Anda di halaman 1dari 23

1.

Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem

Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang


memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi
dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang engandung
protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke
seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik. Yang membentuk sistem limfat
ik dan cairan yang mengisis pembuluh ini disebut limfe. Komponen
Sistem Limfatik antara lain :
- Pembuluh Limfe
- Kelenjar Limfe (nodus limfe)
- Limpa
- Tymus
- Sumsum Tulang
a. Pembuluh limfe
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau
sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus
terdapat pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dalam
vili usus. Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia
plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir
sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah.
Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak
diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh limfe.
Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan oleh tekanan
negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi otot. Fungsi
pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam
sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah,
membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi darah.
Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring
dan menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antiboi untuk
melindungi terhadap kelanjutan infeksi.
b. Kelenjar limfe (nodus limfe)
Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25 mm.
Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan
isinya hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya
ialah dalam cairan limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak
terdapat karbon dioksida, dan mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe
yang berasal dari usus banyak mengandung zat lemak. Cairan limfe ini
dibentuk atau berasal dari cairan jaringan melalui difusi atau filtrasi ke
dalam kapiler – kapler limfe dan seterusnya akan masuk ke dalam
peredaran darah melalui vena. Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe
dari benda asing, pembentukan limfosit, membentuk antibodi,
pembuangan bakteri, membantu reasorbsi lemak.
c. Limpa
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri
abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa
berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma.
Jalinan struktur jaringan ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/
pulpa yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah besar sel – sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak
mengandung kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak darah
yang mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat
memproduksi leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat
pengahancur eritrosit, karena di dala limpa terdapat jaringan retikulum
endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga
hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis
pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi
terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus
yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi
pulpa sehingga dan bercampur dengan unsur limpa.
d. Thymus
Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian
bifurkasi trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus.
Pada bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau
lebih sedikit; ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 –
40 gram dan kemudian mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada
sangkutnya dengan produksi antibody dan sebagai tempat
berkembangnya sel darah putih.
e. Bone marrow / sumsum tulang
Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla ossea) adalah
jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang merupakan
tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis sumsum
tulang: sumsum merah(dikenal juga sebagai jaringan myeloid) dan
sumsum kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel
darah putihdihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan
sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh selsel lemak yang banyak
dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak
pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah
sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang
berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg
sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum
merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul,
tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung,tulang belikat,
dan pada bagian lunak di ujung tulang panjangfemur dan humerus.
Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang
panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat
banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah
untuk meningkatkan produksi sel darah.
2. Konsep dasar penyakit

A. Definisi
Non Hodgkin Limfoma adalah keganasan primer berupa

gangguan proliferatif tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan

sistem sel limfosit T). (Schwartz M William, 2016) Limfoma non Hodgkin

(LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem limfatik dan jaringan

limfoid. Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab LMNH

juga tidak diketahui. Sejumlah faktor, seperti infeksi virus,

imunodefisiensi, aberasi kromosom, imunostimulasi kronis, dan

pemajanan terhadap lingkungan memicu terjadinya limfoma maligna.

(Betz, 2009) Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan

(kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya

menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang

sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya

menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih

sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.


B. Etiologi

Penyebab NHL belum jelas diketahui. Para pakar cenderung

berpendapat bahwa terjadinya NHL disebabkan oleh pengaruh rangsangan

imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak

terkendali. NHL kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena

ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita NHL maka risiko

anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan

orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin

lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma Anonymous. (2016).

Etiologi sebagian besar NHL tidak diketahui. Namun terdapat

beberapa fakkor resiko terjadinya NLH, antara lain :

1. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering

dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja

hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida

dan pelarut organik.

2. Diet dan Paparan lsinya : Risiko NHL meningkat pada orang yang

mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang

terkena paparan UV.

C. Tanda dan Gejala

Menurut Shike M (2017) Gejala umum penderita limfoma Non-Hodgkin

limfoma yaitu :

1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.

2. Demam.

3. Keringat malam.
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.

5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.

6. Hilangnya nafsu makan.

7. Nyeri tulang.

8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang

terkena.

D. Klasifikasi

Stadium Interpretasi

Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau

ekstra limfatik

Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah

atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik

Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma

atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau

keduanya.

Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau

tanpa melibatkan kelenjar limfe.

Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:

1. Non Hodgkin Limfoma agresif.

Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non

Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan

namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat.


Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini

sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun

pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar

pengobatan lini pertama,sering berhasil baik dengan kemoterapi dan

transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, Non Hodgkin Limfoma

agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total dari pada Non Hodgkin

Limfoma indolen.

2. Non Hodgkin Limfoma Indolen.

Non Hodgkin Limfoma indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma

non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan

namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat.

Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka

sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering

ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter

untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan

pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.

Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu

sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian

diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat Non Hodgkin Limfoma.

Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening,

yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat

paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain

dari Non Hodgkin Limfoma. Karena Non Hodgkin Limfoma indolen


tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak

diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.

