OLEH:
ENDANG
LENI WIDYA
LUSIANA FITRAH
NURIA ALHUSNA
SURYADI
RAHMA YULI
YARSI BUKITTINGGI
2023
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .....................................................................................................................16
B. Saran ...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen
atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr
&Suddarth.2002). Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur
punggung posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta !isera anterior. Semuanya
dapat digerakkan dan diFiksasi hanya pada pedikel renal (batang pembuluh darah renal
danureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling
bawah, sehingga terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transversus
lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi.cedera dapat
tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh, cedera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka
tembak, luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk pengaman sangat berperan dalam
menimbulkan trauma renal pada kecelakaan lalulintas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Trauma renal ?
2. Apa etiologi trauma renal ?
3. Apa saja tanda dan gejala trauma renal?
4. Bagaimana penatalaksanaan trauma renal?
5. Apa evidence based penatalaksanaan trauma renal
6. Bagaimana asuhan keperawatan trauma renal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian trauma renal
2. Untuk mengetahui etiologi trauma renal
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala trauma renal
4. Untuk mengetahui evidence based penatalaksanaan trauma renal
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma renal
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen atas yang
dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr
&Suddarth.2002). Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur punggung
posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta !isera anterior.
Semuanya dapat digerakkan dan diFiksasi hanya pada pedikel renal (batang pembuluh
darah renal danureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga
paling bawah, sehingga terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transversus
lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi.cedera dapat tumpul
(kecelakaan lalulintas, jatuh, cedera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak,
luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk pengaman sangat berperan dalam
menimbulkan trauma renal pada kecelakaan lalulintas.
B. ETIOLOGI
Ada - penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu
1. Trauma tajam
2. Trauma atrogenik
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atauradiologi
3. Trauma tumpul
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Traumalangsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ
organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian
ini dapatmenyebabkan laserasi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yan
g menimbulkan thrombosis
4
C.KLASIFIKASI
American Association For Surgery oF Trauma membagi trauma ginjal atas K gradasi Grade :
1. Grate 1
- Kontusio renis
- Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan
- kematian jaringan maupun kerusakan kaliks,
- Hematuria dapat mikroskopik dan makroskopik
- pemeriksaan CT scan normal
2. Grade 2
- Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas, tanpa adanya kelainan
parenkim.
3. Grade 3
- Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm
- Tidak mengenai pel!iokalik
- Tidak terjadi ekstravasasi.
4. Grade 4
- Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin
- Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks.
5. Grade K
- Cedera pembuluh darah utama
- Avulsi pembuluh darah
- gangguan perdarahan ginjal
- Laserasi luas pada beberapa tempat
5
3. Trauma renal Kritikal, meliputi laserasi multipel yang parah pada ginjal
disertaicedera pada suplai vaskuler
D.PATOFISIOLOGI
Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot punggung posterior,
lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh karena itu, cidera ginjal tidak jarang diikuti
oleh cidera organ organ yang mengitarinya.
Adanya cidera traumatic, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah
sehingga terjadi kontusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transverses lumbar vertebra
atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. cidera dapat tumpul (kecelakaan lalu
lintas, jatuh, cidera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam)
Ketidak disiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan memberikan reaksi goncangan
ginjal didalam rongga retroperitoneum dan menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga
menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya
bekuan bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta
cabang - cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau
tumor ginjal akan memperberat suatu rauma pada kerusakan struktur ginjal.
Cidera ginjal akan menyebabkan menifestasi kontusi, laserasi, rupture dan cidera pedikel
renal, atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara fisiologis, ginjal menerima setengah dari
aliran darah aorta abdominal, oleh karena itu meskipun hanya terdapatlaserasi renal yang kecil,
namun hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Cidera ginjal akan memberikan
berbagai manifestasi masalah keperawatan
E.MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri
2. Hematuria
3. Mual dan muntah
4. Distensi abdomen
K. Syok hipo!olemik
6. Nyeri pada bagian punggung
7. Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
6
8. Massa di rongga panggul
9. Ekimosis
10.Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul
F.KOMPLIKASI
Komplikasi dini terjadi dalam bulan pertama setelah injuri, dan dapat terjadi perdarahan,
infeksi, perinefrik abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi urinaria,dan urinoma.
adapun komplikasi yang tertunda, yaitu perdarahan, hidronefrosis, pembentukan calculi,
pyelonefritis kronik, hipertensi, arterivenous fistula, pseudoaneurisma.
