Disusun Oleh:
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
TRAUMA RENAL
A. PENGERTIAN
Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan
abdomen atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual
pada ginjal.(Brunerr & Suddarth.2002).
Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur
punggung posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta visera
anterior.Semuanya dapat digerakkan dan “difiksasi” hanya pada pedikel renal
(batang pembuluh darah renal dan ureter).Adanya cedera traumatik,
menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah, sehingga terjadi
konstusi dan ruptur.Fraktur iga atau fraktur prosesus transversus lumbar
vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi.
Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh, cedera atletik, akibat
pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam).Lalai dalam menggunakan
sabuk pengaman sangat berperan dalam menimbulkan trauma renal pada
kecelakaan lalulintas. Trauma renal sering dihubungkan dengan cedera lain;
lebih dari 80% pasien trauma renal mengalami cedera pada organ internal yang
lain.
B. ETIOLOGI
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu :
1. Trauma tajam
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas
atau pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal.Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian
trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung.Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma
berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya
jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di
dalam rongga peritoneum.Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel
ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
Ada beberapa faktor yang turut menyebabkan terjadinya trauma
ginjal.Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus
vertebrae, baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat
deselerasi.Kedua, trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan
tekanan subcortical dan intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan
terjadinya ruptur.
C. KLASIFIKASI
American Association for Surgery of Trauma membagi trauma ginjal atas 5
gradasi :
Grade 1 :
Kontusio renis
Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan, kematian jaringan
maupun kerusakan kaliks
Hematuria dapat mikroskopik/ makroskopik
Pemeriksaan CT-scan normal
Grade 2 :
Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas, tanpa adanya
kelainan parenkim.
Grade 3 :
Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm
Tidak mengenai pelviokaliks
Tidak terjadi ekstravasasi.
Grade 4 :
Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi
urin
Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks.
Grade 5 :
Cedera pembuluh darah utama
Avulsi pembuluh darah è gangguan perdarahan ginjal
Laserasi luas pada beberapa tempat
KERUSAKAN
STRUKTUR GINJAL
KONTUSI,LASERASI,RUPTU
R PADA GINJAL
KOLIK RENAL
RESIKO SYOK
HIPOVOLEMIK
INTERVENSI BEDAH
NYERI PEMENUHAN INFORMASI
PRA OPERASI
Cemas
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA RENAL
A. Anamnesis
1. Kaji mekanisme cedera yang mengenai ginjal
2. Kaji keluhan nyeri secara PQRST
3. Kaji ada riwayat penyakit ginjal pada masa sebelumnya yang dapat
memperburuk reaksi cedera.
4. Kaji apakah ada riwayat penyakit lain seperti DM dan hipertensi
5. Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya dan sesudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
6. Kaji pengaruh cedera terhadap respons psikologis klien
B. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
1) Kaji penyebab terjadinya obstruksi atau gangguan jalan nafas seperti
tersedak adanya benda asing
2) Non obstruksi, kaji penyebab adanya trauma medula spinalis
b. Breathing
1) Kaji penyebab adanya penurunan kesadaran
2) Kaji penyebab adanya fraktur iga
3) Kaji penyebab adanya cyanosis sentral sekitar mulut
c. Circulation
1) Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan darah dan
pembuluh darah
2) Kaji penyebab adanya perdarahan
3) Kaji penyebab nadi tidak teratur
4) Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik
5) Kaji penyebab cyanosis perifer
6) Kaji penyebab pucat
d. Neurologi
1) Nilai GCS (E : M: V: )
2) Kesadaran kuantitatif
e. Diasability
1) Pupil isokor , anisokor
2) Refleks cahaya
3) Besar pupil
f. Exprosure
Kaji adanya luka atau jejas
g. Folley catheter
1) Pemasangan kateter
2) Urine yang dikeluarkan
3) Warna urine
C. Pemeriksaan fisik khusus
1. Inspeksi :
Pemeriksaan secara umum,klien terlihat sangat kesakitan oleh adanya
nyeri.pada status lokasi biasanya didapatkan adanya jejas pada pnggang atau
punggung bawah,terlihat tanda ekimosis dan laserasi atau luka di abdomen
lateral dan rongga panggul.pemeriksaan urine output didapatkan adanya
hematuria.pada trauma rupture perikel,klien sering kali dating dalam
keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin
lama makin besar
2. Palpasi :
Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri tekan pada region
kostovertebra.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma
2. Nyeri akut b/d trauma
3. Gangguan eliminasi urine b/d trauma
4. Resiko hipertensi b/d infark parenkim renal
5. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masin pada arteri renal
6. Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka pembedahan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma
Tujuan : Mempertahankan fungsi renal agar maksimal
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : pengamatan tanda-tanda vital membantu memutuskan
tindakan keperawatan yang tepat.
b. Kaji daerah abdomen, dada dan punggung
Rasional : mengetahui adanya pembengkakan, palpasi massa, edema,
ekimosis, perdarahan atau ekstravasasi urine.
c. Berikan cairan intra vena
Rasional : terapi intra vena berguna dalam memperbaiki tekanan
darah dan perfusi ginjal
d. Monitor hematuria
Rasional : hematuria mengidentifikasi perdarahan renal.
e. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan bila diindikasikan.
Rasional : peningkatan pemasukan cairan membantu kelancaran
pengeluaran urine; menilai faal ginjal.
2. Diagnosa nyeri b/d trauma
Tujuan : Nyeri dapat terkontrol
Intervensi :
a. Kaji intensitas nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik
Rasional : hasil pengkajian membantu evaluasi derajat ketidak
nyamanan dan ketidak efektifan analgesik atau menyatakan
adanya komplikasi.
b. Bedrest dan atur posisi yang nyaman bagi pasien
Rasional: posisi yang nyaman dapat membantu meminimalkan nyeri.
c. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi yang menekan lumbal,
daerah trauma.
