FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan karunia – Nya, sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
1. Herman M.Kep., Ners. selaku dosen mata kuliah sistem perkemihan yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah
ini.
2. Rekan – rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa kekurangan dalam penyusunan makalah ini pasti
ada. Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa kami harapan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca baik itu mahasiswa maupun
masyarakat dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan yang berguna untuk kita
semua. Akhir kata penyusun ucapkan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling
sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau
trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan
trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur
berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal
terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan
lalulintas. Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalulintas atau
jatuh. Trauma ini biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal
11-12. Jika terdapat hematuria kausa trauma harus dapat diketahui. Laserasi
ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga peritoneum.
Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang
dipertimbangkan. Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh
penerimaan trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang mempertahankan
trauma abdomen. Dengan menggunakan Nasional Trauma Data Bank,
Grimsby et al. mengulas data cedera ginjal anak untuk menentukan
mekanisme cedera dan kelas, demografi, perawatan, dan pengaturan
perawatan. Sebagian besar trauma ginjal pada anak-anak ditemukan pada
kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-
rata adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5 sampai 18
tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat di rumah sakit anak. Meskipun
sebagian besar anak-anak dirawat secara konservatif di rumah sakit
dewasa, tingkat nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan pasien dirawat
di rumah sakit anak (Grimsby et al, 2014).
Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien,
mendiagnosis trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat mungkin.
Penanganan yang efisien dengan tehnik resusitasi dan pemeriksaan radiologi
yang akurat dibutuhkan untuk menjelaskan manajemen klinik yang tepat. Para
radiologis memainkan peranan yang sangat penting dalam mencapai hal
tersebut, memainkan bagian yang besar dalam diagnosis dan stadium trauma.
Lebih jauh, campur tangan dari radiologis menolong penanganan trauma
arterial dengan menggunakan angiografi dengan transkateter embolisasi.
Sebagai bagian yang penting dar trauma, radiologi harus menyediakan
konsultasi emergensi, keterampilan para ahli dalam penggunaan alat-alat
radiologis digunakan dalam evaluasi trauma, dan biasanya disertai trauma
tumpul pada daerah abdominal.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui serta memahami konsep teori trauma ginjal.
2. Untuk mengetahui serta memahami asuhan keperawatan yang komprehensif
pada trauma ginjal
2.1. Definisi
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
trauma baik tumpul maupun tajam denga manifestasinya manifestasi memar,
laserasi, atau kerusakan padastruktur. Trauma ginjal merupakan trauma yang
terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada
abdomen mencederai ginjal (Purnomo, 2011; Muttaqin, 2011).
2.2. Klasifikasi
1. Cedera minor :
- kontusio ginjal
- laserasi parenkim superficial
2. cedera mayor :
- laserasi korteks dan medulla tanpa ektravasasi urina
- laserasi korteks dan medulla dengan ekstravasasi urina
- cedera vaskuler
- avulasi
- thrombosis
Trauma tumpul pada umumnya lebih sering dijumpai dari pada trauma
tajam (Soelarto,).
2.3. Etiologi
Mekanisme cidera yang dapat menyebabkan injuri pada ginjal adalah sebagai
berikut :
1. Trauma penetrasi (misalnya : luka tembak, luka tusuk)
2. Trauma tumpul (misalnya: kecelakaan kendaraan bermotor, olahraga,
jatuh)
3. Latrogenik (misalnya : prosedur endourologi, ESWL, biopsy ginjal,
prosedur perkutaneus pada ginjal)
4. Intraoperatif (misalnya: diagnostic peritoneal lavage)
5. Lainnya (misalnya : penolakan transplantasi ginjal, melahirkan [dapat
menyebabkan laserasi spontan ginjal) (Muttaqin, 2011)
Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal:
a. Trauma tumpul
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan kenderaan bermotor,
dan jatuh. Trauma tumpul dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan
tabrakan pribadi adalah penyebab utama trauma ginja.
b. Trauma iatrogenik
Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Biopsi ginjal
juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
c. Trauma tajam
Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah
abdomen bagian atas ataupun pinggang (Lusaya, 2015).
2.5. Patofisiologi
Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot punggung
posterior, lapisan dinding abdomen serta visera anterior. Oleh karena itu, cidera
ginjal tidak jarang diikuti oleh cidera organ-organ yang mengitarinya. Adanya
cidera traumatic, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah
sehingga terjadi kontusi dan rupture. Fraktur iga atau fraktur procesus
transverses lumbal vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau
laserasi. Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, cidera atletik, akibat
pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam).
Ketidakdisiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman atau akan
memberikan reaksi guncangan ginjal didalam rongga retroperitonium dan
menyebabkan reganggan pedikel gingal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan
darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombisis arteri renalis beserta
cabang-cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada ginjal seperti hidronefrosis,
kista ginjal atau tumor ginjal akan memperberat suatu trauma pada kerusakan
sturktur ginjal.
Cidera ginjal akan memberikan manifestasi kontusi, laserasi, rupture dan
cidera pedikel renal, atau laserasi interna kecil pada ginjal. Secara fisiologis
ginjal menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh karena itu
meskipun hanya terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Cidera ginjal akan memberikan
berbagai manifetasi masalah keperawatan (Muttaqin, 2011).
