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik

fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvik),

dapat merobek buli-buli.

Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat

fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urin,

buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekana dari luar berupa

benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundus

dan menyebabkan ekstravasasi urin ke dalam rongga intraperitoneum.

Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik

antara lain pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada

litotripsi. Demikian pula pada tindakan operasi di daerah pelvis dapat

menyebabkan trauma iatrogenik pada buli-buli. Ruptur buli-buli dapat pula

terjadi secara spontan, terjadi jika sebeelumnya terdapat kelainan pada

dinding buli-buli.

2.3.3 Klasifikasi

Secara klinis, cedera buli-buli dibedakan menjadi


10

1. Kontusio buli-buli

Ditemukan memar pada dinding buli-buli, bisa didaptkan

hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine

ke luar buli-buli.

2. Cedera buli ekstraperitoneal

Merupakan 45-60% dari seluruh trauma buli-buli

3. Cedera intraperitoneal

Merupakan 25-45% dari seluruh trauma buli-buli, kadang-kadang

bisa disertai dengan cedera ekstraperitoneal (2-12%).

2.3.4 Diagnosis

Pasien mengeluhkan nyeri di daerah suprasimfisis, miksi bercampur

darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Gambaran klinis yang lain

tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera

yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalamo cedera, serta

penyulit yang terjadi akibat trauma.

Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi, yaitu dengan memasukkan

kontras ke dalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi(tanpa

tekanan) melalui kateter per-uretram. Kemudian dibuat foto yaitu,

1. Foto saat buli-buli terisi kontras dalam posisi AP

2. Pada posisi oblik

3. Wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli, terlihat

ekstravasasi kontras di dalam rongga perivesikal yang merupakan tanda


11

adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang berada di

sela-sela usus berarti ada robekan intraperitoneal.

2.3.5 Terapi

Tergantung kepada jenis cedera, di antaranya adalah:

1. Kontusio buli-buli

Cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk

memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan

buli-buli dapat sembuh 7-10 hari

2. Cedera intraperitoneal

Dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-

buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak

dilakukan, ekstravasasi urine ke rongga peritoneum dapat

menyebabkan peritonitis.

3. Cedera Ekstraperitoneal

Robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan untuk

memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli

menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan

pemasangan kateter sistostomi.

Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas

kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin.


12

Sistografi dibuat pada ari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada, kateter

sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

2.4 TRAUMA URETRA

Secara klinis, trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan

trauma uretra posterior

2.4.1 Epidemiologi

Trauma tumpul tulang pelvis penyebab trauma uretra paling banyak

dengan presentase 90% sedangkan sisanya karena trauma tajam. Pada laki-

laki, insiden trauma uretra adalah 1-25%, sedangkan pada wanita ruptur

uretra akibat trauma pelvis sekitar 4-6%.

2.4.2 Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksterna)

dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang

menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan rupture utetra pars

membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan menyebabkan

rupture uretra pars bulbosa

2.4.3 Gambaran Klinis

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan

per-uretram, yaitu darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah

mengalami trauma. Perdarahan per-uretram ini harus dibedakan dengan

hematuria yaitu urin bercampur darah. Pada trauma uretra yang berat,

seringkali pasien mengalami retensi urin. Pada keadaan ini tidak


13

diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan

kateter dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Diagnosis

ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui

uretra, guna mengetahui adanya rupture uretra.

1. Ruptura uretra posterior

paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang

mengenai ramus atau simpisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada

cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranasea.

Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum

pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika

ligamentumpubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta buli-buli akan

terangkat ke cranial.

A. Klasifikasi

Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum membagi

derajat cedera uretra dalam 3 jenis :

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching

(peregangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi

dan uretra hanya tampak memanjang

2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea,

sedangkan diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram

menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma

urogenitalis
14

3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis dan uretra pars bulosa sebelah

proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras

meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum

B. Diagnosis

Pasien yang menderita cedera uretra posterior seringkali dating dalam

keadaan syok karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang

menimbulkan banyak perdarahan. Ruptura uretra posterior seringkali

memberikan gambaran yang khas berupa:

1. Perdarahan per-uretram

2. Retensi urin

3. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate

(prostat melayang) di dalam suatu hematom. Pada pemeriksaan

uretrografi retrograde didapatkan elongasi uretra atau ekstravasasi

kontras pada pars prostate membranasea.

C. Tindakan

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ

lain (abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa

perdarahan. Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan

sistostomi untuk diversi urin. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi

primary endoscopic realigmenty yaitu melakukan pemasangan kateter

uretra sebagai splint melalui tuntutan uretrskopi. Dengan cara ini

diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan.


15

Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca rupture dan kateter uretra

dipertahankan selama 14 hari. Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi

uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pasca trauma dengan asumsi bahwa

jaringan pasrut pada uretra telah stabil dan matang sehingga tindakan

rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.

2. Ruptura Uretra Anterior

Cedera dari luar yang sering menyebabkan uretra anterior adalah straddle

injury (cedera selangkangan), yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis

dan berada tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa : kontusio

dinding uretra, rupture parsial atau rupture dinding uretra.