Perdarahan retroperitoneal yang tertunda, biasanya terjadi pada beberapa minggu dari
terjadinya injuri dan dapat mengancam jiwa. Embolisasi angiografik yang selektif adalah
pengobatan pilihan.
Pembentukan abses Perinephric biasanya dapat diatasi dengan drainase perkutan.
Manajemen perkutan memberikan risiko yang minimal pada kerusakan ginjal dibandingkan re-
operasi, yang dapat menyebabkan nephrectomy ketika jaringan yang terinfeksi sulit untuk
beregenerasi.
Hipertensi dapat terjadi secara akut sebagai akibat dari kompresi eksternal, karena
hematoma perirenal dan membuat jaringan ginjal iskemik.
Renin - yang dimediasi hipertensi dapat terjadi jangka panjang sebagai akibatdari
komplikasi: etiologinya termasuk trombosis arteri ginjal, trombosis arteri segmental, dan fistula
arteriovenosa. Arteriografi dapat memberi informasi dalam kasus;kasus pasca;trauma hipertensi.
Pengobatan diperlukan jika hipertensi tetap ada dan mungkin termasuk manajemen
medis, eksisi dari segmen iskemik, atau total nephrectomy. Dalam waktu jauh lebih lama setelah
trauma, hipertensi dapat tetap ada karena perubahan patologis, yang menghasilkan jaringan
ginjal iskemik dengan kompresi atau stenosis dari arteri ginjal.
Ekstravasasi urin setelah dilakukan rekonstruksi pada ginjal sering reda tanpaintervensi
selama obstruksi saluran kemih dan infeksi biasanya tidak ada. Saluran kemih,stenting retrograde
dapat memperbaiki drainase dan memungkinkan penyembuhan. Ekstravasasi urin yang persisten
dari ginjal dinyatakan layak setelah trauma tumpulsering merespon stent penempatan dan atau
drainase perkutan
7
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengendalikan hemoragi, nyeri dan infeksi,untuk
mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal, dan untuk mempertahankan drainase urin,
1. Hematuria merupakan manifestasi yang paling umum, hematuria mungkin tidak
muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik. Sehingga urin yang
dikumpulkan dan dikirimkan ke laboratorium untuk dianalisis gunamen deteksi
adanya sel darah merah dan untuk mengikuti perjalan pendarahan. Kadar hematokrit
dan hemoglobin dipantau dengan ketat untuk melihat adanya hemoragi.
2. Pantau adanya oliguria dan tanda syok hemoragik, karena cedera pedikel atau ginjal
yang hancur dapat menyebabkan eksanguinasi (kehilangan banyak darahyang
mematikan).
3. Hematoma yang yang meluas dapat menyebabkan ruptur kapsul ginjal. Antuk
mendeteksi adanya hematoma, area disekitar iga paling bawah, lumbar vertebra atas
dan panggul, dan abdomen dipalpasi terasa nyeri tekan.