E. Patofisiologi

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat

terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok

sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi

imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan

yang terjadi pada limfosit tua antara lain:

1. Ukurannya semakin besar,

2. Kromatin inti menjadi lebih halus,

3. Nukleolinya terlihat,

4. Protein permukaan sel mengalami perubahan.

Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya

limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus

Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia,

mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar

getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal

atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di

kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).

Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan

atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut

menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty Dampak dari

proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan terdesak,
jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu

populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel

trombosit dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan

terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda

kanker darah. Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah

bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh.

Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.

Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan

gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada

atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan

pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut,

pembengkakan tungkai. Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi

leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang,

saluran pencernaan dan kulit. Pada anakanak, gejala awalnya adalah masuknya

sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang

belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini

menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium,

penurunan kesadaran).Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan

seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat

badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening : leher,

ketiak, lipat paha, dll.


F. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.

a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED

b. Gula darah

c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH

d. Fungsi ginjal

e. Immunoglobulin.

2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype

NLH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.

3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran

kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa

tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal.

5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar

media stinum, bila perlu CT scan toraks.

6. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan konservatif meliputi:

Untuk terapi pasien NHL, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi

kesehatan organ lainnya. Untuk NHL indolen yang tidak menunjukkan

gejala (asimptomatik), cukup dilakukan observasi pada pasien dan jika

menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I maupun II, pilihan terapi

utamanya adalah radioterapi. Untuk NHL indolen stadium III dan IV, jika
proliferasi selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat chlorambucill

cyclophosphamid oral, jika cepat dan jangkauannya luas dapat diberikan

CVP, C-MOPP atau BACOP. Sedangkan NHL agresif, terapi yang diberikan

adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang juga

digunakan untuk penyembuhan penyakit NHL (Santoso M, 2004). Terapi

terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah

radiasi, radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas

terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II

difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi.

G. Pengkajian Fokus keperawatan

a. Pengkajian

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai

seharihari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan,

tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya

benjolan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa

nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas,

gangguan penelanan, berkeringat di malam hari.Pasien biasanya megalami

dendam dan disertai dengan penurunan BB.


4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti

pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan

transplantasi ginjal atau jantung.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama

dengan pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit

turunan seperti DM, Hipertensi, dan lain-lain.

a. Data dasar pengkajian pasien

1) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada

malam hari, dan menurunnya BB.

b. Kulit, rambut, kuku

( tidak ada perubahan )

c. Kepala dan leher

Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.

d. Mata dan mulut

Tidak ada masalah/perubahan.

e. Thorak dan abdomen

Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada

thorak maupun abdomen.


f. Sistem respirasi

Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas

karena ada benjolan.

g. Sistem gastrointestinal

Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan

saat menelan makanan, sehinggapasien sering mengalami penurunan

BB.

h. Sistem muskuluskeletal

Pada pasien ini tidak ada masalah.

i. Sistem endokrin

Terjadi pembesaran kelenjar limfe.

j. Sistem persyarafan

Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang

sedang dideritanya.
H. Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat ( mual, muntah)

2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.

3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya

persediaan dan kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan

karena gangguan pola tidur

4. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

5. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan

sistem transport oksigen


I. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko infeksi NOC : NIC :
b.d Peningkatan resiko - Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
masuknya organisme - Risk control - Bersihkan lingkungan
patogen Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien
- Klien bebas dari tanda lain
dan gejala infeksi - Pertahankan teknik isolasi
- Menunjukkan - Batasi pengunjung bila
kemampuan untuk perlu
mencegah timbulnya - Instruksikan pada
infeksi pengunjung untuk mencuci
- Jumlah leukosit dalam tangan saat berkunjung dan
batas normal setelah
- Menunjukkan perilaku Berkunjung meninggalkan
hidup sehat pasien
- Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
- Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
- Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
- Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
- Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
- Tingktkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik
bila perlu
2 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif b/d penurunan Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
konsentrasi Hb dan darah, Tissue Prefusion : cerebral Monitoring (Monitor
suplai oksigen berkurang Kriteria Hasil : tekanan intrakranial)
1.Mendemonstrasikan - Berikan informasi
status sirkulasi yang kepada keluarga
ditandai dengan :
- Tekanan systole - Set alarm
dandiastole dalam - Monitor tekanan perfusi
rentang yang diharapkan serebral
- Tidak ada - Catat respon pasien
ortostatikhipertensi terhadap stimuli
- Tidak ada tanda tanda - Monitor tekanan
peningkatan tekanan intrakranial pasien dan
intrakranial (tidak lebih respon neurology
dari 15 mmHg) terhadap aktivitas
6.Mendemonstrasikan - Monitor jumlah drainage
kemampuan kognitif cairan serebrospinal
yang ditandai dengan: - Monitor intake dan
- berkomunikasi dengan output cairan
jelas dan sesuai dengan - Restrain pasien jika
kemampuan perlu
- menunjukkan perhatian, - Monitor suhu dan angka
konsentrasi dan WBC
orientasi - Kolaborasi pemberian
- memproses informasi antibiotik
- membuat keputusan - Posisikan pasien pada
dengan benar posisi semifowler
3.Menunjukkan fungsi - Minimalkan stimuli dari
sensori motori cranial
lingkungan
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik, tidak
ada gerakan gerakan
involunter
3 Pola Napas Tidak Efektif NOC : NIC :
b.d penumpukan cairan di - Respiratory status : Airway Management
paru-paru Ventilation - Buka jalan nafas, guanakan
- Hiperventilasi - Respiratory status : Airway teknik chin lift atau jaw thrust
- Deformitas tulang patency bila perlu
- Kelainan bentuk - Vital sign Status - Posisikan pasien untuk
dinding dada Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
- Penurunan - Mendemonstrasikan batuk - Identifikasi pasien perlunya
energi/kelelahan efektif dan suara nafas yang pemasangan alat jalan nafas
- Perusakan/pelemahan bersih, tidak ada sianosis buatan
muskulo-skeletal dan dyspneu (mampu - Pasang mayo bila perlu
- Obesitas mengeluarkan sputum, - Lakukan fisioterapi dada jika
- Posisi tubuh mampu bernafas dengan perlu
- Kelelahan otot mudah, tidak ada pursed - Keluarkan sekret dengan batuk
pernafasan lips) atau suction
- Menunjukkan jalan nafas - Auskultasi suara nafas, catat
yang paten (klien tidak adanya suara tambahan
merasa tercekik, irama - Lakukan suction pada mayo
nafas, frekuensi pernafasan - Berikan bronkodilator bila
dalam rentang normal, tidak perlu
ada suara nafas abnormal) - Berikan pelembab udara Kassa
- Tanda Tanda vital dalam basah NaCl Lembab
rentang normal (tekanan - Atur intake untuk cairan
darah, nadi, pernafasan) mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2