A. Patologi

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus

spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh

fasia buck dan fasia colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus

spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas

pada fasia buck dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada

penis. Namun jika fasia buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah

hanya dibatasi oleh fasia colles sehingga darah dapat menjalar hingga

skrotu atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu, robekan ini

memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly

hematoma

B. Diagnosis
16

Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram

atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum,

terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada

keadaan ini pasien tidak dapat miksi. Pada pemeriksaan uretrografi

retrograde pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya

ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan

adanya ekstravasasi kontras di pars bulbosa.

C. Tindakan

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat

cedera ini dapat menimbulkan penyulit striktura uretra di kemudian

hari, maka setelah 4-6 bulan perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi

ulangan. Pada rupture uretra parsial dengan ekstravasasi ringan, cukup

dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urin. Kateter sistostomi

dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah diyakinkan

melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi

kontras atau tidak timbul striktura uretra. Namun jika timbul sriktura

uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse.

2.5 TRAUMA PENIS

Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam,

terkena mesin pabrik, rupture tunika albuguinea atau strangulasi penis. Pada trauma

tumpul atau terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan

dan dilakukan penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total dan bagian distal
17

dapat diidentifikasi, dianjurkan dicuci dengan larutam garam fisiologis kemudian

disimpan di dalam kantung es dan dikirim ke pusat rujukan. Jika masih mungkin

dilakukan replantasi (penyambungan) secara mikroskopik.

2.5.1 Fraktur penis

Adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis yang

terjadi pada saat penis dalam keadaan ereksi. Ruptura ini dapat

disebabkan karena dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat

masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya atau tertekuk secara tidak

sengaja pada saat berhubungan seksual. Akibat tertekuk ini, penis

menjadi bengkok dan timbul hematoma pada penis dengan disertai

nyeri. Untuk mengetahui letak ruptura, pasien perlu menjalani

pemeriksaan foto kavernosografi yaitu memasukkan kontras ke dalam

korpus kavernosum dan kemudian diperhatikan adanya ekstraasasi

kontras keluar dari tunika albuginea.

Tindakan yang dilakukan adalah eksplorasi ruptura dengan

sayatan sirkumsisi, kemudian dilakukan evakuasi hematoma.

Selanjutnya dilakuakan penjahitan pada robekan tunika albuginea.

Robekan yang cukup lebar jika tidak dilakukakn evakuasi hematom

dan penjahitan, dapat menyebabkan terbentuknya jaringan ikat pada

tunika yang menimbulkan perasaan nyeri pada penis dan bengkok

sewaktu ereksi.
18

2.5.2 Strangulasi penis

Adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan gangguan aliran

darah pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis

menjadi iskemia dan edema yang jika dibiarkan akan menjadi

nekrosis. Jeratan ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak.

Pada orang dewasa penjeratannya berupa logam, tutup botol atau karet

yang biasanya dipasang pada batang penis untuk memperlama ereksi.

Pada anak kecil biasanya jeratan pada penis dipasang oleh ibunya

untuk mencegah ngompol (enuresis) atau bahkan secara tidak sengaja

terjadi pada bayi yang terjerat tali popok atau rambut ibunya. Jeratan

pada penis harus segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau

penjerat yang melingkar pada penis.

Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam

sulit untuk dilepaskan. Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang

menjerat batang penis adalah

1). Memotong logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi

dalam hal ini energi panas yang ditimbulkan dapat merusak

jaringan penis

2). Melingkarkan tali pada penis pada sebelah distal logam dan

kemudian melepaskannya perlahan-lahan


19

3). Melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema

dengan tujuan membuang cairan (edema) sehingga logam

dapatdikeluarkan

2.5.3 Trauma Genitalia Eksterna

A. Avulsi

Kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum. Biasanya terjadi

pada pekerja pabrik atau petani yang mempergunakan mesin pengolah ladang.

Celana dan kulit skrotum atau kulit penis terjerat pada mesin yang sedang

berputar. Tindakan pertolongan pertama adalah memberikan analgetik,

sedative serta tranquiliser untuk menenangkan pasien. Kemudian dilakukan

pencucian luka dari debris dan rambut yang menempel dengan melakukan

irigasi memakai air bersih dan kalau tersedia dengan garam fisiologis.

Jika kulit skrotum yang tersisa tidak cukup untuk membungkus testis,

dianjurkan membuat kantong dip aha atau di inguinal guna meletakkan testis.

Kantong di inguinal lebih mudah membuatnya daripada kantong dip aha, akan

tetap karena suhunya sama dengan suhu didalam rongga abdomen, testis yang

diletakkan di inguinal seringkali mengalami gangguan dalam proses

spermatogenesis. Karena itu pada pasien yang masih muda, sebaiknya testis

diletakkan pada kantong yang dibuat dip aha.


20

BAB 3
PENUTUP

Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi

dan urinaria. Cedera pada sistem urogenitalia sebagian besar bukan termasuk cedera

yang mengancam nyawa.Trauma ginjal adalah trauma tersering dalam sistem

genitourinaria, sedangkan trauma ureter adalah trauma yang paling jarang dijumpai.

Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan jenis trauma, mencari sebab

dan perencanaan terapi

Anda mungkin juga menyukai