4. Terabanya massa disertai nyeri tekan,bengkak dan ekimosis pada panggul atau
abdominal menunjukkan adanya hemoragic renal
8
c. Penilaian ventilasi menggunakan
- Frekuensi nafas
- Kolorimetri, kapnometri atau kapnografi
- Analisa gas darah (AGD)
d. Pemeriksaan laktat darah
e. Pemeriksaan kateter urin
f. Pemasangan NGT
g. Foto polos ( servikal lateral, toraks AP, Pelvis AP)
h. USG FAST ( focus assessment with sonografi for trauma)
2. Survey sekunder
Pemeriksaan ini lebih detail mengenai kondisi pasien serta dilakukan setelah survey
primer, resusitasi dan adanya perbaiakan fungsi vital pasien. Survey sekunder meliputi :
a. Anamnesa
1) Mekanisme trauma (Model of Injury), MOI seringkali tidak bisa didapatkan dari
pasien. Karena itu keberadaan tim prehospital dan keluarga sangat penting untuk
mendapatkan informasi ini, penyebab trauma dapat berupa:
- Trauma tumpul seperti pada kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian
- Trauma penetrasi karena luka tusuk atau tembak
- Trauma termal karena luka bakar , maupun elektrik
- Bahan berbahaya seperti bahan kimia, toksin, atau radiasi
2) Riwayat AMPLE
- Allergies
- Medication currently used
- Past illness / pregnancy
- Last meal
- Event / environment related to the injuri
b. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dari ujung kepala sampai ujung kaki
- Kepala
- Vertebrae servikalis
- Abdomen dan pelvis
- Perineum, rectum dan vagina
9
- Sistem neorologi
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan cek urinalisis dan foto polos abdomen/
ct scan / USG
3. Re – evaluasi
Re evaluasi pasien trauma harus dilakukan terus menerus karena bisa saja ditemukan lesi
baru atau perburukan dari temuan yang sudah ada, beberapa para meter yang harus di
evaluasi secara continue sebagai berikut:
1. Tanda vital
2. Saturasi oksigen
3. Produksi urine
I. EVIDENCE BASE
1. Menurut dr. Andi Rizal, dkk (2019) manajemen trauma ginjal telah berkembang selama
decade terakhir ini, dengan evolusiyang berbeda menuju pendekatan yang non operatif.
Prosedur ini meliputi angioembolisasi pada kasus perdarahan aktif dan stenting
endourologis pada kasus ekstravasasi urin. Dimana digunakan untuk memperlambat atau
menghentikan suplay darah sehingga mengurangi perdarahan
2. Terapi komplementer alternatif akupresure dalam menurunkan tingkat nyeri . nyeri
terjadi akibat ketidakseimbangan aliran energy didalam tubuh, Aqupresur akan
menyeimbangkan aliran energy ditubuh sehingga akan menghilangkan rasa nyeri
(Kurniyawan, Enggal Hadi 2017)
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ada beberapa tujuan pemeriksaan diagnostik pada pasien yang dicurigai menderita
trauma ginjal, yaitu
1. Klasivikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat dan
menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma-
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnyaa
a. Plain photo
10
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak
Fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)
b. 1ntravenous Arography (IVU)
c. CT Scan
d. USG
11
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA RENAL
a. Anamnesis
- Kaji mekanisme cedera yang mengenai ginjal
- Kaji keluhan nyeri secara PQRST
- Kaji ada riwayat penyakit ginjal pada masa sebelumnya yang
dapatmemperburuk reaksi cedera.
