Insiden trauma pada urological tract yang terjadi akibat trauma pada abdomen sekitar
10%. Ruptur ginjal terjadi pada sekitar 1-5% dari semua kasus trauma/ruptur. Ginjal adalah
organ urogenital yang paling sering terluka dalam segala usia, dengan rasio 3 : 1 laki-laki
berbanding wanita. Meskipun trauma ginjal dapat secara langsung mengancam jiwa, sebagian
besar trauma dapat dikelola secara konservatif. Selama 20 tahun terakhir, kemajuan dalam
strategi pencitraan dan pengobatan telah menurunkan kebutuhan untuk intervensi bedah dan
peningkatan pemeliharaan ginjal.2
a. Definisi
Ruptur ginjal juga disebut sebagai trauma ginjal, merupakan cedera yang
mengenai ginjal dapat merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul maupun
trauma tajam dan dapat merusakan jaringan-jaringan di dalamnya.2
b. Epidemiologi
Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot
punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anterior; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang
mengitarinya. Ginjal merupakan organ yang paling mudah terluka. Kurang lebih 10%
dari trauma pada abdomen mencederai ginjal 1,3
Frekuensi terjadinya trauma ginjal tergantung pada populasi pasien. Jumlah
trauma ginjal biasanya 3% dari jumlah semua trauma yang ada di sebuah rumah sakit
dan sebanyak 10% dari total pasien yang mengalami trauma abdomen. 4
c. Etiologi
Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi
akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis
cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, ataupun
luka tembak. 1
Perlu kewaspadaan tinggi sebagai klinisi untuk menentukan mekanisme
terjadinya trauma pada ginjal. Daftar berikut tidak semua inklusif, namun mencakup
mekanisme utama yang menyebabkan cedera ginjal . 4
1. Penetrasi (misalnya luka tembak, luka tusuk).
2. Deselarsi cepat benda tumpul (misalnya kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
dari ketinggian); pukulan langsung ke panggul (misalnya pejalan kaki menyerang,
cedera olahraga).
3. Iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas medik yang lain
(misalnya prosedur endourologik)
4. Intraoperatif (misalnya diagnostic peritoneal lavage)
5. Lain-lain (misalnya rejeksi transplantasi ginjal, persalinan (dapat menyebabkan
laserasi spontan pada ginjal))
Trauma tumpul secara langsung pada abdomen, pinggang, atau punggung
merupakan mekanisme yang paling umum terjadi, terhitung 80-85 % dari semua
trauma ginjal. Trauma dapat terjadi akibat kecelakaan kendaraan, perkelahian,
terjatuh, dan olahraga tertentu. Kecelakaan kendaraan dengan kecepatan tinggi dapat
menyebabkan cedera ginjal berat dan menyebabkan kerusakan vaskular yang berat
pula. Tembakan pistol dan tusukan pisau menyebabkan sebagian besar trauma tajam
pada ginjal; luka yang berada pada daerah pinggang dapat dipertimbangkan telah
terjadi cedera ginjal sampai terbukti benar. Luka pada visera abdomen terjadi pada 80
% trauma tajam pada ginjal.2
d. Patofisiologi
Goncangan pada ginjal yang terdapat di dalam rongga retroperitoneum
menyebabkan regangan pedikel ginjal yang mengakibatkan rupturnya tunika intima
arteri renalis. Rupturnya pembuluh darah pada ginjal memacu terbentuknya bekuan-
bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta
canbang-cabangnya. Hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal merupakan kelainan
pada ginjal yang dapat mempermudah terjadinya ruptur pada ginjal. 1
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ berdasarkan AAST (American
Associate of Surgery), cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan
pada pemeriksaan pencitraan maupun hasil eksplorasi ginjal Sebagian besar (85%)
trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera major
(derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal. Sedangkan Klasifikasi
trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle terdiri
atas 4 Grade degan Kategori IV merupakan keadaan teruburuk. 2
C D E
D
A B
Gambar 1. Klasifikasi trauma ginjal A. Kontusio ginjal terlihat kapsul ginjal masih utuh
dan terdapat hematoma subkapsuler, B. Laserasi minor : terdapat robekan perankim yang
terbatas pada korteks ginjal, C. Laserasi perankim sampai mengenai sistem kaliks ginjal,
D. Fragmentasi ginjal (ginjal terbelah menjadi beberapa bagian), E. Ruptur pedikel
ginjal.1,5
e. Diagnosis
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat 1:
1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas
dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
2. Hematuria
3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.
Gejala klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung
pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya.
