Anda di halaman 1dari 5

TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN

Saiful M Rozky,Diana indrawati


Mei 2015

A. Pengertian
Trauma pada saluran perkemihan adalah adanya benturan pada saluran perkemihan (
ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra ). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum,
testis dan prostat

B. Jenis-jenis trauma

1. Trauma Ginjal

Ginjal dilindungi oleh tulang-tulang iga dan otot-otot abdomen posterior yang kuat.
Beratnya trauma berbeda, dapat contosio, robekan pankhim sebagian dan seluruhnya,
atau bahkan ruptur pedikal ginjal.

a. Etiologi
- Trauma tumpul ( tersering ).
Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu lintas.

- Trauma tembus
Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam.

- Akselerasi / Deselerasi
Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal.

- Tatrogenik
Biopsi ginjal, koliktomi.

- Ginjal patologis
Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan lemahnya pertahanan
ginjal ( seperti : Ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal ektopik. ).

b. Patofisiologi
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah yang terlindung
oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen. Karena benturan yang keras, maka
benturan ini akan diteruskan kesemua tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa
parenkhim ginjal yang selanjutnya menyebabkan kerusakan.

c. Tanda dan gejala


- Rasa sakit / nyeri daerah trauma ---- ginjal ---- bahkan sampai syok.
- Hematuri.
- Hematom pada pinggang.
- Teraba masa pada pinggang.
- Nyeri tekan pada daerah trauma.
d. Pemeriksaan laboratorium / diagnostik
- Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).
- HB menurun.
- Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu didaerah
trauma karena hematom dan ekstravasi urine.
- Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine pada sisi
yang terkena.
- CT Scan : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan konfigurasi
ginjal.

e. Diagnosa banding
- Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
Trauma traktus urogenitalis lain.

f. Penatalaksanaan
- Konservatif
 Istirahat total.
 Transfusi.
 Obat-obat konservatif.

- Operatif
 Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih baik.
 Nefrotomi.

g. Komplikasi
- Awal : Infeksi, perdarahan.
- Lanjut : Stenosis fibrotik dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.

2. Trauma Ureter
Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel dan terlindung oleh
tulang dan otot.
a. Etiologi
- Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.
- Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.
- Pemasukan zat alkali terlalu kuat.

b. Tanda dan gejala


- Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan abdomen.
- Nyeri daerah panggul.
- Ekstravasase urine.
- Drainase urine melalui luka operasi.
- Ileus terus menerus.

c. Pemeriksaan laboratorium / diagnostik


- Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.
- Urografi ekskresi : ekstravasase urine.
- Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.

d. Diagnosa banding
- Vesikovagina dan uretrovaginal.
- Kausa oliguri dan anuria pre renal.
e. Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika urinaria.
Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau
terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan gangguan
tersebut.
f. Komplikasi
- Fistula ureter.
- Infeksi retroperitoneal.
- Pyelonefritis.
- Obstruksi ureter karena stenosis.

g. Penatalaksanaan
- Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum
dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk identifikasi.
- Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
 Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke
buli-buli.
 Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
 Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
- Terapi konservatif berupa analgetik dan antibiotik.

3. Trauma Vesika Urinaria


a. Etiologi
- Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
- Trauma tembus.
- Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral Resection
( TUR )

b. Patofiisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi
peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli
pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal.

c. Tanda dan gejala


- Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
- Hematuria.
- Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
- Regiditas otot.
- Ekstravasase urine.
- Suhu tubuh meningkat.
- Syok.
- Tanda-tanda peritonitis.

d. Pemeriksaan laboratorium / diagnostik


- Hematokrit menurun.
- Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pinddah atau
tertekan.
e. Diagnosa banding
Ruptur uretra atau ginjal.

f. Komplikasi
- Urosepsis.
- Klien lemah akibat anemia.

g. Penatalaksanaan
- Atasi syok dan perdarahan.
- Istirahat baring sampai hematuri hilang.
- Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra
peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

4. Trauma Uretra
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya ruptur terjadi pada pars
membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.

a. Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah peritonium dan pelvis.

b. Tanda dan gejala


- Perdarahan dari uretra.
- Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
- Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
- Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan
umum memburuk.

c. Klasifikasi
- Trauma Grade I ( ringan ).
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per uretra (
darah langsung keluar dari uretra ).

- Trauma Grade II ( sedang ).


Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan
kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.

- Trauma Grade III ( berat ).


Pada tingkat ini uretra mengalami ruptur, bulbus cavernosus hancur dan vesika
buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit, perdarahan mula-mula
pada daerah peritoneum terus ke scrotum selanjutnya ke daerah unguinal
suprapubik.

d. Pemeriksaan diagnostik
- Rectal Toucher
Bila ruptur terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya
akan teraba hematome berupa masa lunak dan kenyal.

- Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi ruptur.
e. Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan strictura ureter.
f. Penatalaksanaan
- Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian antibiotika.
- Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi ) untuk
mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.
- Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya
striktura.

g. Prognosis
Baik, bila dilakukan dengan cepat.

5. Trauma Penis
Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau
penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis.
Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan industri dalam
hal ini mungkin diperlukan skin graf.

6. Trauma Scrotum
Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila testis
mengalami kontosio, laserasi / ruptur total, mungkin diperlukan eksplorasi
scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai atropi testis.

DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, purnawan, dkk kapita selecta kedokteran, edisi kedua, FKUI.1982.


Depkes RI, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan / Penyakit Sistem Urogenital,
Jakarta.1996.
Purwadijanto, Agus, Kedaruratan Medik, edisi ketiga, P.T Bina Rupa Aksara, Jakarta.1981.
Doengoes,Merilynn, E, dkk. Edisi ketiga, penerbit buku kedokteran. EGC.1999.
Schrock, Theodore R. Ilmu Bedah, EGC. Jakarta.
Scholtmeijer.R.J. 1987. Urologi. EGC. Jakarta.
Badenoch, david 1989. Urologi, Bina Rupa Aksara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai