A. Definisi
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi (Videbeck, 2010). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa
objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara
interpersonal (Suliswati, 2012). Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang
berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan
gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas
bagi pasien (Mansjoer, 2013).
Aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak
maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan.
B. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2012). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas
neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
C. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2012). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik
yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
E. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami,
dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2010) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,
berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2010), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu
yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2010), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut:
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2010), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah.
Menurut Videbeck (2010), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi.
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan
interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan
memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi
sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang
efektif (Suliswati, 2012).
G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila
individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau
meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan
ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur,
makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata
dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2012).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang
dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan
untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
klien.
b Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
c Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
klien.
d Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b Tidur yang cukup.
c Cukup olahraga.
d Tidak merokok.
e Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan
pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Identitas Klien
a. Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-laki,
karena wanita lebih mudah stress dibanding pria.
b. Umur : Toddler - lansia
c. Pekerjaan : Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar.
d. Pendidikan : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih
rentan mengalami ansietas
II. Alasan Masuk
Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
IV. Fisik
a. Tanda Vital:
TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan.
N : Menurun
S : Normal (36˚C - 37,5˚C ), ada juga yang mengalami hipotermi
tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya
P : Pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik
terengah- engah
b. Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien)
c. Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,
kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah.
Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart,
2007):
B1 : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan
pada tenggorokan, terengah-engah.
B2 : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan,
pingsan, TD ↓, denyut nadi ↓.
B3 : Refleks ↑, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas,
gelisah, wajah tegang.
B4 : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
B5 : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada
abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati.
B6 : Lemah.
V. Psikososial:
A. Konsep diri:
1. Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat
berlebihan.
2. Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada
seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
3. Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok /
masyarakat.
4. Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke
arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
5. Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak
rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
B. Hubungan Sosial:
1. Orang yang berarti: keluarga
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam
kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar
dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +
C. Spiritual:
1. Nilai dan keyakinan
2. Kegiatan ibadah
Peristiwa Traumatik
Kurang pengetahuan
1.1.2 Rencana Intervensi
Diagnosa keperawatan :
1. Resiko tinggi mencederai diri, orla, dan lingkungan b.d halusinasi lihat.
TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK : Klien mampu mengontrol rasa cemasnya
Intervensi Rasional
• Memperkenalkan diri dengan sopan dan
ekspresi wajah bersahabat
a. BHSP dengan klien
• Tanyakan nama klien
• Jabat tangan klien
Intervensi Rasional
Peningkatan koping : Membantu pasien untuk beradaptasi
- Nilai kesesuaian pasien terhadap untuk beradaptasi dalam menerima
perubahan gambaran diri. stressor, p[erubahan atau ancaman yang
- Nilai dampak kehidupan pasien berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
terhadap peran dan dan peran dalam kehidupan.
hubungannnya dengan orang lain.
Dukung pembuatan keputusan : Memberikan informasi dan dukunagn
- Explorasi metode yang digunakan pada pasien dalam membauta keputusan
pasien pada masa sebelumnya berkaitan dengan perawatan kesehatan.
dalam mengatasi masalah
kehidupan.
- Evaluasi kemampuan pasien
dalam mengambil keputusan.
Health Education :
- Memberikan informasi faktual
yang terkait dengan diagnose,
pengobatan, prognosis.
- Menganjurkan pasien untuk
Meningkatkan koping individu klien dan
mengguanakan tekhnik relaksasi
keluarga, serta memandirikan.
sesuai kebutuhan.
- Memberikan pelatihan
ketrampilan social yang sesuai.
Kolaboratif :
- Melibatkan sumber-sumber yang
ada di rumah sakit dalam
memberikan dukungan emosional
untuk pasien dan keluarga.
Memaksimalkan upaya penyembuhan
- Fasilitasi pasien untuk mengenal
klien dengan berkolaborasi dengan
kelompok yang mendukungnya,
tenaga medis yang lain.
pemberi layanan kesehatan
lainnya.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah,
dan asam lambung meningkat.
TUM : Menunjukan perawatan diri ; aktivitas kehidupan sehari-hari.
TUK : Pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri.
Intervensi Rasional
Pengkajian : Karena kemampuan dalam memenuhi
- Kaji kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan nutrisinya.
- Kaji deficit sensori kognitif atau
fisik yang dapat menyulitkan
nutrisi sensori, kognitif dapat
makan.
berpengaruh pada proses pemenuhan
Pengelolaan gangguan makan :
nutrisi.
- Pencegahan dan penangan
pembatasan diet yang berat dan
aktivitas yang berlebih atau
makan dalam jumlah banyak
ndalam satu waktu.
Pengelolaan nutrisi : Pasien dengan ansietas cenderung tidak
- Pemberian asupan diet makanan memiliki nafsu makan, sehingga
dan cairan yang seimbang. pemberian makanan dalam porsi kecil
- Pemberian makanan dalam porsi diharapkan mampu menjaga nutrisi
kecil. pasien agar tetap seimbang.
Bantuan menaikan berat badan :
Mencegah penurunan berat badan yang
- Fasilitasi pencapaian kenaikan
signifikan.
berat badan.
Health Education :
- Tunjukan penggunaan alat bantu
dan aktivitas yang adaptif.
- Ajarkan pasien menggunakan
metode alternative untuk makan
atau minum
Kolaboratif : Sebagai upaya memandirikan klien dan
- Rujuk pasien dan keluarga pada keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.
layanan social untuk
mendapatkan pertolongan
kesehatan di rumah.
- Gunakan terapi fisik dan okupasi
sebagai sumber dalam perencaan
aktivitas perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Aesculapius
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. 5th ed. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Suliswati, dkk. 2012. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Viedebeck, Sheila L. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPN