Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN TN. D DENGAN RUPTUR RENAL AKIBAT TRAUMA

RSUD DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

Bertha Silvia Juniasi

(PO.62.20.1.16.124)

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA


DIV KEPERAWATAN
2018
A. Judul : Laporan Pendahuluan Pada Pasien Tn. D Dengan Ruptur Renal Akibat
Trauma

B. Definisi : Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan
abdomen atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada
ginjal. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.Trauma ginjal biasanya terjadi
akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh. Trauma ini biasanya juga disertai dengan
fraktur pada vertebra thorakal 11-12. Jika terdapat hematuria kausa trauma harus
dapat diketahui. Laserasi ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga
peritoneum.

 Klasifikasi :
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan
pegangan dalam terapi dan prognosis.
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi (1) cedera minor, (2) cedera mayor, (3) cedera pada pedikel
atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan
cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV),
dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi
oleh Federle :

Derajat Jenis kerusakan


 Kontusio ginjal.
 Minor laserasi korteks dan medulla
tanpa gangguan pada sistem
Grade I pelviocalices.
 Hematom minor dari subcapsular
atau perinefron (kadang kadang).
 75 – 80 % dari keseluruhan trauma
ginjal.
 Laserasi parenkim yang berhubungan
dengan tubulus kolektivus sehingga
terjadi extravasasi urine.
 Sering terjadi hematom perinefron.
Grade II
 Luka yang terjadi biasanya dalam
dan meluas sampai ke medulla.
 10 – 15 % dari keseluruhan
trauma ginjal.
 Laserasi ginjal sampai pada medulla
ginjal, mungkin terdapat trombosis
arteri segmentalis.
Grade III  Trauma pada vaskularisasi pedikel
ginjal
 5 % dari keseluruhan trauma
ginjal
 Laserasi sampai mengenai kalikes
ginjal.
Grade IV
 Laserasi dari pelvis renal

 Avulsi pedikel ginjal, mungkin


Grade V terjadi trombosis arteri renalis.
 Ginjal terbelah (shattered).
C. Etiologi
Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang mengenai
daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat
pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium. Goncangan ginjal
di dalam rongga retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga
menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu
terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis
arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya
sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor
ginjal.

Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu

1. Trauma Tajam
2. Trauma Iatrogenik
3. Trauma Tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau
pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi
ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma
akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai
organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima
arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. Ginjal
yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik karena
trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma yang
demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan intracaliceal yang
cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga adalah keadaan
patologis dari ginjal itu sendiri.
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka
kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya
trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki kelainan
pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.

D. Patofisiologi
Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot punggung
posterior, lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh Karena itu, cidera
ginjal tidak jarang diikuti oleh cidera organ – organ yang mengitarinya.
Adanya cidera traumatic, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling
bawah shingga terjadi kontusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transverses
lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cidera
dapat tumpul (kecelakaan lalu lintas, jatuh, cidera atletik, akibat pukulan) atau
penetrasi (luka tembak, luka tikam)
Ketidakdisiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan memberikan
reaksi goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum dan menyebabkan regangan
pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan
ini akan memeacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat
menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta cabang – cabangnya. Kondisi adanya
penyakit pada ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal akan
memperberat suatu trauma pada kerusakan struktur ginjal.
Cidera ginjal akan menyebabkan menifestasi kontusi, laserasi, rupture dan
cidera pedikel renal, atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara fisiologis, ginjal
menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh karena itu meskipun hanya
terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang
banyak. Cidera ginjal akan memberikan berbagai manifestasi masalah keperawatan.
Kecelakaan jatuh Tembakan senjata Tindakan medis (operasi,
api/tusukan benda tajam radiologi,biopsi)

Goncangan rongga peritoneum Mencederai Mencederai ginjal


abdomen/pinggang/punggung

Peningkatan tekanan Menembus ginjal


subcortical dan intracaliceal

Ruptur

TRAUMA GINJAL

Merangsang reseptor
nyeri Fungsi ginjal terganggu

Menyentuh ujung saraf nyeri Penurunan GFR

Nyeri Akut Disuria

Gangguan Eliminasi Urin


F. Tanda dan Gejala
1. Nyeri
2. Hematuria
3. Mual dan muntah
4. Distensi abdomen
5. Syok hipovolemik
6. Nyeri pada bagian punggung
7. Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
8. Massa di rongga panggul
9. Ekimosis
10. Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Radiologik: Radiografi dada menunjukkan fraktur iga diatas ginjal, KUB
dapat menunjukkan hilangnya bayangan otot polos/perubahan posisi usus IVP
menunjukkan pembesaran ginjal.
2. Prosedur khusus: Anbiografi ginjal mengidentifikasi daerah perdarahan, perluasan
kerusakan ginjal dapat terlihat pada CT Scan.
3. Pengawasan di tempat tidur: Penurunan CVP, penurunan PCWP.
4. Pemeriksaan lab: Peningkatan BUN dan kemungkinan juga kreatinin, penurunan
Hemoglobin.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk
melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak
memerlukan operasi. Terapi pada trauma ginjal adalah:
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Dilakukan observasi
tanda-tanda vital, kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya
pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar haemoglobin darah, dan
perubahan warna urine.
Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahan atau
kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan
operasi.
2. Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Indikasi eksplorasi ginjal, yaitu syok yang tidak
teratasi dan syok berulang. Selanjutnya perlu dilakukan debridement, reparasi
ginjal atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi
total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RUPTUR RENAL

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan:
- Chin lift / jaw trust
- Suction / hisap
- Guedel airway
- Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi, whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit
dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah :
- Awake :A
- Respon bicara :V
- Respon nyeri
- Tidak ada respon :U
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan.
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan
Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik
dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kelemahan otot pelvis

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
Intervensi:
a. Kaji intensitas nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik
R : Hasil pengkajian membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan
ketidakefektifan analgesik atau menyatakan adanya komplikasi.
b. Atur posisi yang nyaman bagi pasien
R : Posisi yang nyaman dapat membantu meminimalkan nyeri.
c. Dorong penggunaan tekhnik relaksasi
R : Membantu pasien lebih efektif dan menurunkan tegangan otot abdomen.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi yang menekan lumbal, daerah
trauma.
R : Nyeri akut tercetus panda area ginjal oleh penekanan.
e. Berikan analgesik sesuai dengan resep
R : Analgesic dapat menghilangnkan nyeri dan ketidaknyamanan.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
Intervensi:
a. Monitor asupan dan keluaran urine.
R: Hasil monitoring memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi. Contohnya infeksi dan perdarahan.
b. Monitor paralisis ileus (bising usus)
R: Gangguan dalam kembalinya bising usus dapat mengindikasikaadanya
komplikasi, contoh peritonitis, obstruksi mekanik.
c. Amankan inspeksi, dan bandingkan setiap specimen urine.
R: Berguna untuk mengetahui aliran urine dan hematuria.
d. Lakukan kateterisasi bila diindikasikan.
R: Kateterisasi meminimalkan kegiatan berkemih pasien yang kesulitan
berkemih manual.
e. Pantau posisi selang drainase dan kantung sehingga memungkinkan tidak
terhambatnya aliran urine
R: Hambatan aliran urine memungkinkan terbentuknya tekanan dalam saluran
perkremihan, membuat resiko kebocoran dan kerusakan parenkim ginjal.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 2010).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku saku : Patofisiologi. Jakarta : EGC.


Smeltzer, Suzanne C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2. Jakarta :
EGC
https://www.scribd.com/doc/139963466/Askep-Trauma-Ginjal (diakses tanggal 04 Desember
2018)

Anda mungkin juga menyukai