Rasional : nyeri akut tercetus panda area ginjal oleh penekanan.
d. Lakukan kompres dingin area ekimosis bila tanpa kontra indikasi
Rasional : kompres dingin mengkontriksi vaskuler.
e. Berikan analgesik sesuai dengan resep
Rasional: analgesic dapat menghilangnkan nyeri dan ketidaknyamanan.
3. Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma
Tujuan : Eliminasi urine cukup atau kembali normal
Intervensi:
a. Monitor asupan dan keluaran urine
Rasional : hasil monitoring memberikan informasi tentang fungsi ginjal
dan adanya komplikasi. Contohnya infeksi dan perdarahan.
b. Monitor paralisis ileus (bising usus)
Rasional: Gangguan dalam kembalinya bising usus dapat
mengindikasikan adanya komplikasi, contoh peritonitis, obstruksi
mekanik.
c. Amankan inspeksi, dan bandingkan setiap specimen urine.
Rasional : berguna untuk mengetahui aliran urine dan hematuria.
d. Lakukan kateterisasi bila diindikasikan.
Rasional : kateterisasi meminimalkan kegiatan berkemih pasien yang
kesulitan berkemih manual.
e. Pantau posisi selang drainase dan kantung sehingga memungkinkan
tidak terhambatnya aliran urine.
Rasional : hambatan aliran urine memungkinkan terbentuknya tekanan
dalam saluran perkremihan, membuat resiko kebocoran dan kerusakan
parenkim ginjal.
4. Diagnosa resiko hipertensi b/d infark parenkim ginjal
Tujuan : Untuk meminimalkan resiko/ mencegah hipertensi.
Intervensi :
a. Awasi denyut jantung, tekanan darah dan CVP
Rasional : Takikardi dan hipertensi terjadi karena (1) Kegagalan ginjal
untuk mengekskresi urine, (2) Perubahan fase oliguria,dan atau (3)
Perubahan panda system aldosteron rennin-angio tensin.
b. Amati warna kulit, kelembapan, suhu dan masa pengisian kapiler
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian kapiler
lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi.
c. Berikan lingkungan tenang dan nyaman
Rasional :Lingkungan yang tenang dan nyaman membantu menurunkan
ransang simpatis , meningkatkan relaksasi.
d. Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat ditempat tidur atau
kursi, jadwal periode istirahat tanpa gangguan
Rasional :Aktivitas yang minimal dan periode istirahat yang tepat
dijadwalkan membantu menghindari stress dan ketegangan yang
mempengaruhi tekanan darah.
e. Kolaborasi terapi obat-obatan
Rasional : Inhibitor simpatis dapat menekan pelepasan renin.
5. Resiko syok hipovolemik b/d pengeluaran darah masin pada arteri
renal
Tujuan : gangguan volume dan syok hipovolemik teratasi
Intervensi :
1. Monitoring status cairan (turgor kulit,membrane mukosa,urine output)
Rasional : jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan
status cairan.penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya
produksi urine ,monitoring yang ketat pada produksi urine < 600ml/hari
karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik
2. Kaji perdarahan
Rasional : perdarahan haru dikendalikan
3. Auskultasi TD
Rasional :hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik yang memberikan
manifestasi sudah terlibatnya system kardiovaskular untuk melakukan
kompensasi mempertahankan tekanan darah.
4. Kaji warna kulit,suhu,sianosis,nadi perifer,secara teratur
Rasional : mengetahui adanya pengaruhi adanya peningkatan tahanan
perifer.
5. Pantau frekuensi jantung dan iramanya
Rasional : perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan
komplikasi disritmia
6. Kolaborasi dalam mempertahankan cairan secara intravena dan
pembedahan
Rasional : jalur yang paten untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output
cairan dan pembedahan ditunjukan pada trauma ginjal mayor dengan
tujuan untuk segera menghentikan perdarahan,slanjutnya mungkin perlu
dilakukan debridement,reparasi ginjal atau tidak jarang jarang harus
dilakukan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
6. Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka pembedahan
Tujuan : dalam 12x24 jam tidak terjadi infeksi,terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak
Intervensi :
1. Kaji jenis pembedahan ,hari pembedahan dan apakah adanya order
khusus dari tim dokter bedh dalam melakukan perawatan luka
Rasional : mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan
yang diharapkan.
2. Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan tiap 2 jam
Rasional : mencegah penekanan setempat yang berlanjut pada nekrosis
jaringan lunak.
3. Lakukan perawatan luka
a. Lakukan perawatan luka steril pada hari ke 3 setelah operasi dan
diulangi setiap 2 hari sekali
Rasional : perawatn luka sebaiknya tidak setiap hari untuk
menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril
sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
b. Bersihkan luka denga cairan antiseptic sejenis iodine providum
dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
Rasional : pembersihan debris dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptic
dan dengan arah dari dalam keluar dapat mencegah kotaminasi
kuman ke jaringan luka.
c. Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alcohol 70% atau
normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
Rasional : antiseptic iodine providum mempunyai kelemahan dalam
menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat
pertumbuhan luka,maka harus dibersihkan dengan alcohol atau
normal saline.
d. Tutuplah luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesive
yang menyeluruh menutupi kasa.
Rasional : penutupan secara menyembuh dapat menghindari
kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka
bedah.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2.
Jakarta : EGC
Hudak and Gallo (1995).Keperawtan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta. EGC.