- Kaji apakah ada riwayat penyakit lain seperti DM dan hipertensi
- Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya dan sesudah kemana saja
klienmeminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
- Kaji pengaruh cedera terhadap respons psikologis klien
b. Pengkajian
1) pengkajian primer
a) Airway
- Kaji penyebab terjadinya obstruksi atau gangguan jalan na#as sepertitersedak
adanya benda asing
- Non obstruksi, kaji penyebab adanya trauma medula spinalis
b) Breathing
- Kaji penyebab adanya penurunan kesadaran
- Kaji penyebab adanya fraktur iga
- Kaji penyebab adanya cyanosis sentral sekitar mulut
c) Circulation
- Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan darah dan pembuluh
darah
- Kaji penyebab adanya perdarah
- Kaji penyebab nadi tidak teratur
- Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik
- Kaji penyebab cyanosis perifer
- Kaji penyebab pucat
13
Neurologi
- Nilai GCS ( E: M: V:) )
- kesadaran kuantitatif
d) Diasability
- Pupil isokor , anisokor
- Refleks cahaya
- Besar pupile
e) Exprosure
- Kaji adanya luka atau jejas
f) Folley catheter
- Pemasangan kateter
- Urine yang dikeluarkan
- Warna urine
c. Pemeriksaan fisik khusus
- inspeksi
Pemeriksaan secara umum, klien terlihat sangat kesakitan oleh
adanyanyeri.pada status lokasi biasanya didapatkan adanya jejas pada
pnggangatau punggung bawah,terlihat tanda ekimosis dan laserasi atau luka
diabdomen lateral dan rongga panggul.pemeriksaan urine output
didapatkanadanya hematuria. Pada trauma rupture perikel, klien sering kali
datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah
pinggangyang makin lama makin besar
- Palpasi
Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri tekan pada region
kostovetebra
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi renal tidak efektif b/d trauma
2. Nyeri akut b/d trauma
3. Gangguan eliminasi urine b/d trauma
4. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masiv pada arteri renal
5. Resiko infeksi b/d adanya luka pembedahan
14
INTERVENSI KEPERAWATAN
15
asupan cairan oral
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV
2. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian anti
inflamasi, jika perlu
2 Nyeri akut b/d trauma Tingkat nyeri menurun Nyeri
DO : dengan kriteria hasil
- Meringis - Keluhan nyeri Manajemen nyeri
- Gelisah menurun Observasi
- Nadi dan tensi - Meringis menurun - Identifikasi lokasi ,
meningkat - Gelisah menurun karakteristik , durasi
- Ketegangan - Nadi membaik frekuensi, kualitas,
otot meningkat tekanan darah intensitas
membaik - Identifikasi skala
- Ketegangan otot nyeri
menurun - Identifikasi nyeri non
verbal
- Identifikasi yang
memperberat dan
memperingankan
nyeri
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk menurangi rasa
nyeri
- Control lingkungan
16
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab ,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
mengguanakan
analgetik secara tepat
17
1. Catat waktu waktu dan
haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan jika
perlu
3. Ambil sampel urine tengah
atau kultur
Edukasi
1. Ajarkan mengukur asupan
dan haluaran urin
2. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot otot panggul /
berkemih
3. Anjurkan minum yang cukup
bila tak ada kontra indikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antidiuretic bila perlu
4 Resiko syok Ketidak efektifan suplay Pemantauan cairan
hipovolemik b/d darah kejaringan tubuh Observasi
pengeluaran darah menurun 1. Monitor Frekuensi dan
masiv pada arteri KH : kekuatan nadi
renal - Kekuatan nadi meningkat 2. Monitor frekuensi nafas
Do : - Output urin meningkat 3. Monitor tekanan darah
- Perdarahan - Tingkat kesadaran 4. Monitor berat badan
- Penurunan meningkat 5. Monitor pengisian kapiler
kesadaran - Saturasi oksigen meningkat 6. Monitor turgor kulit
- Kekuatan nadi - Akral dingin menurun 7. Monitor jumlah warna dan
melemah berat jenis urine
- Akral dingin 8. Monitor intake dan output
- Output urin cairan
kurang 9. Monitor tanda tanda
18
hipovolemia (frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, TD menurun, volume
urin menurun, haus lemah)
10. Identifikasi tanda tanda
hipovolemia ( dipsnea, edema
perifer, edema anasarka)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
5 Resiko infeksi b/d Derjat infeksi menurun Pencegahan infeksi
adanya luka KH: Observasi
pembedahan 1. Demam menurun 1. Monitor tanda dan gejala
Do : 2. Kemerahan menurun infeksi local dan sistemik
- Terdapat tanda 3. Nyeri menurun Terapeutik
tanda infeksi pada 4. Bengkak menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
luka 5. Kadar sel darah putih 2. Berikan perawatan kulit pada
membaik area edema
6. Kultur urine membaik 3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
4. Pertahan kan teknik aspti
Edukasi
19
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anti
biotik jika perlu
20
DAFTAR PUSTAKA
Smelazer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2Jakarta . ECG
Hudak and Gallo (199K). Keperawtan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta. ECGCorWin,
21