Indikator yang memungkinkan terjadinya trauma ginjal yaitu peristiwa rapid deceleration
(terjatuh, kecelakaan kenderaan bermotor berkecepatan tinggi) atau benturan langsung ke
daerah ginjal. Untuk menilai pasien trauma setelah kecelakaan kendaraan bermotor,
kronologis kejadian perlu ditanyakan yaitu kecepatan kendaraan dan apakah pasien
merupakan pengendara atau pejalan kaki. Pada trauma tajam, informasi yang penting antara
lain ukuran senjata tajam untuk menusuk serta tipe dan caliber senjata untuk menembak,
peluru yang memiliki kecepatan tinggi berpotensial menyebabkan kerusakan yang lebih
ekstensif 1,2
Berikut merupakan keluhan serta gejala-gejala yang dialami oleh penderita trauma
ginjal. 2,6 :
Pada trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat ditemukan adanya jejas di
daerah lumbal, sedangkan pada trauma tajam tampak luka.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan otot
pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat menyebar luas disertai
tanda kehilangan darah merupakan petunjuk adanya cedera vaskuler.
Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas,
dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa
ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera Traktus Digestivus
ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.
Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan
sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks atau
pneumothoraks.
Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Derajat
hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila
tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari ginjal
atau ureter dari pelvis ginjal.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda syok.
Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan ruptur ginjal dievaluasi dengan pemeriksaan laboratorium berkala.
Urinalisis, pemeriksaan kreatinin dan hematokrit (Hct) merupakan pemeriksaan yang utama
dalam mengevaluasi pasien dengan trauma ginjal. 2
Pemeriksaan Urinalisis merupakan pemeriksaan dasar untuk evaluasi pasien dengan
suspek trauma ginjal. Hematuria menggambarkan adanya kuantitas eritrosit dalam urin yang
menunjukkan adanya gangguan dan biasanya merupakan indikator awal terjadinya kerusakan
ginjal. Hematuria mikroskopik pada ruptur ginjal didefinisikan sebagai ditemukan >5 sel
darah merah tiap lapang pandang besar, sedangkan gross hematuria merupakan hematuria
yang dapat terlihat kasat mata. 2
Hematuria merupakan tanda adanya kerusakan ginjal, tetapi tidak cukup spesifik
maupun sensitif untuk membedakan kerusakan mayor dan minor. Tidak berhubungan dengan
derajat kerusakan. Kerusakan ginjal mayor, seperti gangguan pada ureteropelvic junction,
luka pada pedikulus renal atau trombosis segmen arteri dapat terjadi tanpa adanya hematuria.2
Pemeriksaan hematokrit secara berkala merupakan metode evaluasi lanjutan pada
pasien trauma. Hematokrit awal dan tanda vital menentukan kebutuhan resusitasi emergensi.
Penurunan hematokrit dan kebutuhan untuk transfusi darah secara tidak langsung merupakan
tanda derajat kehilangan darah. Pemeriksaan kreatinin menggambarkan fungsi ginjal sebelum
trauma. Peningkatan kreatinin biasanya menggambarkan patologi ginjal sebelumnya.
Pencitraan
Beberapa pasien tidak memerlukan evaluasi radiografi pada penderita trauma ginjal
yang diakibatkan benda tumpul. Pasien dengan hematuria mikroskopik tanpa disertai syok
memiliki resiko kecil untuk terjadinya ruptur ginjal yang signifikan. Indikasi untuk dilakukan
pemeriksaan radiografi adalah gross hematuria, hematuria mikroskopik dan syok, serta
adanya luka utama yang terkait langsung pada ginjal. 2,5
Stabil
Ruptur ginjal dapat menjadi peristiwa yang mengancam jiwa, tetapi jika ditangani
dengan benar dapat dikelola dengan aman tanpa harus melakukan tindakan operatif dalam
banyak kasus. Trauma tumpul merupakan majoritas dari trauma ginjal, yang sebagian besar
ialah trauma ringan. Pada sebagian besar pasien ruptur ginjal dengan status hemodinamika
yang stabil menunjukkan keberhasilan pada terapi konservatif.
Daftar Pustaka
1. Purnomo, Basuki B, ed. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto;
2012. P. 175-180
2. Summertom, D.J., N. Djakovic, N.D. Kitrey, F. Kuehhas, N. Lumen, E. Serafetinidis.
2013. Guidelines on Urological Trauma. European Association of Urology.
http://www.uroweb.org/gls/pdf/23_Urological_Trauma_LR.pdf 19 Oktober 2015. pg
9-17
3. Morey, A. F., S. Brandes, D. D. Dugi, J. H. Armstrong. 2014. Urotrauama : AUA
Guideline. https://www.auanet.org/education/guidelines/urotrauma.cfm 20 Oktober
2015
4. Lusaya, D. G. 2013. Renal Trauma.http://emedicine_medscape.com/article/440811-
overview 20 Oktober 2015
5. Dayal, M., S. Gamanagatti, A. Kumar. 2013. Imaging in Renal Trauma. World
Journal of Radiology 5(8): 275-284. http://www.wjgnet.com/1949-
8470/pdf/v5/i8/275.pdf 20 Oktober 2015
6. Shoobridge, J.J., N. M. Corcoran, K. A. Martin, J. Koukounaras, P. L. Royce, M. F.
Bultitude. 2011. Contemporary Management of Renal Trauma. Reviews in Urology
2011;13(2):65-72. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ 20 Oktober 2015