2.6. Penatalaksanaan
2.6.1. Penatalaksanaan Medis
Operasi dan Rekontruksi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk
segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu
dilakukan debriment reparasi ginjal (berupa renorafi atau
penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan
nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal
yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan
konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer dan Santucci, 2003).
Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan
nefrektomi pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan
pada pasien dengan riwayat syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor
trauma yang berat (Davis et al., 2006).
Pada luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga
dibutuhkan nefrektomi. Secara keseluruhan, perbaikan berhasil
dicapai pada 89 % dari unit ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip
manajemen operasi yang sukses termasuk control vaskular awal dan
berbagai teknik bedah.
Manajemen Non- Operatif / Konservatif
Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah
hasil dari ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma
tembus dan kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah
setelah senjata api dan luka tusuk.
Manajemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh
pasien trauma ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan
suportif yaitu dengan istirahat dan observasi. Semua kasus trauma
ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat secara konservatif baik pada
trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada trauma ginjal
derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahuntahun (Alsikafi
dan Rosenstein, 2006). Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat
4 dan 5 datang dengantrauma penyerta dan akhirnya menjalani
eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan nefrektomi. Pada
pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5 dapat dirawat secara konservatif
dengan syarat kondisi haemodinamik stabil. Pendekatan klinis yang
sistematis adalah berdasarkan pada temuan klinis,laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang radiologis.
Penetrasi trauma ginjal
Selektif oleh manajemen non-operatif untuk luka tusuk perut
umumnya diterima untuk meningkatkan proporsi pusat trauma
Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk eksplorasi
dan rekonstruksi. Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-
operatif harus mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal
lengkap pada pasien hemodinamik stabil Jaringan kerusakan dari
cedera tembak kecepatan tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi
diperlukan lebih sering. Pada pasien hemodinamik stabil tanpa
peritonitis mampu menjalani pemeriksaan klinis serial, cedera organ
padat bukan kontra - indikasi untuk manajemen non - operatif. Dalam
pengaturan yang sesuai, manajemen non - operatif cedera organ padat
setelah tembak melukai dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang
tinggi dan penyelamatan organ (DuBose et al., 2007).
2.6.2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan
ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh),
kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran
lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin
pada pemeriksaan urin serial (Purnomo, 2003). Trauma ginjal minor 85%
dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest
dilakukan sampai hematuri berhenti (McAninch, 2000).
3.1. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk, no regeister,
dan diagnosis medis.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen.
Riwayat Kesehatan Sekarang: Klien mengeluh nyeri pada abdomen,
hematuria, dan mengalami pendarahan.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi
organ sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal
sebelumya yang dapat memperberat trauma, Hidronefrosis, batu ginjal,
kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang
berat
Riwayat Kesehatn Keluarga: Dalam keluarga klien tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit seperti yang di alami klien, keluarga
klien juga tidak mengalami penyakit hipertensi, jantung, ginjal, DM
dan penyakit menular atau penyakit menurun lainnya.
2. Pola Pengkajian pola kesehatan
1) Pola persepsi kesehatan: Biasanya klien dengan trauma akan langsung
memeriksakan keadaannya ke dokter berhubungan dengan keadaan yang
di rasakan setelah trauma.
2) Pola Nutrisi Metabolik: Biasanya klien mengalami kurang napsu makan,
berat badan menurun.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien tidak mengalami
gangguan penglihatan dan pendengaran. Pada pola kognitif daya ingat
klien masih baik.
5) Pola aktivitas dan latihan: Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, dan nyeri.
6) Pola tidur dan istirahat: Klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/ nyeri otot.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya,dan merasa
bersalah pada keluarga karena merasa merepotkan keluarganya.
8) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk beraktivitas.
9) Pola Intoleransi dan Stres: Klien merasa cemasa dan khawatir dengan
kondisi klien saat ini.
10) Pola kesehatan reproduksi: Adanya perubahan libido dalam melakukan
aktivitas seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/ kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh (Doenges, 2000).
3.4. Intervensi
Edukasi
Collaboration
3.5. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alsikafi, N.F., Rosenstein, D.I., 2006. Stagging, Evaluation, and Nonoperative
Management of Renal injuries. Urologic Clinics of North America.
DuBose, J., Inaba, K., Teixeira, P.G., et al., 2007. Selective Non-Operative
Management of Solid Organ Injury Following Abdominal Gunshot Wounds.
Injury 38(9).
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed: 3. Jakarta: EGC
Grimsby et al. 2014. Demographics of Pediatric Renal Trauma. Journal Urology,
192(5), pp. 1498-502.
Hammer, C.C., Santucci, R.A., 2003. Effect of an Institutional Policy of
Nonoperative Treatment of Grades I to IV Renal Injuries. Journal Urology,
169.
Lusaya. 2015. Renal Trauma. Medscape.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddart. Jakarta: EGC.
Summerton et al. 2014. Guidelines on Urological Trauma. European Association of
Urology.