Oxygen Therapy
- Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang
paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4 Nyeri akut berhubungan NOC : Kontrol Nyeri NIC : Manajemen Nyeri


dengan: Agen injuri Kriteria Hasil : Aktivitas
(biologi, kimia, fisik, 1. Mengetahui faktor penyebab 1. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri. secara menyeluruh meliputi
psikologis), kerusakan 2. Mengetahui permulaan lokasi, durasi, kualitas,
jaringan terjadinya nyeri. keparahan nyeri dan
3. Menggunakan tindakan faktor pencetus nyeri.
pencegahan. 2. Observasi ketidaknyamanan
4. Melaporkan gejala. non verbal.
5. Melaporkan kontrol nyeri. 3. ajarkan untuk teknik
NOC : Tingkat Nyeri nonfarmakologi misal relaksasi,
Kriteria Hasil : guide imajeri, terapi musik,
1. Melaporkan nyeri berkurang distraksi.
atau hilang. 4. Kendalikan faktor lingkungan
2. Frekuensi nyeri berkurang. yang dapat mempengaruhi
3. Lamanya nyeri berlangsung. respon pasien terhadap
4. Ekspresi wajah saat nyeri. ketidaknyamanan misal suhu,
5. Posisi tubuh melindungi lingkungan, cahaya, kegaduhan.
5. Kolaborasi : pemberian
Analgetik sesuai indikasi
NIC II : Manajemen Analgetik
Aktivitas
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan tingkat nyeri
sebelum mengobati pasien.
2. Cek obat meliputi jenis, dosis,
dan frekuensi pemberian
analgetik.
3. Tentukan jenis analgetik (
Narkotik, Non-Narkotik)
disamping tipe dan tingkat
nyeri.
4. Tentukan Analgetik yang tepat,
cara pemberian dan dosisnya
secara tepat.
5. Monitor tanda – tanda vital
sebelum dan setelah pemberian
analgetik
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang - Nutritional Status : food Nutrition Management
dari kebutuhan tubuh b/d and Fluid Intake - Kaji adanya alergi
intake yang kurang, - Weight control makanan
anoreksia Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Adanya peningkatan untuk menentukan jumlah
berat badan sesuai kalori dan nutrisi yang
dengan tujuan dibutuhkan pasien.
- Beratbadan ideal - Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan intake Fe
badan - Anjurkan pasien untuk
- Mampumengidentifik meningkatkan protein dan
asi kebutuhan nutrisi vitamin C
- Tidak ada tanda - Berikan substansi gula
tanda malnutrisi - Yakinkan diet yang
- Menunjukkan dimakan mengandung
peningkatan fungsi tinggi serat untuk
pengecapan dari mencegah konstipasi
menelan - Berikan makanan yang
- Tidak terjadi terpilih (sudah
penurunan berat dikonsultasikan dengan
badan yang berarti ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2016. Limfoma Maligna. www.wordpress.com.

Bakta IM. Limfoma maligna. Hematologi klinik ringkas. Cetakan I.

Jakarta: EGC; 2007.p.192-219.

NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2012-

2014. USA: Willey Blackwell Publicaton, 2009.

Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A.

Limfoma Non Hodgkin. Jakarta: Panduan Pelayanan Medik

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PB PAPDI;

2006.p.185-6.

Shike M (2017): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In: Hamatology /

Oncology Clinic of North America 10 Number 1, pp 221 – 334.

Vinjamaran. 2007. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com.

Anda mungkin juga menyukai